BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Nasional pada hakekatnya bertujuan untuk menumbuhkan
sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mewujudkan kesejahteraan lahir
dan bathin yang lebih selaras, adil dan merata. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah
dilakukan berbagai upaya dalam pembangunan kesehatan yang bertujuan agar
tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk dan terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
Remaja berasal dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau menjadi dewasa. Masa peralihan dari masa anak – anak dengan masa dewasa disebut masa
remaja. Menurut World Health Organization (WHO) masa remaja dimulai pada usia antara 12 sampai 24 tahun. Di Indonesia yang disebut remaja menurut Departemen
Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan pada masa tersebut
terjadi proses pematangan fisik maupun psikologis (Novita, dan Franciska, 2011).
Data demografi menunjukkan bahwa remaja (umur 10 sampai 19 tahun)
merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia yaitu mencapai 1 milyar dan di
Indonesia mencapai 42 juta jiwa atau lebih dari 20% dari total jumlah penduduk
Kabupaten Deli Serdang merupakan kabupaten terbesar dengan jumlah 1.790.431
jiwa (BPS, 2011).
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, remaja akan melalui tiga tahapan yaitu masa remaja
awal/dini (early adolescence usia 10 sampai 12 tahun), remaja pertengahan (mid adolescence usia 13 sampai 15 tahun) dan masa remaja lanjut (late adolescence usia 16 sampai 19 tahun) (Pinem, 2009).
Salah satu bentuk perkembangan yang menonjol pada masa remaja adalah
pubertas, yang biasanya terjadi antara usia 13 hingga 16 tahun, dimana terjadi
perubahan fisik dan system reproduksi wanita. Organ reproduksi menunjukkan
perubahan yang dramatis pada saat pubertas, dimulai dengan pertumbuhan folikel
primodial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Pengeluaran hormon ini
menumbuhkan tanda seks skunder yang salah satunya terjadi pengeluaran darah
menstruasi pertama yang disebut dengan menarche.
Menstruasi atau disebut juga haid merupakan perdarahan yang terjadi akibat
luruhnya dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang banyak mengandung
pembuluh darah. Lapisan endometrium dipersiapkan untuk menerima pelekatan
embrio atau mempersiapkan uterus untuk kehamilan. Bila kehamilan tidak terjadi,
lapisan ini akan luruh kemudian darah akan keluar melalui serviks dan vagina
(Widyastuti, 2009).
berusia 18-19 tahun. Diketahui bahwa 87,9% remaja puteri pernah mendengar istilah
menstruasi tetapi hanya 53,7% yang tahu arti dari kata menstruasi karena mereka
tidak disiapkan dengan informasi yang penting tentang menstruasi dan 42,7% remaja
puteri mengalami kecemasan dan ketakutan pada saat mengalami menstruasi pertama.
Persiapan dini terhadap proses reproduksi termasuk didalamnya informasi
tentang infeksi alat reproduksi sebagai salah satu akibat dari tidak menjaga
kebersihan pada saat menstruasi. Informasi tentang infeksi alat reproduksi ini sangat
penting untuk diketahui karena mempunyai dampak buruk kemasa depan seperti
kemandulan yang konsekuensinya dapat menurunkan kualitas hidup individu yang
bersangkutan. Infeksi pada alat reproduksi ini dapat masuk melalui tiga cara, yaitu :
(1) infeksi yang disebabkan oleh penyakit menular seksual, seperti sifilis, gonoroe;
(2) infeksi dari dalam (endogen) karena bakteri yang tumbuh abnormal di dalam alat
reproduksi, misalnya vaginosis bacterial; (3) infeksi introgenik atau infeksi yang terjadi karena kesalahan penanganan yang dilakukan terhadap alat reproduksi,
contohnya perilaku yang tidak hygienis terhadap genital terutama pada wanita yang
secara anatomis memiliki saluran vagina yang pendek (Sibagariang, 2010).
