BAHAN UJIAN UAS FILSAFAT KETUHANAN
3.2.
Seberapa jauh membentang pengalaman mns itu?
Persoalan pokok: Di mana batas ruang pengalaman mns? Perlu dibedakan isi pengalaman yg berhubungan dg Allah & isi pengalaman mns saja. Kita perlu mengartikan “apa itu pengalaman”. Pengalaman satu kejadian awal yg ditentukan realitas atau satu cara pengenalan yg di dlm kesadarannya, realitas itu hadir scr langsung. Pengalaman thd realitas itu adl pengalaman awal yg belum direfleksi. Isi pengalaman awal ini tdk bisa dikatakan scr langsung, & ia hny ditangkap melalui refleksi budi & kegiatan berpikirnya.
1. Pengalaman akan Realitas Mutlak.
Realitas mutlak: tak pernah tampil di permukaan pandangan kita scr penuh. Lalu, di mana kita mencariNya? Kita mencariNya melalui proses pengetahuan kita. Di sana dibutuhkan kriteria objektivitas pengetahuan. Cr pengenalan kita akan realitas mutlak tdk sempurna, tpi di dlmnya hadirlah realitas mutlak sbg satu momen konstitutif. Pengetahuan kita ttg realitas mutlak tdk pernah ditematisir scr lengkap. Dia dikenal scr tersirat; itu berarti bhw realitas mutlak hny bercahaya dlm slh penghayatan pengenalan mns. Kita menyebut kehadiran realitas mutlak dg cara demikian sbg “pengalaman eksistensial” atau pengalaman transendental. Keberatan thd pendirian itu: realitas mutlak itu hny satu ilusi, atau
satu ide, satu yg bersifat subjektif, satu proyeksi kesadaran. Jawaban thd keberatan itu: Kita kembali kpd pengalaman transendental yg tdk tertematisir. Kita sebetulnya sdh “terstrukturir” di dlm realitas mutlak. Itu berarti bhw sdh ada ketersediaan subjek (pengalaman passivita) atau satu penerimaan akan realitas mutlak; ketersediaan ini memungkinkan adanya kegiatan subjek utk mengenalNya meskipun pengenalan itu bersifat tdk sempurna. Di dlm ketersediaan subjek terdpt manifestasi realitas mutlak yg melampaui (mentransendir) pengetahuan subjek. Krn itu, pengalaman transcendental bukanlah hal yg semu atau hasil proyeksi kesadaran mns.
2. Indikasi yg menunjuk kpd pengalaman akan realitas mutlak a. Realitas Mutlak sbg satu realitas “Ada”.
plural ini mengandaikan 1 “realitas ada mutlak” yg mendasari realitas plural.
Org menggunakan prinsip berpikir: kontradiksi, yaitu satu prinsip yg menegaskan bhw tdk mungkin sesuatu itu serempak tjd & tdk tjd atau ada & tdk ada. Bila kita menegaskan bhw realitas mutlak itu adl satu realitas “ada”, mk dg prinsip berpikir kontradiksi, kita tdk mungkin berkata “realitas mutlak itu tdk ada”.
b. Realitas Mutlak sbg satu kebenaran mutlak.
Tiap pernyataan mengandaikan adanya tolok ukur kebenaran mutlak, termasuk pernyataan yg keliru.
Pendirian skeptiker: tdk ada kebenaran mutlak. Letak kontradiksi pendiriannya tersirat saat mrk menerima adanya kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak adl pernyataan bhw tdk ada kebenaran mutlak.
Kebenaran mutlak yg terbaca dlm pertentangan antara pernyataan yg benar & pernyataan yg salah.
c. Realitas Mutlak sbg satu Nilai mutlak.
Tiap pernyataan memiliki nilai: ada nilai yg mengikat & ada nilai yg tdk mengikat. Nilai itu menunjuk kpd satu nilai mutlak.
Max Scheler: Mengenal 2 arti nilai, yaitu isi noematis & nilai dr sesuatu hal. Isi noematis itu (noem=pemikiran) dr aktus rasa: sesuatu yg a priori dlm aktus rasa, & tdk bergantung pd objek di luar. Dia bersifat emotif (bersifat menggerakkan). Aktus rasa itu terdiri dr dua sisi: sisi vital (menyentuh hakikat hidup semua makhluk dg modalitas nilai spt menyenangkan & tdk menyenangkan, baik-buruk, indah-jelek dsb) & sisi pribadi yg adl nilai mutlak tanpa bergantung pd hakikat hidup. Arti kedua: nilai adl nilai dr sesuatu hal; artinya, nilai itu ada dlm sgl macam realitas “ada” baik yg bersifat anorganis maupun yg bersifat organis. Benda anorganis tdk memiliki nilai dlm dirinya sendiri, tpi nilai utilitaris, yaitu dia bernilai ketika org “menggunakannya”. Benda organis (makhluk hidup) memiliki nilai di dlm dirinya dg adanya hierarki nilai, dr tingkat paling rendah (psiko-vital) sampai kpd tingkat paling tinggi yaitu pribadi.
Nilai mutlak: pribadi yg jg mrpk norma mutlak.
Bagaimana posisi ilmu pengetahuan yg dikatakan bebas nilai? Posisi ini tdk dpt lagi diterima, krn ilmu pengetahuan diwajibkan utk tunduk pd kebenaran.
d. Realitas Mutlak sbg satu kebebasan.
Arti kebebasan: Mns sbg satu hakikat yg bebas, yaitu hak utk menentukan diri sendiri.
Realitas Mutlak: tolok ukur penggunaan kebebasan.
Otonomitas & kebebasan mns hny terwujud dlm ruang lingkup Realitas Mutlak.
Filsafat Thomas: hubungan yg hakiki antara realitas mutlak & kebebasan mns.
e. Kesadaran diri sbg dasar pengalaman akan Realitas Mutlak. Dlm proses kesadaran, terdapat satu realitas lain di luar mns. Kesadaran diri bersifat terbatas, & kaitannya dg filsafat
Descartes.
3. Pengalaman Realitas Mutlak scr implisit sbg pengalaman Realitas Ada.
Kita kembali ke pertanyaan awal: Seberapa jauh membentang pengalaman mns? Jawabannya: Realitas mutlak ada scr tersirat dlm semua pengalaman baik dlm pengalaman inderawi maupun dlm refleksi budi; dia mrpk isi kesadaran kita.
Kita tdk dpt menangkap realitas mutlak scr langsung, & tdk bs menghindari realitas itu, krn Dia sdh tersedia & berada dlm pengenalan kita. Kita tdk mungkin diam di depannya; kita harus berbicara ttgnya.
Adanya keragu2an thd eksistensinya. Dibutuhkan kemampuan
mns utk menerobos masuk ke dunia di balik kesadaran mns.
3.3.
Dapatkan org berbicara ttg “pengalaman akan Allah”?
1. Tdk ada satu pengalaman yg jelas akan Allah.
Jika ada pengalaman yg jelas akan Allah, atheisme tdk mungkin ada.
Ontologisme Gioberti: Realitas “ada” adl substansi sendiri: dia adl pencipta yg menghslkan eksistensi pertama. Eksistensi pertama bergerak kembali menunju penciptanya sambil meniru penciptanya. Di dlm pikiran mns ada intuisi langsung.
mungkin bebas dr pengalaman inderawi & refleksi budi. Hub antara Allah & daya intuisi ttp tdk jelas.
2. Pengalaman transendental adl pengalaman akan Allah dlm arti ttt.
Arti pengalaman transendental: pengalaman awal yg tdk tertematisir atau pengalaman prarefleksif, & itu bersifat personal. Pengalaman transendental adl satu pengalaman eksistensial: Dia senantiasa memanggil tpi menantang eksistensi mns utk menjawabNya.
3. Konsekuensi isi pengalaman transendental utk pengenalan yg jelas akan Allah.
a. Pengenalan akan Allah sbg pengembangan pengalaman transendental.
Ada org yg berpendapat bhw pengenalan akan Allah itu satu hal kebetulan, & itu keluar dr satu kepercayaan yg disebabkan oleh faktor luar & faktor dlm. Pendapat demikian tdk cocok. Pengenalan akan Allah itu mrpk satu momen pengenalan yg melampaui sesuatu yg tertangkap scr inderawi & yg terefleksi dlm pengertian budi. Pengenalan itu ada secara tersirat di dlm pengalaman inderawi & refleksi budi. Seorang atheis & agnostik pun ada dlm momen itu.
Pengenalan atas cara yg disebut terakhir ini adl pengalaman transendental yg perlu dikembangkan. Di sinilah diperlukan metode utk mengembangkan isi pengalaman transendental itu. Pengembangan metodis utk berbicara ttg Allah adl satu keharusan. Tpi inilah ketegangannya: ketegangan antara pengalaman langsung yg tak tertematisir & hasil proses kesadaran mns utk mentematisir pengalaman langsung itu.
b. Momen eksistensial yg praktis dlm pengenalan akan Allah. Pengenalan akan Allah mrpk pengalaman transendental
yg perlu dikembangkan. Pengenalan akan Allah atas cr demikian mrpk satu momen eksistensial yg praktis. Maksudnya: momen pengalaman eksistensial yg menunjuk kpd satu ketersediaan subjek atau satu disposisi yg harus diambil subjek, ketika berhadapan dg tantangan eksistensial. Kemampuan pengenalan spt itu berbeda dg pengenalan
tindakan konkret utk menyikapi tantangan eksistensial, & perwujudan tindakan nyata itulah satu momen eksistensial yg praktis, yg di dlmnya pengenalan mns akan Allah menjadi nyata. Pengenalan yg nyata akan Allah sll bergantung pd keputusan pribadi yg bebas.
c. Masih perlukah pembuktian akan adanya Allah?
Org mempersempit arti kata “pembuktian” dg pembuktian matematis atau pembuktian ilmu2 empiris. Pembuktian dlm arti
yg tepat: setiap gerak pikir yg memperlihatkan kebenaran pernyataan dg cara mengungkapkan dasar2 yg berbicara ttg
kebenaran itu scr jelas & masuk akal. Setiap pembuktian selalu berada dlm konteks ttt. Pembuktian akan Allah: satu kegiatan berpikir utk memahami & mengenal Allah dg argumentasi yg masuk akal dlm konteks ttt.
4. Pengembangan Metodis Bbrp Kenyataan Yg Menunjuk kpd Allah
4 Kenyataan Mendasar: Pertama & kedua adl pembuktian Antropologis ttg Allah. Ketiga & Keempat: pembuktian Kosmologis ttg Allah.
1. Mns dlm usaha mencari arti hidup.
Stp pengalaman sll punya arti ttt. Arti pengalaman dlm bbrp tataran:
Tataran empiris (sesuatu yg diinderai) Arti bahasa ( kata atau bahasa) Tataran etika (tujuan perbuatan mns)
Arti dlm tataran hidup (kepenuhan hidup mns & seluruh hdpnya).
Seluruh hidup mns: aktivitas utk mencari arti hdpnya:
a. Tindakan mns tdk mungkin ada tanpa pemahaman ttg artinya. Stp perbuatan baik yg dilakukan scr sadar maupun tdk sadar sll memuat satu tujuan ttt & arti ttt.
c. Mencari arti hidup berarti mencari dasar mutlak sbg pegangan hidup. Stp org, betapapun sederhana daya refleksinya, mengakui adanya satu dasar mutlak yg mjd pegangan hdpnya. Apakah ada arti hidup di dlm pengalaman penderitaan yg terus menerus? Atau di dlm perbuatan bunuh diri? Di dlm pengalaman & perbuatan bunuh diri ada arti hidup yg sedang dicari, tpi krn jalan keluar dr bunuh diri tdk ada, maka org itu menempuh bunuh diri.
d.Mengiakan adanya arti hidup berarti mengakui adanya realitas mutlak yg disbt Allah dlm bhs religius. Pengalaman positif & negatif mns memuat satu petunjuk akan adanya arti mutlak yg ditemukan dlm realitas mutlak. Realitas mutlak ini memberi arti thd semua yg kita alami. Realitas mutlak itu harus memiliki watak personal, krn kita adl hakikat personal. Realitas mutlak yg bersifat personal itu adl Allah.
2. Mns di hadapan tuntutan moral.
1. Manifestasi kesadaran moral dlm penilaian moral.
Perbuatan mns tdk luput dr tuntutan penilaian moral. Ada perbuatan yg spontan mendatangkan penilaian moral “baik” & “buruk”. Ada perbuatan yg scr moral tdk bisa dinilai, mis; org sakit jiwa. Penilaian moral hny tertuju pd perbuatan seseorang yg ditentukannya scr bebas & yg mjd tanggung jawabnya. Penilaian moral jg bisa dijatuhkan atas perbuatan kita sendiri. Keadaan2: suara hati. Instansi ini memuji atau
mengecam perbuatan baik perbuatan org lain maupun perbuatan kita sendiri.
2. Persyaratan penilaian moral. Dua titik tolak penilaian moral:
1. Perbuatan seseorg dijalankan tanpa paksaan. Keputusan bebas org yg bersangkutan mrpk syarat mutlak penilaian moral. Dia sendiri bertanggung jawab thd perbuatannya. 2. Perbuatan mns yg mengandung nilai itu sendiri adl
pribadi mns. Nilai moral itu bukan satu nilai tersendiri yg terlepas dr nilai2 lain yg bersifat mnswi. Nilai moral itu adl nilai mutlak yg bersifat kategoris: wajib, harus. Prinsip umum: Lakukanlah yg baik & jauhkanlah yg jahat.”
3. Hakikat Kewajiban Moral.
bertumbuh dr kebebasan batiniah, tpi tanpa kebebasan, kewajiban menjadi tak berarti. Dua posisi ekstrim: sikap legalisme & kebebasan tanpa batas. Di sini pentingnya pendidikan moral.
4. Kewajiban moral menunjuk 1 realitas absolut yg bersifat pribadi.
Penerimaan adanya hukum kodrat rasional oleh pribadi2 konkret. Hukum kodrat rasional ini identik dg kodrat rasional mns tpi serempak berbeda dr kodrat rasional mns.
Kewajiban moral mns tdk melenyapkan otonomi mns. Dia tinggal sbg satu tuntutan mutlak, instansi yg menunjuk kpd satu kuasa mutlak yg mengatur mns. Kuasa ini ada dlm lubuk hati terdalam. Realitas ini harus pribadi, krn mns sbg pribadi tdk bisa bertgg jwb scr moral thd 1 realitas yg tdk bersifat pribadi. Realitas pribadi ini bersifat imanen & sekaligus transenden. Suara hati itu: panggilan dr 1 pribadi ke pribadi lain.
Pribadi yg memanggil itu ada dlm suara hati, dasar mutlak kewajiban kita & Dia menjamin kebebasan kita. Dia disebut Allah.
3. Mencari Dasar Terakhir
Perhatian konkret kita atas masalah: Apa kita bisa mengenal Allah melalui permenungan akan sifat2 ttt dr alam material. A. Penjelasan ttg kontingensi.
diperttgkan dg keharusan tak bersyarat ini. Keharusan tak bersyarat ini dikenakan pd realitas mutlak atau Allah. Keharusan tak bersyarat ini memberi dasar bg kontingensi. B. Langkah Pembuktian
Ada 3 langkah utk mengembangkan pemahaman ttg perbedaan antara realitas ada yg bersifat mutlak & realitas ada yg kontingen.
1. Haruslah diakui bhw tdk mungkin ada 1 realitas yg berasal dr sesuatu yg tdk ada. Harus ada 1 dasar mutlak yg mendasari realitas yg ada ini. Dasar mutlak itu ada dr dirinya sendiri. Soal apakah realitas mutlak ini identik dg dunia dlm arti totalitas dunia atau bagian dr dunia ataukah realitas mutlak ini berbeda dr dunia. 2. Realitas mutlak tdk identik dg dunia baik bukan satu
totalitas dunia maupun bukan bagian dr dunia. Realitas mutlak ini sempurna & ciri khasnya ialah dia mendasari dirinya dr dirinya sendiri & tdk ada sesuatu di luar dirinya. Ia bersifat melampaui dunia ini (transenden) tpi jg ada scr implisit dlm dunia ini (imanen).
3. Realitas mutlak yg bersifat imanen transenden dlm hubungan dg dunia ini justru disebut Allah. Realitas ini bersifat personal, sempurna, imanen transenden.
4. Mns di hadapan misteri dunia yg tengah berkembang
Peristiwa dunia menunjuk kpd realitas Allah. Peristiwa dunia itu tampak dlm satu gejala yg menonjol, yaitu proses menjadi”. A. Problematika proses “menjadi”.
Proses “menjadi” proses perkembangan dr yg lama kpd yg baru, disebut jg “perubahan”. Soal Apakah perubahan atau perkembangan itu hakiki atau sekunder (semu)? Problem itu dipertajam dg pengalaman subjek, mis. subjek Jaka. Subjek berkembang dr kanak2 sampai tua, baik
perubahan psikologis maupun biologis. Pertanyaan apa perubahan ini melibatkan perubahan jati diri subjek atau tdk. Jawabannya “ya” & “tdk”; masing2 punya argumentasi.
Pengalaman perubahan subjek menyentuh pengalaman “kebaruan”. Dr mana asal kebaruan itu?
keberadaan diri yg aktif dlm proses penyempurnaan diri sbg perwujudan diri yg terus menerus. Tpi jawaban terakhir ini meninggalkan persoalan metafisis: Apakah realitas keberadaan diri yg aktif itu aktif dr dirinya sendiri atau digerakkan oleh realitas Ada absolut yg disebut Allah? B. Prestasi diri sbg momen penentu dlm evolusi.
ISTILAH Agnostisisme
Harfiah teori ttg “kemustahilan utk mengetahui”
Arti pengingkaran scr umum thd segala metafisika sbg sumber pengetahuan nyata; secara khusus, agnostisisme mrpk pengingkaran dr kemungkinan utk mengetahui Allah. Paham ini menerima kemungkinan adanya suatu kenyataan yg bersifat transenden thd mns, tpi menolak gagasan bhw mns dapat mengetahui secara pasti eksistensi & khususnya hakikat kenyataan yg transenden itu.
Antropomorfisme
Kecenderungan utk menafsirkan semua wujud dunia luar dlm istilah-istilah yg sesuai dg kodrat mns.
Aseitas
Kekhasan sesuatu yg punya alasan & tujuan eksistensinya dlm diri sendiri. Deisme
Mengakui seorang Allah pencipta yg mempribadi, tpi mengingkari bhw Allah itu menaruh minat atau punya pengaruh thd dunia. Akibatnya, Deisme menyangkal kuasa pelestarian & kerja sama Allah thd ciptaan2.
Deisme jg menyangkal mukjizat2 & segala pewahyuan adikodrati.
Deontologis
Argumen ini bertolak dr kenyataan adanya kewajiban moral. Tdk dpt disangkal bhw tindakan kita dipengaruhi oleh suatu nilai mutlak atau sbg tindakan yg harus dilakukan atau dihindari tanpa syarat.
Argumen ontologis menjawab pertanyaan2 ttg bagaimana kenyataan
dapat diterangkan, & dasar terakhir kewajiban moral. Argumen ini menjawab : hanyalah suatu Nilai Mutlak, yaitu Allah sendiri, & dlm nilai itu semua nilai moral yg kita alami mengambil bagian.
Docta Ignorantia
Nilkolaus dr Kusa munculnya kesadaran berdasarkan penalaran, artinya, terbukti oleh rasio, akan alasan2 mengapa kita tdk dpt mengenal
diri-Nya sendiri; ketidakmungkinan itu disebabkan oleh jarak yg tak terbatas yg ada antara yg terbatas & yg tak terbatas.
Emanatisme
Paham filsafat & keagamaan yg menyatakan bhw dunia muncul sbg hasil emanasi dr Yg Esa. Yg Esa, yg tak terperikan & tak terpahamkan, dlm suatu aliran yg tak berawal & tak berakhir menghasilkan berbagai tingkatan kenyataan, seperti akal, jiwa dunia, & akhirnya pengada-pengada kodrati yg berakar dlm materi. Masing2 saat dlm emanasi itu
adalah akibat dr saat yg mendahuluinya & asal dr saat yg mengikutinya. Fatum
Zaman dulu : keniscayaan mutlak yg menetapkan jalan kejadian segala hal sebelum hal-hal itu tjd, di dlm segala aspeknya, & yg bahkan tdk terjangkau oleh kehendak dewa-dewa.
