Reza Pusparani Pertiwi – 071411231017 – Week 4
Pola-pola Diplomasi Dalam Hubungan Internasional
Dalam Hubungan Internasional pasti tidak lepas jauh-jauh dengan diplomasi. Diplomasi adalah cara yang digunakan bagi negara-negara atau suatu kelompok untuk saling bekerja sama satu dengan yang lainnya dengan tujuan yang sama, yaitu menghindari konflik sehingga dapat mencapai perdamaian. Tak jauh berbeda dengan pendapat Green (1987) yang mengatakan bahwa diplomasi adalah suatu alat yang digunakan oleh tiap negara untuk berkomunikasi dengan negara lainnya (Green, 1987). Dari pendapat Green dapat diartikan bahwa diplomasidapat juga dikatakan sebagai alat dalam politik luar negeri untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut tanpa menggunakan tekanan.
Seiring dengan perkembangan Hubungan Internasional yang semakin mengalami komplektifitas dan juga beserta dinamikanya, diplomasi pun juga mengalami hal yang sama. Yang pada awalnya diplomasi memiliki dua pola saja, kini menjadi lebih variarif, sehingga terbentuklah beberapa pola diplomasi. Selain bilateral dan multilateral, masih ada beberapa bentuk pola diplomasi lainnya yang diterapklan oleh negara-negara. Kesemuanya terdapat enam pola diplomasi, diantaranya: Bilateral Diplomacy, Multilateral Diplomacy, Association Diplomacy, Conference Diplomacy, Personal Diplomacy, dan Summit Diplomacy.
Bilateral diplomacy, dapat diartikan sebagai bentuk kerjasama antar dua negara yang mencari kesepakatan diantara keduanya untuk memenuhi kebutuhan ataupun kepentingan nasionalnya. Bentuk diplomasi ini merupakan diplomasi yang diterapkan secara tetap di hampir semua negara. Awal penerapan diplomasi bilateral ditandai dengan adanya Kongres di Wina pada tahun 1815 yang mana dari kedua pemimpin atau perwakilan negara saling bertemu dan bernegosiasi tentang isu-isu yang ada pada waktu itu (Islam, 2005). Tujuannya sama seperti tujuan awal diplomasi, hanya saja diplomasi ini hanya menyangkut dua pihak negara atau kelompok yang saling berurusan.
Seiring dengan berjalannya waktu, diplomasi kembali mengalami transformasi. Diplomasi tidak hanya mencakup dua negara, namun kini sudah mencakup beberapa negara. Diplomasi jenis ini biasa disebut dengan multilateral diplomacy yang muncul pada awal abad keduapuluh, yang mana pada waktu itu konferensi tetap melibatkan lebih dari dua negara (Islam, 2005). Contoh dari diplomasi multilateral adalah Liga Bangsa-Bangsa, yang mana perwakilan
Reza Pusparani Pertiwi – 071411231017 – Week 4
tiap negara yang bergabung ikut berkumpul dan mendiskusikan usaha-usaha perdamaian setelah Perang Dunia I. Diplomasi multilateral menyadarkan para pemimpin dunia bahwa isu global yang ada tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan pola diplomasi bilateral saja. (Islam, 2005). Dalam artian, negara-negara dapat menemukan solusi bersama untuk isu-isu global yang ada.
Selain itu, ada pula association diplomacy, dimana dalam diplomasi ini menggunakan perantara organisasi sebagai sarana bagi negara-negara untuk menyelesaikan isu yang ada. Contohnya seperti WWF (World Wild Fund) atau UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) yang medrupakan organisasi dibawah naungan PBB, bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan anak-anak, khususnya di negara berkembang. Tak jauh berbeda dengan diplomasi asosiasi, conference diplomacy juga menggunakan konferensi sebagai sarana berdiplomasi. Diplomasi ini muncul setelah adanya Konferensi Hague dan sebenarnya sudah berkembang pada abad kesembilanbelas (Islam, 2005). Dalam diplomasi konferensi, pemerintah negara yang bersangkutan juga menjalin kerjasama.
Summit diplomacy pertama kali diperkenalkan pada thaun 1955 oleh Winston Churchill pada konferensi internasional yang dihadiri oleh Amerika Serikat, Perancis, Inggris, dan Uni Soviet (Weilemann, 2000). Diplomasi summit adalah diplomasi yang berbentuk suatu pertemuan ataupun konferensi antara pemimpin-pemimpin negara yang tujuannya masih sama membahas isu-isu global. Berbeda dengan personal diplomacy, yang mana pada diplomasi personal pemimpin suatu negara bertemu secara langsung dan personal dengan presiden negara yang dituju. Diplomasi personal dirasa cukup efektif, karena dengan adanya personal, kedua negara semakin erat hubungannya.
Dari penjabaran diatas, dapat penulis simpulkan bahwa seiring berkembangnya jaman serta dinamika Hubungan Internasional yang semakin komplek. Berkembanglah pula bentuk-bentuk atupun pola-pola diplomasi sebagai bentuk-bentuk adaptasi terhadap dunia yang berubah mengikuti masa. Penulis menganggap bahwa pola diplomasi yang ada saat ini adalah bentuk kerjasama yang efektif jika dibandingkan pada masa Perang Dunia yang cenderung menggunakan kekerasan. Tetapi lebih baik lagi jika pola-pola diplomasi yang ada diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada waktu yang diperlukan.
Reza Pusparani Pertiwi – 071411231017 – Week 4
Referensi :
Green, AN Maryan. 1987. International Law. London: Pitman Publishing.
Islam, S.M. Tariqul. 2005. Changing Nature and Agenda of Diplomacy: A Critical Analysis. Istanbul: CDRB Publication.
Weilemann, Peter R. 2000. The Summit Meeting: The Role and Agenda of Diplomacy at its Highest Level. Ann Arbor: Macmillan Press.