Organ reproduksi merupakan alat dalam tubuh yang berfungsi untuk suatu
proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya
atau reproduksi. Kebiasaan menjaga kebersihan saat menstruasi, termasuk kebersihan
organ reproduksi, memegang peranan penting dalam status perilaku kesehatan
seseorang termasuk menghindari adanya gangguan pada fungsi alat reproduksi.
membasuh secara teratur bagian vulva (bibir vagina) dengan hati – hati menggunakan
air bersih. Dan untuk menampung darah menstruasi, pembalut sebaiknya diganti
sekitar 4 – 5 kali dalam sehari untuk menghindari masuknya bakteri ke dalam vagina.
Pada saat menstruasi, pembuluh darah dalam rahim sangat mudah terkena infeksi
(Nilna (2009) dalam Tri Rahmawati, 2011). Oleh karena itu kebersihan daerah
genitalia harus lebih dijaga karena kuman mudah sekali masuk dan dapat
menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi seperti pruritus vulva , iritasi, inflamasi, sekresi vaginal dan leukorea (keputihan).
Keputihan yang abnormal disebabkan adanya infeksi jamur seperti candida
dan infeksi parasit seperti Trichomonas vaginalis. Jika keputihan tidak segera diatasi maka banyak akibat yang terjadi meliputi kurang percaya diri, gatal-gatal di daerah
kemaluan, radang pada panggul yang jika tidak diatasi dapat menyebabkan
kemandulan dalam jangka panjang. Data wanita di dunia yang pernah mengalami
keputihan sekali dalam hidupnya sekitar 75% dan sebanyak 45% wanita mengalami
keputihan dua kali atau lebih, sedangkan pada kaum wanita yang berada di Eropa
angka keputihan sebesar 25%. Dari data yang di dapat BKKBN 2009, di Indonesia
sebanyak 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya
dan 70% disebabkan trichomonas vaginalis (Zubier, (2002) dalam Mariyatul, 2010). Berdasarkan penelitian Mariyatul tahun 2010 di SMP Negeri I Tambakboyo
Tuban dengan mengambil 20 responden didapatkan 100% siswi mengalami
keputihan, 13 (65%) siswi mengalami keputihan sebelum dan sesudah menstruasi, 7
berlebihan terkait cara siswi merawat organ reproduksi, misalnya kebersihan yang
kurang tepat, menggunakan celana dalam yang ketat dan tidak menyerap keringat dan
sering tidak mengganti pembalut saat menstruasi.
Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2002
hingga 2003 menunjukkan bahwa 21% perempuan dan 28% laki-laki tidak
mengetahui tanda perubahan fisik pada saat pubertas. Kurangnya pengetahuan
tentang biologi dasar pada remaja mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang
resiko yang berhubungan dengan tubuh mereka dan cara menghindarinnya.
Wisnuwardhani (1997) melaporkan hasil penelitian yang dilakukannya tentang study
hygienis menstruasi di Tangerang dan Subang terhadap 305 responden berusia 16-19
tahun, didapati 8,8% responden dari Tangerang dan 14,5% dari Subang yang
memiliki pengetahuan baik tentang organ reproduksi. Hanya 52,25% responden dari
Tangerang dan 61,4% dari Subang yang mempunyai pengetahuan baik tentang
menstruasi. Dalam penelitiannya di kota Depok, juga melaporkan bahwa 45,5%
responden membersihkan genitalia secara benar dan 82,6% mempunyai perilaku
menstruasi hygiene yang kurang baik, karena kurangnya informasi yang benar
tentang menstruasi hygiene yang diperoleh responden.
Kesehatan reproduksi ini sangat penting untuk diketahui sejak dini agar pada
saat anak menginjak remaja dan menghadapin permasalahan sekitar kesehatan
reproduksi remaja telah mengerti dan mendapat informasi yang cukup sehingga dapat
mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan dan dihindarin. Masyarakat pada
berhubungan dengan alat reproduksi, berbagai faktor menjadi penyebab hal ini
terjadi, diantaranya budaya yang melarang pembicaraan yang menyangkut
seksualitas, karena dianggap sesuatu yang porno dan bersifat pribadi (Rejaningsih,
2004).
Menurut Survei Indikator Program KB Nasional/SIPI (2003) remaja putri
yang pernah membicarakan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dengan ibunya
46% sedangkan dengan teman sebaya mencapai 83%. Remaja merasa bahwa
membahas soal seks, kesehatan reproduksi dan perilaku seksual lebih terbuka diantara
teman sebaya dari pada dengan orang tua. Selain itu masih banyak orang tua yang
tidak tahu dan tidak paham mengenai kesehatan reproduksi remaja. Menurut SKRRI
2002 – 2003, 51% remaja putri dan 47% remaja pria mengaku mendapat pelajaran
kesehatan reproduksi pada saat sekolah di SLTP. Ini berarti peran sekolah dalam
menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi belum optimal (Pinem, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Handayani (2011) di SLTP
Jakarta Timur menyatakan sebagian besar siswi memiliki pengetahuan kurang
terhadap kebersihan organ genitalia sebanyak 93,4%. Penelitian Dailyah di Sekolah
Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Medan tahun 2004 tentang perawatan organ
reproduksi bagian luar, dari 58 responden, yang memiliki katagori baik 15 orang
(25,86%), cukup 39 orang (67,24%) dan kategori kurang 4 orang (6,8%). Hasil
penelitian di SMU Negeri 2 Semarang pada tahun 2008 didapatkan 48 orang (96%)
organ genitalia eksterna. Ketiga penelitian ini membuktikan bahwa pengetahuan yang
rendah berhubungan dengan perilaku menjaga kebersihan yang kurang baik.
Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan peneliti di SMP PGRI 58 di
Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 09 Februari 2013
terhadap 53 orang siswi yang dijumpai 36 siswi mengatakan belum mengerti dan
tidak mengetahui cara melakukan kebersihan serta menjaga kebersihan organ seksual
atau reproduksi. Saat menstruasi 25 remaja putri hanya mengganti pembalut sebanyak
2 kali saja dalam sehari, 11 orang menggunakan pembalut kain dan menggantinya 2
kali sehari dan 5 siswi menyatakan pernah mengalami keputihan yang disertai rasa
gatal. Berdasarkan latar belakang tersebut dan belum dilakukannya penelitian tentang
perilaku menjaga kebersihan saat menstruasi sehingga peneliti tertarik untuk
mengetahui lebih dalam lagi faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
perilaku dalam menjaga kebersihan organ reproduksi saat mentruasi pada siswi SMP
PGRI 58 di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013
1.2 Permasalahan
Dengan melihat latar belakang yang ada, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang perilaku menjaga kebersihan pada siswi SMP, karena
untuk wilayah Kecamatan Tanjung Morawa belum pernah dilakukan penelitian
tentang perilaku dalam menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi. Selain
itu dari 53 siswi yang dijumpai terdapat 36 siswi yang belum mengerti dan tidak
reproduksi. Sehingga peneliti ingin mengetahui faktor – faktor apa saja yang
memengaruhi perilaku dalam menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi
pada siswi SMP PGRI 58 Tanjung Morawa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap perilaku dalam menjaga
kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi SMP PGRI 58
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
2. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap perilaku dalam menjaga
kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi SMP PGRI 58
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
3. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan fasilitas terhadap perilaku dalam
menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi SMP PGRI
58 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
4. Untuk mengetahui pengaruh peran ibu terhadap perilaku dalam menjaga
kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi SMP PGRI 58
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
5. Untuk mengetahui pengaruh peran guru terhadap perilaku dalam menjaga
kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi SMP PGRI 58
6. Untuk mengetahui pengaruh peran teman sebaya terhadap perilaku dalam
menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi SMP PGRI
58 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
7. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku menjaga
kebersihan organ reproduksi saat mentruasi pada siswi SMP PGRI 58 Tanjung
Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan, sikap, kesediaan fasilitas, peran ibu, peran guru,
peran teman sebaya terhadap kebersihan organ reproduksi saat menstruasi pada siswi
SMP PGRI 58 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan gambaran mengenai kebersihan organ reproduksi saat menstruasi
pada siswi yang diperlukan sebagai dasar pengembangan kebijakan kesehatan
reproduksi remaja bagi stakeholder yaitu kepala sekolah dan kepala dinas
kesehatan.
2. Sebagai bahan masukan bagi Sekolah untuk mengembangkan dan
meningkatkan program kesehatan remaja seperti program PIK-KRR (Pusat
Informasi dan Konseling Keseharan Reproduksi Remaja) dan Remaja Ceria.
3. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan
pengembangan sikap, kesediaan fasilitas, peran ibu, peran guru, peran teman