Fideisme
Latin : fides, “kepercayaan”; & dr situ berarti filsafat yg berdasarkan kepercayaan)
Sebuah paham yg mengajarkan bhw kebenaran2 metafisik, moral & keagamaan tdk terjangkau oleh akal budi mns & hanya dapat ditangkap melalui iman.
Umumnya fideisme mengacu pd teori2 yg menyatakan bhw hal yg mengatasi indera ditangkap oleh sejenis “feeling” atau iman.
Henoteisme
Paham yg mengakui banyak dewa, tpi dlm doa & kultus hanya berseru kpd seorang dewa saja, seakan-akan tdk ada dewa lain.
Okasionalisme
Paham yg mengatakan bhw satu-satunya sebab sejati segala kejadian dlm dunia material & dunia rohani adalah Allah; sebab-sebab langusung & terbatas tdk lebih dr kesempatan-kesempatan bagi campur tangan ilahi. Panenteisme
Paham yg ditumuskan o/ K.C.F. Krause yg tanpa mencampuradukkan dunia dg Allah, tdk mau memisahkannya pula dr dhat ilahi. Dlm konsepsi itu ad-nya Allah memang tdk disempitkan menjadi adanya dunia. Dunia mrpk ungkapan empiris Alla yg berada di dlm segala hal secara imanen & sekaligus transenden.
Pankosmisme
Semacam panteisme yg menciutkan Allah mjd semesta fisik, & memandang semesta fisik ini sbg kenyataan yg satu-satunya
Panteisme
Hanya ada satu kenyataan yaitu Allah, segala hal lain hanyalah mrpk cara beradanya Allah
Paham imanensi total
Allah bukan hanya himpunan dari hal2 yg banyak itu, melainkan
Ialah asas kesatuan hal-hal itu. Oleh kesatuan itulah hal2 yg banyak
itu mewujudkan alam semesta. Sientisme
Sesuai dg dogma rasionalis, yg memandang intelegensi mns sbg ukuran segala intelegibilitas, sientisme membatasi rasionalisme tersebut dlm batas-batas ilmu pengetahuan saja, sehingga roh mns sendiri direduksikan mjd dimensi “ilmiah” saja.
Teisme
Mengakui Allah sbg Ada yg mempribadi & transenden, yg menim-bulkan dunia dr ketiadaan melalui aktus penciptaan-Nya yg bebas. Politeisme menyatakan adanya dewa & kadang2 dominasi seorang
dewa tertinggi.
Henoteisme, meskipun mengakui banyak dewa, dlm doa & kultus menyeru kpd seorang dewa saja, seakan2 tdk ada dewa lain;
sedangkan teisme adl monoteis, dlm teori maupun praktek.
Menganut satu Allah; di luar Allah itu tdk ada & tdk mungkin ada dewa lain. Sbg akibatnya, teisme jg menolak segala bentuk prinsip mutlak yg berlawanan dg itu, yg mungkin dianggap sbg sumber kejahatan atau materi [dualisme].
Berlawanan dg deisme, teisme mempertahankan kelangsungan eksistensi makhluk2 oleh Allah, kerja sama Allah dg makhluk-Nya
lewat penyelenggaraan-Nya, & jg kemungkinan intervensi Allah dlm bentuk mukjizat & wahyu. Teisme jg berbeda dg jelas & panteisme karena tekanannya pd perbedaan zatiyah antara Allah & dunia, & pd sifat Allah sbg pribadi.
Teleologis
Bukti teleologis mendasarkan diri pd pertimbangan ttg keselarasan yg merajai alam semesta & perlunya Intelegensi Tertinggi utk menerangkan keselarasan tersebut.
Teosofi
Mencoba mengembangkan kecenderungan2 yg mrpk kecenderungan2
kodrati tiap org, utk sampai pd suatu visi ttg Allah, & lewat visi itu mendapatkan suatu pengetahuan gaib ttg segala hal.
Dua teosofi :