• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Apoptosis

2.4.3 Protein Bax dan Bcl-2

Protein Burkitt’s Cell Lymphoma (Bcl)-2 adalah anggota dari keluarga protein Bcl. Keluarga protein bcl dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan domain Bcl homolog (BH) yang dimilikinya. Kelompok pertama adalah kelompok yang mempunyai domain BH1, BH2, BH3 dan BH4. Protein tersebut yaitu Bcl-2, Bcl-XL dan Mcl-1. Kelompok protein tersebut berfungsi untuk menghambat apoptosis dan disebut sebagai antiapoptosis. Kelompok kedua adalah kelompok yang mempunyai domain BH1, BH2 dan BH3, yaitu Bax dan Bak. Protein tersebut mempunyai fungsi untuk menginduksi apoptosis sehingga disebut proapoptosis. Kelompok ketiga adalah kelompok yang hanya mempunyai domain BH3, yaitu protein tBid, Bim dan Puma. Protein tersebut

berfungsi menginduksi apoptosis dan disebut sebagai proapoptosis (Shore et al., 2008; Yao et al., 2009).

Salah satu mekanisme respons suatu sel terhadap sinyal apoptosis adalah melalui keseimbangan antara protein antiapoptosis dan protein proapoptosis dari keluarga Bcl tersebut. Pada suatu kondisi dimana protein proapaoptosis pada sel berlebihan, maka sel tersebut menjadi lebih sensitif terhadap proses apoptosis. Demikian juga sebaliknya, apabila suatu sel memilki protein antiapoptosis yang berlimpah maka sel tersebut menjadi lebih resisten terhadap proses apoptosis. Peningkatan ekspresi protein pro apoptosis pada permukaan mitokondria merupakan kondisi y ang penting pada pembentukan permeability transition pore (Adams et al., 2007; Dash, 2009; Brenner et al., 2009).

Interaksi antara protein proapoptotik dan protein antiapoptotik mengakibatkan gangguan pada fungsi protein antiapoptotik Bcl-2 sehingga mengakibatkan terbentuknya pori pada mitokondria. Pori pada mitokindria yang terbuka menyebabkan lepasnya sitokrom-c dan protein proapoptosis yang lainnya. Sitokrom-c yang keluar dari mitokondria berinteraksi dengan molekul Apaf-1. Interaksi kedua protein tersebut akan menarik protein caspase 9 untuk membentuk komplek yang disebut dengan apotosome. Formasi apoptosome tersebut menyebabkan aktivasi protein caspase 9 dan akhirnya protein tersebut menginduksi proses apoptosis (Dash, 2009; Brenner et al., 2009).

2.4.4 Apoptosis pada tuberkulosis

Makrofag merupakan pertahanan lini pertama untuk melawan infeksi Mycobacterium tuberculosis dan memicu terjadinya respons imun seluler dari penderita. Meskipun makrofag mampu memfagositosis bakteri dan membunuhnya di dalam sel, tetapi Mycobacterium tuberculosis mempunyai

mekanisme tersendiri sehingga terhindar dari proses terebut. Hasilnya adalah interaksi yang tetap antara makrofag dan Mycobacterium tuberculosis. Makrofag mungkin membangun sarana untuk melindungi host dari bakteri tuberkulosis namun bakteri tersebut mungkin menganggu fungsi makrofag sehingga membuat bakteri mampu proliferasi dan melepaskan diri dari sel. Berbagai bukti menunjukkan bahwa proses apoptosis makrofag pada infeksi tuberkulosis memegang peranan penting pada interaksi antara host dan patogen. Diduga apoptosis pada makrofag yang terinfeksi bakteri tuberkulosis menguntungkan host dan merupakan mekanisme pertahanan yang sangat berguna (Kornfeld et al.,1999).

Beberapa peneliti membuktikan bahwa interaksi antara bakteri tuberkulosis dengan host juga tergantung dari virulensi bakteri. Bila infeksi oleh bakteri yang virulen maka akan menginduksi terjadinya nekrosis sedangkan infeksi oleh bakteri yang tidak virulen menginduksi terjadinya apoptosis (Behar et al., 2010; Kumawat et al., 2010; Maziar et al., 2010; Miller et al,. 2010; Rudel et al.,2010; Shin et al., 2010).

Gambar 2.6 Infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis virulen pada sel makrofag (Behar et al., 2010).

Pada penelitian oleh Zhang et al menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ekspresi caspase-3 antara bakteri H37Ra yang tidak virulen dibandingkan dengan H37Rv yang virulent. Makrofag yang diinfeksi oleh H37Rv terjadi penurunan apoptosis. Pada bakteri tuberkulosis virulen yang menginfeksi makrofag menyebabkan makrofag terhindar dari apoptosis. Fenomena ini menyebabkan bakteri berkembang biak di dalam makrofag dan akhirnya terjadi nekrosis. Mekanisme nekrosis ini diduga merupakan upaya bakteri untuk melepaskan diri dari sel dan masuk ke dalam medium ekstraseluler (Zhang et al., 2005; Chen et al., 2006). Hubungan antara virulensi M. tuberkulosis dan hambatan terhadap apoptosis juga telah dibuktikan pada penelitian dengan menggunakan tikus. Suatu gen tertentu pada M. tuberkulosis mampu menghambat apoptosis pada makrofag (Velmurugan et al., 2007).

Fas (APO-1/CD95) anggota dari reseptor TNF yaitu tipe-I protein membran dan FasL sebuah anggota dari keluarga TNF yaitu tipe-II protein membran. Ikatan antara Fas dan FasL menghasilkan sinyal transduksi yang menyebabkan sel mengalami apoptosis. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa M. tuberculosis mengatur sinyal Fas/FasL, diduga penurunan regulasi Fas bisa mencegah makrofag terinfeksi bakteri mengalami apoptosis dan terjadi prolong intraseluler survival. Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi FasL pada pada makrofag yang terdapat di granuloma tuberkulosis (Mustafa et al., 2001; Zhang et al., 2005).

Bcl-2 adalah molekul pengatur antiapoptosis utama yang menyelamatkan sel dari apoptosis. Pada penelitian diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi mRNA Bcl-2 pada makrofag terinfeksi H37Rv.

Peningkatan regulasi ekspresi Bcl-2 pada makrofag terinfeksi tuberkulosis mengijinkan M. tuberkulosis untuk terus berkembang intraseluler pad awal fase dan pada fase lanjut akan menyebabkan nekrosis makrofag sehingga bakteri akan menginfeksi jaringan sekitarnya (Zhang et al., 2005; Rodrigues et al., 2009). Penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya bahwa terjadi peningkatan regulasi Bcl-2 pada tikus yang diinfeksi dengan M. tuberkulosis. Interaksi antara makrofag dan bakteri menyebabkan peningkatan ekspresi proapoptosis dan antiapoptosis terhadap makrofag tergantung juga pada virulensi bakteri. Pada bakteri yang virulen terjadi peningkatan ekspresi Bcl-2. Penelitian ini juga membuktikan bahwa terjadi penurunan ekspresi Bax, yaitu protein proapoptosis dengan mekanisme kerja menghambat kerja Bcl-2 (Mogga et al., 2002).

Hambatan apoptosis makrofag oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan strategi dari bakteri tersebut untuk mempertahankan diri dan merupakan faktor virulensi. Proses ini juga akan menghindari bakteri tersebut dari mekanisme respons imun alami dan menghambat respons imun adaptif. Melalui mekanisme anti apoptosis ini, Mycobacterium tuberculosis akan berkembang biak dan menyebar ke berbagai sel sekitarnya melalui proses nekrosis. Beberapa penelitian membuktikan bahwa bakteri yang virulen akan berkembang biak di dalam makrofag dan menginduksi nekrosis sel tersebut. Dampak negatif dari proses nekrosis adalah bakteri tetap hidup dan menginfeksi sel sekitarnya. Proses nekrosis ini juga akan menyebabkan reaksi inflamasi yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan sel sekitarnya (Behar et al.,2010; Samali et al., 2010; Peter et al., 2010).

Mycobacterium tuberculosis yang virulen juga mempunyai mekanisme lain untuk menghindari apoptosis yaitu melalui hambatan terhadap perbaikan membrane plasma yang diperlukan oleh sel untuk mencegah terjadinya nekrosis dan menginduksi apoptosis dan meningkatkan sekresi dari TNFR2 yang akan menetralisasi fungsi dari sitokin TNF-α (Balcewihcz-Sablinska, 1998; Divanghi et al., 2009; Fairbain, 2009).

Keuntungan dari mekanisme apoptosis adalah Mycobacterium tuberculosis akan mati pada proses apoptosis. Mekanisme kematian Mycobacterium tuberculosis pada proses apoptosis kemungkinan disebabkan karena dua proses yaitu: melalui peningkatan Nitrik Oksida atau melalui proses fusi fagosom menjadi fagolisosom (Molloy et al.,1994;Herbs et al.,2011).

Nitrik oksida (NO) diketahui mempunyai kemampuan untuk menginduksi apoptosis pada makrofag dan produksi NO diinduksi oleh IFN-γ melalui peningkatan ekspresi Nitric oxide synthetase (NOS2) (Brune et al., 1997). NO dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis intrase melalui berbagai mekanisme yaitu : secara langsung pada DNA bakteri, mempengaruhi metabolisme tembaga, target virulensi dari mikobakterial atau berfungsi sebagai pembawa pesan kedua (Shiloh et al., 2000; Nathan, 2003; Axelrod et al., 2008; Yang et al., 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Herbs, 2011, menunjukkan bahwa NO yang diinduksi oleh IFN-γ meningkatkan apoptosis makrofag yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis dan membunuh bakteri tersebut.

Apoptosis diduga mempunyai hubungan dengan perubahan aristektur dari sistem vesikular host sehingga menyebabkan fusi dari fagosom dan

lisosom yang sebelumnya dihambat oleh Mycobacterium tuberculosis (Molloy et al., 1994; Grassme et al., 2001; Labbe et al., 2008).

Dokumen terkait