• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Permintaan Impor Bawang Merah di Indonesia"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran

Menurut Rahardja dan Manurung (2006:20), “Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu”. Sedangkan Putong (2005:36) mengemukakan bahwa “Permintaan merupakan banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu”.

Faktor yang mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap suatu barang antara lain : (1) Harga barang yang diminta, (2) Tingkat Pendapatan / Pendapatan Rata-Rata, (3) Jumlah Penduduk/Jumlah Populasi, (4) Selera, (5) Estimasi di masa yang akan datang, (6) Harga Barang lain (substitusi atau komplementer), (7) Distribusi, (8) dan lain-lain. Fungsi permintaan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Dx = f (Px , Py , Y /cap , T , JP , PP , Ydist , Prom)………...(1)

(2)

harga barang tersebut turun maka permintaannya akan naik dengan asumsi ceteris paribus (semua faktor selain harga dianggap konstan).

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga, dimana semua variabel lainnya dianggap tetap. Jumlah permintaan berhubungan negatif terhada harga yang sering disebut hukum permintaan (law of demand): “Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun dan ketika harga turun maka jumlah permintaannya meningkat” (Mankiw, 2009:80).

Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan melainkan diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Fungsi permintaan dapat dirumuskan dengan menganggap faktor lain tetap selain harga itu sendiri (P) sebagai berikut :

Qd = f (P)………...(2)

Adapun kurva permintaan adalah sebagai berikut :

P (Harga)

P2

P1

Q2 Q1 Q (Kuantitas)

Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Sumber: Sukirno (2003:78)

(3)

terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi dan komplementer) dan sebaliknya, kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang, pendapatan yang merosot tersebut memaksa pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang teruatama pada barang yang mengalami kenaikan harga” (Sukirno, 2005:26).

Hal tersebut memberikan indikasi bahwa harga juga dapat berpengaruh terhadap faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Apabila terjadi perubahan terhadap harga memungkinkan pergeseran sepanjang kurva permintaan (ceteris paribus) dan memungkinkan perubahan terhadap perubahan faktor lain yang mempengaruhi permintaan selain harga sebagai dampak lanjut yang nantinya dapat menggeser kurva permintaan itu sendiri.

Sukirno (2005:82) mengatakan bahwa “Fluktuasi permintaan suatu barang dipengaruhi beberapa faktor seperti: perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk; pergeseran dan kebiasaan; selera dan kesukaan penduduk; kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran; dan faktor peningkatan penduduk”. Teori Permintaan dalam perkembangannya dipilah menjadi dua bagian yaitu teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.

(4)

sepanjang kurva permintaan (movement along demand curve)” (Rahardja dan Manurung, 2006:25).

Kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus) pada tingkat harga. Namun hukum tersebut tidak selalu berlaku terhadap semua jenis barang, yang mana ada pengecualian terhadap beberapa jenis barang seperti: Barang Inferior (inferior goods), Barang Prestise (prestise goods), dan Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects).

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan perdagangan internasional terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya” (Halwani, 2002:17)

(5)

adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Panel A Panel B Panel C

Px/ Py Pasar di Negara 1 Px / Py Hubungan Perdagangan Px / Py Sx Pasar di Negara 2 untuk komoditi X

Internasinal dlm komoditi X A’ untuk komoditi X

P3 Sx A S Px

P2 B E B B’ E’

P1 A A D Dx

Dx

0 X 0 X 0 X

Gambar 2.2

Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional

Sumber: Tambunan (2004:56) diolah

Berdasarkan teori yang telah diuraikan , suatu negara dimisalkan sebagai negara A akan mengekspor suatu komoditas ke negara lain yang dimisalkan sebagai negara B. Jika harga domestik pada negara A sebelum adanya perdagangan internasional relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik pada negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Untuk faktor produksi negara A relatif lebih berlimpah sehingga negara A memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

(6)

menjadi tinggi. Pada kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas tersebut dari negara lain yang harganya relatif lebih murah.

Diantara kedua negara A dan B tersebut akan terjadi perdagangan internasional, yakni negara A akan mengekspor barang ke negara B atau dengan kata lain negara 2 mengimpor barang dari negara B. Pada Gambar 2.3 terlihat, sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara A adalah sebesar P1 sedangkan harga di negara 2 sebesar P3.

Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1. Sedangkan permintaan internasional akan terjadi jika

harga internasional lebih rendah dari P3. Ketika harga internasional sama dengan

P2, maka di negara B akan terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’,

sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka akan terjadi kelebihan

penawaran sebesar ABE.

Dengan adanya perdagangan, negara A dapat mengekspor suatu komoditas sebesar A’B’E’. Dalam pasar internasional besarnya ABE akan sama dengan A’B’E. Dengan kata lain besarnya ekspor suatu komoditas dalam suatu perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga relatif yang terjadi di pasar merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Pada perkembangannya dalam perdagangan internasional mulai muncul berbagai teori-teori.

(7)

perbedaan waktu saat munculnya suatu teori dan perbedaan asumsi yang menjadi dasar perbedaan dalam kerangaka analisis kedua kelompok teori tersebut” (Tambunan, 2004:42). Kemudian pada perkembangannya teori-teori perdagangan baru muncul sebagai penyempurnaan teori modern.

2.1.2.1 Teori Klasik

Perdagangan internasional sesuai dengan teori klasik dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan beberapa asumsi seperti: (1) Dua barang dan dua negara, (2) Nilai atas dasar biaya tenaga kerja yang sifatnya homogen, (3) Biaya produksi tidak berubah, (4) Tidak ada biaya transportasi, (5) Faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi tidak antar negara, (6) Distribusi pendapatan dan tehnologi tetap dan (7) Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter. Pada teori klasik dikenal dengan adanya dua teori perdagangan internasional yaitu teori keunggulan absolut dan teori keunggulan komparatif.

(8)

Kemudian teori komparatif muncul dalam teori perdagangan internasional sebagai perbaikan atau penyempurnaan dari teori keunggulan absolut. Teori ini merupakan hasil pemikiran dari John Stuart Mill dan David Ricardo yang juga sering disebut sebagai teori biaya komparatif. Dasar pemikiran yang berbeda antara kedua ahli tersebut dengan Adam Smith terletak pada pengukuran keunggulan suatu negara yang dilihat dari komparatif biaya.

Menurut John Stuart Mill, suatu negara akan melakukan spesialisasi pada ekspor suatu barang tertentu apabila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif terbesar dan melakukan impor atas suatu barang tertentu apabila memiliki keunggulan komparatif terkecil. Sedangkan dasar pemikiran dari David Ricardo adalah bahwa perdagangan antara dua negara akan terjadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif terkecil untuk jenis barang yang berbeda (Tambunan 2004:57). Perbedaan efisiensi dan produktifitas relatif antar negara dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang adalah yang menjadi penekanan Ricardo dalam menyatakan penyebab terjadinya perdagangan internasional.

2.1.2.2 Teori Modern

(9)

“Teori (H-O) merupakan analisis perdagangan antar dua negara, dimana tiap-tiap negara mempunyai karakteristik tersendiri dimana setiap negara akan mengekspor barang yang mempunyai intensitas faktor produksi yang melimpah” (Halwani, 2002:40). Perdagangan internasional terjadi apabila terjadi perbedaan efisiensi pada pemanfaatan salah satu faktor produksi yang lebih unggul dari masing-masing negara. Proses terjadinya perdagangan pada teori ini lebih menekankan pada efisiensi pemanfaatan produk.

“Kedua tokoh Hecksher dan Ohlin menyatakan bahwa faktor produksi dominan bertumpu pada input tenaga kerja dan barang modal” (Sumanjaya et al, 2008:34). Suatu negara akan mengalami keuntungan apabila mampu menghasilkan barang dengan efisiensi dan spesialisasi yang baik dengan padat karya maupun padat modal. “Suatu negara advantage menghasilkan sesuatu barang dengan labor intensive sekaligus berarti bahwa negara tersebut mengekspor tenaga kerja dan sebaliknya bagi negara yang advantage dengan alternatif capital intensive maka negara tersebut akan mengekspor barang-barang modal” (Sumanjaya et al, 2008:34).

(10)

lain yang selera dan tingkat pendapatannya sama. Yang mana fokus kemiripan yang dimiliki negara-negara yang melakukan perdagangan lebih ditekankan pada selera dan tingkat pendapatan.

Teori siklus produk muncul dalam teori perdagangan modern sabagai hasil pengembangan Williamson pada tahun 1983 dari pemikiran Vernon pada tahun 1966. Teori ini menjelaskan dinamika keunggulan komparatif dari suatu produk atau industri. Pada teori ini terdapat empat tahapan siklus yang dialami produk atau industri, yaitu pengembangan atau penciptaan (inovasi) atau introduksi, pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Dimana menurut Vernon, keunggulan komparatif dari barang tersebut berubah mengikuti perubahan waktu dan dari satu negara ke negara lain (Tambunan, 2004:78).

Sedangkan teori skala ekonomis adalah teori yang menyatakan skala penambahan hasil yang tidak tetap melainkan mengalami perubahan yang terus meningkat. Skala ekonomis adalah skala produksi dimana titik optimlnya dapat menghasilkan biaya per satu unit produksi terendah. Teori skala ekonomis bertentangan dengan teori H-O yang mengasumsikan skala penambahan bersifat konstan.

(11)

teori diferensiasi produk. Teori ini juga berfokus pada kemiripan negara pada sisi penawaran yang berbeda dengan dengan teori kemiripan negara yang berfokus pada sisi permintaan.

2.1.2.3 Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru merupakan teori yang membahas keunggulan yang diperoleh dari sisi yang dikembangkan dan bukan alamiah. Di dalam perkembangan teori perdagangan internasional, pemikiran Porter dianggap sebagai suatu paradigma baru dalam perdagangan internasional dan globalisasi. Teori perdagangan internasional Porter yang dikenal dengan model berlian memiliki empat perbedaan dengan teori klasik dan teori modern, yaitu : (1) Porter lebih membahas daya saing bangsa/nasional, (2) Porter lebih fokus membahas keunggulan kompetitif, (3) faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan kompetitif berbeda dengan faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan komparatif suatu barang, (4) model Porter bersifat komprehensif karena tidak hanya mencakup kondisi faktor tetapi juga variabel penting lainnya secara simultan.

(12)

dimasukkan Porter dalam variabel berpengaruh pada modelnya. Dunning pada tahun 1992 juga turut mempersoalkan kelemahan model Porter dalam hal dampak dari kegiatan perusahaan multinasional terhadap daya saing nasional, dan Dunning mencoba membuat suatu model alternatifnya dengan memperlakukan aktivitas penanaman modal asing (PMA) sebagai variabel eksogen.

2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan pemerintah dalam perekonomian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional. Dalam menjaga kelancaran dan kestabilan perdagangan internasional tersebut, instrumen kebijakan pemerintah antara lain :

1. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang atau jasa. Misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade agreement dan sebagainya.

2. Kebijakan Pembayaran internasional

(13)

3. Kebijakan bantuan luar negeri

Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan (grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain.

2.1.4 Impor

Impor merupakan perdagangan memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah pabeanan suatu negara dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor sering dilakukan sebagi alternatif kebijakan memenuhi kebutuhan dalam negeri atas suatu barang apabila produksi domestik akan barang tersebut tidak memadai. Impor suatu negara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya daya saing negara tersebut dan kurs valuta asing. Namun penentu impor yang utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara. Fungsi impor dapat dinyatakan dalam persamaan (Sukirno, 2004: 223) :

M = mY ... (3) M = M = M0 + mY ... (4)

Dimana M adalah nilai impor, M0 adalah impor otonom dan m adalah

kecondongan mengimpor marginal yaitu persentase dari tambahan pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor. Impor otonom ditentukan oleh faktor-faktor di luar pendapatan nasional seperti kebijakan proteksi dan daya saing negara-negara lain dari negara pengimpor.

(14)

perdagangan internasional pada negara pengimpor, kebijakan perdagangan internasional pada negara pengekspor, inflasi, ekspor negara lain serta faktor lain yang terkait yang dapat menggeser fungsi impor. Persamaan impor dapat disusun dari fungsi impor. Pada persamaan permintaan impor, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi impor antara lain:

1. Konsumsi

Faktor konsumsi dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga turut mempengaruhi permintaan impor itu sendiri. Konsumsi yang meningkat dengan produksi yang menurun atau peningkatannya masih dibawah konsumsi memberikan peluang terhadap kebijakan impor dan peluang pasar bagi para importir dalam negeri untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada. Peningkatan konsumsi yang terjadi akan menyebabkan peningkatan impor dan sebaliknya.

2. Harga

(15)

Harga impor turut dalam fungsi permintaan impor karena faktor harga merupakan faktor utama dalam fungsi permintaan ceteris paribus. Harga impor sejalan dengan fungsi permintaan memiliki hubungan negatif dengan permintaan impor itu sendiri. Namun hal ini dapat tidak terjadi apabila permintaan impor merupakan permintaan yang harus dilakukakan atas dasar faktor lain yang lebih mempengaruhi permintaan daripada faktor harga. Dimana pada umumnya impor dilakukan dikarenakan tidak mampunya kebijakan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional sehingga harus turut menerima bantuan dari negara lain khususnya dalam perdagangan internasional itu sendiri. Jadi, meskipun harga barang impor naik, apabila impor dilakukan karena tingkat kebutuhannya yang bersifat penting maka permintaan akan tetap naik.

3. Pendapatan Nasional

Perdagangan internasional pada hakekatnya berpengaruh pada perekonomian nasional maupun internasional. “Pengaruh perdagangan internasional terhadap pendapatan nasional dinyatakan sebagai net ekspor (X-M) berarti neraca perdagangan surplus (surplus balance of trade), sedangkan apabila terjadi net impor (M-X) maka neraca perdagangan defisit (deficit balancen of trade) (Sumanjaya et al, 2008:58).

(16)

tentang fungsi konsumsi yang menyatakan bahwa “Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan dispossible) perekonomian tersebut”.

Pendapatan yang diperoleh tersebut pada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi konsumsi dalam upaya mencapai kesejahteraan pribadi maupun kelompok. Maka sejalan dengan konsep tersebut, apabila pendapatan seseorang mengalami peningkatan pada umumnya tingkat konsumsi yang dilakukan juga akan turut meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan perubahan tingkat kebutuhan sejalan perubahan pendapatan yang merubah selera atau pola gaya hidup yang dilihat dari tingkat pendapatannya.

4. Produks i Domestik

(17)

5. Nilai Tukar

Nilai tukar (exchange rate) digunakan sebagai perbandingan nilai atau harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Indonesia sebagai salah satu negara yang juga menganut sistem perekonomian terbuka yang turut dalam perdagangan internasional menjadikan nilai tukar sebagai variabel yang berpengaruh terhadap harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Kurs pertukaran valuta asing adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah barang-barang di negara lain adalah “lebih murah” atau “lebih mahal” dari barang-barang yang dproduksi dalam negeri (Sukirno, 2006:397).

Apabila nilai tukar mengalami fluktuasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan kesulitan bagi pedagang maupun produsen melakukan perencanaan usaha yang maksimal terutama bagi para pelaku pasar internasional yang mendatangkan bahan produksi dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor. Hal tersebut pula lah yang menjadi dasar utama tujuan perbankan dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah guna mencapai kestabilan perekonomian.

(18)

pengaruh negatif terhadap permintaan impor itu sendiri. Dimana apabila nilai tukar semakin mahal terhadap mata uang lain (Rupiah melemah) maka akan berpengaruh terhadap kenaikan harga, yang akan berpengaruh lanjut terhadap penurunan permintaan impor dan sebaliknya.

2.1.5 Proteksi Perdagangan Internasional

Proteksi perdagangan internasional adalah langkah-langkah pemerintah dalam perpajakan atau peraturan-peraturan impor yang mengurangi kebebasan perdagangan luar negeri. Proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam negeri. Secara luas perlindungan ini juga mencakup untuk promosi ekspor (Halwani, 2002:101). Beberapa bentuk proteksi secara umum antara lain kuota, perdagangan oleh pemerintah (State Trading Practices), kontrol devisa (Exchande Control) dan larangan impor (Import Prohibition). Proteksi perdagangan internasional khususnya impor biasanya dibedakan atas dua jenis , yaitu:

a. Tarif

(19)

Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor (import tariff) adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) adalah pajak untuk suatu komoditi ekspor. Berdasarkan tujuannya, kebijakan tarif impor (import duty atau import tariff) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (a) tarif proteksi, yaitu merupakan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk mencegah atau membatasi barang tertentu, (b) tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Gambar 2.3 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan surplus konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor). Kurva permintaan dan kurva penawaran domestik adalah D dan S, dan kurva penawaran pasar dunia adalah Sw. Tarif impor ditetapkan antara harga dunia Pw dan harga

domestik Pe. Penetapan tarif impor sebesar t akan menyebabkan harga impor yang

semula sebesar Pw menjadi lebih tinggi yaitu Pt.

Harga

Pe E

Pt N R Sw + tarif

Pw M U S T Sw

0 Q0 Q1 Q2 Q3 Q4 Jumlah

Gambar 2.3

Kurva Dampak kebijakan tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen

(20)

Sebelum tarif impor ditetapkan, surplus produsen sebesar PwLM, dengan

tarif impor maka surplus produsen meningkat menjadi PtLN. Sedangkan surplus

konsumen berkurang dari KPwT menjadi KPtR. Dengan adanya tarif impor

memberikan penerimaan pemerintah sebesar NUSR, yang merupakan hasil penggandaan dari t ( tarif per satuan ) dengan NR (jumlah impor). Selain itu, terdapat kehilangan netto dari surplus konsumen sebesar MNU dan biaya produksi tambahan sebesar RST karena inefisiensi sebagai akibat adanya tarif. Besaran dari pengaruh yang dikemukakan diatas tergantung ukuran tarif ( size of the tariff ), dan elastisitas dari kurva-kurva permintaan dan penawaran yang bersangkutan.

b. Penghambat bukan tarif

Perbedaan proteksi perdagangan internasional berupa hambatan tarif dengan hambatan non tarif terletak pada sistem kebijakannya, meskipun keduanya merupakan hambatan buatan dalam perdagangan, namun hambatan bukan tarif lebih mengarah kepada pengendalian volume, komposisi dan arah perdagangan suatu barang.

(21)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian ekonomi yang membahas komoditi bawang merah telah banyak dilaksanakan, namun pembahasan spesifik mengenai permintaan impor bawang merah masih sangat terbatas ditengah tingginya tingkat permintaan impor bawang merah di Indonesia saat ini. Manik (2010) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdangangan impor bawang merah dan kentang Indonesia periode 2001-2010. Variabel yang diteliti adalah volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengkespor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia, GDP negara pengekspor dan nilai tukar. Model estimasi pada model gravitasi untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang merah berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap ( fixed effect model) yang kemudian disempurnakan dengan cross-section SUR.

Sedangkan pada komoditas kentang, digunakan metode pooled least square yang disempurnakan dengan cress-section SUR. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia adalah popoulasi Indonesia, Populasi negara pengekspor, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia dan GDP rill negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak mempengaruhi volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia.

(22)

impor, dan nilai tukar mata uang yang mempengaruhi impor Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode explanatory untuk menguji hipotesis hubungan simultan antar variabel yang diteliti, dengan mengembangkan karakteristik verifikasi penelitian. Model dalam penelitian ini menggunakan model simultan dengan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspor, waktu lag impor, dan dasar tukar perdagangan (term of trade) berpengaruh positif terhadap impor. Sementara itu, nilai tukar mata uang berpengaruh negatif.

Ariningsih dan Tentamia (2004) melakukan penilitian tentang anilisis permintaan dan penawaran bawang merah di Indonesia. Analisis ini menggunakan model persamaan simultan dengan data sekunder (time series triwulan) periode 1992-2000 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Terdapat 32 variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut yang secara umum merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran bawang merah domestik maupun dalam perdagangan internasional yaitu ekspor-impor bawang merah.

(23)

harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran.

Fitriana (2012), melakukan analisis dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Variabel penelitian tersebut adalah produksi bawang merah nasional, harga bawang merah, luas areal panen, perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga, jumlah penduduk Indonesia, permintaan non rumah tangga, harga rill mie, GDP masyarakat Indonesia, impor bawang merah, permintaan bawang merah ditingkat konsumen, impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor, harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah

Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan simultan ekonometrika dengan model estimasi adalah metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah nasional dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan permintaan non rumah tangga dipengaruhi oleh harga rill mie instan sebagai output berbahan baku bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia.

(24)

oleh harga rill bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga rill bawang merah di Indonesia ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga rill bawang merah ditingkat konsumen dan harga rill bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya.

Winarso (2003) melakukan analisis dinamika perkembangan harga yang mana hubungannya dengan tingkat keterpaduan antar pasar dalam menciptakan efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Penelitian ini dilakukan di wilayah brebes, Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah walaupun pola pemasaran bawang merah dapat dikatakan efektif, namun eketivitas tersebut cenderung berada pada posisi mata-rantai terkhir terutama pada pasar-pasar besar. Hal ini disebabkan karena pelaku pasar pada jalur ini lebih menguasai informasi dan selalu mengikuti perkembangan dinamika pasar baik besarnya pasokan (supply) mapun meningkatnya permintaan ( demand ) yang setiap saat dapat bergejolak.

(25)

Adapun hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih lokal dan harga bawang putih impor berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia. Sedangkan variabel nilai tukar, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih impor pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia.

Priyanto (2005) dalam penelitiannya mengevaluasi kebijakan impor daging sapi melalui analisis penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi adalah penawaran daging sapi domestik, harga rill daging sapi domestik, populasi sapi nasional, teknologi inseminasi buatan dan peubah beda kala. Sedangkan pada sisi permintaan, variabel independen yang berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi yang diteliti adalah harga rill daging sapi impor, konsumsi nasional, tarif impor daging sapi, nilai tukar, dummy kebijakan ASPIDI dan peubah beda kala. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series 1981-2001 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS).

(26)

kinerja usaha peternakan rakyat. Kebijakan pembebanan tarif impor cukup efektif dalam pengendalian masuknya daging impor.

2.3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Permintaan impor bawang merah di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

2. Permintaan impor bawang merah di Indonesia bersamaan dipengaruhi oleh Konsumsi Bawang Merah Indonesia, Produksi Bawang Merah Indonesia, Pendapatan Nasional, Harga Bawang Merah Impor, Nilai Tukar dan

Pe rm int a a n I m por Ba w a ng M era h

N ila i T uka r

V olum e I m por Ba w a ng M e ra h Pe riode Se belum nya

H a rga Baw a ng M e ra h I m por Produksi Baw a ng

M e ra h N asiona l Pe nda pat a n K onsum si Baw ang

(27)

Gambar

Gambar 2.2 Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional
Gambar 2.3 Kurva Dampak kebijakan tarif terhadap Perubahan Surplus
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Adapun saran dalam rangka memperbaiki kinerja pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Sintang yaitu perlu

79 Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

pula, anda hanya perlu mencatatkan dalam diari berkenaan mesyuarat yang perlu dihadiri, tindakan yang perlu diambil supaya pelajar yang terlibat dapat dihubungi segera

Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia karena beberapa alsan, yaitu. Yang pertama Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, maksudnya adalah anak begitu lahir ke

apabila remaja tidak dapat mengendalikan diri mereka maka akan terbentuk identitas diri yang salah, tidak hanya demikian remaja yang merasa tidak di terima,

BATAN telah menetapkan prinsip yang harus dijadikan landasan pada semua tindakan dan pelaksanaan kegiatan, yaitu bahwa: Segenap kegiatan iptek nuklir dilaksanakan

Audit teknologi informasi di Diskominfo Kabupaten OKU ini dilakukan agar usaha pemanfaatan teknologi informasi berjalan seperti yang diharapkan, untuk mengetahui

Penyebab kontaminasi pada makanan adalah cemaran mikroba, cemaran mikroba merupakan penyebab utama tidak terpenuhinya syarat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS)