• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENUJU INDONESIA HIJAU DAN MENGELOLA BEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MENUJU INDONESIA HIJAU DAN MENGELOLA BEN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPREHENSIF DENGAN SI-TIGA

DISUSUN OLEH:

NAMA

: LILIANA

NIM

: 114214031

PRODI SASTRA INGGRIS

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

MENUJU INDONESIA HIJAU

DAN MENGELOLA BENCANA SECARA

KOMPREHENSIF DENGAN SI-TIGA

DISUSUN OLEH:

NAMA

: LILIANA

NIM

: 114214031

PRODI SASTRA INGGRIS

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

ii

KOMPREHENSIF DENGAN SI-TIGA

Disusun Oleh

Nama : Liliana

NIM : 114214031

Disetujui oleh:

Harris Hermansyah Setiajid, S.S., M.Hum. 7 April 2014

0509037101

(4)

iii

KATA PENGANTAR

Karya tulis ilmiah berjudul “Menuju Indonesia Hujau dan Mengelola Bencana Secara Komprehensif dengan Si-Tiga” ini membahas penanggulangan deforestasi ruang hijau dan pengelolaan penanggulangan bencana yang komprehensif. Karya tulis ilmiah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan dalam mengikuti pemilihan mahasiswa berprestasi 2014.

Menyadari bahwa selesainya penulisan karya tuli sini tidak lepas dari campur tangan Tuhan Yang Maha Esa, maka penulis memanjatkan puji dan syukur kepada-Nya. Karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat waktu juga karena adanya bantuan dan petunjuk dari beberapa pihak.

Ucapan terimakasih yang besar penulis haturkan kepada bapak Harris Hermansyah Setiajid S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membantu penulis selama proses penulisan karya tulis ini dan yang telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan yang sangat berarti berupa dukungan moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak terhadap karya tulis ilmiah ini karena masih banyak kekurangan di berbagai tempat dalam karya tulis ilmiah ini. Dengan demikian, diharapkan karya tulis ini dapat menjadi karya tulis yang layak dikonsumsi khalayak ramai.

Yogyakarta, 6 April 2014

(5)

iv

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... iv

BAB I Pendahuluan... 1

A. Latar Belakang ... 1

Langkah Belum Genap ... 1

B. Solusi Keatif ... 2

Mewujudkan Indonesia Hijau ... 2

Mewujudkan Indonesia yang Memiliki Peengelolaan Penanggulangan Bencana yang Komprehensif ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Manfaat ... 4

BAB II Telaah Pustaka... 5

A. Indonesia di Atas Peta ... 5

B. Konsep Bencana ... 5

BAB III Analisis dan Sintesis ... 7

A. Indonesia Sejauh Mata Memandang ... 7

B. Kerusakan Lingkungan Memperparah Potensi Bencana ... 7

C. Indonesia Rawan Bencana ... 11

Bencana Alam ... 12

Bencana Akibat Ulah Manusia... 12

D. Mengelola Bencana Secara Komprehensif ... 13

Si-Pertama: Antisipasi ... 13

Si-Kedua: Mitigasi ... 16

Si-Ketiga: Rekonstruksi ... 19

BAB IV Simpulan dan Rekomendasi A. Mewujudkan Indonesia Hijau, Meminumalkan Bencana ... 20

B. Siap Bencana dengan Si-Tiga... 20

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Langkah yang Belum Genap

Ketika pohon besar penghasil oksigen digantikan dengan pohon beton penghasil rupiah, kualitas kehidupan manusia di Indonesia dipertaruhkan. Paru-paru yang seharusnya hanya menerima oksigen, kini mendapat asupan gas-gas yang tidak selayaknya dihirup oleh manusia. Predikat Indonesia sebagai paru-paru dunia kini berubah menjadi Indonesia sebagai negara perusak hutan terbesar dunia. Peta hutan dunia tidak lagi menampakkan Indonesia dengan warna hijau.

Kini ruang hijau telah berganti dengan ruang penuh warna-warni gedung-gedung bertingkat. Pembangunan di sektor industri dan ekonomi menjadi prioritas Indonesia yang sedang berjalan meuju pintu gerbang negara maju. Alih fungsi hutan pun kini marak terjadi. Pohon-pohon besar berusia puluhan tahun kini menjadi tanaman dengan tinggi tidak lebih dari 2 meter. Kualitas udara di Indonesia berada pada tingkat yang memprihatinkan. Ketersediaan ruang hijau tidak seimbang dengan kebutuhan manusia, sehingga membuat manusia Indonesia hidup dalam lingkungan yang tidak sepenuhnya sehat.

(7)

kerusakan material, seperti kerusakan rumah-rumah penduduk maupun fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit. Bencana alam seperti gunung gempa bumi tidak dapat dihindari, namun dapat di antisipasi untuk meminimalkan korban dan kerugian material. Akan tetapi, bencana akibat ulah manusia seperti banjir pada dasarnya dapat dihindari.

Berangkat dari kenyataan bahwa ruang hijau di Indonesia semakin berkurang padahal sejatinya itu merupakan kebutuhan untuk menciptakan keseimbangan hidup dan kenyataan bahwa berkurangnya ruang hijau mengakibatkan Indonesia memiliki hubungan yang semakin dekat dengan bencana maka penting untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Selama masalah lingkungan hijau dan pengelolaan bencana ini belum terselesaikan dengan baik, maka langkah kaki Indonesia belum genap untuk menjadi Indonesia yang mandiri.

B. Solusi Kreatif

Mewujudkan Indonesia Hijau

Untuk mewujudkan ketersediaan ruang hijau di Indonesia, ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah bersama peran aktif semua warga negara. Langkah-langkah tersebut adalah melakukan peninjauan kembali mengenai peraturan pembangunan bangunan ataupun pembukaan lahan perkebunan yang menggunakan ruang hijau (dalam hal ini hutan) sebagai area pembangunannya; menumbuhkan kesadaran di semua lapisan masyarakat mengenai pentingnya ketersediaan ruang hijau di Indonesia; dan memperhitungkan kembali ketersediaan ruang hijau serta cara merestorasinya.

(8)

3

harus digunakan adalah prinsip gotong-royong di mana semua orang bekerja untuk mencapai satu tujuan demi kepentingan orang banyak.

Mewujudkan Indonesia yang Memiliki Pengelolaan Penanggulangan Bencana yang Komprehensif

Prinsip pengelolaan penanggulangan bencana yang komprehensif mengacu adalah prinsip mitigasi. Mengacu pada pengertian mitigasi dalam PP No 21 Tahun 2008

pasal 1 ayat (6) yang menyatakan bahwa “mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana,” maka mitigasi dalam karya tulis ini dibagi menjadi tiga tahap yang disingkat menjadi

Si-Tiga ( antisipasi, mitigasi dan rekonstruksi). Antisipasi adalah bentuk mitigasi sebelum bencana terjadi. Antisipasi berarti memperhitungkan segala kemungkinan yang berhubungan dengan bencana sebelum bencana itu terjadi. Perhitungan tesebut meliputi perkiraan waktu kejadian, skala bencana, akibat yang ditimbulkan, kebutuhan saat bencana terjadi. Mitigasi berarti bertindak saat bencana terjadi. Mitigasi meliputi evakuasi, penyaluran kebutuhan pokok dan penyediaan MCK yang memadai untuk para korban bencana, penyediaan layanan kesehatan dan informasi bagi para korban dan evaluasi. Rekonstruksi adalah mitigasi yang dilakukan setelah bencana terjadi. Rekonstruksi berarti perbaikan yang dilakukan untuk mempersiapkan para korban dalam melanjutkan kehidupan mereka dengan mempersiapkan mereka secara fisiologis dan psikologis.

C. Tujuan

(9)

1. Menumbuhkan kesadaran pada semua warga negara terkait pentingnya menjaga keseimbangan antara ketersediaan ruang hijau dan kebutuhan untuk itu.

2. Meningkatkan kesadaran bahwa bencana alam begitu dekat dengan kehidupan manusia sehingga perlu adanya kesiapan baik secara fisiologi dan psikologis untuk menghadapinya.

3. Menciptakan kesadaran bahwa ada beberapa bencana yang sebenarnya dapat dicegah dengan memperbanyak ruang hijau di Indonesia.

D. Manfaat

Ada dua manfaat yang diharapkan dari tulisan ini, yaitu:

1. Terciptanya tindakan nyata penyelamatan dan rekonstruksi ruang hijau di Indonesia oleh pihak pemerintah bekerja sama dengan seluruh anggota masyarakat.

(10)

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Indonesia di Atas Peta

Indonesia terletak di 6’ LU dan 11’ LS, 95’ BT – 141’ BT. Indonesia memiliki

luas wilayah seluas 1.904.569 km2 (menurut

www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html)

Sedangkan keadaan hutan di Indonesia dari tahun 2009-2011 tergambar berikut ini. Hutan di Indonesia mengalami deforestisasi. Pada tahun 2009, total hutan di Indonesia mencapai 52,5% dari luas wilayah Indonesia. Pada tahun 2010, hutan di Indonesia tersisa 52,1% dari total wilayah Indonesia. Seangkan pada 2011, penurunan yang cukup drastis terjadi sehingga mengakibatkan total hutan di Indonesia tersisa 51,7%. Dalam hal ini, yang disebut hutan adalah lahan dengan pohon baik itu yang tumbuh secara alami maupun yang ditanam dengan sengaja setidaknya 5 meter tidak perduli apakah itu produktif maupun tidak; tanaman-tanaman perkebuanan seperti sawit tidak dimasukkan dalam kategori hutan. (http://data.worldbank.org/indicator/AG.LND.FRST.ZS)

Dengan data seperti itu hingga 2011, maka dapat dikatakan bahwa Indonesia benar-benar mengalami degradasi hutan atau yang lebih dikenal dengan istilah deforestisasi. Kerusakan hutan yang juga merupakan kerusakan lingkungan kemudian memperparah pada potensi bencana yang terjadi di Indonesia.

B. Konsep Bencana

Dalam UU Repiblik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, terdapat beberapa definisi seperti

“Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

(11)

baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.”

“Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,

dan tanah longsor.”

“Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.”

“Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,

hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya

tertentu.”

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,

akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.”

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah ?erupsi?. Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun,

tsunami dan banjir lahar.”

“Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak

(12)

BAB III

ANALISIS DAN SINTESIS

A. Indonesia Sejauh Mata Memandang

Lembar fakta dari WWF (World Wide Fund for Nature) menyebutkan bahwa hutan di Indonesia mengalami degradasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997-2000, 2,8 juta hektar/tahun lenyap. Lebih lanjut, artikel tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2000-2005, laju degradasi hutan di Indonesia setara dengan 364 lapangan bola/jam. Sehubungan dengan terdegradasinya hutan-hutan di Indonesia, dituliskan pula bahwa 300 ton emisi karbon telah dilepaskan Indonesia demi lahan perkebunan yang dibuka untuk setiap satu hektarnya.

Sumber lain menyatakan bahwa menurut peta resolusi tinggi yang diluncurkan oleh Google Earth Indonesia tercatat sebagai pemegang peringkat satu Negara dengan deforestasi terbesar dunia dengan kehilangan hutan sebesar 20.000 kilometer persegi selama 2011-2012. Dari sumber yang sama, disebutkan pula bahwa Sematra dan Kalimantan adalah pulau yang paling banyak kehilangan hutan.

(http://sains.kompas.com/read/2013/11/15/1128350/Wajah.Menyedihkan.Hutan.I ndonesia.dalam.Peta.Google.Earth)

B. Kerusakan Lingkungan Memperparah Potensi Bencana

(13)

Bencana alam memang sangat tidak bisa dihindari. Namun, pada kenyataannya, entah secara sadar atau tidak, sesungguhnya manusia sendirilah yang telah membuat bencana itu mendatangi mereka, yaitu ketika mereka merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan ini mencakup rusaknya ruang hijau, rusaknya struktur tanah dan rusaknya sistem kebersihan sungai.

Rusaknya ruang hijau di bumi Indonesia ini semakin memperbesar potensi bencana seperti banjir dan tanah longsor. Selain dua bencana tersebut, ancaman emisi karbon juga merupakan bencana yang mengancam setiap saat.

Banjir didefinisikan sebagai “peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu

daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.” Dari definisi ini, dapat

ditarik kesimpulan bahwa volume air yang meningkat menjadi sumber utama terjadinya banjir. Volume air yang meningkat ini dapat berasal dari beberapa hal seperti curah hujan yang tinggi pada satu periode tertentu di suatu area tertentu. (http://bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana)

Namun demikian, curah hujan yang tinggi bukan satu-satunya penyebab banjir yang terjadi di Indonesia. Salah satu penyebab banjir adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan di sini dapat diartikan sebagai hilangnya ruang hijau atau hutan-hutan di Indonesia. Hutan-hutan yang dialihfungsikan oleh berbagai pihak untuk kepentingan finansial membuka jalan akan datangnya banjir. Hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai sarana daya serap air untuk meminimalisir terjadinya banjir dan bahkan menyediakan cadangan air pada musim kemarau kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan dan perkotaan.

