• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Kulit Kakao (Theobroma Cacao, L)Menggunakan Fermipan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Kulit Kakao (Theobroma Cacao, L)Menggunakan Fermipan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.)

Indonesia merupakan tiga negara terbesar penghasil buah kakao (Theobroma cacao L.) didunia. Data dari Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, Indonesia memproduksi 574.000 ton kakao di tahun 2010 menyumbang sekitar 16% dari produksi kakao secara global [ ].

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara [ ]. Luas perkebunan kakao di Indonesia sudah mencapai 84.700 ha pada tahun 2013 [ ].

Tabel 2.1 Produksi kakao (ribu ton) di Sumatera Utara [ ] Tahun Produksi (ribu ton)

2007 64,8

2008 60,3

2009 67,3

2010 63,4

2011 54,5

2012 37,16

2013 36,19

(2)

Tabel 2.2 komposisi kulit buah kakao [ ][ ][ ]

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 31,41% Total Digestible Nutrient (TDN) 52,88% Neutral Detergent Fiber (NDF) 75,36% Acid Detergent Fiber (ADF) 68,70%

(Dari tabel 2.2 di atas dengan komposisi selulosa yang cukup banyak dapat dilihat bahwa kulit kakao memiliki potensi untuk mengonversi glukosa yang ada pada substratnya menghasilkan bioetanol).

Selain biji, limbahnya sangant sangat bermanfaat, baik kulit buah, pulp, maupun plasentanya. Kulit buah cokelat dapat digunakan untuk campuran bahan makanan ternak, sumber gas bio, dan bahan pembuatan pectin. Pulp dan plasenta sebagai limbah pada fermentasi biji cokelat berguna untuk pembuatan alkohol dan cocoa jelly [ ].

Melihat kondisi di atas, maka sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan BBN (Bahan Bakar Nabati) dari kulit buah kakao. Terlebih lagi kakao telah benar-benar dicanangkan untuk dikembangkan secara besar-besaran oleh pemerintah. Hal ini akan menjadi nilai positif bagi Indonesia karena produksi bijinya ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas serta limbahnya dimanfaatkan sebagai BBN (Bahan Bakar Nabati). Jadi tidak akan ada limbah yang terbuang percuma dan akan menjadi keuntungan bagi Indonesia [ ].

Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman ini sebagai berikut:

(3)

Anak kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao, L

Gambar 2.1 Buah Kakao (Theobroma cacao, L)[ ]

PT. Perkebunan XXVI (1991) melaporkan bahwa daging buah, pulp dan plasenta merupakan bagian dari buah kakao yang dimasukkan sebagai kulit. Sedangkan dari 15 Kg buah akan diperoleh lebih kurang 12 Kg kulit buah kakao basah, dan lebih kurang 3 Kg biji kakao basah (sekitar 1 Kg biji kakao kering). Jika memang secara garis besar produksi kakao tersebut dalam bentuk biji, maka akan diperoleh limbah yang sangat melimpah. Misalnya saja pada tahun 2008 Indonesia dapat menghasilkan biji kakao 803.594 ton maka limbah yang tersedia sekitar 3.214.367 ton. Dengan demikian, kulit buah kakao sangat berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan BBN yang berupa bioetanol [ ].

2.2 SELULOSA

(4)

selulosa pada kayu rata-rata 48-50% sedangkan pada bagas berkisar antara 49-55% [ ], sedangkan pada kulit buah kakao sebesar 36,23% [ ].

Teknologi untuk mengonversi selulosa menjadi etanol sudah ada, tetapi stoikiometri dari prosesnya merugikan. Walaupun setiap langkah dalam proses konversi fermentasi glukosa menjadi etanol menghasilkan yield 100%, hampir dua per tiga selulosanya menghilang, terkonversi menjadi karbon dioksida saat fermentasi glukosa menjadi etanol [ ].

Bahan lignoselulosa merupakan komponen organik berlimpah di alam, yang terdiri dari tiga polimer yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Komponen terbesar adalah selulosa (35-50%), hemiselulosa (20-35%) dan lignin (10-25%) [ ].

Selulosa adalah unsur pokok pada tanaman dan merupakan biopolimer linier dari molekul anhidroglukopiranosa pada ikatan β-1,4 glukosidik yang berlimpah di alam [ ].

