DISERTASI
MEKANISME EKSTRAK ETANOL HERBA Centella asiatica (Pegagan)
DALAM MENINGKATKAN APOPTOSIS SEL ALVEOLAR MAKROFAG DARI JARINGAN PARU TIKUS YANG DIINFEKSI
Mycobacterium tuberculosis
Arifa Mustika
PROGRAM STUDI S3 ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
DISERTASI
MEKANISME EKSTRAK ETANOL HERBA Centella asiatica (Pegagan)
DALAM MENINGKATKAN APOPTOSIS SEL ALVEOLAR MAKROFAG DARI JARINGAN PARU TIKUS YANG DIINFEKSI
Mycobacterium tuberculosis
Arifa Mustika
PROGRAM STUDI S3 ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
MEKANISME EKSTRAK ETANOL HERBA Centella asiatica (Pegagan)
DALAM MENINGKATKAN APOPTOSIS SEL ALVEOLAR MAKROFAG DARI JARINGAN PARU TIKUS YANG DIINFEKSI
Mycobacterium tuberculosis
DISERTASI
Untuk memperoleh Gelar Doktor Dalam Progran Studi S3 Ilmu Kedokteran Pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Doktor Terbuka
Pada hari : Selasa Tanggal : 12 Juni 2012 Pukul : 10.00 – 12.00 WIB
Oleh : ARIFA MUSTIKA
LEMBAR PENGESAHAN
Disertasi ini telah disetujui pada tanggal 26 September 2012
Oleh :
Promotor,
Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih,dr.,MS,Sp.MK NIP. 195703071984032001
Ko Promotor I, Ko Promotor II,
Disertasi ini telah diuji dan dinilai
oleh panitia penguji pada Tertutup (Tahap I)
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Pada Tanggal 20 April 2012
Panitia Penguji,
Ketua : Dr. Suwarno,drh.,M.Si.
Anggota :
1. Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih,dr.,MS,Sp.MK
2. Prof. Sri Agus Sudjarwo, Ph.D.,drh.
3. Dr. Mangestuti Agil, Apt.,MS
4. Prof. Dr. Aulani’am, drh.,DES
5. Dr. JF Palilingan, dr.,Sp.P.
6. Dr. Hari Basuki N,dr.,M.Kes
Ditetapkan dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Airlangga
Nomor : 583/H3/KR/2012 Tanggal : 2 Mei 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah disertasi ini.
Disertasi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan, saran dan koreksi tim Promotor. Dengan segala kerendahan hati saya menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
Prof. Dr. Ni Made Mertaniasih,dr.,MS,Sp.MK selaku Promotor yang membimbing, memberikan wawasan dan falsafah berfikir yang sangat bermanfaat selama proses penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan naskah disertasi.
Prof. Sri Agus Sudjarwo, Ph.D.,drh selaku Ko-Promotor I yang membimbing, memberikan wawasan dan mengarahkan logika berfikir selama proses penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan naskah disertasi.
Dr. Mangestuti Agil, Apt.,MS selaku Ko-Promotor II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran dan nasehat selama proses penyusunan proposal, penelitian dan penyusunan naskah disertasi.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada:
Rektor Universitas Airlangga Prof.Dr.Fasich,Apt yang telah memberikan ijin dan berkenan menerima saya sebagai mahasiswa Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Dekan Fakultas Kedokteran Prof.Dr.Agung Pranoto,dr.,M.Kes.,SpPD. KEMD.,FINASIM dan mantan Dekan Prof.Dr.Muhammad Amin,dr.,Sp.P (K) yang telah memberikan ijin dan kesempatan pada saya untuk mengikuti pendidikan Doktor dan membantu pembiayaan selama studi.
Ketua Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Dr. Teddy Ontoseno,dr.,Sp.A(K).,Sp.JP.,AKK dan mantan Ketua Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Prof. Dr. Harjanto, JM., dr. AIF atas nasehat dan perhatian yang diberikan untuk menyelesaikan pendidikan Doktor.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Airlangga Prof.Dr.Hj.Sri Hajati,SH.,MS, mantan Wakil Direktur Bidang Akademik Prof.Dr.H.R.Eddy Raharjo,dr., Ank.Ic dan Wakil Direktur Akademik Bidang Pendidikan Prof. Dr. Sri Suhariningsih,Ir yang telah memberikan fasilitas untuk mengikuti Program Doktor di Universitas Airlangga.
Koesnoto,drh.,M.Si, Dr. Ira Arundina, drg.,M.Si yang telah memberikan saran dan perbaikan naskah disertasi.
Para guru besar dan dosen di Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan saran selama menempuh menempuh pendidikan Doktor.
Ketua Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Roostantia Indrawati,dr.,M.Kes dan mantan ketua Departemen Farmakologi Ramadhani,dr.,M.Kes yang telah memberikan ijin dan kesempatan pada saya untuk mengikuti pendidikan Doktor
Teman sejawat di Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama saya menempuh pendidikan Doktor.
Anny Setijo Rahaju, dr.,Sp.PA di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian disertasi.
Para staf yang membantu dalam menyelesaikan penelitian Pak Sugeng, Mbak Agnes, Pak Heri, Bu Leni, dan Pak Sudjarwo. Para staf di bagian pendidikan Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Fakultas Universitas Airlangga.
Rekan di Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang telah bekerjasama dengan baik dan saling memberi motivasi untuk menyelesaikan pendidikan ini.
Zumara Ma’rifah Azzahra dan Aqila Rashida. Abi Ihya Ullumuddin yang telah memberikan pelajaran berharga bagi saya untuk menyikapi kehidupan ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu selama penelitian berlangsung hingga tahap penulisan, saya sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga hasil penelitian dalam disertasi ini bermanfaat bagi masyarakat dan Semoga Allah SWT meridloiNya. Amiin ya Rabbal Alamin.
RINGKASAN
Mekanisme Ekstrak Etanol Herba Centella asiatica (pegagan)
Dalam Meningkatan Apoptosis sel Alveolar Makrofag dari Jaringan paru
Tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri intraseluler di dalam makrofag
yang mempunyai kemampuan untuk menghindari antibiotika dan mengubah respons imunologi dari makrofag. Secara umum, respons imun tubuh akan berusaha untuk melakukan eliminasi patogen yang masuk ke dalam tubuh, khususnya melalui apoptosis. Pada infeksi tuberkulosis ditemukan bahwa Mycobacterium tuberculosis mempunyai kemampuan untuk menghambat
apoptosis sel makrofag sehingga Mycobacterium tuberculosis berkembang biak di dalam makrofag. Ekstrak etanol Centella asiatica mempunyai kemampuan untuk membunuh Mycobaterium tuberculosis dan meningkatkan respons imun seluler dan apoptosis pada sel kanker. Bukti ini menimbulkan harapan bahwa tumbuhan tersebut dapat berfungsi sebagai imunostimulan terutama untuk meningkatkan apoptosis makrofag dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dan mekanisme ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap apoptosis sel makrofag jaringan paru tikus yang
diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
kelompok. Kelompok 1, 2, dan 3 mendapat ekstrak etanol Centella asiatica dengan dosis 375mg/Kgbb, 750mg/KgBB, 1500mg/KgBB, sekali sehari secara peroral selama 14 hari. Sedangkan kelompok 4 tidak memperoleh ekstrak etanol Centella asiatica. Pemberian ekstrak etanol Centella asiatica dimulai pada hari ke-29 setelah tikus diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kelompok 5 adalah kelompok tikus yang diterminasi pada hari ke 28 untuk menentukan adanya infeksi tuberkulosis pada hewan coba. Pemeriksaan ekspresi protein Bcl-2, protein Bax, Caspase-8 dan antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag dilakukan dengan menggunakan metode imunohistokimia. Apoptosis sel alveolar makrofag diperiksa dengan pengecatan TUNEL assay. Pemeriksaan jumlah Mycobacterium tuberculosis pada jaringan paru dilakukan dengan kultur jaringan paru pada media Midllebrook 7H10. Pemeriksaan kerusakan jaringan paru dilakukan dengan pengecatan Hematoksilin Eosin dan penilaian kerusakan jaringan berdasarkan skor Dormans.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan ekspresi protein Bcl-2 pada sel alveolar makrofag di
Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica pada penelitian ini meningkatkan ekspresi protein Bax pada sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis secara bermakna dibandingkan dengan kontrol. Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica dosis 375 mg/KgBb dan 1500mg/KgBb pada ekspresi protein Bax pada sel alveolar makrofag tidak berbeda secara signifikan bila dibandingkan dengan kontrol, sedangkan dosis 750 mg/Kgbb ekspresi protein Bax pada sel alveolar makrofag meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan dosis ekstrak etanol herba Centella asiatica yang diberikan dari dosis 375 mg/KgBb ke 750 mg/KgBb menyebabkan peningkatan ekspresi protein Bax, tetapi pemberian ekstrak pada dosis 1500mg/KgBb menyebabkan ekspresi protein Bax pada sel alveolar makrofag menurun.
Pemberian ekstrak etanol herba Centella asiatica secara bermakna meningkatkan ekspresi protein Caspase-8 pada sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Peningkatan dosis ekstrak etanol herba Centella asiatica yang diberikan dengan dosis 375 mg/KgBb, 750 mg/KgBb dan 1500mg/KgBb tidak secara linier meningkatkan ekspresi protein caspase 8 pada sel alveolar makrofag, karena hanya dosis 750 mg/KgBb yang dapat meningkatkan ekspresi Caspase-8 secara bermakna.
Pemberian ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis secara bermakna bila dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan
apoptosis sel alveolar makrofag, tetapi dosis 750 mg/KgBb memberikan peningkatan apoptosis yang tertinggi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel
alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Peningkatan dosis ekstrak etanol herba Centella asiatica yang
diberikan dengan dosis 375 mg/KgBb, 750 mg/KgBb dan 1500mg/KgBb tidak secara linier menurunkan ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag, tetapi dosis 750 mg/KgBb menurunkan ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis yang paling rendah.
Penelitian ini menunjukkan penurunan jumlah Mycobacterium tuberculosis yang signifikan akibat pemberian ekstrak etanol herba Centella
asiatica terutama pada dosis 750 mg/kgBB dan 1500mg/KgBB.
Pemberian ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan kerusakan jaringan paru tikus secara signifikan terutama pada perivaskulitis, alveolitis dan pembentukan granuloma pada dosis optimum 750 mg/KgBB.
Kesimpulan penelitian ini adalah ekstrak etanol herba Centella asiatica memiliki bahan aktif yang mempunyai kemampuan untuk meningkatkan respons sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis, melalui peningkatan apoptosis sel makrofag. Mekanisme
Mycobacterium tuberculosis dan penurunan kerusakan jaringan paru tikus yang
SUMMARY
Mechanism of Ethanol Extracts of Centella asiatica herb in enhancing
Apoptosis of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis is an intracellular bacterium within
macrophages. The bacterium has the ability to evade antibiotics and manipulate host defense pathways. In general, when a cell is infected by pathogens, the immune response will effort to eliminate pathogens through various mechanisms, particularly to inhibit apoptosis of infected host cells. Mycobacterium tuberculosis can induced the anti-apoptotic protein in macrophages infected by Mycobacterium tuberculosis, therefore the bacteria can multiply within macrophages. Ethanol
extract of Centella asiatica is medicinal plant which is able to reduce growth of Mycobaterium tuberculosis and enhance the cellular immune response and
apoptosis in cancer cells. This evidence raises the hope that the plants can be used as imunostimulant, particularly to enhance the apoptosis of macrophages in Mycobacterium tuberculosis infection. The aim of this research is to determine the
effect and mechanism of the ethanol extract of Centella asiatica herbs in enhancing apoptosis of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by Mycobacterium tuberculosis.
and they were divided randomly into 5 groups. Groups 1, 2, and 3 were given ethanol extracts of Centella asiatica herbs at 375mg/KgBW, 750mg/KgBW, 1500mg/KgBW, peroral daily for 14 days. The fourth group were not given ethanol extract of Centella asiatica herbs. The fifth group were terminate at 28 days after infected by Mycobacterium tuberculosis. The treatment of ethanol extracts of Centella asiatica herbs were begin on day 29th after rats infected by
Mycobacterium tuberculosis. Apoptosis, expression of Bcl 2, expression of Bax,
expression of Caspase 8 and expression of antigen of Mycobacterium tuberculosis were performed by using immunohistochemistry. The bacillary load were evaluated by culture on Middlebrook 7H10. The damaging of rats lung tissue were analyzed by histopathological and the damaging of tissue was assessed based on the score of Dormans.
The results have shown that the etanol extract of Centella asiatica herbs at 375 mg/KgBW, 750 mg/KgBW, and 1500 mg/KgBW were able to reduce significantly Bcl2 expression of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by Mycobacterium tuberculosis.
The effect of etanol extract of Centella asiatica herbs at 750 mg/KgBW were able to increase significantly Bax expression of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by Mycobacterium tuberculosis.
The Effect of etanol extract of Centella asiatica herbs at 375 mg/KgBW, 750 mg/KgBW, and 1500 mg/KgBW were able to enhance significantly apoptosis of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by Mycobacterium tuberculosis, but the dose of 750 mg/KgBW gave the highest increase.
Administration of etanol extract of Centella asiatica herbs at 375 mg/KgBW, 750 mg/KgBW, and 1500 mg/KgBW decreased significantly expression of antigen Mycobacterium tuberculosis of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by Mycobacterium tuberculosis, but the dose of 750 mg/KgBW gave the lowest decrease.
This extract were able to reduce the growth of Mycobacterium tuberculosis. The optimum dose of this extract were able to reduce the growth of
Mycobacterium tuberculosis was 750 mg/KgBW and 1500 mg/KgBW.
The ethanol extract of Centella asiatica herbs at 375 mg/KgBW, 750 mg/KgBW, and 1500 mg/KgBW decreased significantly rats lung tissue damage, especially in perivasculitis, alveolitis, and granuloma formation, but the optimum dose of this extract to decrease rats lung tissue damage was 750 mg/KgBW.
ABSTRACT
Mechanism of Ethanol Extracts of Centella asiatica herbs in enhancing
Apoptosis of alveolar macrophages from rats lung tissue infected by
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis has capacity to manipulate host defense pathway, particularly the ability to inhibit apoptosis of infected host cells. Centella asiatica is a medicinal plant which is able to reduce growth of Mycobacterium tuberculosis and enhance the cellular immune response and apoptosis in cancer cells. The aim of this research is to determine the effect and mechanism of the ethanol extract of Centella asiatica herbs in enhancing apoptosis of alveolar macrophages from rat lung tissue that has been infected by
Mycobacterium tuberculosis. . The research method is an experimental laboratory in. Thirty five male
rats were infected by Mycobacterium tuberculosis using intratrachea method and they were divided randomly into 5 groups. Group 1, 2, and 3 were given ethanol extracts of Centella asiatica herbs at 375mg/KgBW, 750mg/KgBW, 1500mg/KgBW, daily for 14 days. The fourth group were not given ethanol extract of Centella asiatica herbs. The fifth group were terminate at 28 days after infected by Mycobacterium tuberculosis. Apoptosis, expression of Bcl 2, Bax, Caspase 8 and antigen of Mycobacterium tuberculosis were performed by using immunohistochemistry. The bacillary loads were evaluated by culture in Middlebrook 7H10. The damaging of rats lung tissue were analyzed by histopathological.
The results have shown that the ethanol extract of Centella asiatica herbs were able to reduce expression of Bcl-2 and antigen of Mycobacterium tuberculosis, increase expression of Bax, increase expression of Caspase 8 and enhance the apoptosis of alveolar macrophages in rats lung tissue infected by Mycobacterium tuberculosis. Ethanol extract of Centella asiatica herbs have decreased the number of Mycobacterium tuberculosis and reduced lung tissue
damage of rats infected by Mycobacterium tuberculosis. . In conclusion, the ethanol extract of Centella asiatica herbs have active
ingredients to enhance of apoptosis alveolar macrophages from rat lung tissue that were infected by Mycobacterium tuberculosis through increasing of Caspase 8’s expression, Bax’expression and decreasing of Bcl-2’s expression. The effect of ethanol extract of Centella asiatica herb is a chain reaction that occurs in various stages until decrease the bacillary load of Mycobacterium tuberculosis and reduce rats lung tissue damage.
DAFTAR ISI
Sampul Depan i
Sampul Dalam ii
Lembar Pengesahan iii
Penetapan Panitia Penguji iv
UCAPAN TERIMA KASIH v
RINGKASAN ix SUMMARY xiv ABSTRACT xvii DAFTAR ISI xviii
DAFTAR TABEL xxiii
DAFTAR GAMBAR xxvi
DAFTAR LAMPIRAN xxvii
DAFTAR ARTI / LAMBANG / SINGKATAN / ISTILAH xxviii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Centella asiatica 9
2.1.2 Profil farmakokinetik dan toksisitas Centella asiatica 10
2.1.3 Khasiat Centella asiatica 12
2.2 Mycobacterium tuberculosis 14
2.2.1 Patogenesis tuberkulosis 16
2.2.2 Gejala klinis tuberkulosis 19
2.2.3 Pengobatan tuberkulosis 19
2.3 Respons Imun terhadap Mycobacterium tuberculosis 20
2.4 Apoptosis 30
2.4.1 Perbedaan apoptosis dengan nekrosis 31
2.4.2 Protein Caspase 34
2.4.3 Protein Bax dan Bcl-2 35
2.4.4 Apoptosis pada tuberkulosis 36
2.5 Sel Alveolar Makrofag 41 2.6 Kerusakan Jaringan Paru 42
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual 47
3.2 Hipotesis 49
BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 51
4.2 Unit eksperimen dan replikasi 52
4.3 Variabel Penelitian 55
4.4 Bahan dan Alat Penelitian 57
4.6 Prosedur Penelitian 59 4.7 Analisis Data 69
4.8 Kelaikan Etik 69
Bab 5 HASIL DAN ANALISIS HASIL
5.1 Hasil Ekstraksi dan identifikasi herba Centella asiatica 70 5.2 Hasil Model Infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis pada tikus 71 5.3 Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica
menurunkan ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis 73 5.4 Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica
meningkatkan ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis 75
5.5 Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Caspase-8 sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis 78
5.6 Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag dari jaringan paru
tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis 81 5.7 Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol Centella asiatica
dari jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis 84 5.8 Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol Centella asiatica
menurunkan jumlah Mycobacterium tuberculosis(CFU/ml) dari
jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis 87 5.9. Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol Centella asiatica
menurunkan kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi
Mycobacterium tuberculosis 89
BAB 6 PEMBAHASAN 98 6.1 Ekstraksi dan identifikasi herba Centella asiatica 99 6.2 Model Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tikus 100 6.3 Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan
ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag dari jaringan paru
tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis 102 6.4 Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan
ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag dari jaringan paru
tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis 106 6.5 Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan
ekspresi protein Caspase-8 sel alveolar makrofag dari jaringan paru
tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis 109 6.6 Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan
apoptosis sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus
jumlah ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar Makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium
tuberculosis. 113
6.8 Efek ekstrak etanol Centella asiatica menurunkan jumlah Mycobacterium tuberculosis(CFU/ml) dari jaringan paru tikus
yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis 114 6.9 Efek ekstrak etanol Centella asiatica menurunkan
kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium
tuberculosis. 117
6.10. Temuan baru 121
BAB 7. PENUTUP
7.1. KESIMPULAN 122 7.2. SARAN 123
DAFTAR PUSTAKA 124
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Skala Dormans 67 Tabel 5.1 Perhitungan statistik ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar
makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum
dan maksimum) 75
Tabel 5.2 Perhitungan statistik ekspresi protein Bax sel alveolar
makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum
dan maksimum) 77
Tabel 5.3 Perhitungan statistik ekspresi protein caspase 8 sel alveolar makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum
dan maksimum) 80
Tabel 5.4 Perhitungan statistik apoptosis sel alveolar
makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum
dan maksimum) 83
Tabel 5.5 Perhitungan statistik ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x),
simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum) 87 Tabel 5.6 Perhitungan statistik jumlah Mycobacterium tuberculosis
(CFU/ml/gram)jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum
dan maksimum) 89
Tabel 5.7 Perhitungan statistik peribronkiolitis jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x),
simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum) 91
Tabel 5.8 Perhitungan statistik perivaskulitis jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x),
simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum) 92 Tabel 5.9 Perhitungan statistik alveolitis jaringan paru tikus
antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x),
simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum) 93 Tabel 5.10 Perhitungan statistik granuloma jaringan paru tikus
antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x),
simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum) 95 Tabel 5.11 Perhitungan statistik jumlah total skor Dormans kerusakan
jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Centella asiatica 9 Gambar 2.2 Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis 15 Gambar 2.3. Kemungkinan Luaran bila individu terpapar 21
Gambar 2.4. Maturasi Fagosom dan blokade fagolisosom 24
Gambar 2.5. Mekanisme apoptosis 31
Gambar 2.6. Infeksi bakteri tuberkulosis virulen 37
Gambar 2.7. Histopatologi paru mencit 43
Gambar 3.1. Skema Kerangka Konseptual 47
Gambar.4.1. Bagan rancangan penelitian 51
Gambar 4.2. Skema alur penelitian 69
Gambar 5.1. Hasil KLT ekstrak etanol Centella asiatica 71 Gambar 5.2. Histopatologi kerusakan jaringan paru tikus pada minggu
ke-4 setelah infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis makrofag pada jaringan paru tikus.
72
Gambar 5.3. Rerata ekspresi protein Bcl 2 positif sel alvelolar makrofag pada jaringan paru tikus
73
Gambar 5.4. Ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag jaringan paru Tikus
74 Gambar 5.5. Rerata ekspresi protein Bax positif sel alvelolar
makrofag pada jaringan paru tikus
76 Gambar 5.6. Ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag jaringan paru
tikus. 77
Gambar 5.7. Rerata ekspresi enzim Caspase-8 positif sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus
79
Gambar 5.8. Ekspresi protein caspase-8 sel alveolar makrofag
jaringan paru tikus
80 Gambar 5.9. Hasil rerata apoptosis alveolar makrofag pada jaringan paru 82 Gambar 5.10. Apoptosis sel alveolar makrofag jaringan paru tikus 83 Gambar 5.11. Rerata ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis
positif dari sel alveolar makrofag
85
Gambar 5.12. Ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis dari 86 sel alveolar makrofag jaringan paru tikus
Gambar 5.13. Pertumbuhan koloni Mycobacterium tuberculosis pada MidlleBrook 7H10
88
Gambar 5.14. Hasil rerata jumlah Mycobacterium tuberculosis CFU/ml/gram dari jaringan paru tikus
88
Gambar 5.15. Peribronkiolitis 90
Gambar 5.16. Perivaskulitis 92
Gambar 5.17. Alveolitis 94
Gambar 5.18. Granuloma 95
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi Centella 135 Lampiran 2. Ethical Clearance 136 Lampiran 3. Data Penelitian pretest 137 Lampiran 4. Data Penelitian 138 Lampiran 5. Hasil uji statistik 139
Lampiran 6. Prosedur pemeriksaan Tunnel assay 160
DAFTAR ARTI LAMBANG / SINGKATAN / ISTILAH
ANAVA = Analysis of Variance BCG = Bacillus Calmette Guerin BCL = Burkitt Cell Lymphoma BTA = Basil Tahan Asam BSL = Bio Safety Level C = Complement
CCR = Chemokine Receptor CD = Cluster Differentiation CFU = Colony Forming Unit
CMC Na = Carboxyl Methyl Cellulose Natrium CMI = Celluler Mediated Immunity
DAB = Diamino benzidine
DC SIGN = Dendritic Cell Specific Interceluller adhesion molecule Grabing Non integrin
DISC = Death Inducing Signaling Complex DNA = Deoxyribonucleat
DTH = Delayed Type Hypersensitif EMCA = Ekstrak Metanol Centella Asiatica ESAT-6 = Early Secretory Antigenic Target-6 HIV = Human Immunodefesiensi Virus
IFN-γ = Interferon Gamma INH = Isoniazid
IL = Interleukin kD = kilo Dalton
KLT = Kromatografi Lapis Tipis LAM = Lipoarabinomannan LJ = Lowenstein Jensen MDR = Multiple Drug Resitance MMP = Matrix Metalloproteinase
MHC = Major Histocompatibility Complex
MTSA = Mycobacterium Tuberculosis Secreted Antigen OAT = Obat Anti Tuberculosis
NFκB = Nuclear Factor Kappa Beta NK = Natural Killer
ROI = Reactive Oxygen Intermediate TACO = Tryptophan Aspartate Coat Protein TDT = Terminal Deoxynucleotidyl Transferase TB = Tuberkulosis
TGF-β = Tumor Growth Factor Beta Th = T Helper
TIMPs = Tissue Inhibitor of Matrix Metalloproteinase TLR = Toll Like Receptor
TNF-α = Tumor Necrosis Factor Alfa
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tersebut sudah ada sejak sebelum pencatatan sejarah
dimulai. Penyakit ini meninggalkan tanda dalam berbagai kehidupan manusia termasuk musik, seni dan budaya, serta mempengaruhi kemajuan ilmu biomedis dan perawatan kesehatan dan telah membunuh lebih banyak manusia dibandingkan dengan mikroba patogen yang lain (Daniel, 2006). Bakteri tuberkulosis ditemukan pada tahun 1882, dan dunia optimis mampu memberantas penyakit tersebut dengan obat antibiotika. Berbagai macam antibiotika untuk membunuh bakteri tuberkulosis telah ditemukan pada tahun 1944 dan tahun 1950, terapi tuberkulosis dengan menggunakan kombinasi berbagai antibiotika. Berbagai bukti menunjukkan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 2009, jumlah penderita tuberkulosis di
dunia 9,4 juta atau 137 kasus per 100.000 penduduk, sebanyak 35% adalah wanita. Jumlah penderita baru dan kambuh 292.753 per tahun Penderita yang paling banyak terdapat di Asia 55%, Afrika 30%, timur Tengah 7%, Eropa 4% dan Amerika 3%. Angka kematian 1,7 juta pertahun. Jadi hampir di seluruh dunia tidak terbebas dengan infeksi tuberkulosis. Indonesia menduduki peringkat kelima setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2010).
human immunodeficiency virus (HIV). Jumlah penderita tuberkulosis yang juga
menderita HIV sebesar 27% di dunia, sedangkan di Indonesia sebesar 2,8%. Jumlah penderita HIV dengan tuberkulosis meningkat setiap tahunnya dari tahun 2005 sebesar 8,5% menjadi 27% pada tahun 2009. Pada penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor satu. Data ini menunjukkan bahwa respons imun tubuh memegang peranan penting pada infeksi tuberkulosis (WHO, 2010).
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri intraseluler di dalam makrofag. Bakteri tersebut selain mempunyai kemampuan menghindar dari antibiotika juga mampu mengubah respons makrofag. Kemampuan bakteri untuk mengubah respons makrofag juga ditentukan oleh respons imun penderita. Apabila terjadi gangguan respons imun pada inang maka bakteri akan terhindar dari mekanisme eliminasi sistem imun. Oleh karena itu, respons imun memegang peranan yang fundamental bagi luaran infeksi bakteri tuberkulosis. Diduga bahwa salah satu penyebab kegagalan penanganan tuberkulosis, karena kegagalan respons imun dari penderita itu sendiri (Kritski et al., 2007). Secara umum, bila suatu sel terinfeksi oleh suatu patogen, maka respons imun tubuh akan berusaha mengeliminasi patogen melalui berbagai macam mekanisme. Salah satunya melalui mekanisme apoptosis. Pada infeksi tuberkulosis ditemukan suatu fenomena bahwa pada makrofag justru terjadi anti apoptosis yang ditandai dengan peningkatan berbagai protein anti apoptosis seperti Bcl-2 dan penurunan protein proapoptosis seperti Bax (Mustafa et al., 2001; Mogga et al., 2002; Velmurugan et al., 2007; Rodrigues et al., 2009). Berbagai proses ini
Mycobacterium tuberculosis merupakan faktor virulensi bagi bakteri (Zhang et
al., 2005; Patel et al., 2009; Behar et al., 2010; Danelishvili et al., 2010; Maziar
et al., 2010; Miller et al., 2010; Rudel et al., 2010).
Berdasarkan berbagai penelitian yang berhubungan dengan mekanisme imunopatogenesis tuberkulosis di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang metode penanganan tuberkulosis yang lebih tepat. Karena respons imun mempunyai peranan penting dalam perkembangan infeksi tuberkulosis, maka penanganan tuberkulosis tidak hanya dengan menggunakan antibiotika tetapi perlu ditambahkan imunostimulan terhadap respons imun. Pemberian imunostimulan tersebut terutama untuk meningkatkan apoptosis pada makrofag yang terinfeksi bakteri, sehingga respons imun dapat berfungsi sebagai suatu sistem yang mampu mengeliminasi bakteri. Keuntungan dari apoptosis ini adalah meningkatkan eliminasi bakteri tanpa ada bahan intraseluler yang keluar ke ekstraseluler sehingga bakteri tidak bisa tersebar keluar dari sel. Selain itu, proses apoptosis ini akan meminimalkan reaksi inflamasi yang akan merusak jaringan sekitarnya (Elmore, 2007; Samali et al., 2010; Peter et al., 2010).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tanaman yang diduga mempunyai khasiat sebagai imunodulator. Penelitian ekstrak tanaman sebagai imunostimulan pada infeksi tuberkulosis masih perlu dilakukan. Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan obat dari tanaman untuk capaian tujuan temuan obat baru, termasuk untuk mengatasi masalah infeksi. Hal ini juga sejalan dengan strategi WHO (Gitawati et al., 2005).
terutama untuk penyembuhan luka. Beberapa peneliti membuktikan bahwa Centella asiatica yang mengandung senyawa golongan terpenoid, flavonoid,
polifenol dan polisakarida juga memiliki khasiat antimikroba (Suratman et al., 1996; Mamtha et al., 2004; Wang et al., 2004; Gitawati et al., 2005). Kandungan senyawa yang terbesar dalam tumbuhan tersebut adalah senyawa golongan madecasic acid, asiatic acid, madecasoside dan asiaticoside. Kandungan lainnya
adalah asiatiquercetin-3-glycoside, kämpferol-3-glycoside (Bunyapraphatsara et al., 1999).
Ekstrak etanol Centella asiatica menghambat pertumbuhan Mycobaterium tuberculosis invitro dan meningkatkan produksi imunoglobulin G
pada mencit (Gitawati et al., 2005; Mustika dkk, 2009). Peneliti lain juga menunjukkan peningkatan titer antibodi pada mencit yang memperoleh ekstrak Centella asiatica (Fatmasari et al., 2007). Ekstrak air dan etanol Centella asiatica
mampu meningkatkan kadar tumor necrosis factor-α (TNF-α) pada kultur sel makrofag sehat (Punturee et al., 2004). Ekstrak tersebut meningkatkan ekspresi sel cluster differentiation (CD)4, CD8, makrofag dan meningkatkan produksi sitokin TNF-α, interferon-γ (IFN-γ) dan menghambat transforming growth factor-β (TGF-β) pada sel makrofag (Taib, 2000; Punturee et al., 2005; Lyu et al., 2005). Ekstrak etanol Centella asiatica telah dibuktikan meningkatkan kadar
IFN-γ secara bermakna pada makrofag terinfeksi Mycobacterium tuberculosis bila dibandingkan dengan kontrol (Mustika dkk, 2009). Asiatic acid salah satu kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh Centella asiatica menginduksi apoptosis makrofag melalui peningkatan sitokrom-c dan protein caspase-3 (Cho et al., 2003). Berbagai penelitian membuktikan bahwa baik ekstrak Centella
sel kanker (Lee et al., 2002; Cho et al., 2003; Parka et al., 2005; Babykutty et al., 2009; Tang et al., 2009). Bukti ini menimbulkan harapan bahwa tumbuhan
tersebut dapat berfungsi sebagai imunostimulan terutama untuk meningkatkan apoptosis makrofag pada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik pada efek dan mekanisme Centella asiatica terhadap aktivitas respons imun terutama kemampuannya untuk menginduksi apoptosis makrofag yang terinfeksi tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap mekanisme apoptosis sel makrofag jaringan paru tikus
yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Mekanisme ini penting untuk diketahui karena apoptosis pada makrofag akan meningkatkan eliminasi bakteri dan mencegah bakteri tersebar ke ekstraseluler, sehingga bakteri tersebut tidak dapat menginfeksi sel di sekitarnya. Dengan demikian proses penyakit infeksi tuberkulosis serta penyebaran infeksi ke populasi sekitarnya dapat dihentikan atau disembuhkan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?
3. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Caspase-8 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?
4. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag (fragmentasi DNA) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?
5. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?
6. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah Mycobacterium tuberculosis (CFU/ml) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?
7. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Membuktikan efek dan mekanisme ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap peningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag jaringan paru
tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
1.3.2. Tujuan khusus
2. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
3. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Caspase-8 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. 4. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica
meningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag (fragmentasi DNA) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
5. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
6. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah Mycobacterium tuberculosis (CFU/ml) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
7. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritik
1.4.2. Manfaat praktis
Hasil temuan pada penelitian ini dapat dilanjutkan sampai tingkat uji klinis lengkap dan diharapkan berguna menunjang pengembangan obat dari ekstrak etanol herba Centella asiatica untuk terapi kombinasi pada pengobatan penyakit tuberkulosis yang diperlukan masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Centella asiatica
Centella asiatica adalah tanaman liar yang banyak tumbuh di
perkebunan, tepi jalan, serta pematang sawah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Republik Rakyat Cina, Jepang dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain. Nama yang biasa dikenal untuk tanaman ini selain pegagan adalah daun kaki kuda dan antanan (Bunyapraphatsara et al., 1999).
Gambar 2.1 Centella asiatica (Mustika, 2011).
lembab dan terbuka atau agak ternaungi. Selain itu, tanaman yang mirip pegagan atau antanan ada empat jenis yaitu antanan kembang, antanan beurit, antanan gunung dan antanan air (Bunyapraphatsara et al.,1999).
2.1.1 Taksonomi Centella asiatica
Taksonomi tumbuhan Centella asiatica adalah (Bailey, 1953; Bunyapraphatsara et al.,1999):
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Umbilliferae Suku : Umbilliferae Marga : Centella
Jenis : Centella asiatica(L)Urb.
Kandungan kimia utama pegagan adalah asiaticoside, madecasoside, asiatic acid dan madecasic acid. Kandungan kimia lainnya adalah asiaticoside, asiatoside, asiatic acid oxyasiaticoside, thankuniside,
isothankuniside, inositol, centellose, carotenoids, berbagai garam mineral
seperti garam kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi, vellarine, zat samak (Bunyapraphatsara et al.,1999).
2.1.2 Profil farmakokinetik dan toksisitas Centella asiatica
Pada penelitian toksisitas akut diketahui bahwa ekstrak etanol Centella asiatica pada mencit secara peroral sampai pada dosis 10.000mg/KgBB tidak
1g/kg BB mencit tidak menunjukkan tanda toksik. Pemberian ekstrak Centella asiatica pada mencit dan kelinci menimbulkan efek toksik pada pemberian
secara intramuskular pada dosis 40-50 mg/KgBB. Penelitian teratogenik pada kelinci juga menujukkan bahwa ekstrak Centella asiatica tidak menujukkan efek teratogenik (Pizzorno et al., 1996).
Penelitian tentang profil farmakokinetika terpenoid dari ekstrak Centella asiatica telah dilakukan pada manusia sehat. Kadar terpenoid dari
ekstrak Centella asiatica yang diukur di dalam plasma adalah kadar asiatic acid. Kadar asiatic acid di dalam plasma diukur dengan menggunakan metode
high performance liquid chromatography (HPLC). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa setelah pemberian terpenoid dari ekstrak Centella asiatica pada dosis tunggal 30 mg secara peroral, kadar maksimum asiatic
2.1.3 Khasiat Centella asiatica
Centella asiatica adalah tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat
terutama untuk mempercepat penyembuhan luka. Beberapa peneliti membuktikan bahwa Centella asiatica menstimulasi sintesis kolagen pada penyembuhan luka pada tikus (Djatmiko dkk., 2008). Terpenoid dari ekstrak Centella asiatica meningkatkan sintesis glikosaminoglikan dan menstimulasi
sintesis kolagen sehingga mempercepat penyembuhan luka pada tikus (Shomashekar et al., 2006).
Peneliti lainnya juga mampu membuktikan bahwa ekstrak Centella asiatica yang mengandung senyawa golongan terpenoid, flavonoid, polifenol
dan polisakarida juga memiliki khasiat antimikroba. Pada dosis yang bervariasi antara 100 mg/ml sampai 400mg/ml ekstrak etanol pegagan mampu menghambat mikroorganisme antara lain : E.coli, S. aureus, V. parahaemolyticus, P. aeruginossa, V. cholerae, S. typhimurium (Suratman et al., 1996; Mamtha et al., 2004; Wang et al., 2004). Ekstrak etanol Centella asiatica (pegagan) juga dibuktikan mampu menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis invitro pada media Lowenstein Jensen (LJ) dan 7H10. Dosis minimal yang mampu menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis adalah 15 mg/ml (Gitawati et al., 2005). Mustika, 2009 melaporkan bahwa ekstrak etanol Centella asiatica mampu menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis strain H37Rv yang dikultur pada
media LJ.
ekstrak tersebut dapat mempengaruhi respons imunologi baik humoral maupun seluler. Pada penelitian ini mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan modulasi respons imun antara ekstrak metanol Centella asiatica (EMCA) dengan tablet yang hanya mengandung asiaticoside, asiatic acid dan madecaside (FTECA). EMCA memodulasi respons imun melalui presentasi
oleh molekul MHC klas II sedangkan FTECA memodulasi respons imun melalui MHC klas I (Taib, 2000).
Ekstrak etanol Centella asiatica (pegagan) juga dibuktikan meningkatkan produksi imunoglobulin G mencit (Gitawati et al., 2005). Peneliti lain juga membuktikan bahwa ekstrak tumbuhan tersebut meningkatkan kadar IFN-γ secara bermakna pada makrofag terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan meningkatkan produksi TNF-α tetapi tidak
bermakna secara statistik (Mustika dkk, 2009). Peneliti lain juga menunjukkan peningkatan titer antibodi pada pemberian ekstrak tumbuhan tersebut pada mencit (Fatmasari et al., 2007). Ekstrak air dan etanol Centella asiatica mampu meningkatkan kadar TNF-α pada sel kultur makrofag sehat (Punturee et al., 2004). Centella asiatica juga terbukti tidak bersifat toksik dan memiliki khasiat hepatoprotektif pada hewan coba tikus yang diinduksi dengan carbon tetrachloride (Anthony et al., 2006).
membuktikan bahwa salah satu kandungan ekstrak Centella asiatica yaitu asiatic acid meningkatkan apoptosis pada kultur sel kanker usus besar HT-29
melalui perubahan ratio protein Bcl-2 dan Bak-xl. Asiatic acid yang diisolasi dari ekstrak Centella asiatica menginduksi apoptosis sel kanker melanoma melalui peningkatan reactive oxygen species, perubahan ratio Bax/Bcl-2 dan aktivasi protein caspase 3 (Park et al., 2005). Selain itu, asiatic acid mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan sel kanker melalui peningkatan apoptosis pada jalur intrinsik (Tang et al., 2009).
Derivat dari asiatic acid salah satu kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh pegagan mampu menginduksi apoptosis makrofag. Pada penelitian yang menggunakan makrofag sel line Raw 264,7 juga membuktikan adanya peningkatan sitokrom-c, aktivasi caspase 3 dan pemecahan poly(ADP-ribose) pada proses apoptosis yang diinduksi oleh pegagan (Cho et al., 2003).
2.2. Mycobacterium tuberkulosis
polisakarida dan protein. Dengan pemberian lisosim akan terbentuk spheroplast. Sitoplasmanya mengandung granula metakromatik (Jawetz,
2007).
Gambar 2.2 Struktur dinding sel Mycobacterium tuberculosis (Park et al., 2000).
Sifat utama dari bakteri tuberkulosis adalah ketahanannya terhadap zat peluntur yang bersifat asam. Ketahanan bakteri terhadap asam disebabkan oleh lapisan lilin pada dinding sel. Hal itu juga menyebabkan bakteri tuberkulosis mempunyai daya tahan di alam lebih kuat dari pada bakteri tidak berspora lainnya, dengan sinar matahari atau panas, bakteri akan mati dalam beberapa menit. Mikobakterium membentuk sedikit asam dari glukosa, maltosa, trihalosa dan gliserol. Mycobacterium tuberkulosis adalah katalase positif dan beberapa spesies membentuk sedikit H2S. Medium yang di gunakan untuk
Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 6-7,6 (optimumnya 6,8) dan suhu 30˚C-41˚C (optimumnya 37˚C). Bersifat obligat aerob dan waktu generasinya 20-24 jam, karena waktu generasinya panjang maka waktu inkubasinya yang diperlukan adalah 6-8 minggu. Koloni pada medium Lowenstein Jensen kecil, kering, kasar berwarna putih kuning. Pada medium kultur bakteri tahan selama 2-8 bulan, bila terkena sinar matahari secara langsung tahan selama 2 jam, bakteri ini sangat tahan terhadap asam bila di bandingkan dengan bakteri-bakteri yang lain (Jawetz, 2007).
Salah satu kunci patogenisitas dari Mycobacterium tuberkulosis adalah kemampuan bakteri tersebut untuk mengubah metabolismenya pada stadium yang berbeda. Setelah menginfeksi sel alveolar makrofag, Mycobacterium tuberkulosis melakukan perubahan pada sistem metabolismenya dengan
menghentikan akumulasi masa biologi dan meningkatkan akumulasi asam mikolat dan asam lemak pada dinding selnya. Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan bakteri terhadap lingkungan fagosom yang miskin nutrisi, hipoksia, nitrosatif dan oksidatif. Asam mikolat dan asam lemak merupakan faktor yang esensial pada resistensi Mycobacterium tuberkulosis terhadap antibiotika (Bordbar et al., 2010).
2.2.1 Patogenesis tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar bakteri tersebut menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Kritski, 2007).
menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan, bakteri tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat bakteri), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut (Kritski, 2007). . Riwayat terjadinya tuberkulosis, di dahului dengan infeksi primer,
tergantung bakteri yang masuk dan besarnya respons daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan bakteri. Meskipun demikian, ada beberapa bakteri akan menetap sebagai bakteri persisten atau dorman (tidur). Hal ini karena daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan bakteri, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Kritski, 2007).
Setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer dapat terjadi tuberkulosis pasca primer. Hal tersebut terjadi karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi human immunodefisiensi virus (HIV) atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Kritski, 2007).
Komplikasi pada penderita tuberkulosis, terutama terjadi pada stadium lanjut, antara lain, adalah : hemoptisis yang berat, bronkiektasis, fibrosis paru, pneumotoraks spontan, dan penyebaran infeksi ke organ lain. Lebih dari 50 % penderita tuberkulosis akan meninggal dalam jangka waktu 5 tahun tanpa pengobatan, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO, 1996).
demikian penularan tuberkulosis di masyarakat akan meningkat pula (Aditama, 2007).
2.2.2 Gejala Klinis infeksi tuberkulosis paru
Gejala umum tuberkulosis, batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih, gejala lain yang sering dijumpai ialah dahak purulen bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam lebih dari sebulan. Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan adanya penarikan organ lain ke daerah yang sakit, misalnya trakea. Fosa supra dan infraklavikuler menjadi cekung, ruang antar iga menyempit dan gerakan pernafasan menurun. Pada palpasi ditemukan adanya gerakan pernafasan yang menurun, fremitus raba yang meningkat. Perkusi, suara ketok menurun. Pada auskultasi, terdengar suara nafas dengan intensitas yang menurun dan suara nafas bronkial atau bronko vesikuler (Rai dkk, 2005).
2.2.3 Pengobatan tuberkulosis
Pengobatan anti tuberkulosis terbagi atas 2 fase yaitu fase intensif selama 2-3 bulan dan fase lanjutan selama 4-7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan (Rai dkk, 2005).
kapreomisin, sikloserin, PAS, thioamides (ethionamide dan prothionamide) derivat rifampisin dan INH (Rai dkk, 2005).
Pengembangan pengobatan tuberkulosis paru sangat penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari multidrug resistant tuberculosis (MDR TB). WHO menyarankan untuk mengganti obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan tuberkulosis primer. Keuntungan kombinasi dosis tetap adalah: penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal, peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja, peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar, perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit, menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi (WHO, 2010).
2.3. Respons Imun terhadap Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis berawal dari inhalasi bakteri Mycobacterium tuberculosis ke dalam alveoli paru. Bakteri berikatan dengan reseptor fagosit yang terdapat diberbagai sel seperti alveolar makrofag, sel dendritik dan monosit yang masuk dari pembuluh darah. Makrofag dan sel dendritik mengkespresikan reseptor fagosit dan toll like receptors (TLR). Ikatan spesifik antara TLR dengan patogen akan menciptakan sebuah signal transduksi pada host. Sinyal
ini akan mengaktifkan NF-kβ, selanjutnya akan menginduksi sitokin dan
hasil keluaran infeksi Mycobacterium tuberculosis (Bhat et al., 2007). Bila seseorang terpapar bakteri tersebut maka keluaran penyakit tergantung respons imun individu tersebut, seperti yang digambarkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kemungkinan luaran bila individu terpapar Mycobacterium tuberculosis (Bhatt et al.,2007).
Meskipun makrofag merupakan target utama untuk infeksi M. tuberkulosis tetapi berbagai sel juga berperan pada perkembangan penyakit.
Neutrofil adalah sel pertama yang dimobilisasi ke tempat dimana agen patogen masuk ke dalam tubuh atau ketika dipicu oleh sinyal inflamasi. Sel tersebut mempunyai mekanisme mikrobisidal yang tergantung oksigen dan mampu membentuk “neutrofil ekstraseluler trap” (Urban, 2006).
Pada penelitian infeksi tuberkulosis pada hewan, neutrofil dapat dideteksi pada awal infeksi dan memegang peranan mengontrol pertumbuhan mikobakterium tetapi sampai saat ini kemampuan neutrofil dalam membunuh bakteri tersebut masih diragukan (Pedrosa, 2000; Fulton, 2002). Kemungkinan peranan neutrofil dalam infeksi tuberkulosis adalah melalui produksi kemokin yang menginduksi terbentuknya granuloma dan bertindak sebagai sel penyaji Mycobacterium tuberculosis kepada makrofag. Jadi,
Imunitas didapat
cacat Infeksi <10%
Imunitas alami rendah
Imunitas alamirendah Imunitas didapat Infeksi laten
keterlibatan neutrofil ada pada proses patogenesis bukan pada proteksi host (Keller, 2006).
Sel mast adalah sel efektor yang memegang peranan pada reaksi alergi dan perkembangan sel Th2. Mereka dapat ditemukan pada mukosa respirasi, gastrointestinal, traktus urinarius, pembuluh darah dan pembuluh limfe. Sel mast mengekspresikan reseptor terhadap IgE dan interaksi antara IgE dan reseptor pada permukaan sel mast menyebabkan sel tersebut mensekresi berbagai molekul seperti berbagai mediator dan mediator untuk sintesa “de Novo”. Berbagai mediator tersebut antara lain: histamin, triptose, kimase, karboksipeptidase dan heparin. Mediator pada sintesis de Novo adalah leukotrien C4, prostaglandin D2, faktor agregasi platelet, TNF-α, TGF-β, FGF-2, IL-4, IL-5, IL-8 (Turner,1999; William, 2000; Sayama, 2002). Selain interaksi antara IgE dengan antigen, agen lain dapat menginduksi aktivasi sel mast dan pelepasan sitokin. Produk mikroba juga menstimulasi sel mast melalui TLR-2 dan TLR-4 (Pando et al., 2007).
Sel mast di paru memegang peran dasar untuk pertahanan terhadap mikobakteria. Sebuah studi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah sel mast dan granulasinya pada binatang percobaan yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kehadiran sel mast juga dibuktikan di
duodenum dan ileum sapi yang diinfeksi dengan para tuberkulosis. Penelitian lain menunjukkan bahwa interaksi antara sel mast dengan Mycobacterium tuberculosis melalui CD48. Interaksi ini memicu pelepasan mediator seperti
Protein dari Mycobacterium tuberculosis yaitu Mycobacterium tuberculosis secreted antigen (MTSA-10) dan protein 6kDa early secretory
antigenic target (ESAT-6) mempunyai kontribusi untuk mengaktifkan
makrofag, sel dendritik dan juga sel mast untuk melepaskan mediator pro inflamasi (Pando et al., 2007).
Makrofag dianggap sebagai sel utama pada terjadinya infeksi tuberkulosis. Makrofag alveolar mempunyai peranan esensial untuk mengeliminasi organisme yang masuk ke dalam saluran napas. Makrofag merupakan sel yang pertama yang berinteraksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Interaksi awal antara bakteri dengan makrofag adalah melalui reseptor yang disebut Fc, komplemen, manose, protein surfaktan, dan CD43. Meskipun belum diketahui secara pasti jika bakteri berinteraksi dengan salah satu atau lebih reseptor tersebut tetapi secara invitro diketahui bahwa respons makrofag tergantung pada interaksi antara makrofag dengan salah satu reseptor. Interaksinya dengan Fc reseptor meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) dan menyebabkan fusi antara fagosom yang
Tanpa memperhatikan reseptor yang berinteraksi dengan bakteri telah diteliti bahwa keberadaan kolesterol di membran sel merupakan molekul esensial untuk proses internalisasi bakteri. Dipercaya bahwa kolesterol seluler bekerja sebagai titik berlabuh dari bakteri dan sebagai stabilisator untuk berikatan dengan membran makrofag kemudian bakteri akan mudah ditelan. Ketika bakteri masuk ke dalam makrofag secara umum masuk ke dalam fagosom. Struktur ini diperoleh dari membran plasma dan kehadiran berbagai reseptor permukaan. Mycobacterium tuberculosis mampu menghalangi proses ini. Hambatan ini tergantung pada sebuah proses aktif yang diinduksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang hidup karena bakteri mati dapat mudah ditemukan di lisosom. Vakuol di mana didalamnya terdapat bakteri, memiliki morfologi yang berbeda yang disebut early endosomal compartemen marker diganti menjadi karakter late endosom. Fagosom
Mycobacterium tuberculosis mempunyai petanda awal seperti Rab5 dan
Rab14 GTPase dan tidak ada molekul Rab7. Sebuah penemuan yang konsisten dengan blokade proses maturasi dari early menjadi late endosom (Pando et al., 2007).
Gambar 2.4 Proses fagositosis pada infeksi Mycobacterium tuberculosis (a) Proses maturasi fagosom, (b) Blokade fagolisosom oleh Mycobacaterium tuberkulosis (Kaufmann, 2001).
Karakteristik lain dari fagosom Mycobacterium tuberculosis adalah terbatasnya asidifikasi. Secara normal transport berbagai bahan menuju endosom membutuhkan medium asam untuk mengaktifkan kerja dari vesicular proton-pump adenosine triphosphatase (V-ATPase) pada late
endosom. Jadi penurunan asidifikasi akan menghasilkan konsentrasi
V-ATPase rendah atau nol di dalam fagosom yang mengandung mikobakterium. Lebih jauh lagi bahwa fagosom tersebut tidak dapat berhubungan dengan iNOS. Ketidakmampuan fagosom menjadi matur karena adanya protein tryptophan aspartate coat protein (TACO) pada fagosom. Pada sebuah
penelitian telah dibuktikan bahwa sel dengan defisiensi TACO yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis mampu membentuk fagosom yang matur dan dapat melakukan fusi dengan lisosom membentuk fagolisosom, sehingga sel mampu mengeliminasi bakteri. Hal ini membuktikan bahwa molekul tersebut sangat penting pada mekanisme pertahanan hidup dari mikobakterium. Hambatan maturasi fagososom oleh Mycobacterium tuberculosis mungkin juga dikendalikan oleh sitokin seperti IFN-γ dan
TNF-α, karena kedua sitokin tersebut merangsang mekanisme mikrobisidal termasuk produksi oksigen reaktif dan nitrogen intermediate. Peran proteksi dari nitrogen intermediate telah didemonstrasikan pada berbagai model tikus yang berbeda. Tetapi peranan oksigen reaktif dan hidrogen peroksida masih belum sepenuhnya diketahui (Chan, 1992).
Sel lain yang penting pada respons imun alami tubuh terhadap Mycobacterium tuberculosis adalah sel dendritik. Sel dendritik jelas terlibat
makrofag, mereka tinggal dan replikasi di fagosom. Sel dendritik baik di darah maupun di jaringan paru ditemukan dalam jumlah besar (Sturgill-Koszyki, 1994; Pedroza et al., 2004)
Sel dendritik mengenali, menangkap, memproses antigen dan dipresentasikan oleh molekul MHC melalui CD1. Sel dendritik mengikat antigen melalui reseptor C-type Lectin dan reseptor Fcγ/Fcε dan ditelan melalui endositosis. Endositosis Mycobacterium tuberculosis dibawa keluar melalui reseptor C-type Lectin yang disebut dendritic cell specific interceluller adhesion molecule grabing non integrin (DC-SIGN) (Geijtenbeek, 2003; Tailleux, 2003). Molekul ini akan berinteraksi dengan mannose capped LAM, sebuah komponen dinding sel bakteri. Sel dendritik yang ditemukan dari pembuluh darah perifer dan sel dendritik imatur dari monosit mengekspresikan TLR-2 dan TLR-4, 2 macam toll receptor yang nampaknya berinteraksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Diasumsikan bahwa respons imun pertahanan mungkin diinduksi melalui sinyal ini. Interaksi antara mannose-LAM dengan DC-SIGN menginduksi IL-10. 19-kDa Mycobacterium tuberculosis lipoprotein dan TLR-2 menginduksi IL-12, TNF-α, IL-6. Ketika
menyebutkan bahwa maturasi sel dendritik tidak hanya dengan peningkatan sintesis MHC I dan II, tetapi juga melalui ekspresi dari molekul ko stimulasi seperti CD80 dan CD86 dan produksi IL-12 (Pando et al., 2007).
Dilaporkan bahwa ketika sel dendritik yang berasal dari monosit diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, kemampuan mereka menghadirkan antigen lipid gagal dan ekspresi CD 1 turun. Komponen dinding sel Mycobacterium tuberculosis yang menghambat maturasi sel dendritik adalah lipopolisakarida. Peningkatan virulensi bakteri berhubungan dengan ketidakmampuan maturasi dari sel dendritik. Pada respons pertahanan imun, sel dendritik menginduksi maturasi sel Th1 yang mensekresi sitokin IL-12, IL-8, IL-23 dan mungkin IFN α dan β bukan IFNγ. Sel Th1 memperluas responsnya terhadap antigen BCG yang dipresentasikan oleh sel dendritik di kelenjar getah bening dan migrasi menuju tempat infeksi dimana mereka melepaskan IFNγ yang akan mengaktifkan makrofag lokal yang mengontrol replikasi bakteri (Kadowaki, 2001; Wozniak, 2006).
mereka tidak punya peran esensial untuk pertahanan tubuh inang (Junqueira-Kipnis, 2003). Sel NK pada manusia telah ditunjukkan mempunyai kemampuan meningkatkan sitotoksisitas makrofag yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Mereka juga mengoptimalkan kemampuan sel
CD8+ untuk memproduksi IFN-γ dan melisis sel yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis kemudian menggabungkan respons imun alami
menuju adaptif (Vankalayapati et al., 2002; Vankalayapati et al., 2004). Defensin adalah peptida antimikroba endogen. Terdiri dari 30-50 asam amino pada mieloid dan sel epitel semua spesies hewan. Mereka menunjukkan fungsi antibakteri, antifungi dan antiviral. Molekul diklasifikasikan pada α, β, θ defensin berdasarkan posisi residu sistein dan jumlah ikatan disulfur. Pada sel fagosit, defensin menunjukkan destruksi komponen mikroorganisme
tergantung metabolisme O2. Diduga peptida ini memecah membran berbagai
mikroorganisme dan beberapa mampu menembus membran sitoplasma dan masuk ke dalam sel yang terinfeksi. Pada makrofag manusia sampai sekarang belum diketahui apakah memiliki defensin tetapi pada neutrofil terdapat
human neutrofil defensin peptides (HNP1, HNP2, HNP3) ditemukan aktif
melawan M.avium intraseluler dan Mycobacterium tuberculosis. Secara invitro, α-defensin dari neutrofil manusia secara langsung menarik sel T CD4+/CD45RA+, CD8+ dan sel dendritik. Ekspresi β-defensin 2 dan 3 diinduksi oleh IL-1, TNF-α, TLR mengenali bakteri dan fungi. β-defensin manusia merupakan kemoaktran untuk CD β-defensin4+/CD45RA+ melalui CCR6 (Pando et al., 2007).