BAB II
GAMBARAN UMUM DESA SIKEBEN 1965-1998
2.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam Desa Sikeben
Desa Sikeben merupakan satu desa kecil yang ada di wilayah Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Desa Sikeben memiliki beberapa sungai kecil yang sudah dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) oleh penduduk dari bantuan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dalam program yang disebut Partisipasi Pembangunan (PARPEM) . Curah hujan di daerah ini cukup tinggi karena berdekatan dengan Desa Bandar Baru, sehingga tanah-tanah yang ada cukup subur digunakan untuk pertanian.
Desa Sikeben berjarak 15Km dari pusat Ibu kota Kecamatan, bentuknya memanjang dan berkelompok dari Timur ke Barat yang berbatasan dengan:
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Suka sama
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Martelu
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan DATI II Karo
Desa Sikeben memiliki luas lebih kurang 500 Ha, yang menurut perincian
(Sumber : Arsip dari Pemerintah Desa Sikeben 1981)
rawan dengan angin puting beliung, Bulan September – Desember adalah musim hujan. Terjadi perubahan iklim di desa ini, menyebabkan pengaruh dari seluruh wilayah yang ada di sekitar Kecamatan Sibolangit. Angin puting beliung yang sering terjadi pada bulan Juni, sejak tahun 1990 pada bulan Mei juga sudah mulai menerpa Desa Sikeben. Musim hujan juga sudah mulai sejak Bulan Juli dan keadaan ini sudah sering terjadi.
Sejak abad ke-20 Belanda mulai membangun sarana transportasi untuk memudahkan pengiriman hasil-hasil perkebunan dan sebagai bentuk pertahanan. Banyak jalan yang dibangun memudahkan akses pengiriman barang dan kegiatan ekonomi semakin mudah dan lancar. Di desa ini infrastruktur jalan mulai dibangun, karena awalnya merupakan daerah hutan yang ditumbuhi tanaman keras, walaupun hanya jalan-jalan setapak bila hujan menjadi becek dan licin. Di bukanya jalan tersebut sebenarnya mempermudah penduduk ke Desa Bandar Baru, tetapi karena masih dikuasai oleh bangsa asing maka sulit melewati jalan yang ada. Penduduk masih tetap menggunakan jalan-jalan pintas.
Daerah ini juga memiliki tumbuhan bambu yang cukup banyak, sehingga Desa Sikeben pernah menjadi desa terjorok akibat bekas sampah-sampah daun bambu tersebut. Masyarakat menggunakan bambu untuk membangun pagar ataupun kandang hewan peliharaan mereka. Masyarakat membuang sampah bambu tersebut ke aliran sungai yang ada hingga menjadi kotor. Akibatnya masyarakat ada yang terkena penyakit dari sampah-sampah bambu yang dibuang tidak pada tempatnya.
lokasi untuk merayakan “ Hari Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga” dalam bahasa karonya
“Nangkih Uruk-Uruk“. Masyarakat desa yang beragama Kristen akan berjalan dari pusat perkampungan menuju Uruk Perkentangen yang cukup sulit dan melelahkan menuju daerah tersebut karena jalan yang menanjak dan licin. Setibanya disana mereka akan melaksanakan
acara “Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga “. Dari tempat itu juga kita bisa melihat
pemandangan luas daerah Desa Sikeben dan Desa Bandar Baru.8
Sekitar 2 km perjalanan jalan masih dikelilingi pepohonan, hanya beberapa rumah yang ada. Semakin ke dalam baru ditemukan rumah-rumah penduduk yang kebanyakan adalah pendatang. Mereka bermukim di pinggiran jalan. Setelah melewati itu barulah kita memasuki kawasan Sikeben Kuta, yang sepanjang perjalanan kiri-kanan masih ditumbuhi tanaman keras dan itu merupakan kawasaan dengan rumah-rumah yang berdiri rapat membentuk lingkaran. Di tengah desa dibuat tempat berkumpul yang disebut Jambur. Jambur ini kemudian diubah menjadi balai desa sekitar tahun 1990-an.