(14)

9

yang tidak terserap oleh akar tanaman ini, maka air tersebut mengalir langsung ke sungai ataupun laut dengan membawa zat-zat hara dari permukaan tanah sehingga membuat sungai dan laut menjadi semakin dangkal. Dangkalnya sungai dan laut memperbesar potensi banjir karena air hujan yang mengalir langsung ke sungai yang telah dangkal dalam waktu singkat akan mengalir ke area-area lain termasuk ke pemukiman penduduk.

Selain perkebunan sawit, alih fungsi hutan menjadi pemukiman dan perkotaan juga memperbesar potensi banjir. Secara jelas dapat dilihat bahwa pemukiman dan perkotaan yang penuh dengan perumahan dan bangunan tentu saja tidak memiliki daya serap terhadap air. Walaupun telah dibuat lubang-lubang resapan air di beberapa pemukiman dan perkotaan, hal itu tidak sebanding dengan angka kemungkinan banjir yang mungkin terjadi. Lubang-lubang resapan biopori yang tidak seberapa jumlahnya dan tidak dapat dibuat di sembarang tempat menjadi tidak efektif menghalangi terjadinya banjir. Sebagai analisis sederhana, sebuah pemukiman dan perkotaan ditutupi oleh beberapa meter persegi bangunan yang sudah pasti menutup akses resapan air hujan ke dalam tanah. Di sebuah pemukiman atau perkotaan juga akan sulit ditemukan lahan yang sesuai untuk dibuat lubang-lubang resapan biopori karena sebagian besar area pemukiman dan perkotaan pasti ditutupi oleh konblok dan aspal. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya banjir tetap tinggi.

Selain banjir, tanah longsor juga ancaman bencana yang sering kali menghantui kehidupan manusia. Tanah longsor adalah “salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat

(15)

hujan dalam jumlah besar. (http://bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana)

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November seiring meningkatnya intensitas hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Muncul-lah pori-pori atau rongga tanah, kemudian terjadi retakan dan rekahan tanah di permukaan. Pada saat hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah itulah, air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Apabila ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah. (http://www.ksdasulsel.org/artikel/karhut/248-faktor-penyebab-tanah-longsor)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya, lingkungan hijau yang sehat dapat mengurangi potensi tanah longsor. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kerusakan hutan dapat memperbesar potensi terjadinya tanah longsor. Adapun faktor lain penyebab longsor adalah beratnya beban yang ditanggung tanah di sekitar lereng.

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah. (http://www.ksdasulsel.org/artikel/karhut/248-faktor-penyebab-tanah-longsor)

Dari kitipan di atas, dapat diketahui bahwa penyebab terjadinya tanah longsor adalah akibat kerusakan lingkunan dalam hal ini adalah ketidakseimbangan antara kondisi tanah dan beban yang harus ditahan oleh tanah dalam waktu yang lama. Dengan demikian, kerusakan lingkungan kembali menjadi pintu gerbang terjadinya bencana di Indonesia.

(16)

11

kehidupan manuisa. Emisi karbon ini terjadi karena ketidakseimbangan ketersediaan ruang hijau yang adalah hutan dengan jumlah karbon yang harus diserap.

C. Indonesia Rawan Bencana

Indonesia adalah Negara yang cukup dekat dengan bencana. Dari data BNPB, dapat dilihat bahwa Indonesia adalah negara yang cukup besar frekuensi kejadian bencananya. Dalam satu bulan terakhir, ada beberapa bencana yang masuk dalam rekam data BNPB Indonesia seperti abrasi, banjir, dan tanah longsor. Rekam abrasi terakhir yang masuk ke BNPB adalah abrasi yang terjadi di Ds. Ujung Pandaran Kec. Teluk sampit Kab. Kota Waringin Timur Prov. Kalteng pada tanggal 25 Maret 2014. Rekam banjir terakhir adalah banjir yang terjadi di Ds. Laman Mumbung Kec. Menukung Kab. Melawi Prov. Kalimantan Barat pada tanggal 3 April 2014. Rekam tanah longsor yang terakhir adalah yang terjadi di Ds. Panaan Kec. Bintang Arak Kab. Tabalong Prov. Kalimantan Selatan pada tanggal 1 April 2014. (http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/)

(17)

Bencana Alam

Mengacu pada pengertian di bagian telaah pustaka, bencana alam adalah bencana yang terjadi karena pengaruh alam. Bencana alam tidak dapat dibatalkan, ataupun dicegah. Contoh bencana alam adalah gunung meletus, gempa bumi, puting beliung, dan tsunami. Secara umum, bencana alam dapat dikaitkan langsung dengan unsur alam. Gunung meletus memiliki hubungan dengan gunung berapi, gempa bumi berkaitan dengan lempengan bumi, puting beliung berkaitan dengan angin, dan tsunami berkaitan dengan lempengan dan pergerakan air laut.

Walaupun tidak dapat dicegah, namun bencana alam dapat diprediksi waktu terjadinya dengan adanya kemajuan teknologi pada jaman ini. Seperti halnya gunung meletus yang dapat dipredikasi waktu meletusnya dengan alat pemantau aktivitas gunung api mapun dengan menghitung siklus letusan gunung.

Bencana Akibat Ulah Manusia

Fakta membuktikan bahwa semakin maju teknologi, semakin banyak ruang hijau yang terdegradasi. Semakin banyak investasi, semakin berkurang ruang hijau di Indonesia. Hal-hal seperti ini seharusnya dapat dihindari. Jika manusia memiliki kesadaran yang cukup mengenai pentingnya menjaga kelestarian ruang hijau di negeri ini, maka bencana seperti banjir sangat dapat dihindari. Apabila ada perencanaan yang matang dan pertimbangan yang baik, maka fenomena turunnya lapisan tanah di Jakarta tidak perlu terjadi.

Banjir adalah salah satu bencana yan terjadi akibat ulah manusia. Seperti yang

telah dijelaskan pada bagian “Kerusakan Lingkungan Memperparah Potensi Bencana” (hal.9), bahwa salah satu penyebab utama banjir adalah tingkat

(18)

13

tidak dapat hanya diukur dari sudut pandang finansial membuat manusia lupa bahwa apa yang mereka lakukan akan berdampak besar pada kehidupan mereka.

Dalam hal ini, agaknya peribahasa “yang menbur angin akan menuai badai”

cukup tepat untuk menggambarkan bencana akibat ulah manusia ini. Banjir adalah contoh pengaplikasiannya. Ketika orang-orang dengan pertimbangan finansialnya menabur angin dengan mempercepat laju deforstasi dan menggantinya dengan pohon-pohon sawit dan beton, maka badai yang akan datang setelahnya adalah banjir yang pada akhirnya merugikan banyak pihak termasuk mereka yang tidak ambil bagian dalam deforestasi tersebut.

D. Mengelola Bencana Secara Komprehensif

Menyadari fakta bahwa Indonesia adalah negara rawan bencana, maka menjadi hal yang sangat penting untuk memiliki penanganan yang komprehensif terhadap bencana yang dapat terjadi kapan saja. Mengelola bencana berarti mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana yang datang. Pengelolaan bencana yang komprehensif dibagi menjadi tiga bagian yaitu antisipasi, mitigasi dan rekonstruksi (Si Tiga).

Si Pertama: Antisipasi

Pribahasa lama “sedia payung sebelum hujan” sangat relevan untuk menyuarakan

semangat antisipasi. Membuat bencana tidak terjadi, terutama bencana alam tampaknya tidak mungkin. Hal yang dapat dilakukan dalam sehubungan dengan bencana alam adalah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam menghadapi bencana yang datang.

(19)

yang sangat penting. Hal ini tentu saja harus dimasukkan kedalam anggran pemerintah.

Pada bagian ini, perencanaan yang panjang dan matang sangat diperlukan karena yang dipertaruhkan adalah nyawa manusia. Seperti yang telah disebutkan pada

bagian “Bencana Alam” (ha. 13) kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk

memprediksi waktu terjadinya bencana alam. Dengan mengetahui predikasi waktu terjadinya bencana, pemerintah dapat dengan cepat membuat agenda evakuasi dini guna mengurangi jatuhnya korban jiwa. Prediksi waktu kejadian juga berguna bagi pemerintah untuk dengan cepat memilih titik-titik yang dapat dijadikan tempat pengungsian pasca bencana. Masyarakat sekitar tempat kejadian juga dapat mengurangi kerugian materi dengan adanya prediksi ini. Mereka dapat menyelamatkan surat-surat dan barang-barang berharganya.

Prediksi skala bencana juga diperlukan untuk mengurangi kepanikan warga yang berada di daerah sumber bencana. Sering kali isu mengenai besarnya area bencana yang tersebar dari mulut ke mulut yang hanya merupakan asumsi menyebar dengan cepat di kalangan masyarakat sehingga menimbulkan kepanikan yang akan berdampak pada jatuhnya korban yang seharusnya dapat dihindari.

Prediksi akibat dari suatu bencana akan sangat membantu untuk mempersiapkan pemerintah dan juga masyarakat dalam merespon bencana alam yang akan terjadi sehingga keperluan selama bencana dapat dipersiapkan. Contohnya adalah erupsi Gunung Kelud pada Maret 2014 lalu. Tidak adanya prediksi akibat yang dipublikasikan sebelumnya yang berupa hujan abu di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Klaten mengakibatkan ketidaksiapan masyarakat akan masker yang pada hari ketiga di beberapa daerah menjadi barang langka. Seandainya prediksi akibat yang berupa hujan abu di beberapa titik itu ada dan dipublikasikan secara resmi, maka pemasok masker untuk titik-titik tertentu akan menaikkan jumlah pasokan mereka sehingga kejadian masker langka tidak akan terjadi.

(20)

15

banyak kejadian, masyarakat yang tidak kooperatif membuat usaha pemerintah terkesan sia-sia. Masyarakat sekitar yang cenderung percaya dengan keyakinan yang diturunkan secara turun temurun membuat usaha pemerintah dalam melakukan antisipasi seperti komunikasi satu arah tanpa ada reaksi positif.

Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penyelamatan dini dalam pikiran masyarakat memang tidak mudah. Penanaman nilai itu harus dilakukan sedini mungkin dan dilakukan oleh orang terdekat. Orang terdekat dapat berarti kepala desa atau ketua RT setempat atas intsruksi dari pemerintah. Mempersiapkan masyarakat dalam hal ini dapat berarti memberikan pendidikan bencana kepada masyarakat. Hal ini diharapkan akan meningkatkan kesiapan masyarakat dalam mengadapi bencana. Pendidikan bencana alam ini tentu harus dilakukan jauh ahri sebelum bencana terjadi. Pemerintah dapat mengagendakan pendidikan bencana ini di beberapa titik. Pendidikan bencana ini menjadi penting karena banyak masyarakat tidak mengetahui tindakan pertama yang harus mereka ambil saat bencana terjadi.

Sebagai contoh nyata adalah bencana gempa bumi. Untuk masyarakat yang berdomisili di sekitar pulau Jawa, gempa bumi adalah hal yang biasa. Namun berbeda dengan mereka yang berada di pulau Kalimantan di mana gempa bumi tidak pernah terjadi. Masalah muncul saat masyarakat luar pulau Jawa seperti Kalimantan datang ke Pulau Jawa seperti Yogyakarta. Contoh sederhana adalah para pelajar dan mahasiswa yang sebagian besar berasal dari luar pulau Jawa di mana gempa bumi bukan hal yang biasa dialami. Akibat ketidaktahuan yang berasal dari tidak adanya pendidikan bencana adalah kepanikan dan kesalahan pengambilan tindakan penyelamatan diri. Yang lebih parah adalah saat mereka tidak sadar bahwa gempa bumi sednag terjadi.

(21)

(Badan Nasional penanggulangan Bencana). Dengan demikian, diharapkan korban jiwa dan keruskan material benar-benar dapat diminimalisir.

Si Kedua: Mitigasi

Mitigasi berarti pengelolaan pada saat bencana alam terjadi. Mitigasi meliputi evakuasi, penyaluran bantuan berupa kebutuhan pokok manusia beserta penyediaan MCK dan penyediaan layanan kesehatan dan informasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evakuasi berarti pengungsian atau pemindahan penduduk dari daerah-daerah yang berbahaya, seperti bahaya perang, bahaya banjir, dan meletusnya gunung api ke daerah yang aman. Evakuasi bertujuan memindahkan korban-korban yang belum sempat mengamankan diri setelah pengumuman prediksi dilakukan oleh BNPB sehingga sampai pada waktu terjadi bencana alam, mereka masih terperangkap di area berbahaya. Evakuasi dilakukan dengan menyisir lokasi-lokasi pemukiman di zona bahaya dengan perlengkapan yang memadai. Dalam bagian evakuasi ini, perlu adanya keikutsertaan petugas kesehatan untuk memberikan pertolongan cepat dan tepat bagi korban yang karena kondisi tertentu memerlukan pertolongan segera.

Hidup di tengah pengungsian bukanlah hal yang mudah. Hidup di suatu gedung atau bahkan tenda dengan puluhan bahkan ratusan orang untuk jangka waktu tertentu bukanlah perkara yang dapat dilihat sebelah mata. Kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan sehari-hari ditambah dengan keadaan yang sangat tidak kondisif memperparah kehidupan para korban bencana alam di pengungsian. Oleh karena itu, penyediaan semua kebutuhan korban di pengungsian menjadi sangat penting.

(22)

17

vulkanik yang seharusnya dihindari kontaknya baik dengan kulit dan mata. Namun, para pengngsi harus hidup di dalam tenda berdesak-desakan dengan orang lain dan berdampigan dengan abu vulkanik.

Selain itu, MCK suatu tempat pengungsian juga menjadi penting. Karena hidup di lingkungan pengungsian, para korban bencan alam ini seharusnya mendapat fasilitas MCK yang memadai. Mereka adalah korban, pihak yang telah menderita banyak kerugian secara materi dan mental. MCK menjadi salah satu bagian pentingkehidupan manusia, bahkan menentukan kualitas kesehatan manusia. Ketika kualitas MCK di pengungsian berada pada level buruk, kehidupan mereka

bagaikan pribahasa “sudah jatuh tertima tangga.” MCK seharusnya menjadi

kompensasi yang diberikan kepada para koban bencana alam. MCK yang baik adalah MCK dengan saluran pembuangan yang baik dan dengan ketersediaan air yang cukup setara dengan jumlah pengungsi.

Hal berikutnya adalah makanan. Makanan menjadi sangat penting karena jelas bahwa para pengungsi tidak dapat mengolah makanan mereka sendiri karena mereka tidak punya apa-apa. Sejauh ini, penyaluran makanan telah cukup baik. Namun, ada satu masalah mengenai makanan yang selama ini disalurkan kepada para korban bencana alam. Sangat jelas bahwa hidup di lingkungan pengungsian dengan berbagai tekanan yang ada tentu membuat sistem imun para pengungsi menurun. Makanan lalu memegang peranan penting untuk menjaga kestabilan asupan gizi mereka. Namun sayangnya, prinsip penyaluran makanan adalah

(23)

Penyediaan makanan dan susu bayi juga penting. Sering kali, kebutuhan bayi akan asupan makanan dan susu menjadi tidak terpenuhi. Masalahnya dapat berasal dari pendataan yang kurang baik terhadap para pengungsi.

Penyediaan layanan kesehatan juga menjadi bagian penting dalam mitigasi bencana ini. Menjaga kesehatan atau memperbaiki kualitas kesehatan para korban haruslah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Ketika tahap antisipasi telah berhasil mengurangi korban jiwa pasca bencana, bukan berarti benar-benar tidak akan ada korban jiwa. Jika kesehatan para pengungsi memburuk, lalu pelayanan kesehatan juga tidak memadai, maka itu sama artinya dengan menggagalkan upaya penyelamatan korban jiwa pada tahap antisipasi.

Informasi dan konsultasi psikologis juga menjadi kebutuhan utama selain sandang, papan, pakaian di pengungsian. Saat seorang terjebak dalam lingkungan pengungsian, ia akan merasa sangat tertekan. Ia akan mulai mengkhawatirkan hal-hal yang ia tinggalkan di rumahnya. Pertanyaan mengenai kapan waktunya untuk kembali ke rumah selalu ada di kepala mereka. Informasi yang tidak jelas akan mengakibatkan pertanyaan-pertanyaan itu berkembang jadi rasa penasaran yang tinggi dan bahkan dapat mengakibatkan mereka secara diam-diam kembali ke rumah mereka untuk memastikan bahwa barang-barang yang mereka tinggalkan masih dapam keadaan baik-baik saja. Itulah mengapa informasi menjadi sangat penting.

Rekonstruksi

Dampak dari suatu bencana alam mencakup berbagai aspek. Mulai dari aspek material, aspek perekonomian sampai aspek psikologis. Setelah terjadi bencana, kehidupan di suatu daerah tidak akan sama seperti saat sebelum bencana itu terjadi. Oleh karena itu diperlukanlah rekonstruksi. Rekonstruksi berarti memperbaiki segala bentuk kerusakan akibat bencana alam guna menormalkan kehidupan manusia pasca bencana alam.

(24)

19

Rekonstruksi atas fasilitas umum menjadi penting karena fasilitas umum tersebut merupakan fasilitas penunjang kualitas kehidupan para korban bencana.

Rekonstruksi atas aspek finansial berarti membantu para korban bencana untuk hidup kembali. Rekonstruksi finansial ini dapat dilakukan dengan pemberian modal usaha kepada para korban bencana alam yang sifatnya pinjaman. Itu berarti para pengungsi berkewajiban untuk mengembalikan modal itu kepada pihak pemerintah. Pengembalian dapat dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulannya. Dengan demikian, ada satu rekonstruksi lagi yang secara tidak sadar terjadi di sini, yaitu rekonstruksi mental. Dengan memiliki tanggung jawab untuk mengangsur, para korban merasa bertanggung jawab untuk bekerja lebih giat supaya dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan membayar pinjaman modal dari pemerintah.

Rekonstrusi psikologis dilakukan guna mempersiapkan para korban dari segi psikologis. Trauma akibat bencana akan berdampak buruk apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Maka pemerintah diharapkan memfasilitasi para korban untuk mendapatkan layanan konsultasi gratis secara berkala hingga para korban benar-benar siap untuk melanjutkan hidup mereka pasca terjadinya bencana. Sehingga apabila suatu saat terjadi bencana serupa, tidak aka nada ketakutan yang berlebihan. Secara sistematis, proses Si-Tiga digambarkan sebagai berikut:

(25)

A. Mewujudkan Indonesia Hijau, Meminimalkan Bencana

Menjaga ruang hijau untuk tetap ada merupakan langkah tepat meminimalisir bencana. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti membiarkan hutan berfungsi sebagimana mestinya. Hal ini berarti tidak boleh ada pengalihan fungsi hutan kebentuk lainnya seperti perkebunan Selain itu, menjaga ruang hijau dari ancaman beton-beton berwarna menjadi sangat perlu. Sangatlah penting untuk mempertimbangkan pentingnya ketersediaan ruang hijau demi keseimbangan kehidupan. Pribahasa orang Indian, “hanya bila pohon terakhir telah tumbang ditebang, tetes air sungai terakhir sudah tercemai dan ikan ikan terakhir sudah ditangkap, kita akan sadar bahwa kita tidak bisa makan uang” sangat tepat untuk melukiskan bagaimana lingkungan harus dijaga.

B. Siap Bencana dengan Si-Tiga

(26)

21

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, “Faktor Penyebab Tanah Longsor”

http://www.ksdasulsel.org/artikel/karhut/248-faktor-penyebab-tanah-longsor (diakses tanggal 4 April 2014)

BNPB, “Data Pantauan Bencana”

http://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/ (diakses tanggal 4 April 2014)

BNPB, “Definisi Dan Jenis Bencana” http://bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana (diakes tanggal 4 April 2014)

CIA, “The World Factbook” www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html (diakses tanggal 4 April 2014)

KBBI daring http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/ (diakses tanggal 4 April 2014)

Presiden Republik Indonesua, UU Repiblik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Presiden Republik Indonesia, PP No 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat (6) tentang Penanggulangan Bencanas

The World Bank, “Forest area (% of land area)”

http://data.worldbank.org/indicator/AG.LND.FRST.ZS (diakses tanggal 4 April 2014)

Utomo, Yunanto, Wiji. “Wajah Menydihkan Hutan Indonesia dalam Peta Google

Earth”

http://sains.kompas.com/read/2013/11/15/1128350/Wajah.Menyedihkan.Hutan.In donesia.dalam.Peta.Google.Earth (diakes tanggal 4 April 2014)

World Wide Fund for Nature, 2009, Lembar Fakta “Hutan Indonesia: Penyerap

atau Pelepas Emisi Gas Rumah Kaca” tersedia di

Referensi

Dokumen terkait

Desa juga memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam pemerintahan desa, kepala desa

(6) Deskriptor DR (low drifting) hanya untuk dikombinasikan dengan adanya fenomena cuaca debu (dust) dengan singkatan sandi DU, pasir (sand) dengan singkatan SA, atau salju

Melalui pengajian Yasinan dalam kerangka menciptakan kehidupan masyarakat berkarakter religius dan nasionalis yang menjadi pandangan islam moderat, maka harus

Dan nantinya penelitian tersebut dapat dilakukan pada beberapa sekolah sehingga hasil penelitian dapat lebih handal untuk lebih luas lagi dalam meneliti pengaruh tata letak

Keluarga adalah dua atau l ga adalah dua atau le!ih indi%idu yang hidup dalam satu rumah e!ih indi%idu yang hidup dalam satu rumah tangga tangga karena adanya hu!ungan

Apa yg akan dilakukan pada pasien dewasa tidak sadar dengan nadi dan napas agonal sekitar 8x /menit.C. Bantu napas dapat menggunakan bagging

Among the fi ve genera, Staphylococcus, Streptococcus, Micrococcus, Bacillus and Escherichia, detected in the subclinical mastitis milk samples by culture based methods,

Pada sisi lain, tenaga kerja Indonesia mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan Pasal 8 dan pasal 9, bahwa Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak dan