TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) diacu oleh Rukmini (2012)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Osteichtyes
Sub.Class : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphy
Sub Ordo : Percoidei
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis niloticus
Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk,
rawa, sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga
ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas yang
disukai antara 0 - 35 ‰. Ikan nila gift air tawar dapat dipindahkan ke air payau,
dengan proses adaptasi yang bertahap ikan nila yang masih kecil 2 – 5 cm, lebih
secara mendadak dapat menyebabkan ikan tersebut stress bahkan mati (Kordi, 2000
dalam Setyo, 2006). Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu ikan
ekonomis penting yang dibudidayakan di dunia saat ini. Namun kasus akibat parasit
merupakan faktor pembatas yang penting dalam indusri budidaya ini.
Penyakit
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan,
tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu
kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya patogen
(penyakit). Dengan demikian, timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil
interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad / organisme penyakit.
Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme
pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh
penyakit (Kabata, 1985).
Ikan dapat diserang berbagai macam penyakit di lingkungan alam. Demikian
juga dalam pembudidayaan, bahkan penyakit tersebut dapat menyerang ikan dalam
jumlah yang besar dan dapat menyebabkan kematian ikan, sehingga kerugian yang
ditimbulkannya pun sangat besar. Penyakit-penyakit tersebut banyak yang bersifat
infektif, tetapi faktor-faktor non-infektif juga sangat berperan. Peran ini berhubungan
dengan dua faktor, yaitu: (1) lingkungan tempat ikan hidup, tempat ikan terkungkung
poikilotermis. Sifat ini mengakibatkan rendahnya tingkat metabolisme setelah air
mengalami penurunan suhu. Kegiatan sistem kekebalan tubuh tergantung pada suhu
(Kordi, 2004).
Adanya informasi yang memadai mengenai cara mencegah dan mengobati
ikan yang terserang penyakit sangat bermanfaat dalam upaya mempercepat
pengetahuan petani ikan yang selama ini masih mengandalkan cara-cara tradisional
dan anggapan-anggapan yang keliru. Konsep penyakit menurut Kordi (2004) dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsep panyakit yang disebabkan oleh interaksi antara ikan, lingkungan dan patogen
Pada pengawasan penyakit ikan, kesehatan ikan sama pentingnya dengan
penyakit ikan. Karena kesehatan yang baik merupakan pencegahan terhadap penyakit
yang paling ideal, yang sulit adalah menduga kesehatan ikan (Kordi, 2004). Ciri-ciri
ikan yang stress adalah ikan yang mendapat tekanan dengan ciri-ciri warna badan
ciri-ciri ikan sehat adalah warna cemerlang, bergerak normal dan selalu dalam
gerombolan dan tidak ada perubahan fisik di tubuh.
Usaha penanggulangan terhadap beberapa penyakit telah banyak
dilaksanakan. Penggunaan bahan kimia dan antibiotika yang terus-menerus selain
dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan juga dikhawatirkan dapat menimbulkan
akibat lain yaitu timbulnya pathogen yang tahan terhadap obat tersebut. Untuk itu
diperlukan suatu cara penanggulangan penyakit yang tidak banyak menimbulkan efek
negatif bagi lingkungan (Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2005).
Parasit
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam atau pada tubuh
organisme lain (berbeda jenis), sehingga memperoleh makanan dari inangnya tanpa
adanya kompensasi apapun (Kordi, 2004). Infeksi yang terjadi pada ikan karena
serangan parasit merupakan masalah yang cukup serius dibanding dengan gangguan
yang disebabkan oleh faktor lain. Parasit bisa menjadi wabah bila diikuti oleh infeksi
sekunder.
Berdasarkan cara penyerangan, parasit dibedakan atas dua golongan yaitu
golongan ektoparasit (eksternal) dan endoparasit (internal). Ektoparasit adalah parasit
yang menyerang bagian luar kulit, sisik, lendir, dan insang. Sementara itu endoparasit
adalah parasit yang menyerang bagian dalam (Alifudin, 1996). Ekoparasit merupakan
Penanggulangan
Ikan yang telah diserang penyakit dapat disembuhkan dengan pengobatan
melalui makanan, terutama terhadap seranagan penyakit yang tidak mengakibatkan
kematian secara tiba-tiba. Pengobatan melalui pakan sebaiknya segera dilakukan pada
tahap awal terjadinya serangan, sebab pada saat itu ikan masih mempunyai nafsu
makan. Keterlambatan pengobatan akan memberikan hasil yang kurang memuaskan,
karena ikan telah kehilangan nafsu makan sehingga obat yang diberikan lebih banyak
terbuang percuma. Prinsip pengobatan melalui makanan adalah meningkatkan daya
tahan tubuh melalui pemberian pakan dan membunuh organisme penyebab penyakit
dengan obat yang sengaja dicampurkan ke dalam pakan (Kordi, 2004).