Kawasan Desa ini ada juga perbukitannya, dimana terdapat beberapa pemukiman dan sekolah di atas bukit tersebut. Jalan menuju ke sekolah berada di atas jalan menuju Sikeben Kuta. Jalan yang naik mendaki dan menurun dan memasuki kawasan lebih dalam lagi. Jika tidak di telusuri maka kita tidak mengetahui di dalam kawasan itu ada sebuah SD. Selain curah hujan tinggi dan angin kencang di daerah ini, karena berada di kawasan perbukitan maka pernah mengalami angin puting beliung. Sekolah SMP yang merupakan swadaya penduduk hancur. Bangunannya yang sederhana sehingga mudah rusak akibat angin puting beliung. Desa ini juga sejuk dan masih banyak daerah-daerah yang belum digunakan karena masyarakat lebih banyak bermukim di pinggiran dekat jalan.
Di Desa Sikeben ini terdapat dua gereja yaitu GBKP dan Katolik. Dua gereja ini sangat besar peranannya bagi perkembangan Desa Sikeben, baik itu dari segi pembangunan desa atau perkembangan masyarakatnya. Hal ini dapat kita lihat dari pembangunan-pembangunan yang dibuat masyarakat. GBKP berperan dalam pembangunan-pembangunan sekolah, penyediaan air bersih, PLTA dan juga kilang padi Mambre (yang artinya : orang tua laki-laki). Gereja katolik membangun Santa Klara, memperbaiki jalan dari simpang Sikeben hingga tempat Biara Santa Klara menggunakan bata blok. Desa ini juga memiliki mesjid, yang pembangunannya juga hasil kerja sama seluruh penduduk desa. Hal ini menunjukkan gotong royong dan solidaritas masyarakat.
2.2 Desa Sikeben Sebelum tahun 1965
2.2.1 Sejarah Desa Sikeben
Menurut cerita orang tua yang menetap di desa ini, pada waktu rakyat menggarap tanah salah seorang rakyat mencoba menanam padi ditempurung dan ternyata hasilnya memuaskan. Kemudian dicoba lagi menanam padi di sawah dan hasilnya memuaskan juga. Oleh karena hasil padinya tahun demi tahun melimpah ruah maka mereka mendirikan dua buah lumbung padi. Desa Sikeben terdiri dari kata
Si dan Keben. Keben dalam bahasa Karo artinya lumbung padi. Sikeben berarti Silumbung padi atau secara harafiah berarti gudang padi/beras. Desa Sikeben didirikan sekitar abad ke-19, oleh Marga Karo-Karo Sinuhaji yang berasal dari Desa Aji Empat di Tanah Karo.
terhadap desa ini, karena melalui gereja inilah masyarakat mendapat sarana pendidikan, air bersih dan juga lampu dengan menggunakan tenaga air yang ada di Desa Sikeben. Lambat laun dengan berjalannya waktu perkembangan yang ada di desa ini semakin membaik karena pengaruh-pengaruh dari penduduk pendatang dan juga agama yang lain. Agama Katolik yang membangun Biara Santa Clara Sikeben. Adanya biara tersebut memberikan sumbangan memperbaiki jalan dari Simpang Bukum yang masih kawasan Desa Bandar Baru sampai ke Desa Sikeben. Pembangunan mesjid juga ada di desa ini, pembangunan yang dilakukan masyarakat desa secara bersama-sama atau gotong royong. Selain itu Desa Sikeben pernah mendapatkan juara air terbersih seKecamatan Sibolangit. Atas permintaan masyarakat maka mulai dibuat sertifikat atas tanah-tanah yang ditempati penduduk.
