• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Laboratorium Farmasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Laboratorium Tuberkulosis Lembaga Penyakit Tropik Universitas Airlangga, dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

4.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 9 bulan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Nopember 2011.

4.6. Prosedur Penelitian

4.6.1 Ekstraksi dan Identifikasi herba Centella asiatica

Ekstraksi herba Centella asiatica dilakukan dengan cara maserasi. Herba Centella asiatica adalah keseluruhan tanaman diatas tanah yang diambil dari Balai Materia Medica, Batu, Malang. Sebanyak 20 kg tanaman basah dikeringkan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. Bahan yang sudah kering dihaluskan dengan mesin penggiling dan diayak dengan pengayak. Serbuk yang dihasilkan ditampung dan dilakukan ekstraksi.

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi yaitu dengan merendam serbuk herba Centella asiatica dalam pelarut etanol 70%. Serbuk direndam di

dalam benjana tertutup selama 24 jam pada suhu kamar sambil sering diaduk. Rendaman disaring dengan menggunakan penyaring buchner dan vakum ekstraktor. Filtrat dikumpulkan dan residu direndam kembali dengan pelarut etanol 70% yang baru. Proses ekstraksi dilakukan sampai senyawa terpenoid yang terkandung didalam ekstrak herba Centella asiatica tidak terdeteksi lagi dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Filtrat hasil maserasi kemudian diuapkan dengan menggunakan rotavapour sampai didapatkan ekstrak kental. Sisa pelarut dalam ekstrak kental diuapkan dalam lemari asam. Hasilnya disebut dengan ekstrak etanol herba Centella asiatica. Identifikasi kandungan terpenoid dari ekstrak etanol herba Centella asiatica dilakukan dengan metode KLT. Ekstrak herba etanol Centella asiatica diambil secukupnya dan ditetesi dengan etanol, diaduk sampai larut. Larutan tersebut ditotolkan dengan menggunakan pipet kapiler pada fase diam yaitu kiesel gel GF 254. Fase diam dikeringkan dan setelah kering, direndam pada fase gerak (eluen) yaitu kombinasi antara n-hexana - etil asetat (4:1). Keberadaan senyawa terpenoid ditunjukkan adanya noda warna merah keunguan dengan penampak noda anisaldehida asam sulfat. Senyawa terpenoid juga dideteksi dengan menggunakan sinar uv vis (λ=365 nm).

4.6.2 Model infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tikus

Tikus dipelihara dalam kabinet BSL di FKH Unair dan diberi makanan dan minuman ad libitum. Tikus diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis melalui trakea. Tikus dibius terlebih dahulu sebelum diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Obat anestesi yang digunakan adalah ketamin HCl dan obat anestesi yang digunakan untuk pemeliharaan selama tindakan pembedahan adalah ether. Ketamin HCl diberikan kepada tikus secara injeksi

intramuskular. Dosis ketamin adalah 50 mg/KgBb dan pada dosis tersebut tidak menimbulkan efek toksik (Kusumawati, 2004). Tikus difiksasi terlentang dan dibuat insisi pada leher sepanjang 0,5-1 cm, setelah terlihat trakea, suspensi bakteri diinjeksikan ke dalam trakea. Dosis Mycobacterium tuberculosis adalah 108/ml, diinjeksikan ke trakea sebanyak 50μl. Luka insisi dijahit dan diberi betadin (Panduro et al., 1998; Adolfo et al., 2006; Rodrigues et al., 2009). Tikus dibiarkan pada posisi kepala lebih tinggi dan diamati sampai sadar kembali.

Pada hari ke-29 setelah infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, tikus pada kelompok 5 dibunuh untuk membuktikan adanya infeksi tuberkulosis pada jaringan paru tikus. Jaringan paru kiri diambil secara aseptik dan dikultur pada media Middlebrook 7H10, sedangkan paru bagian kanan dimasukkan ke dalam formalin buffer 10% untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan menggunakan pewarnaan HE (Dormans et al., 2004).

4.6.3 Perlakuan

Pemberian ekstrak etanol herba Centella asiatica pada kelompok perlakuan dimulai pada hari ke-29 setelah infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Tikus pada kelompok 1 memperoleh ekstrak etanol herba Centella asiatica dosis 375 mg/KgBB, kelompok 2 memperoleh ekstrak etanol herba Centella asiatica dosis 750 mg/KgBB, kelompok 3 memperoleh ekstrak etanol herba Centella asiatica dosis 1500 mg/KgBB. Ekstrak diberikan secara peroral dengan menggunakan sonde, satu kali sehari, selama 14 hari. Tikus pada kelompok 4 yaitu kelompok kontrol memperoleh suspensi CMC Na 1%

dalam aquadestilata yang diberikan secara peroral dengan menggunakan sonde, satu kali sehari, selama 14 hari.

Pada hari ke-15 setelah perlakuan, baik tikus pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dibunuh dan diambil organ paru untuk dilakukan pemeriksaan. Jaringan paru kiri diambil secara aseptik dan dikultur pada media Middlebrook 7H10, sedangkan paru bagian kanan dimasukkan ke dalam formalin buffer 10% untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia.

4.6.4 Pemeriksaan

4.6.4.1 Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode imunohistokimia. Sediaan ditempatkan pada rak pengecatan, dilakukan deparafinisasi dengan xylol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Hidrasi preparat dengan alkohol absolut selama 5 menit, alkohol 96% selama 5 menit dan alkohol 80% selama 5 menit. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali selama 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi primer yaitu anti mouse monoclonal antibody Bcl-2 selama 1-2 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi sekunder selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan strepatavidin selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Ditetesi dengan kromogen diamino benzidine tetrahydrochlorida (DAB) selama 15 menit. Dicuci

dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan counterstain dengan Meyer’s Hematoxylin selama 5 menit. Dicuci dengan air mengalir atau aquadest selama 10 menit. Preparat dikeringkan, mounting dengan entelan dan kaca penutup.

4.6.4.2 Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode imunohistokimia. Sediaan ditempatkan pada rak pengecatan, dilakukan deparafinisasi dengan xylol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Dilakukan hidrasi dengan alkohol absolut selama 5 menit, alkohol 96% selama 5 menit dan alkohol 80% selama 5 menit. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali selama 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi primer rabbit Ig G Bax antibody (species reactivity to rat and mouse) selama 1-2 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi sekunder selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan strepatavidin selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Ditetesi dengan kromogen Diamino Benzidine Tetrahydrochlorida (DAB) selama 15 menit. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan counterstain dengan Meyer’s Hematoxylin selama 5 menit. Dicuci dengan air mengalir atau aquadest selama 10 menit. Preparat dikeringkan, mounting dengan entelan dan kaca penutup.

4.6.4.3 Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Caspase 8 sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode imunohistokimia. Sediaan ditempatkan pada rak pengecatan, dilakukan deparafinisasi dengan xylol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Dilakukan hidrasi dengan alkohol absolut selama 5 menit, alkohol 96% selama 5 menit dan alkohol 80% selama 5 menit. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali selama 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi primer rabbit IgG caspase 8 antibody selama 1-2 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi sekunder selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan strepatavidin selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Ditetesi dengan kromogen Diamino Benzidine Tetrahydrochlorida (DAB) selama 15 menit. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan counterstain dengan Meyer’s Hematoxylin selama 5 menit. Dicuci dengan air mengalir atau aquadest selama 10 menit. Preparat dikeringkan, mounting dengan entelan dan kaca penutup.

4.6.4.4 Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap apoptosis sel alveolar makrofag di jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis

Preparat yang akan diperiksa dilakukan deparafinisasi dengan menggunakan xylol 1, xylol 2, xylol 3 masing selama 5 menit. Proses dilanjutkan dengan pencucian dengan menggunakan alkohol absolute

sebanyak 2 kali selama 5 menit, alkohol 96% selama 3 menit, alcohol 70% selama 3 menit. Selanjutnya cuci dengan aquadest dan phosphate buffer saline (PBS). Setelah proses deparafinisasi selesai, dilanjutkan dengan praperlakuan dengan tujuan untuk menghilangkan protein. Preparat ditambah dengan enzim trypsin 0,025% selama 5 menit, kemudian dicuci dengan PBS, tambahkan H2O2 3% selama 10 menit dan dicuci lagi dengan PBS. Inkubasi dengan antibodi spesifik (antibodi primer) dan dicuci dalam PBS. Lakukan prosedur sesuai dengan sistem deteksi yang digunakan. Dilakukan pewarnaan dan analisis secara mikroskopis.

4.6.4.5 Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis pada sel alveolar makrofag di jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan metode imunohistokimia. Sediaan ditempatkan pada rak pengecatan, dilakukan deparafinisasi dengan xylol sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Dilakukan hidrasi dengan alkohol absolut selama 5 menit, alkohol 96% selama 5 menit dan alkohol 80% selama 5 menit. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali selama 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi primer polyclonal antibody to Mycobacterium tuberculosis selama 1-2 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan antibodi sekunder selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan inkubasi dengan strepatavidin selama 1 jam dalam suhu kamar. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Ditetesi dengan

kromogen Diamino Benzidine Tetrahydrochlorida (DAB) selama 15 menit. Dicuci dengan PBS 3 kali 2-3 menit. Dilakukan counterstain dengan Meyer’s Hematoxylin selama 5 menit. Dicuci dengan air mengalir atau aquadest selama 10 menit. Preparat dikeringkan, mounting dengan entelan dan kaca penutup.

4.6.4.6 Pemeriksaan efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap jumlah

Mycobacterium tuberculosis H37Rv dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis

Tikus yang sudah dieuthanasia, diambil jaringan paru secara aseptik dan ditimbang. Bagian paru kiri dihaluskan dan dilakukan pengenceran dengan penambahan larutan normal salin steril. Seratus mikroliter dari larutan tersebut diambil dan ditanam di media Midllebrook 7H10 selama 3 minggu. Setelah 3 minngu, dihitung jumlah bakteri CFU/ml/gram jaringan (Forbes et al., 2007).

4.6.4.7 Pemeriksaan efek ekstrak etanol herba Centella asiatica pada kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis Paru bagian kanan akan dibuat histopatologi dengan pengecatan HE untuk mengetahui kerusakan jaringan (Sheshagiri et al., 2010). Paru kanan difiksasi dalam larutan formaldehyde 10% dalam PBS selama 2 hari kemudian direndam dalam paraffin dan pemotongan dilakukan sepanjang daerah terluas dari tiap lobus, hal ini dilakukan terhadap semua jaringan paru yang diperiksa sehingga semua jaringan paru mencit diperiksa pada daerah yang sama. Potongan setebal 5µm terpisah setiap 100 µm. Untuk pemeriksaan skor jaringan sediaan diwarnai dengan pengecatan HE.

Skor yang digunakan untuk menilai kerusakan jaringan paru tikus pada penelitian ini berdasarkan skor dari Dormans. Penilaian kerusakan berdasarkan parameter histopatologi : peribronkiolitis, perivaskulitis, alveolitis dan pembentukan granuloma. Peribronkiolitis adalah keradangan pada bronkioli. Perivaskulitis adalah keradangan pada pembuluh darah. Alveolitis adalah keradangan pada jaringan alveoli. Granuloma adalah agregat seluler yang merupakan tanda khas dari infeksi tuberkulosis. Secara semikuantitatif tiap parameter dinilai dengan tidak ada (0), minimal, apabila infiltrasi sel radang berupa sel polimorfonuklear(1), ringan, apabila infiltrasi sel radang didominasi oleh sel mononuklear dengan ketebalan < 5 µm (2), sedang, apabila infiltrasi sel radang didominasi oleh sel mononuclear dengan ketebalan 5-10 µm (3), kuat, apabila apabila infiltrasi sel radang didominasi oleh sel mononuclear dengan >10 µm (4) dan berat, apabila infiltrasi sel radang didominasi oleh sel mononuklear dan terdapat kerusakan struktur (5) (Dormans, 2004).

Tabel 4.1 Skala Dormans (Dormans et al., 2004)

Peribronkiolitis

Skor Identifikasi

0 Tidak terdapat sel inflamasi pada dinding bronkiolus

1 Terdapat sel inflamasi dominan polimorfonuklear pada dinding bronkiolus

2 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding bronkiolus, ketebalan < 5 µm

3 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding bronkiolus, ketebalan 5 - 10 µm

4 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding bronkiolus, ketebalan >10 µm

Perivaskulitis

Skor Identifikasi

0 Tidak terdapat sel inflamasi pada dinding kapiler

1 Terdapat sel inflamasi dominan polimorfonuklear pada dinding kapiler

2 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding kapiler, ketebalan < 5 µm

3 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding kapiler, ketebalan 5 - 10 µm

4 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding kapiler, ketebalan >10 µm

5 Terdapat sel inflamasi dan kerusakan endotel kapiler

Alveolitis

Skor Identifikasi

0 Tidak terdapat sel inflamasi pada dinding alveoli

1 Terdapat sel inflamasi dominan polimorfonuklear pada dinding alveoli

2 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding alveoli, luas,10%

3 Terdapat sel inflamasi dominan mononuklear pada dinding alveoli, luas >10%

4 Terdapat sel inflamasi peradangan intraalveoli <10% 5 Terdapat sel inflamasi peradangan intraalveoli >10%

Granuloma

Skor Identifikasi

0 Tidak terdapat Granuloma

1 terdapat Granuloma diameter < 100 µm

2 terdapat Granuloma diameter 100 – 200 µm, jumlah < 2 buah 3 terdapat Granuloma diameter 100 – 200 µm, jumlah ≥ 2 buah 4 terdapat Granuloma diameter > 200 µm, jumlah < 2 buah 5 terdapat Granuloma diameter > 200 µm, jumlah ≥ 2 buah

4.6.5 Alur Penelitian

Gambar 4.2. Skema alur penelitian.

Keterangan : EECA = ekstrak etanol herba Centella asiatica CMC Na = carboxy methyl cellulosa natrium

4.7. Analisis Data

Data yang dihasilkan dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians. Untuk komparasi dilakukan uji ANAVA. Data kerusakan jaringan dilakukan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan Mann-Whitney U. Untuk tujuan korelasi dilakukan analisis jalur dan korelasi dari Spearman.

4.8. Kelaikan Etik

Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik penelitian Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Tikus diinfeksi dg

M.tuberculosis

H37Rv

Tikus dikelompokkan secara acak ke dalam 5 kelompok 35 ekor tikus diaklimatisasi selama 1 mgg

Suspensi CMC Na 1% Setelah 4 minggu EECA 375mg/Kg BB EECA 1500mg/K g BB EECA 750mg/Kg BB Perlakuan Ekstrak diberikan satu kali sehari selama 14 hari

Tikus dieuthanasia diambil paru kiri untuk dilakukan pemeriksaan jumlah M.tbc CFU/ml dan jaringan paru kanan dilakukan preparai PA untuk dilakukan pengecatan HE untuk pemeriksaan kerusakan jaringan dan

pemeriksaan imunohistokimia yaitu: apoptosis, caspase-8,protein Bax dan BCl-2

Tikus dibunuh untuk pemeriksaan model infeksi tuberkulosis Tikus diinfeksi dg M.tuberculosis H37Rv Tikus diinfeksi dg M.tuberculosis H37Rv Tikus diinfeksi dg M.tuberculosis H37Rv Tikus diinfeksi dg M.tuberculosis H37Rv

BAB 5

HASIL DAN ANALISIS

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental pada hewan coba tikus tentang efek dan mekanisme ekstrak etanol herba Centella asiatica pada apoptosis sel makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis terhadap ekspresi protein Bcl-2, protein Bax, Caspase-8, antigen Mycobacterium tuberculosis, jumlah Mycobacterium tuberculosis dan kerusakan jaringan paru tikus. Data yang diperoleh dari penelitian dilakukan analisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.

5.1. Hasil Ekstraksi dan identifikasi herba Centella asiatica

Telah dilakukan ekstraksi secara maserasi terhadap 2 kg serbuk kering Centella asiatica yang menghasilkan 551 gram ekstrak kental.

Berdasarkan identifikasi menggunakan KLT menunjukkan bahwa pada ekstrak alkohol herba Centella asiatica nampak noda berwarna merah keunguan dengan penampak noda anisaldehide-asam sulfat. Eluen yang digunakan pada KLT adalah kombinasi antara n- hexana dan etil asetat dengan perbandingan n- hexane 4 : etil asetat 1. Noda yang tampak pada kiesel gel apabila dilihat dengan sinar uv vis dengan panjang gelombang 365 nm menunjukkan warna biru terang dan oranye terang dan oranye gelap (gambar 5.1). Warna noda tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica mengandung senyawa terpenoid.

(a) (b)

5.2. Hasil Model Infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis pada tikus.

Hasil model infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tikus setelah minggu ke-4 menunjukkan adanya kerusakan jaringan paru tikus. Hasil pemeriksaan histopatologi kerusakan jaringan paru tikus dinilai berdasarkan skor Dorman yaitu peribronkiolitis, perivaskulitis, alveolitis dan granuloma menunjukkan tingkat kerusakan ringan sampai sedang. Peribronkiolitis yaitu infiltrasi sel radang campuran antara polimorfonuklear (PMN) dan makrofag pada dinding bronkiolus dengan ketebalan > 10 um yang didominasi sel makrofag, tanpa disertai kerusakan epitel bronkiolus menunjukkan skor 4 (gambar 5.2 a). Pada perivaskulitis menunjukkan adanya infiltrasi sel radang pada pembuluh darah merupakan campuran antara PMN dan makrofag dimana PMN lebih dominan.

Gambar 5.1 Hasil KLT ekstrak etanol Centella asiatica. (a) Noda bewarna merah keunguan dengan penampak noda anisaldehide-asam sulfat menunjukkan senyawa terpenoid (b) Noda berwarna biru terang, oranye terang dan oranye gelap dengan sinar uv vis dengan panjang gelombang 365 nm menunjukkan senyawa terpenoid.

Senyawa

Alveolitis adalah keradangan pada jaringan alveoli yang ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang tanpa kerusakan dinding alveoli atau struktur alveoli. Gambaran tersebut menunjukkan alveolitis dengan skor 3 (gambar 5.2 c). Granuloma yang ditunjukkan pada gambar 5.2.(d) merupakan ciri khas infeksi tuberkulosis dan penilaian berdasarkan skor Dorman adalah 1.

Gambar 5.2 Histopatologi kerusakan jaringan paru tikus pada minggu ke-4 setelah infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Gambar diatas menunjukkan kerusakan jaringan paru dengan parameter: peribronkiolitis dengan skor 4 (a), perivaskulitis dengan skor 1 (b), alveolitis dengan skor 3 (c), dan granuloma dengan skor 1. Pengecatan Hematoxylin Eosin. Pembesaran 200x untuk (a), 400x untuk (b,c,d).

d c

b a

5.3. Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

Hasil pemeriksaan efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Bcl-2 pada sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis menunjukkan perbedaan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Rerata tertinggi ekspresi protein Bcl-2 pada sel alveolar makrofag ada pada kelompok kontrol yaitu 79,06 (gambar 5.3).

ha

Ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol diperiksa dengan menggunakan imunohistokimia. Ekspresi protein Bcl2 dikatakan positif jika

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Kontrol

27.83 30.47 33.83 79.06 R e ra ta e ksp re si p rot e in Bcl 2

Gambar 5.3 Rerata ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus. Kelompok tikus yang diinfeksi dengan M. tuberculosis yang mendapat ekstrak etanol herba Centella asiatica 375mg/KgBB (Dosis 1), 750mg/KgBB (Dosis 2), 1500 mg/KgBB (Dosis 3). Kontrol adalah kelompok tikus terinfeksi M. tuberculosis yang tidak memperoleh ekstrak.

sitoplasma sel alveolar makrofag yang berwarna coklat, sedangkan ekspresi protein Bcl-2 negatif apabila sitoplasma sel alveolar tidak berwarna (gambar 5.4). Pada gambar tersebut terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol, menunjukkan jumlah sel alveolar makrofag dengan ekspresi protein Bcl-2 positif yang tinggi.

Gambar 5.4. Ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag jaringan paru tikus. Gambar diatas menunjukkan efek ekstrak etanol herba Centella asiatica 375 mg/Kgbb(a), 750mg/Kgbb (b), 1500mg/Kgbb (c), dan kelompok kontrol (d) terhadap ekspresi Bcl-2. Diperiksa dengan menggunakan imunohistokimia. Sitoplasma sel yang berwarna coklat menunjukkan ekspresi protein Bcl2 positip (panah kuning) sedangkan yang tidak berwarna menunjukkan hasil negatip (panah merah). Jumlah ekspresi protein Bcl-2 tertinggi ada pada kelompok kontrol. Pembesaran 400x.

a b

Tabel 5.1 Perhitungan statistik ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum)

Kelompok x SD Minimum Maksimum

375mg/Kgbb 29,7a 9,7 12,2 38,8

750mg/Kgbb 30a 11,9 20,4 55,2

1500mg/Kgbb 33,8a 25,7 10 81,4

Kontrol 79,2b 47,2 27,6 168,2

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna.

Sebelum dianalisis data diuji dengan uji normalitas one sample Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas. Data berdistribusi normal dan homogen. Setelah dilakukan analisis varian dan dilanjutkan dengan multiple comparasion (α=0,05) didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok dosis 375 mg/KgBB dengan kelompok kontrol (p=0,016), antara kelompok dosis 750 mg mg/KgBB dengan kontrol (p=0,008) dan dosis 1500 mg/KgBB dengan kontrol (p=0,037).

5.4. Hasil Pemeriksaan Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

Hasil pemeriksaan efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis menunjukkan perbedaan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Rerata tertinggi ekspresi protein Bax pada sel alveolar makrofag pada kelompok yang memperoleh ekstrak etanol herba Centella asiatica dosis 750mg/Kgbb yaitu 98,3 (gambar 5.5).

Ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag dari jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol diperiksa dengan menggunakan imunohistokimia. Ekspresi protein Bax dikatakan positif jika sitoplasma sel alveolar makrofag berwarna coklat, sedangkan ekspresi protein Bax negatif apabila sitoplasma sel alveolar tidak berwarna (gambar 5.6). Pada gambar tersebut terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok yang memperoleh ekstrak etanol herba Centella asiatica 750mg/KgBB menunjukkan jumlah sel alveolar makrofag dengan ekspresi protein Bax positif yang tinggi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Kontrol

51.51 98.03 52.97 53.03 R e ra ta e ksp re si p rot e in Ba x

Gambar 5.5 Rerata ekspresi protein Bax sel alvelolar makrofag pada jaringan paru tikus. Kelompok tikus yang diinfeksi dengan M. tuberculosis yang mendapat ekstrak etanol herba Centella asiatica 375mg/KgBB (Dosis 1), 750mg/KgBB (Dosis 2), 1500 mg/KgBB (Dosis 3). Kontrol adalah kelompok tikus terinfeksi M. tuberculosis yang tidak memperoleh ekstrak.

Tabel 5.2 Perhitungan statistik ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag jaringan paru tikus antara kelompok perlakuan dan kontrol (rerata (x), simpangan baku (SD) nilai minimum dan maksimum)

Kelompok x SD Minimum Maksimum

375mg/Kgbb 51,3a 19,6 26 77

750mg/Kgbb 98,1b 7,8 86,8 109,2

1500mg/Kgbb 53a 34,1 30,6 120,8

Gambar 5.6 Ekspresi protein Bax dari sel alveolar makrofag jaringan paru tikus. Gambar diatas menunjukkan efek ekstrak etanol herba Centella asiatica 375 mg/Kgbb(a), 750mg/Kgbb (b), 1500mg/Kgbb (c), dan kelompok kontrol (d) terhadap ekspresi Bax. Diperiksa dengan menggunakan imunohistokimia. Sitoplasma sel yang berwarna coklat menunjukkan ekspresi protein Bax positip (panah kuning) sedangkan yang tidak bewarna menunjukkan hasil negatip (panah merah). Jumlah ekspresi protein Bax tertinggi ada pada kelompok yang memperoleh ekstrak etanol herba Centella asiatica 750mg/KgBB. Pembesaran 400x.

Kontrol 53a 23,6 30,4 90,6

Dokumen terkait