Akibat penggunaan bahan-bahan kimia, sehingga banyak mikrobia yang
memiliki resistensi terhadap berbagai macam antibiotik sehingga bakteri-bakteri
tersebut sangat sulit ditaklukan, sehingga tanaman herbal dapat menjadi solusi yang
baik dalam penanggulangan penyakit ikan. Adapun tanaman herbal yang umum
digunakan adalah bawang putih, daun sirih dan daun pepaya.
A. Bawang Putih (Allium sativum)
Bawang puti
– 75 cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian
daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari
serabut-serabut kecil yang bejumlah banyak. Dan setiap umbi bawang putih terdiri
berwarna putih, merupakan tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun
(Tora, 2013).
Syamsiah dan Tajudin(2000) diacu oleh Lukistyowati (2004) menyatakan
bahwa jumlah daun setiap tanaman bisa mencapai lebih dari 10 helai. Bawang putih
termasuk kelas Monocotyledone, ordo Liliflorae, family Amarylidaceae, genus allium
dan spesies Allium sativum. Bawang putih mengandung minyak atsiri yang mudah
menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih ini diduga mempunyai
kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Bawang putih merupakan salah satu
penakluk infeksi yang terbaik yang efektif untuk bakteri maupun virus (Plantamor,
2009).
Zat yang berperan memberikan aroma bawang putih yang khas adalah alisin.
Di dalam tubuh, alisin merusak protein kuman penyakit sehingga kuman penyakit
tersebut mati. Alisin merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotik cukup
ampuh (Syamsiah dan Tajudin diacu oleh Lukistyowati, 2004).
Selanjutnya dijelaskan oleh Lukistyowati (2004), alisin merupakan zat anti
mikrobial yang mempunyai kekuatan antibiotik yang dapat melawan dan membunuh
basil-basil serta kuman penyakit seperti gonorhoe, tifus, desentri, tuberculosis. Selain
itu menurut Lukistowati (2004) bawang putih mengandung alin yang mengalami
metabolisme akan menghasilkan suatu enzim yang merubah alin menjadi alicin. Dan
alicin ini berfungsi sebagai anti bakteri, mampu secara efektif membunuh kuman atau
bakteri.
Plantamor (2009) menyebutkan bahwa alisin merupakan salah satu zat yang
menghancurkan bakteri dan jamur. Ketika bawang ditumbuk atau digerus akan keluar
dan menyatu dengan enzim allinase membentuk senyawa antibakteri yang setara
dengan penisilin berkadar 1%. Alisin merupakan antibiotik alami yang diketahui
tidak menimbulkan resistensi bakteri yang diperangi.
Zat aktif lain yang terkandung dalam bawang putih adalah scordinin, zat ini
diyakini dapat memberikan atau meningkatkan daya tahan tubuh (stamina) dan
perkembangan tubuh. Hal ini disebabkan kemampuan bawang putih dalam bergabung
dengan protein dan menguraikannya, sehingga protein tersebut mudah dicerna oleh
tubuh (Syamsiah dan Tajudin diacu oleh Lukistyowati, 2004). Menurut Challem
diacu oleh Lukistyowati (2004), zat scordinin berfungsi untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
B. Daun sirih (Piper betle)
Daun sirih diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik, bakterisida dan
fungisida (Sugianti, 2005). Sirih (Piper betle) termasuk jenis tumbuhan merambat
dan bersandar pada batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu mencapai
puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang,
tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun
menyirip,dan daging daun tipis. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan
batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan
kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Agustina, 2004).
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol),
mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur. Kandungan di dalam daun
sirih ini terdapat fenol, yakni betelphenol dan chavicol yang mempunyai fungsi
sebagai antiseptik, dan dengan adanya kandungan zat aktif berupa antiseptik dalam
daun sirih dapat dimanfaatkan untuk menghambat serta membunuh mikroorganisme
layaknya bakteri (Kharisma 2010).
C. Daun Pepaya (Carica papaya)
Tanaman pepaya merupakan tanaman herbal yang sudah populer di kalangan
masyarakat untuk pengobatan tradisional. Di dalam ekstrak daun pepaya terkandung
papain yang memiliki aktivitas proteolitik dan anti mikroba, alkaloid carpain
berfungsi sebagai antibakteri. Tocophenol dan flavonoid yang memiliki daya
antimikroba. Carpain merupakan senyawa alkaloid yang khas dihasilkan oleh
tanaman pepaya. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik. Alkaloid
bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus,
sebagai antiprotozoa dan antidiare, bersifat detoksifikasi yang mampu menetralisir
racun dalam tubuh. Alkaloid diketahui mampu meningkatkan daya tahan tubuh.
Mekanisme kerja dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan berinteraksi dengan
DNA (Setiaji, 2009).
Zat dalam daun pepaya dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh manusia
untuk dapat melawan sel kanker. Dibandingkan dengan obat pelawan kanker lain,
daun pepaya tidak bersifat meracuni terhadap sel tubuh yang normal, sehingga daun
pepaya dinilai lebih aman untuk tubuh, daun papaya juga mengandung sativin yang