Adapun urutan kepemimpinan di Desa Sikeben ;
1. Gempang Sinuhaji Penghulu
2. Naro Sinuhaji Penghulu
3. Nidung Sembiring Penghulu (1955-1960)
4. Tolong Sembiring Miliala Penghulu (1960-1965)
5. Nungkat Barus Kepala Kampung (1965-1970)
6. Jaktat Sembiring Kepala Desa (1970-1980) 7. Ponten Tarigan Kepala Desa (1980-1998)
(Sumber : Arsip Pemeritahan Desa Sikeben )
2.2.2 Kondisi Masyarakat
sebaliknya, tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.9 Masyarakat bukan sekedar jumlah penduduk saja melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar perubahan budaya dan akumulasi budaya, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Desa Sikeben merupakan desa kecil di wilayah Kecamatan Sibolangit yang telah berdiri sejak jaman penjajahan Belanda. Seperti desa-desa kecil umumnya, karena letaknya yang terpencil, Desa Sikeben sulit berkembang. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain menyebabkan masyarakat tidak mengetahui perkembangan yang sedang terjadi di luar wilayahnya. Hal ini menyebabkan pola pemikiran dan kehidupan masyarakat Desa Sikeben menjadi konservatif. Pada masa itu masyarakat Desa Sikeben belum mengenal pendidikan karena kehidupan masyarakat yang terasing dan letaknya terpencil. Adat istiadat menjadi pedoman terpenting dalam kehidupan. Segala persoalan yang timbul di desa ditanggapi dan diselesaikan dengan Hukum Adat Karo karena seluruh penduduk Desa Sikeben adalah Suku Karo.
Kegiatan yang dilakukan masyarakat sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara bercocok tanam ke sawah dan juga berburu ke hutan. Tingkat pengetahuan yang rendah membuat masyarakat hanya memenuhi kebutuhan hidupnya secara sederhana untuk bertahan hidup dengan cara yang tidak banyak berubah dari generasi ke generasi. Masyarakat menanam padi dan saat menunggu tanaman itu dipanen masyarakat berburu ke hutan atau menangkap ikan di sungai. Mereka membuka lahan baru dengan cara menebang pohon yang ada di hutan dan menanami sayur-sayuran yang dapat mereka kosumsi. Sulitnya akses keluar-
masuk desa menyebabkan penduduk hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok sendiri. Hasil panen yang sulit dijual membentuk sistem barter antara penduduk atau membagi hasil panennya secara gratis ke tetangga.
Sikap masyarakat Desa Sikeben masih sangat tradisional. Sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau membuat masyarakat sulit menerima kemajuan dan perubahan teknologi. Masyarakat tetap mempertahankan diri pada pola kehidupan atau kebudayaan yang telah turun temurun. Masyarakat desa Sikeben cenderung menutup diri dari pengaruh asing karena melihat tindakan yang dilakukan bangsa asing terhadap mereka. Sebelum tahun 1965 kehidupan masyarakat Sikeben sangat sederhana. Mereka melakukan kegiatan sehari-hari dengan cara bergotong-royong.
Di Desa Sikeben gotong-royong dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat
secara berkelanjutan dalam menjaga kebersihan dan dalam melaksanakan
pembangunan desa. Gotong-royong dilakukan oleh masyarakat secara menyeluruh,
baik dalam kegiatan sosial maupun kebutuhan lainnya dalam kehidupan sehari-hari
untuk kepentingan bersama. Kegotong-royongan masyarakat Desa Sikeben di bidang
pembangunan desa cukup tinggi. Semua dilaksanakan atas kesadaran dan penuh rasa
tanggung-jawab yang memang dipengaruhi oleh adat dan rasa kekeluargaan yang
muncul akibat lokasi yang terisolasi.
Kegiatan gotong-royong yang dilakukan masyarakat desa Sikeben bukan
hanya dalam pembangunan desa saja. Budaya Karo yang ada di desa ini juga sangat
mendukung hal yang menunjukkan kerjasama, misalnya dalam acara pernikahan,
seluruh kegiatan yang ada mulai dari urusan adat hingga menyediakan makanan yang
disediakan dalam acara tersebut. Biasanya masyarakat akan memberikan bantuan atau
dikatakan dalam bahasa karo “adangen”. Misalnya satu keluarga memberi bantuan
tomat 2kg, keluarga yang lain buncis 5kg dan lain sebagainya hingga terpenuhi
apa-apa saja yang dibutuhkan dalam acara tersebut.