Selulosa [C6(H2O)5]n [ ]merupakan bahan yang kaya akan karbon. Karbon yang

terkandung dalam selulosa dapat dimanfaatkan dalam proses fermentasi mikroba. Sebelum difermentasi, selulosa tersebut harus disakarifikasi terlebih dahulu menjadi gula-gula sederhana (glukosa dan fruktosa) [ ].

Gambar 2.2 Molekul Selulosa [ ]

Hemiselulosa [C5(H2O)4]n [ ]merupakan istilah umum bagi polisakarida yang

larut dalam alkali. Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding

sel tanaman [ ].

Lignin [C10H12O4]n [ ]adalah polimer yang tersusun oleh unit fenil propana.

(5)

eter (C–O–C), sedangkan sisanya oleh ikatan karbon (C–C). Ikatan tersebut menyebabkan lignin tahan terhadap hidrolisis. Akan tetapi, lignin terurai menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton, dan vanilin pada suhu tinggi. Pereaksi yang biasa digunakan untuk mengendapkan lignin ialah H2SO4 pekat dan HCl pekat [ ].

2.3 BIOETANOL

Bioetanol dapat dibuat dari bahan-bahan bergula atau bahan berpati seperti tebu, nira nipah, sagu, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, ganyong, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut banyak tersedia di Indonesia, sehingga sangat berpeluang untuk digunakan sebagai energi alternatif. Bioetanol sangat berpotensi dikembangkan di Indonesia, karena didukung oleh potensi lahan yang luas, sumberdaya manusia (petani), keanekaragaman hayati, dan sumberdaya alam yang melimpah [ ].

Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH, sedang rumus empirisnya C2H6O atau rumus bangunnya CH3-CH2-OH.

Bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang terangkai pada kelompok

metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok hidroksil (-OH). Secara umum akronim

dari bioetanol adalah EtOH (Ethyl-(OH)) [ ].

Gambar 2.3. Rumus Bangun Bioetanol [ ]

Bioetanol memiliki potensi untuk mengurangi gas rumah kaca berdasarkan metode produksinya. Bioetanol ini berpotensi untuk mengganti bahan bakar minyak fosil menjadi bahan bakar yang terbarukan sehingga menjadi alasan utama mengapa etanol dipertimbangkan dan diimplementasikan[ ].

(6)

difermentasi. Bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar cair untuk mesin pembakaran internal, baik sebagai bahan bakar tunggal yang digunakan maupun bercampur dengan minyak bumi [ ].

2.4 ETANOL

Etanol yang disebut juga sebagi etil alkohol, mempunyai sifat berupa cairan yang tidak stabil, mudah terbakar dan tidak berwarna. Etanol merupakan alkohol rantai lurus dengan rumus molekul C2H5OH [ ], larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua

pelarut organik, serta memiliki bau khas alkohol. Sifat-sifat kimia dan fisis ethanol sangat tergantung pada gugus hidroksil. Pada tekanan > 0,114 bar (11,5 kPa) etanol dan air dapat membentuk larutan azeotrop [ ].

Tabel 2.3 Sifat Fisika Etanol [ ]

Properti Nilai

Etanol terbagi dalam tiga grade, yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94%, netral dengan kadar alkohol 96-99,5% umumnya digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi dan grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99,5% [ ].

(7)

cepat sampai tahun 2015 karena adanya larangan penggunaan metil tert-butyl eter (MTBE) dalam bensin. Peraturan perundang-undangan baru yang mendukung penggunaan bahan bakar bio sudah diterapkan di Brazil dan belahan lain dunia [ ].

2.5 FERMENTASI

Proses sintesis bioetanol meliputi perlakuan awal, hidrolisis, fermentasi dan

distilasi. Bahan yang mengandung gula dapat langsung difermentasi, akan tetapi bahan

yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi

komponen yang sederhana [ ].

Pada tahap sakarifikasi, selulosa diubah menjadi selobiosa dan selanjutnya menjadi

gula-gula sederhana seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan menggunakan

larutan asam atau secara enzimatis [ ].

Hidrolisis yang paling sering digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah

hidrolisis secara asam. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam

antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat dan HCl. Keuntungan dari

penggunaan asam ini mengandung konversi gula hingga mencapai konversi 90% [ ].

Dalam hidrolisis menggunakan bahan kimia, perlakuan awal dan hidrolisis dapat dilakukan dalam satu langkah. Ada dua jenis dasar dari proses hidrolisis asam yang umum digunakan, yakni asam encer dan asam pekat. Keuntungan terbesar dari asam encer proses reaksi berlangsung cepat. Asam pekat menggunakan suhu relatif rendah sehingga memerlukan tekanan yang memompa bahan dari suatu bejana ke bejana lain. Hidrolisis asam pekat biasanya membutuhkan waktu lebih lama daripada menggunakan asam encer [ ].

Proses sakarifikasi menggunakan asam bersifat tidak spesifik. Selain glukosa,

sakarifikasi dengan asam dapat menghasilkan produk samping seperti senyawa furan,

fenolik, dan asam asetat [ ]. Produk samping tersebut apabila tidak dihilangkan dapat

menghambat proses selanjutnya, yakni fermentasi. Sakarifikasi menggunakan asam juga

(8)

Hidrolisis bahan lignoselulosik dapat dilakukan dengan asam atau enzim. Perlakuan awal terhadap substrat lignoselulosik diperlukan agar substrat mudah bereaksi dengan asam atau enzim. Perlakuan awal yang efisien harus dapat membebaskan struktur kristal selulosa dengan memperluas daerah amorf serta membebaskan dari lapisan lignin [ ].

Pada penelitian yang telah dilakukan adalah hidrolisat kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) yang menggunakan asam sulfat saat proses hidrolisisnya.

Tahap berikutnya adalah fermentasi proses, yang melibatkan menambahkan ragi untuk mengkonversi gula untuk etanol dan karbon dioksida [ ].

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal [ ].

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu 27–32 oC. Pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 dengan perbandingan stokiometri yang sama dengan etanol yang

dihasilkan yaitu 1:1[ ].

Pada penelitian yang telah dilakukan adalah fermentasi hidrolisat kulit kakao menggunakan ragi roti yang mengandung Saccharomyces cereviceae. Reaksi selengkapnya dari fermentasi glukosa menggunakan ragi sebagai berikut:

Glikolisis: Glukosa (+ 2 ADP + 2 NAD+) → 2 Piruvat + 2 ATP + 2 NADH Fermentasi:

2 Piruvat → 2 Asetaldehid + 2 CO2

2 Asetaldehid + 2 NADH → 2 Etanol + 2 NAD

Reaksi fermentasi glukosa selengkapnya yang menggunakan ragi tidak melibatkan pertumbuhan sel

Glukosa (+ 2 ADP) → 2 Etanol + 2 CO2 + 2 ATP

C6H12O6 (+ 2 ADP) → 2 C2H5OH + 2 CO2 + 2 ATP

(9)
(10)

Variabel yang berpengaruh pada proses fermentasi adalah bahan baku, suhu, pH, konsentrasi ragi, lama fermentasi, kadar gula,dan nutrisi ragi [ ].

1) Bahan baku

Etanol merupakan bahan bakar berbasis alkohol yang dihasilkan dari fermentasi tanaman gula, yang berasal dari produk pertanian dan limbah makanan, yang mengandung gula, pati, atau selulosa, yang kemudian dapat difermentasi dan didistilasi menjadi etanol [ ]. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah hidrolisat kulit buah kakao (Theobroma cacao L.).

2) Suhu

Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda-beda. Saccharomyces cerevisiae memliki kisaran suhu pertumbuhan antara 20-30 °C. Jika suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan berlangsung secara lambat dan sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka Saccharomyces Cerevisiae akan mati sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung[ ].

Ragi tape dan ragi roti mempunyai temperatur maksimal sekitar 40–50 oC dengan

temperatur minimum 0 oC. Pada interval 15–30 oC fermentasi mengikuti pola bahwa semakin tinggi suhu, fermentasi makin cepat berlangsung. Suhu optimum untuk ragi roti adalah 19–32 oC dan suhu optimum untuk ragi tape adalah 35–47 oC. Oleh karena itu, pengaturan suhu dibuat dalam range tersebut [ ]. Pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan temperatur ruangan.

3) pH

Secara umum khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5-6,0 dan suhu 28-35 oC [ ]. Pada umumnya pH untuk fermentasi dibutuhkan keasaman 3,4–4, ini didasari lingkungan hidup dari starter yang dapat tumbuh dan melakukan metabolisme pada pH tersebut [ ] .

4) konsentrasi ragi

(11)

sedikitnya massa yang akan menguraikan glukosa menjadi etanol maka akan dibutuhkan substrat yang lebih banyak karena substrat yang ada tidak cukup [ ]. Konsentrasi ragi yang digunakana adalah 3%; 5%; dan 7% (w/v).

5) Lama fermentasi

Lama fermentasi biasanya ditentukan pada jenis bahan dan jenis ragi serta gula. Fermentasi berhenti ditandai dengan tidak terproduksinya lagi CO2. Kadar etanol yang dihasilkan akan semakin tinggi sampai waktu optimal dan setelah itu kadar etanol yang dihasilkan menurun[ ]. Pada penelitian ini fermentasi akan dilakukan selama 2, 3, 4, dan 5 hari.

6) Kadar gula

Kadar gula yang optimum untuk aktivitas pertumbuhan starter adalah 10 – 18%. Gula disini sebagai substrat, yaitu sumber karbon bagi nutrient Saccharomyces cereviceae yang mempercepat pertumbuhan untuk selanjutnya menguraikan karbohidrat menjadi etanol. Jika kadar gula di bawah 10% fermentasi dapat berjalan tetapi etanol yang dihasilkan terlalu encer sehingga tidak efisien untuk didestilasi dan biayanya mahal. Jika kadar gula di atas 18% fermentasi akan menurun dan alkohol yang terbentuk akan menghambat aktivitas ragi, sehingga waktu fermentasi bertambah lama dan ada sebagian gula yang tidak terfermentasi [ ].

7) Nutrisi ragi

Nutrisi diperlukan sebagai tambahan makanan bagi pertumbuhan ragi. Nutrisi yang diperlukan misalnya: garam ammonium (NH4Cl) dan garam fosfat [ ].

Produk baku didistilasi setelah dilakukan fermentasi. Penyulingan memisahkan cairan etanol dari residu yang mengendap ke bawah setelah fermentasi [ ].

Distilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yaitu untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didihnya. Pada pemisahan hasil fermentasi glukosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen-komponen tertentu yang mudah tercampur[ ].

(12)

tekanan uap murni atau titik didih masing-masing komponen yang terdapat dalam campuran [ ].

Pada umumnya hasil fermentasi berupa bioetanol atau alkohol yang mempunyai kemurnian sekitar 30–40% belum dapat diketegorikan sebagai fuel based ethanol. Untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, harus melewati proses distilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh bioetanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8% [ ].

2.6 SACCHAROMYCES CEREVISIAE

Saccharomyces cerevisiae termasuk ke dalam kelas Ascomycetes yang dicirikan dengan pembentukan askus yang merupakan tempat pembentukan askospora. S. serevisiae memperbanyak diri secara aseksual yaitu dengan bertunas. Dinding sel S. cerevisiae terdiri dari komponen-komonen glukan, manan, protein, kitin dan lemak [ ]. Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan mikroorganisme lain yang dapat memproduksi bioetanol. Kelebihan tersebut antara lain lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan, lebih tahan terhadap kadar alkohol tinggi, dan lebih mudah didapat [ ], kemampuannya untuk menghasilkan etanol secara anaerobik pada pH rendah dan kondisi lingkungan yang osmolaritasnya tinggi dengan produktivitas yield yang banyak [ ], sangat tahan dan toleran terhadap kadar etanol yang tinggi (12-18% v/v), tahan pada kadar gula yang cukup tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32 oC [ ].

Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan, sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30 °C. Derajat

(13)

Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu spesies khamir yang memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini biasanya dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik. Produk metabolit utama adalah etanol, CO2, dan air, sedangkan beberapa produk lain dihasilkan dalam jumlah sedikit.

Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30

oC dan pH 4,0 -4,5 agar dapat tumbuh dengan baik. Selama proses fermentasi akan

timbul panas. Bila tidak dilakukan pendinginan, suhu akan terus meningkat sehubungan proses fermentasi terhambat [ ].

S. cerevisiae mempunyai aktivitas optimum pada suhu 30–35 oC dan tidak aktif pada suhu lebih dari 40 oC. S. cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, galaktosa serta rafinosa. Biakan S. cerevisiae mempunyai kecepatan fermentasi optimum pada pH 4,48 [ ].

Jenis ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ragi roti yang biasa dikenal dengan nama fermipan.

Ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces cerevisiae yang telah diseleksi sebelumnya untuk tujuan komersil. Ragi roti merupakan khamir jenis Saccharomyces cerevisiae tipe tertentu yang umumnya cepat tumbuh di dalam adonan roti. Di dalam

kondisi anaerob ragi roti tetap menghasilkan gas CO2, meskipun tidak secepat dalam

kondisi aerob [ ].

Ragi roti dibuat dari molasses, nitrogen, urea, kecambah malt, garam organik, faktor pertumbuhan dalam bentuk ekstrak sayur, serelia, khamir, dan sejumlah kecil vitamin. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka kadar etanol yang dihasilkan juga semakin besar karena dengan semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka bakteri yang mengurai glukosa menjadi etanol pun semakin banyak [ ]. Sehingga pada penelitian yang telah dilakukan diberi variasi kadar fermipan terhadap waktu fermentasi.

2.7 TANIN

(14)

kandungan tanin sebesar 30-40% [ ] . Gambir mengandung berbagai senyawa fungsional, antara lain zat samak (22%), kuersetin (2-4%), fluoreisin gambir (1-3%), pyrocathecol (20-30%), lendir, lemak, lilin (1-2%), dan polifenol [ ] .

Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat koloid. Karena itu di dalam air bersifat koloid dan asam lemah. Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 210 °F-215 °F (98,89 °C-101,67 °C). Tanin dapat dihidrolisa oleh asam, basa dan enzim. Ikatan kimia yang terjadi antara tanin protein atau polimer-polimer lainnya terdiri dari ikatan hidrogen, ikatan ionik dan ikatan kovalen [ ].

Gambar 2.5 Tanin [ ]

Selanjutnya hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putu Kristiani K, dkk.,

(2013) menggunakan bahan baku pulp kakao dan Saccharomyces cereviseae dan ada

tambahan kulit bakau sebagai sumber tanin sebagai penghambat pembentukan asam asetat dari proses fermentasi lebih lanjut. Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, gliserol, alkohol, dan hidroalkohol, tetapi tidak larut dalam petroleum eter, benzene dan eter. terdekomposisi pada suhu 210 oC, titik nyala 210 oC, dan terbakar pada suhu 526 oC [ ].

HO

R2

R3

OH R1

O

(15)

Dalam penelitian yang telah dilakukan menggunakan tanin dari gambir sebanyak 4 gram di setiap run fermentasi sebagai penghambat terbentuknya asam asetat sehingga dapat meningkatkan kadar etanol yang terbentuk.

2.8 ANALISIS EKONOMI

Dalam penelitian ini, maka dilakukan suatu analisis ekonomi sederhana terhadap pembuatan bioetanol dari hidrolisat limbah kulit buah kakao dengan cara konvensional. Adapun rincian biaya terdapat dalam tabel 2.4

Tabel 2.4 Rincian Biaya Pembuatan Bioetanol dari Hidrolisat Limbah Kulit Buah Kakao Bahan dan Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

Kulit buah kakao 1 kg 0,-/1 kg 0,-

Asam sulfat 264 ml 500,-/ml 132.000,-

Fermipan 211,6314 gr 13.500,-/11 g 259.671,- Gambir 48 gr 20000/ kg 960,-

Total biaya 392.631,-

Dari rincian biaya di atas yang telah dilakukan maka total biaya yang diperlukan untuk pembuatan bioetanol per kilogram limbah kulit buah kakao adalah sebesar Rp. 392.631-. Walaupun biaya yang dikeluarkan cukup besar, tetapi penelitian ini mengindikasikan bahwa bioetanol dapat diperoleh dari limbah kulit kakao melalui proses fermentasi dengan kadar yang cukup bagus.

2.9 ANALISIS POTENSI ENERGI

(16)

Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi per satuan luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Pod kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat potensial dan mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan. Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik lignin, selulosa, dan hemiselulosa [ ]. Selulosa dan hemiselulosa dapat dikonversi menjadi etanol, sedangkan lignin sudah terlignifikasi saat proses hidrolisis berlangsung. Karena memiliki potensi yang cukup besar, limbah kulit buah kakao diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan bioetanol guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi.

Dalam hal prestasi mesin, bioetanol dan gasohol (kombinasi bioetanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioetanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioetanol tidak menciptakan CO2 neto

ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioetanol [50]. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi bioetanol sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk bahan baku farmasi maupun bahan campuran bensin untuk menghasilkan pembakaran mesin yang sempurna. Salah satu cara yang paling efektif untuk membandingkan perbedaan sumber-sumber energi dan mengukur profabilitas dari masing- masing sumber-sumber energi disebut energi profit rasio (EPR), yaitu rasio dari energi output terhadap energi [51], seperti rumus dibawah ini

��� =� ���� � ���� � [51]

(17)

yang dipakai pada proses pembuatan bioetanol. Pada perhitungan analisis potensi energi menggunakan basis memproduksi 1 kg bioetanol.

Tabel 2.5 Kebututhan Listrik Proses Pembuatan Bioetanol

Nama Alat Daya (watt) Waktu pemakaian

(jam) input seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 Berikut:

Tabel 2.6 Total Energi Input [52], [53], [54], [55] Bahan Masukan Kandungan Energi

Bahan (kal/ gram)

Total Energi (kkal/kg bioetanol)

Hidrolisat Kulit Buah Kakao 3900 300

NaOH 7911,089 47,466

(18)

��� =� ���� � ���� � = ,, = ,

Dari perhitungan didapatkan nilai produktivitas sebesar 0,787, dimana nilai produktivitas lebih kecil dari 1 (satu). Dapat disimpulkan bahwa pembuatan bioetanol dari hidrolisat kulit kakao menggunakan fermipan membutuhkan energi input yag lebih besar dari energi output yang dihasilkan. Hal ini disebabkan tahapan pembuatan bioetanol yang cukup panjang dimana dibutuhkan energi yang besar pada tahapan fermentasinya. Oleh karena itu perlunya dicari metode alternatif untuk memproses hidrolisat kulit buah kakao menjadi bioetanol dengan energi input yang rendah sehingga didapatkan nilai produktivitas > 1. Hasil ini belum bernilai secara ekonomi tetapi bisa dijadikan scientific study untuk penelitian selanjutnya dan pemilihan alterantif proses yang lain.

Semakin tinggi harga EPR untuk untuk sebuah bahan bakar, semakin tinggi jumlah energi bersih dan semakin berharga bahan bakar tersebut karena energi tersebut dapat digunakan untuk penggunaan yang lain. Minyak konvensional, batubara, dan gas alam memiliki harga EPR yang tinggi dibandingkan sumber energi yang lain sehingga menjadikan mereka sangat bernilai [56].

Gambar

Tabel 2.1 Produksi kakao (ribu ton) di Sumatera Utara [��]
Tabel 2.2 komposisi kulit buah kakao [��] [�] [��]
Gambar 2.1 Buah Kakao (Theobroma cacao, L)[��]
Gambar 2.2 Molekul Selulosa [��]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini merupakan penelitian tentang penggunaan dan kepuasan pengiklan khususnya anggota Arcade Agency Indonesia dalam menggunakan situs berita periklanan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual teknik Teratai, rata-rata klasikal

Melalui surat kuasa ini PIHAK PERTAMA memberikan kuasa penuh kepada PIHAK KEDUA untuk mengurus penyerahan pengembalian kunci rumah toko yang sebelumnya disewakan PIHAK PERTAMA

18 PENERAPAN

Contoh surat kuasa ini semoga membantu.. Cukup disesuaikan saja

[r]

Berikut ini uraian prosedur yang dilakukan pada perencanaan yaitu : SMK Negeri 1 Pangkalpinang adalah sebuah instasi yang bergerak dibidang pendidikan formal di

Arus kompensasi harmonisa yang dihasilkan oleh filter aktif shunt kemudian diinjeksikan kembali ke terminal masukan rectifier sehingga arus fundamental yang akan