• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit tersebut sudah ada sejak sebelum pencatatan sejarah dimulai. Penyakit ini meninggalkan tanda dalam berbagai kehidupan manusia termasuk musik, seni dan budaya, serta mempengaruhi kemajuan ilmu biomedis dan perawatan kesehatan dan telah membunuh lebih banyak manusia dibandingkan dengan mikroba patogen yang lain (Daniel, 2006). Bakteri tuberkulosis ditemukan pada tahun 1882, dan dunia optimis mampu memberantas penyakit tersebut dengan obat antibiotika. Berbagai macam antibiotika untuk membunuh bakteri tuberkulosis telah ditemukan pada tahun 1944 dan tahun 1950, terapi tuberkulosis dengan menggunakan kombinasi berbagai antibiotika. Berbagai bukti menunjukkan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 2009, jumlah penderita tuberkulosis di dunia 9,4 juta atau 137 kasus per 100.000 penduduk, sebanyak 35% adalah wanita. Jumlah penderita baru dan kambuh 292.753 per tahun Penderita yang paling banyak terdapat di Asia 55%, Afrika 30%, timur Tengah 7%, Eropa 4% dan Amerika 3%. Angka kematian 1,7 juta pertahun. Jadi hampir di seluruh dunia tidak terbebas dengan infeksi tuberkulosis. Indonesia menduduki peringkat kelima setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2010).

Berbagai strategi pengobatan telah digunakan untuk menurunkan insiden dan angka kematian karena tuberkulosis, tetapi kasus dan angka kematiannya tetap tinggi bahkan cenderung meningkat terlebih lagi dengan adanya infeksi

human immunodeficiency virus (HIV). Jumlah penderita tuberkulosis yang juga menderita HIV sebesar 27% di dunia, sedangkan di Indonesia sebesar 2,8%. Jumlah penderita HIV dengan tuberkulosis meningkat setiap tahunnya dari tahun 2005 sebesar 8,5% menjadi 27% pada tahun 2009. Pada penderita acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor satu. Data ini menunjukkan bahwa respons imun tubuh memegang peranan penting pada infeksi tuberkulosis (WHO, 2010).

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri intraseluler di dalam makrofag. Bakteri tersebut selain mempunyai kemampuan menghindar dari antibiotika juga mampu mengubah respons makrofag. Kemampuan bakteri untuk mengubah respons makrofag juga ditentukan oleh respons imun penderita. Apabila terjadi gangguan respons imun pada inang maka bakteri akan terhindar dari mekanisme eliminasi sistem imun. Oleh karena itu, respons imun memegang peranan yang fundamental bagi luaran infeksi bakteri tuberkulosis. Diduga bahwa salah satu penyebab kegagalan penanganan tuberkulosis, karena kegagalan respons imun dari penderita itu sendiri (Kritski et al., 2007). Secara umum, bila suatu sel terinfeksi oleh suatu patogen, maka respons imun tubuh akan berusaha mengeliminasi patogen melalui berbagai macam mekanisme. Salah satunya melalui mekanisme apoptosis. Pada infeksi tuberkulosis ditemukan suatu fenomena bahwa pada makrofag justru terjadi anti apoptosis yang ditandai dengan peningkatan berbagai protein anti apoptosis seperti Bcl-2 dan penurunan protein proapoptosis seperti Bax (Mustafa et al., 2001; Mogga et al., 2002; Velmurugan et al., 2007; Rodrigues et al., 2009). Berbagai proses ini menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis mampu berkembang biak di dalam makrofag. Jadi hambatan proses apoptosis pada makrofag oleh

Mycobacterium tuberculosis merupakan faktor virulensi bagi bakteri (Zhang et al., 2005; Patel et al., 2009; Behar et al., 2010; Danelishvili et al., 2010; Maziar et al., 2010; Miller et al., 2010; Rudel et al., 2010).

Berdasarkan berbagai penelitian yang berhubungan dengan mekanisme imunopatogenesis tuberkulosis di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang metode penanganan tuberkulosis yang lebih tepat. Karena respons imun mempunyai peranan penting dalam perkembangan infeksi tuberkulosis, maka penanganan tuberkulosis tidak hanya dengan menggunakan antibiotika tetapi perlu ditambahkan imunostimulan terhadap respons imun. Pemberian imunostimulan tersebut terutama untuk meningkatkan apoptosis pada makrofag yang terinfeksi bakteri, sehingga respons imun dapat berfungsi sebagai suatu sistem yang mampu mengeliminasi bakteri. Keuntungan dari apoptosis ini adalah meningkatkan eliminasi bakteri tanpa ada bahan intraseluler yang keluar ke ekstraseluler sehingga bakteri tidak bisa tersebar keluar dari sel. Selain itu, proses apoptosis ini akan meminimalkan reaksi inflamasi yang akan merusak jaringan sekitarnya (Elmore, 2007; Samali et al., 2010; Peter et al., 2010).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tanaman yang diduga mempunyai khasiat sebagai imunodulator. Penelitian ekstrak tanaman sebagai imunostimulan pada infeksi tuberkulosis masih perlu dilakukan. Pemerintah Indonesia mendukung pengembangan obat dari tanaman untuk capaian tujuan temuan obat baru, termasuk untuk mengatasi masalah infeksi. Hal ini juga sejalan dengan strategi WHO (Gitawati et al., 2005).

Salah satu bahan imunomodulator yang saat ini sedang dikembangkan adalah tanaman obat. Centella asiatica adalah tumbuhan yang banyak terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini sudah sejak lama digunakan sebagai bahan obat

terutama untuk penyembuhan luka. Beberapa peneliti membuktikan bahwa Centella asiatica yang mengandung senyawa golongan terpenoid, flavonoid, polifenol dan polisakarida juga memiliki khasiat antimikroba (Suratman et al., 1996; Mamtha et al., 2004; Wang et al., 2004; Gitawati et al., 2005). Kandungan senyawa yang terbesar dalam tumbuhan tersebut adalah senyawa golongan madecasic acid, asiatic acid, madecasoside dan asiaticoside. Kandungan lainnya adalah asiatiquercetin-3-glycoside, kämpferol-3-glycoside (Bunyapraphatsara et al., 1999).

Ekstrak etanol Centella asiatica menghambat pertumbuhan Mycobaterium tuberculosis invitro dan meningkatkan produksi imunoglobulin G pada mencit (Gitawati et al., 2005; Mustika dkk, 2009). Peneliti lain juga menunjukkan peningkatan titer antibodi pada mencit yang memperoleh ekstrak Centella asiatica (Fatmasari et al., 2007). Ekstrak air dan etanol Centella asiatica mampu meningkatkan kadar tumor necrosis factor-α (TNF-α) pada kultur sel makrofag sehat (Punturee et al., 2004). Ekstrak tersebut meningkatkan ekspresi sel cluster differentiation (CD)4, CD8, makrofag dan meningkatkan produksi sitokin TNF-α, interferon-γ (IFN-γ) dan menghambat transforming growth factor-β (TGF-β) pada sel makrofag (Taib, 2000; Punturee et al., 2005; Lyu et al., 2005). Ekstrak etanol Centella asiatica telah dibuktikan meningkatkan kadar IFN-γ secara bermakna pada makrofag terinfeksi Mycobacterium tuberculosis bila dibandingkan dengan kontrol (Mustika dkk, 2009). Asiatic acid salah satu kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh Centella asiatica menginduksi apoptosis makrofag melalui peningkatan sitokrom-c dan protein caspase-3 (Cho et al., 2003). Berbagai penelitian membuktikan bahwa baik ekstrak Centella asiatica maupun derivatnya asiatic acid menginduksi apoptosis pada berbagai

sel kanker (Lee et al., 2002; Cho et al., 2003; Parka et al., 2005; Babykutty et al., 2009; Tang et al., 2009). Bukti ini menimbulkan harapan bahwa tumbuhan tersebut dapat berfungsi sebagai imunostimulan terutama untuk meningkatkan apoptosis makrofag pada infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik pada efek dan mekanisme Centella asiatica terhadap aktivitas respons imun terutama kemampuannya untuk menginduksi apoptosis makrofag yang terinfeksi tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap mekanisme apoptosis sel makrofag jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Mekanisme ini penting untuk diketahui karena apoptosis pada makrofag akan meningkatkan eliminasi bakteri dan mencegah bakteri tersebar ke ekstraseluler, sehingga bakteri tersebut tidak dapat menginfeksi sel di sekitarnya. Dengan demikian proses penyakit infeksi tuberkulosis serta penyebaran infeksi ke populasi sekitarnya dapat dihentikan atau disembuhkan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari penelitian ini, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

2. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Bax sel alveolar pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

3. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Caspase-8 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

4. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag (fragmentasi DNA) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

5. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

6. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah Mycobacterium tuberculosis (CFU/ml) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

7. Apakah ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Membuktikan efek dan mekanisme ekstrak etanol herba Centella asiatica terhadap peningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan ekspresi protein Bcl-2 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

2. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Bax sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.

3. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica meningkatkan ekspresi protein Caspase-8 sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. 4. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica

meningkatkan apoptosis sel alveolar makrofag (fragmentasi DNA) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

5. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah ekspresi antigen Mycobacterium tuberculosis sel alveolar makrofag pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

6. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan jumlah Mycobacterium tuberculosis (CFU/ml) pada jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

7. Membuktikan bahwa ekstrak etanol herba Centella asiatica menurunkan kerusakan jaringan paru tikus yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat teoritik

Temuan pada penelitian ini memberikan informasi ilmiah berupa konsep baru : Efek ekstrak etanol herba Centella asiatica pada infeksi tuberkulosis dan mekanisme kerja Centella asiatica dalam membantu penyembuhan penyakit tuberkulosis yaitu melalui peningkatan apoptosis sel makrofag jaringan paru tikus yang dapat menurunkan kerusakan jaringan.

1.4.2. Manfaat praktis

Hasil temuan pada penelitian ini dapat dilanjutkan sampai tingkat uji klinis lengkap dan diharapkan berguna menunjang pengembangan obat dari ekstrak etanol herba Centella asiatica untuk terapi kombinasi pada pengobatan penyakit tuberkulosis yang diperlukan masyarakat.

Sedangkan bagi industri farmasi, hasil penelitian ini berguna pada skala produksi setelah melalui berbagai uji klinis.

Dokumen terkait