Kerjasama yang dibangun masyarakat desa sangat membantu, selain
meringankan upaya penyelesaian masalah yang ada juga menciptakan hubungan yang
baik dalam masyarakat. Sikap gotong-royong yang sudah ada dari dulu di dalam
masyarakat memberi dukungan yang besar untuk tetap menjaga hubungan yang baik
dalam sosialisasi penduduk desa. Gotong-royong ini semakin dikembangkan
masyarakat untuk meningkatkan keakrapan dalam hubungan masyarakat yang dijalin
selama mereka bersama-sama di Desa Sikeben.
Kehidupan sosial budaya Desa Sikeben sebelum tahun 1965 masih kental
dengan adat istiadat yang diajarkan nenek moyang mereka, belum dipengaruhi oleh
perkembangan. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan masyarakat desa masih tetap
sama dengan kegiatan gotong-royong yang mendarah daging di kehidupan pedesaan.
Ada sedikit kebiasaan yang menjadi tradisi bahwa baik pemuda maupun pemudi
biasanya menghabiskan waktu mereka di lumbung untuk menumbuk padi dalam
lesung. Di Desa Sikeben peran orang tua yang laki-laki sangat besar, di mana mereka
kerap melakukan musyawarah bersama untuk kerukunan kampung. Jadi setiap orang
dewasa terlibat aktif sebagai pembela terhadap keamanan kampung apabila
2.2.3 Sistem Mata Pencaharian Masyarakat
Masyarakat desa pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, memiliki mata pencaharian sebagai petani, walaupun ada sebagian di bidang peternakan. Sistem mata pencaharian masyarakat bercocok tanam dan bersawah. Mereka mengandalkan potensi alam lingkungan. Ketersediaan sumber pangan dirasa mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Tantangan untuk memasuki hutan belantara adalah kesulitan yang sering menjadi penghambat sekaligus memotivasi penduduk membuat alternatif baru untuk mencukupi pangan. Alasan tersebut kemudian menjadi faktor dibukanya hutan dengan menumbang pohon-pohon kayu sehingga bersih untuk dijadikan lahan pertanian.
Kehidupan masyarakat seadanya sebelum mendapatkan sentuhan pengaruh luar. Mereka terpusat pada aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup saja ditandai dengan peralatan yang mereka gunakan dalam urusan dapur rumah tangga. Kegiatan sehari-hari masyarakat salah satunya adalah menyediakan air bersih untuk kebutuhan memasak dan minuman. Masyarakat mengambil air dari sungai-sungai, dan membawanya mengunakan kendi. Wanita membawa air itu dengan cara menjunjung mengunakan kain atau mereka sebut dengan kata
“lanam”. Peralatan masak yang digunakan masyarakat juga masih sederhana, menggunakan tungku api. Peralatan masak lainnya masih terbuat dari tanah liat seperti wajan, panci
menanak nasi dalam bahasa karo “kudin” dan juga sendok nasi dari bambu dalam bahasa
karo “ukat”.
yang sifatnya ekonomis umumnya adalah komoditi untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Padi misalnya, bagi masyarakat di luar daerah merupakan komoditi yang bernilai ekonomis dan bisa dipasarkan. Berbeda dengan tradisi masyarakat Desa Sikeben, padi yang telah dipanen akan tertimbun pada lumbung-lumbung maupun dalam rumah. Menyimpan padi di lumbung sudah menjadi tradisi bagi masyarakat yang ada di Desa Sikeben.
2.3 Komposisi Penduduk
Penduduk Desa Sikeben Kuta mayoritas suku karo, yang merupakan penduduk asli
desa tersebut. Mereka adalah “manteki kuta” dalam istilah bahasa karo yang artinya pertama
Tabel. 1
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
243
252
(Sumber : Arsip Desa Sikeben tahun 1981)
Tabel.2
Jumlah penduduk menurut agama / kepercayaan
Islam
8 org.
Protestan
419 org.
Katholik
68 org.
(Sumber: Arsip Desa Sikeben tahun 1981)
Tabel.3
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan
Tidak pernah sekolah
63 org.
Tamat SD/sederajat
328 org.
Tamat SMP/setingkat
54 org.
Tamat SLTA/sederajat
47 org.
Tamat perguruan tinggi
3 org.
(Sumber: Arsip Desa Sikeben tahun 1981)
Tabel.4
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian