• Tidak ada hasil yang ditemukan

4887655 Strategi Dual Pengembangan Kemampuan Industri TIK Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "4887655 Strategi Dual Pengembangan Kemampuan Industri TIK Nasional"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Dual Pengembangan Kemampuan Industri TIK Nasional Tatang A. Taufik*)

Abstrak

Pendekatan sistem inovasi dalam konteks industri/sektor spesifik sering disebut dengan industrial/sectoral innovation system. Pendekatan sistemik atas pembangunan industri juga dewasa ini semakin berkembang dan luas diterapkan dalam kerangka yang dikenal sebagai klaster industri, terutama sejak Michael Porter

mengangkatnya di awal tahun 1990an. Walaupun begitu, bagaimana kedua pendekatan ini “digunakan” dalam konteks pragmatis belum demikian luas dibahas, terutama di Indonesia. Teknologi Informasi dan Komunikasi/TIK (Information and Communication Technology/ICT) merupakan salah satu bidang yang dinilai semakin penting di era sekarang, yang juga merupakan salah satu bidang prioritas iptek nasional.

Makalah ini mengajukan suatu gagasan strategi dual untuk pengembangan kemampuan industri TIK nasional dalam perspektif sistem inovasi dan klaster industri. Karakteristik potensi dan pasar ekspor dan

domestik yang berbeda menjadi pertimbangan sangat penting bahwa strategi pengembangan industri perlu dikembangkan sebagai lintasan ganda yang saling komplementatif.

I. PENDAHULUAN

Teknologi Informasi dan Komunikasi/TIK (Information and Communication Technology/ICT) merupakan salah satu bidang yang dinilai semakin penting di era sekarang, yang juga merupakan salah satu bidang prioritas iptek nasional. TIK sebagai salah satu kunci bagi pembangunan ekonomi masa depan: knowledge economy dan knowledge society. Pesatnya kemajuan TIK, sifat “uniknya” dan perannya sebagai enabler dan sekaligus sektor produktif potensial menjadikan TIK sebagai bidang yang tidak mungkin diabaikan dalam pembangunan. Bagi perkembangan TIK itu sendiri, negara seperti Indonesia yang berpenduduk 220 juta, sangat penting, bukan saja sebagai pasar bagi produk yang semakin sarat pengetahuan/teknologi atau inovasi, tetapi juga potensi basis pemajuan TIK selanjutnya.

Dalam perjalanan sejarah pembangunan, daya saing dan kohesi sosial semakin luas diyakini sebagai kunci ukuran keberhasilan dan karenanya menjadi upaya yang makin luas ditelaah banyak pihak. Perkembangan ini juga penting bagi penentu kebijakan dalam rangka menghasilkan pengaruh kebijakan yang tepat dan membawa posisi industri dan negara di tengah perkembangan global yang dinamis.

Tulisan ini mengajukan dua konsep yang tengah berkembang, yakni klaster industri dan sistem inovasi dalam menyoroti industri TIK. Pendekatan sistem terhadap perkembangan dan kompleksitas dari inovasi dan difusinya, yang semakin disadari tidaklah “linier,” serta proses pembelajaran sosial dan dinamika perkembangan pengetahuan (penciptaan, penggunaan, dan distribusinya) mendorong perkembangan paradigma tentang “sistem inovasi.” Pandangan sistem juga berkembang dalam menelaah aktivitas-aktivitas nilai tambah dalam bisnis/ekonomi secara luas. Walaupun berpangkal dari “akar” keilmuan yang agak berbeda, pandangan tentang efisiensi kolektif, lingkungan inovatif, path dependence, dan lainnya mendorong perkembangan pendekatan klaster industri dalam ulasan teoritis/konseptual dan kajian-kajian empiris. Ibarat suatu mata uang logam yang bersisi ganda, kedua pendekatan tersebut sebenarnya sama-sama mencermati dari perpsektif kesisteman tentang suatu konteks yang sama dari konsep yang saling melengkapi. Bahkan dalam konteks kasus yang semakin “terlokalisasi” keduanya bahkan seakan “berhimpitan.”

Melalui kajian eksploratif mengenai kedua konsep tersebut, penulis memandang bahwa peningkatan daya saing industri TIK nasional perlu dilakukan dengan mendorong kemajuan sistem inovasi yang semakin adaptabel, dan klaster industri yang berkembang dinamis dan memiliki keunggulan khas (unique

advantage). Makalah ini mengajukan suatu gagasan strategi dual untuk pengembangan kemampuan

industri TIK nasional dalam perspektif sistem inovasi dan klaster industri. Karakteristik potensi dan pasar ekspor dan domestik yang berbeda menjadi pertimbangan sangat penting bahwa strategi pengembangan industri perlu dikembangkan sebagai lintasan ganda yang saling komplementatif.

*)

(2)

II. PENDEKATAN

Dalam upaya yang tengah dilakukan oleh BPPT berkaitan dengan upaya peningkatan kemampuan industri TIK nasional, dua “konsep” yang tengah berkembang dikaji sebagai alat pendekatan dalam kajian, yaitu “klaster industri” dan “sistem inovasi.” Pemetaan (mapping) tentang TIK nasional dilakukan berdasarkan kompendium beragam kajian terdahulu dan upaya serupa yang relevan. Tinjauan kebijakan (direncanakan) dilakukan terutama dalam kerangka penguatan sistem inovasi dan/atau peningkatan daya saing klaster industri TIK. Beberapa hasil indikatif dirangkum sebagai bahan tinjauan strategis dan pemetarencanaan kolaboratif (collaborative roadmapping).

Dalam kaitan tersebut, makalah ini merupakan kertas kerja yang secara ringkas menyampaikan hasil sementara kajian eksploratif yang tengah dilaksanakan berkaitan dengan peningkatan kemampuan industri TIK nasional.

III. KLASTER INDUSTRI DAN SISTEM INOVASI: KONVERGENSI KONSEP

Klaster industri pada dasarnya merupakan:1

jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri inti/core industries – yang menjadi “fokus perhatian,” industri pendukungnya/supporting industries, dan industri terkait/related industries), pihak/lembaga yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga penelitian, pengembangan dan rekayasa/ litbangyasa), institusi yang berperan menjembatani/bridging institutions (misalnya broker dan konsultan), serta pembeli, yang dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding production

chain).

Atau secara singkat:

klaster industri sebenarnya merupakan kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis.

Dalam hal ini aktor beserta peran masing-masing, proses nilai tambah, dinamika keterkaitan untuk setiap tematik dan konteks tertentu akan mencirikan apa yang dimaksud dengan klaster industri tertentu. Skema dalam Lampiran menunjukkan beberapa teori/konsep yang relevan dengan perkembangan pendekatan klaster industri.

Sementara itu, sistem inovasi secara umum memiliki pengertian sebagai suatu kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktek baik/terbaik) serta proses pembelajaran.2 Dalam konteks bidang/sektor tertentu, beberapa menyebutnya sebagai “sistem inovasi sektoral.” Malerba (2002b) misalnya mendefinisikan apa yang disebutnya sectoral system of

innovation and production sebagai berikut:

. . . a sectoral system of innovation and production is a set of new and established products for specific uses and the set of agents carrying out market and non-market interactions for the creation, production and sale of those products. Sectoral systems have a knowledge base, technologies, inputs and demand. . . .

1

Lihat beberapa versi pengertian dan bahasan tentang klaster industri antara lain dalam Bergman dan Feser (1999); Munnich Jr., et al. (1999); Porter (1990); UK DTI (1998b , 2001).

2

(3)

Ragam bahasan dalam literatur tentang klaster industri dan sistem inovasi menunjukkan adanya “himpitan” dalam cara pandang kedua konsep ini, setidaknya dalam beberapa hal berikut (lihat ringkasan skematik dalam lampiran):

1. Pendekatan sistem yang menggunakan telaahan secara holistik tentang konteks telaahan tertentu;

2. Peran aktor (dan kelembagaan) dalam proses penciptaan nilai; 3. Dinamika interaksi antaraktor (termasuk kompetisi dan kooperasi);

4. Pentingnya pengetahuan dan pembelajaran (inovasi dan difusi) dalam menentukan kemajuan/keberhasilan individu dan sistem;

5. Implikasi pergeseran peran dan kebutuhan reformasi kebijakan.

Menurut hemat penulis, dalam konteks tematik (sektor/industri) dan lokasi (geografis) yang semakin fokus, maka cara pandang klaster industri dan sistem inovasi pada esensinya adalah sama (menunjukkan “konvergensi” dalam konsep/perspektif, terutama dalam konteks peningkatan daya saing).3 Hal ini sangat penting terutama dari perspektif kebijakan publik.

ƒ Kebijakan pemerintah yang baik membutuhkan kerangka (policy framework) yang sesuai dan menjadi “acuan” bagi keterpaduan keseluruhan instrumennya secara konsisten;

ƒ Kebijakan pemerintah perlu sesuai dengan “status perkembangan” sistem sehingga dapat menjadi sistem yang lebih adaptif dengan perkembangan ke depan;

ƒ Instrumen kebijakan perlu semakin memenuhi kaidah kebijakan yang baik dalam mengatasi isu/persoalan kebijakan yang sesuai dengan tantangan dinamika pasar (mengatasi kegagalan pasar/market failures tertentu), government failures, dan kegagalan sistemik;

ƒ Pembelajaran kebijakan menjadi faktor yang semakin penting bagi keberhasilan kebijakan dari waktu ke waktu dalam menumbuhkembangkan sistem.

IV. PERKEMBANGAN INDUSTRI TIK

Teknologi Informasi dan Komunikasi4 memiliki karakteristik “unik” dalam perekonomian (daya saing) dan pembangunan pada umumnya. Selain sebagai suatu “sektor produktif,” bidang TIK merupakan bidang yang dinilai sangat penting (termasuk dalam penguatan klaster industri atau sistem inovasi sektoral itu sendiri) karena karakteristik berikut:

ƒ TIK bersifat pervasive dan cross-cutting

ƒ TIK merupakan enabler yang penting dalam penciptaan jaringan

ƒ TIK mendorong diseminasi informasi dan pengetahuan ƒ Zero or declining marginal costs untuk produk-produk digital

ƒ Peningkatan efisiensi dalam produksi, distribusi dan pasar ƒ Penting bagi model bisnis inovatif dan keseluruhan industri baru ƒ TIK dapat memfasilitasi disintermediation

ƒ TIK memiliki cakupan global.

Sifat TIK dan beberapa kemajuan di bidang TIK mempengaruhi bisnis di bidang TIK itu sendiri (ilustrasi Gambar 1). Selain itu, pesatnya kemajuan di bidang TIK (teknologi maupun industrinya serta dampaknya dalam berbagai aspek kehidupan manusia) dan konvergensi dalam TIK turut mempengaruhi

3

Ini terutama dari perspektif kebijakan. Prakarsa-prakarsa di berbagai negara maju (terutama berkaitan dengan konteks sektor dan lokasi-geografis tertentu) sangat mendukung hal ini.

4

(4)

bagaimana negara memposisikan diri masing-masing untuk dapat memainkan peran strategisnya dalam percaturan TIK global. Namun tetap saja bahwa kemampuan teknologi negara maju membuat “porsi” yang dinikmati dari perkembangan ekonomi TIK berada dalam perkeonomian mereka. Sementara negara lainnya masih merupakan “pasar” bagi teknologi dan produk negara-negara maju tersebut.

Broad Power of internet &

freedom of wireless

Business

Sumber : Sudarwo (2002).

Gambar 1. Pendorong Penting Bisnis TIK.

Klaster industri TIK dan sistem inovasi relevannya akan ditentukan oleh, dan interkoneksi antara basis pengetahuan/teknologi, sistem produksi (industri) dan pasar/aplikasi bentuk “akhir” (end market) (ilustrasi Gambar 2). Namun seperti ditunjukkan oleh berbagai studi, hal ini pada dasarnya bersifat unik atau case-specific.

(5)

V. GAMBARAN RINGKAS INDUSTRI TIK NASIONAL

Secara umum, strategi pengembangan TIK suatu negara digambarkan oleh Gambar 3 berikut.5 Beberapa dokumen resmi nasional mengindikasikan bahwa Indonesia lebih memilih strategi TIK yang bersifat non-mutually exclusive. Selain memang telah dianggap sebagai pasar yang besar bagi industri TIK global, Indonesia berkeinginan menjadikan TIK sebagai kekuatan bidang industri nasional.6

Sumber: Diadopsi dari Digital Opportunity Initiatives (2001).

PENDEKATAN STRATEGIK

TIK sebagai Enabler Pembangunan Sosial-Ekonomi TIK sebagai

Sektor Produksi

Pilihan Strategi yang bersifat

Non mutually exclusive

Kapasitas Nasional dan

Fokus Pasar Domestik

(Brazil)

Fokus Pasar Ekspor

(Costa Rica & India)

Fokus Positioning

Global (Malaysia)

Fokus Tujuan Pembangunan (Afrika Selatan &

Estonia)

Strategi TIK/ICT Nasional

Gambar 3. Tipologi Strategi TIK Nasional.

Seperti diilustrasikan oleh Gambar 4, industri TIK nasional tidaklah “independen,” tetapi sanagt dipenagruhi oleh pengaruh perkembangan internasional (terutama dalam bentuk impor, z, dan ekspor, y) dan pengaruh perkembangan domestik itu sendiri (x). Untuk kasus Indonesia, kemampuan industri TIK bahkan masih sangat ditentukan (bergantung) pada komponen impor (z1), untuk memenuhi pasar pemanfaatan akhir domestik (selain juga dipenuhi oleh impor z2).

Beragam kajian (termasuk rangkaian diskusi terkait yang tengah berlangsung) cukup banyak mengupas tentang perkembangan industri TIK nasional dan prospeknya ke depan.7 Tanpa maksud merangkum hasil dari kajian/upaya tersebut secara lengkap, dengan menggunakan Gambar 4, beberapa hal yang dinilai penting terkait dengan gambaran tentang industri TIK nasional dapat disampaikan sebagai berikut:

5

Catatan: dalam dua “ekstrim” strategi, maka fokus pertama adalah TIK (ICT) dipandang sebagai “sektor produksi,” dan strategi e-readiness nasional ditujukan untuk mengembangkan atau memperkuat industri-industri yang terkait dengan TIK (ICT); sedangkan fokus kedua adalah TIK (ICT) dipandang sebagai “alat yang memungkinkan pembangunan sosial ekonomi” (enabler of

socio-economic development) dan strategi e-readiness nasional memanfaatkan TIK (ICT) untuk

mendongkrak kebijakan-kebijakan pembangunan. 6

Dokumen resmi nasional, antara lain RPJMN 2004-2009, dokumen-dokumen dari KNRT dan Deperin menunjukkan hal ini.

7

(6)

D

I

y

z

1

x

z

1

z

Gambar 4. Skema Industri TIK.

ƒ Kebutuhan TIK domestik (D) yang luas dan besar, masih didominasi oleh impor (z1 dan z2, baik produk dan teknologi) yang sangat tinggi untuk beragam kebutuhan (industri maupun barang-barang konsumsi). Kebutuhan industri TIK domestik dan aplikasi TIK dalam perekonomian dan sosial belum dapat dipenuhi oleh kemampuan TIK nasional. Industri TIK nasional sejauh ini sangat bergantung pada kemampuan asing (kapital, teknologi, dan beragam “produknya”).

ƒ Ekspor (y) yang cukup besar terutama dalam bentuk elektronika konsumsi. Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Korea selatan, dan Malaysia adalah di antara negara tujuan ekspor utama (“konvensional”) di bidang TIK dari Indonesia selama ini.

ƒ Sebenarnya telah mulai berkembang ekspor (umumnya dalam bentuk sotfware) sebagai bagian dari outsourcing perusahaan internasional (di luar negeri dan/atau MNCs), namun masih terbatas. Sementara ini, data statistik tentang hal seperti ini belum dapat dihimpun dengan sistematis.

ƒ Beberapa kajian tentang kinerja (dan komparasi tentang kinerja) menyangkut sistem inovasi menunjukkan beragam kelemahan sistem inovasi nasional (termasuk dalam konteks TIK di Indonesia).

ƒ Walau masih terbatas, kemampuan litbang mulai berkembang namun keterkaitan antara

knowledge pool dengan industri (produksi) dan pemanfaatan akhir masih lemah. Penerimaan (acceptance) produk litbang TIK oleh industri TIK dalam negeri (ICT-enabling industries)

dinilai masih sangat rendah. Sementara kapasitas absorptif oleh komunitas pengguna akhir TIK (ICT-enabled industries) masih sangat terbatas. Lingkungan bisnis, dan ekonomi, serta sosio-kultural dan politik belum kondusif bagi percepatan perkembangan TIK nasional.

ƒ Dukungan SDM TIK berkualitas (baik untuk industri TIK maupun sebagai pengguna) masih relatif terbatas.

(7)

VI. STRATEGI DUAL DAN PETARENCANA STRATEGIS

Dengan mempertimbangkan karakteristik TIK dan perkembangan industri TIK nasional, strategi dual dinilai perlu dikembangkan sebagai langkah strategis pengembangan kemampuan industri TIK untuk dua konteks dinamika “pasar” yang berbeda. Hal tersebut terdiri atas beberapa bagian strategi pengembangan industri TIK secara generik (untuk dikaji lebih lanjut) sebagai berikut:

a. Penguatan basis klaster industri domestik sejalan dengan penguatan sistem inovasi yang relevan. Dari perspektif kebijakan ini berarti bahwa

ƒ Kebijakan klaster perlu sejalan dengan kebijakan inovasi TIK (dan sebaliknya).

ƒ Kerangka kebijakan (policy framework) yang jelas dan menjadi acuan semua pihak

(terutama para penentu kebijakan sektoral dan lintas tingkatan pemerintahan).

ƒ Adopsi sistem terbuka (open system) di bidang TIK (prinsip: interoperable, user-centric,

collaborative, sustainable and flexible) perlu didorong. Walaupun demikian, mengingat

kondisi Indonesia, pengembangan open source software perlu menjadi suatu prioritas nasional dalam mengembangkan pilihan yang fair dan kompetitif bagi masyarakat.

b. Orientasi pada pasar dalam negeri ditekankan pada

ƒ Pengarustamaan (mainstreaming) TIK dalam pembangunan (kebijakan pembangunan).

ƒ Peningkatan penerimaan pasar (market acceptance) bagi produk-produk domestik.

ƒ Perluasan kerjasama antara basis pengetahuan dan industri, dan antara keduanya dengan industri “pengguna” kunci.

ƒ Pengembangan pembiayaan berisiko dan kemudahan perijinan bagi bisnis,

pewirausaha dan produk baru TIK yang inovatif.

ƒ Program payung nasional bagi dukungan pengembangan inovasi di bidang TIK.

ƒ Percepatan penguasaan teknologi bagi kelompok TIK yang menentukan bidang strategis nasional (misalnya pertahanan, industri telekomunikasi, transportasi, kesehatan dan pertanian).

c. Orientasi pasar luar negeri ditekankan pada

ƒ Pengembangan kerjasama dan jaringan internasional. ƒ Pengembangan pasar potensial “baru” (non-konvensional). ƒ Pengembangan “produk” kultural dan digital multimedia.

Mengingat langkah pragmatis akan memerlukan konsensus dan tindakan kolaboratif para

stakeholder kunci, maka pengembangan strategi dual tersebut selanjutnya perlu dituangkan antara lain

dalam peta-petarencana yang bersifat kolaboratif (collaborative roadmapping).

VII. CATATAN PENUTUP

Makalah ini merupakan kertas kerja dari upaya yang tengah berlangsung dalam menelaah pengembangan kemampuan industri TIK nasional. Disampaikan secara ringkas bagian dari hasil tentatif kajian pada tahapan yang bersifat eksploratif. Konsep klaster industri dan sistem inovasi dalam perkembangannya semakin konvergen dan ibarat mata uang bersisi ganda dalam upaya peningkatan daya saing. Keterkaitan antara keduanya semakin kuat jika konteks dimensi bidang/sektor dan lokasi-geografisnya semakin fokus.

Dengan karakteristik TIK dan industri TIK serta peluang pasar yang dihadapi, strategi dual dipandang perlu digali lebih lanjut sebagai suatu alternatif strategi pengembangan kemampuan industri TIK nasional ke depan.

(8)

kebijakan esensinya adalah bahwa peningkatan kemampuan industri TIK nasional sangat membutuhkan keseimbangan antara kepentingan “kesejahteraan” pengguna akhir (sekedar sebagai pasar pengguna) dan kepentingan nasional untuk pembangunan basis kemampuan industrinya di bidang yang sangat strategis di masa depan. Kedua konsep yang disampaikan di sini, klaster industri dan sistem inovasi, ditawarkan sebagai suatu kesatuan pendekatan (yang saling melangkapi) dalam menggali langkah lebih lanjut yang lebih pragmatis dalam peningkatan kemampuan industri TIK nasional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bergman, E.M. dan Edward J. Feser (1999). Industrial and Regional Clusters: Concepts and

Comparative Applications. http://www.rri.wvu.edu/WebBook/Bergman-Feser/

2. Edquist, Charles. (2001). The Systems of Innovation Approach and Innovation Policy: An Account of

the State of the Art. Lead paper presented at the DRUID Conference, Aalborg, June 12-15, 2001,

under theme F: ‘National Systems of Innovation, Institutions and Public Policies’ (Invited Paper for DRUID's Nelson-Winter Conference) Dari http://www.druid.dk/conferences/ nw/paper1/edquist.pdf 3. Edquist, Charles. (1999). Innovation Policy – A Systemic Approach. Paper for DRUID's Innovation

Systems Conference, June 1999. Dari http://www.druid.dk/conferences/ summer1999/conf-papers/edquist.pdf

4. Freeman, Chris. (1995). The 'National System of Innovation' in Historical Perspective. Cambridge Journal of Economics. 1995, 19, 5-24.

5. Lundvall, Bengt-Åke. (2003). National Innovation Systems: History and Theory. Paper to be presented at the NSTDA-JICA seminar on innovations systems in Asian Economies, Bangkok September 4-5, 2003.

6. Malerba, Franco. (2002a). New Challenges for Sectoral Systems of Innovation in Europe. DRUID Summer Conference 2002 on Industrial Dynamics of the New and Old Economy - who is embracing whom?.

7. Malerba, Franco. (2002b). Sectoral Systems of Innovation and Production. Research Policy 31 (2002) 247–264.

8. Paija, Laura. 2001. The ICT Cluster: The Engine of Knowledge-driven Growth in Finland. Makalah dalam “Innovative Clusters, Drivers of National Innovation Systems: Enterprise, Industry and Services.” OECD Proceedings.

9. Porter, Michael E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. New York. 10. Sudarwo, Iman. (2002). Sistem Inovasi – Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bahan Presentasi,

Agustus, 2002.

11. Taufik, Tatang A. (2005). Pengembangan Sistem Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan. P2KTPUDPKM-BPPT. 2005.

12. Taufik, Tatang A. (2004). Penyediaan Teknologi, Komersialisasi Hasil Litbang, dan Aliansi Strategis. P2KDT – BPPT dan KRT. 2004.

13. Taufik, Tatang A. (2002). Survei Literasi Komputer 2001. P2KTPUDPKM-BPPT. 2002.

14. UK DTI (2001). Business Clusters in the UK - A First Assessment. UK Department of Trade and Industry. February 2001.

15. UK DETR-DTI (2000). Planning for Clusters: A Research Report. UK Department of the Environment, Transport and the Regions (DETR) bersama dengan UK Department of Trade and Industry (DTI). London. June 2000.

16. UK DTI (1998a). Our Competitive Future: Building the Knowledge Driven Economy. The Government’s Competitiveness White Paper (Cm 4176). UK Department of Trade and Industry. December 1998.

(9)

LAMPIRAN

L-1 CATATAN TENTANG KLASTER INDUSTRI DAN SISTEM INOVASI

Industri Terkait

Gambar L-1. Skematik Pendekatan Klaster Industri.

Manfaat

(10)

Sistem Pendidikan

Kondisi Umum dan Lingkungan Kebijakan pada Tataran Internasional, Pemerintah Nasional, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota

Perbankan Modal Ventura Supra- dan Infrastruktur Khusus

HKI dan

Catatan : RPT = Riset dan Pengembangan Teknologi (Research and Technology Development) PPBT = Perusahaan Pemula (Baru) Berbasis Teknologi.

Alamiah SDA (Natural Endowment)

Budaya • Sikap dan nilai • Keterbukaan terhadap

pembelajaran dan perubahan

• Kecenderungan terhadap Inovasi dan kewirausahaan • Mobilitas

Kebijakan Ekonomi • Kebijakan ekonomi makro • Kebijakan moneter

Kebijakan Promosi & Investasi

Infrastruktur Umum/ Dasar

Gambar L-3. Skematik Sistem Inovasi.

Klaster Industri 1-A

SID : Sistem Inovasi Daerah.

(11)

ƒ Kebijakan inovasi, dengan kerangka pendekatan sistem.

ƒ Kebijakan inovasi merupakan proses pembelajaran yang perlu diarahkan pada pengembangan sistem inovasi yang semakin mampu beradaptasi.

ƒ Kebijakan inovasi tak lagi hanya menjadi ranah monopoli Pemerintah ”Pusat,” tetapi juga Pemerintah ”Daerah.”

Era Sistem Inovasi (1980an – sekarang). Inovasi dalam kerangka

pendekatan sistem proses interaktif-rekursif (feedback

loop/chain link model) dari

kompleksitas dan dinamika pengembangan (discovery, invensi, litbang maupun non litbang), pemanfaatan, dan difusi serta

pembelajaran secara holistik.

ƒ Tekanan kebijakan pada sisi permintaan sangat dominan (demand driven).

ƒ Kebijakan teknologi dan/atau kebijakan iptek berkembang, namun yang bersifat satu arah/sisi (one-side policy) masih dominan.

Era Demand pull (1970an – 1980an).

ƒ Tekanan kebijakan pada sisi penawaran sangat dominan (supply driven).

ƒ Kebijakan sains/riset sangat dominan.

ƒ Kebijakan teknologi/iptek mulai berkembang.

Era Technology push (tahun 1960an – tahun 1970an).

Inovasi sebagai proses sekuensial linier (pineline

linear model).

Tidak/belum ada upaya khusus intervensi. Era di mana inovasi belum

memperoleh perhatian khusus (terutama masa sebelum 1960an). Sebagai residual (faktor

”marjinal”) pertumbuhan/

Gambar L-5. Pergeseran Pandangan dan Implikasi Kebijakan.

From Line a r t o Se que nt ia l...

4thGeneration Theories of Innovation

5thGeneration Theories of Innovation

Main characteristic:

Systems integration and networking theory (SIN)

Parallel processes, collaborating companies, collaborative innovation networks

Main characteristic:

Integrated theory of innovation Parallel development with integrated development teams

3rdGeneration Theories of Innovation Main characteristic:

Sequential Interactive Process

1stGeneration Theories of Innovation

2ndGeneration Theories of Innovation Main characteristic: Demand-pull (linear)

Main characteristic:

Technology-push (linear)

Sumber : HUT Dipoli – Roadmap, Tapio Koskinen, Markku Markkula – 2005 (Bahan Presentasi - www.dipoli.tkk.fi)

(12)

Sumber : Disesuaikan seperlunya dari Etzkowitz dan Leydesdorff (2000).

Pemerintah Industri

Akademia

Tri

Tri

-

-

literal network

literal network

dan Organisasi

dan Organisasi

Hybrid

Hybrid

Hubungan/interaksi antar kelembagaan dalam “pusaran

spiral” sebagai “proses transisi tanpa akhir dan

dinamis”

SISTEM INOVASI: Model Skematik Triple Helix

Gambar L-7. Salah Satu Versi tentang Perkembangan Konsep dalam Pendekatan Sistem Inovasi.

L-2 CATATAN TENTANG TIK (ICT)

Perlu dipahami bahwa pendekatan klaster industri umumnya bersifat unik atau case specific. Karenanya, memang klaster industri “X” di suatu negara atau daerah tak selalu persis serupa dengan klaster industri “X” di negara atau daerah lain. Pendefinisian klaster industri ICT atau telematika khususnya, juga dapat berbeda dari suatu negara ke negara lainnya. Sebagai ilustrasi, Paija (2001), Pentikainen (2001), dan Luukkainen (2001) misalnya mengungkapkan bagaimana klaster ICT berperan dalam perekonomian Finlandia; Charles dan Benneworth (2001) untuk industri ICT di UK; Chamide (2001) yang menganalisis industri ICT di Spanyol.

Untuk ukuran yang lebih universal, OECD (2000) melakukan beberapa studi penting. Pada pertemuan Working Party on Indicators for the Information Society (WPIIS), April 1998, telah diangkat definisi yang berlaku umum secara internasional dan telah disetujui oleh the OECD Committee for

Information, Computer and Communications Policy (ICCP) pada bulan September 1998. Definisi dan

indikator yang disusun ini memang lebih untuk tujuan perbandingan internasional. Prinsip dasar definisi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Untuk industri manufaktur, produk dari industri

; Harus dimaksudkan untuk memenuhi fungsi pengolahan informasi dan komunikasi termasuk transmisi dan display;

; Harus menggunakan pengolahan elektronik untuk mendeteksi, mengukur dan/atau mencatat fenomena fisik atau mengendalikan suatu proses fisik.

b) Untuk industri jasa, produk dari industri

(13)

Adopsi dari prinsip dasar ini mengantar kepada definisi berdasarkan revisi ketiga klasifikasi industri dari the International Standard Industrial Classification (ISIC), seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel L-1. Industri ICT Menurut OECD.

Kode ISIC Keterangan

Manufaktur ICT

3000 Mesin/peralatan kantor, akuntansi, dan kumputasi

3130 Insulated wire and cable

3210 Electronic valves and tubes dan komponen elektronik lain

3220 Pemancar televisi dan radio dan perlengkapan untuk telepon dan

telegraf

3230 Penerima televisi dan radio, perekaman suara atau video atau

perlengkapan reproduksi dan barang-barang terkaitnya

3312 Instrumen dan appliances untuk mengukur, mengecek, menguji,

menavigasi dan maksud lain, kecuali peralatan proses industri

3313 Peralatan kontrol proses industri

Jasa ICT:

5150 Perdagangan besar (wholesaling) mesin, peralatan supplies*

7123 Penyewaan mesin dan peralatan perkantoran (termasuk komputer)

6420 Telekomunikasi

72 Komputer dan aktivitas terkait

Sumber: OECD (2000).

Indikator yang disusun oleh BPPT dan BPS (2001) dalam analisisnya mengunakan gabungan ISIC dan SITC (Standard International Trade Classification) dan mengadopsi revisi ketiga ISIC. Kelompok-kelompok yang diperkirakan memenuhi kriteria barang indikator teknologi informasi ini menurut ISIC revisi 3 adalah seperti ditunjukkan pada tabel berikut pengelompokan ini lebih merupakan penajaman kelompok aktivitas bisnis ICT.

Tabel L-2. Industri ICT dalam Indikator yang Disusun BPS dan BPPT.

Kode Keterangan

22130 Industri penerbitan dalam media rekaman

22301 Industri reproduksi rekaman

22302 Industri reproduksi film dan video

25203 Industri media rekam dari plastik

30003 Industri mesin kantor, komputasi, dan akuntansi elektronik

32100 Industri tabung dan katup elektronik serta komponen elektronik

32200 Industri alat komunikasi

32300 Industri radio, TV, alat-alat rekaman suara dan gambar dan sejenisnya

(14)

L-3 CATATAN TENTANG INDUSTRI TIK NASIONAL

Sejauh ini diperkirakan memang Indonesia lebih bertumpu pada elektronika konsumsi (consumer

electronics). Analisis data tahun 2000 dengan menggunakan ISIC Revisi 2 indikator industri manufaktur

komoditi teknologi informasi, periode tahun 1992 – 1997 menunjukan prospek pengembangan industri ini (BPPT dan BPS). Beberapa hasil analisis diantaranya menggambarkan biaya input, biaya output dan nilai tambah untuk industri manufaktur teknologi informasi.

Secara keseluruhan, pada periode 1992 – 1997 biaya input untuk industri manufaktur teknologi informasi mengalami kenaikan, terutama terjadi pada tahun 1997 dengan total input hampir mencapai Rp. 11, 7 triliun. Nilai input terbesar dikonsumsi oleh industri radio, televisi, dan peralatan komunikasi. Sedangkan untuk nilai output mengalami pertumbuhan positif selama periode tahun 1992 – 1997, dan pada akhir tahun 1997 mencapai lebih dari Rp. 17 triliun dengan kontribusi terbesar dari industri radio, televisi, dan peralatan komunikasi. Nilai tambah yang dihasilkan industri manufaktur teknologi informasi secara keseluruhan mengalami kenaikan pada periode tahun 1992 – 1997 ini, dengan rata-rata pertumbuhan hampir mencapai 60%. Nilai tambah terbesar diperoleh dari industri radio, televisi, dan peralatan komunikasi. Nilai tambah industri ini terhadap nilai tambah total industri manufaktur juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Dalam hal nomenklatur statistik industri, apa yang diadopsi di Indonesia pada dasarnya tak jauh berbeda dengan yang diungkap di atas, mengingat BPS telah mengadopsi revisi ketiga ISIC dalam KBLI.

Dokumen Kerangka Teknologi Informasi Nasional/KTIN (2001) merupakan salah satu rujukan formal terutama bagi strategi dan kebijakan pembangunan telematika/ICT di Indonesia. Merujuk kepada KTIN (2001), maka prioritas pengembangan bidang teknologi informasi nasional adalah seperti diilustrasikan pada Gambar L-1. Kelompok produk jasa (A dan C) untuk pasar domestik dan ekspor, serta kelompok produk paket untuk pasar ekspor (D) merupakan prioritas bagi pengembangan industri teknologi informasi (TI) lokal, dengan fokus A.

Jenis Produk

Jasa Paket

Ca

kup

a

n Pas

a

r

Domestik Ekspor

C

A

B

E

Sumber: KTIN (2001)

D

Gambar L-8. Prioritas Pengembangan Industri TI Lokal: A, C & D, Dengan Fokus A.

(15)

pendukung produksi, hal ini disebabkan terutama karena piranti lunak lebih berbasis pada tenaga kerja berpengetahuan.

Dalam dokumen KPIN (2005), dilakukan pengelompokan pelaku klaster industri telematika menurut perannya sebagai berikut:

A. Kelompok “Industri Inti” adalah:

1. Industri Perangkat (Devices)

2. Jaringan

3. Aplikasi (Content).

B. Kelompok “Industri Pendukung” adalah: 1. Software Aplikasi

2. Peralatan Telekomunikasi

3. Komponen TI.

C. Kelompok “Industri Terkait” adalah:

Jasa Layanan Nilai Tambah (Broadband Internet, Multimedia).

Secara umum, sebaran perusahaan di bidang telematika adalah seperti ditunjukkan pada tabel berikut. Jumlah perusahaan di lokasi studi merupakan mayoritas industri di bidang telematika di Indonesia, mencakup sekitar 96,4% dari perusahaan elektronika dan 95,3% dari perusahaan teknologi informasi keseluruhan.

Tabel L-3. Gambaran Sebaran Perusahaan di Bidang Telematika.

WILAYAH JUMLAH PERUSAHAAN

Elektronika Teknologi Informasi WILAYAH STUDI:

1. Banten 70 8

2. DKI Jaya 86 55

3. Jawa Barat 150 50

4. Jawa Tengah & DIY 5 10

5. Jawa Timur 25 15

6. Bali 2 5

7. Batam 33 21

Jumlah 374 164

WILAYAH LAINNYA:

8. Sumatera Utara 13 5

9. Irian Jaya 1 3

Jumlah 14 8

JUMLAH KESELURUHAN 388 172

Sumber : Diadopsi dari Bahan Paparan Deperin (2005), Raker Mastel 2004.

(16)

negara-negara tetangga. Pengalaman yang telah terpupuk sejak lama, kondisi geografis yang unik harus dijadikan satu modal dasar bagi pengembangan teknologi telekomunikasi yang biasa ditawarkan sebagai solusi tersendiri pada dunia telekomunikasi di dunia.

Populasi penduduk terbesar keempat di dunia, dengan talenta dan kreativitas yang tinggi merupakan salah satu modal dasar Indonesia untuk mengembangkan industri perangkat lunak komputer dan multi-media. Kebutuhan dan telah adanya kemampuan di bidang telekomunikasi, ditambah dengan peluang di industri multimedia, menjadikan industri telematika dipilih menjadi salah satu industri masa depan. Industri prioritas andalan masa depan tersebut akan bercirikan padat teknologi dan ilmu pengetahuan, didukung oleh sumber daya manusia berbasiskan ilmu pengetahuan, serta di dukung sumber daya alam terbarukan. Faktor-faktor ini diharapkan akan membawa industri Indonesia masa depan tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan (sustainable), serta ramah lingkungan.

Industri telematika (Information and Comunication Technology-ICT) muncul sebagai konvergensi

antara industri telekomunikasi, multimedia dan informatika. Industri ini merupakan salah satu industri yang sedang berkembang dengan pesat di dunia. ICT di dunia tumbuh 6,9% per tahun, dimana pada tahun 2004 besarnya pasar tercatat mencapai US$ 533 miliar. Dari pasar sebesar ini pasar Asia tercatat sebesar US$ 42 miliar dengan pertumbuhan 23% per-tahun. Di Indonesia sendiri pasar sektor ini tercatat baru sekitar US$ 1,3 miliar dengan pertumbuhan tahun 2004 dan 2005 masingmasing sebesar 9,8% dan 22,1%. Dari total penjualan ICT diperkirakan sebesar US$ 0,5 s/d 0,75 miliar diserap oleh sektor perbankan.

Industri telematika terdiri atas kelompok barang dan jasa, meliputi industri perangkat (devices), infrastruktur/jaringan (access, nodes, transport, support) dan software (piranti lunak) termasuk aplikasi

(content). Bagi negara berkembang piranti lunak dan jasa pada umumnya memiliki peluang yang lebih

besar karena relatif tidak memerlukan investasi besar dalam riset dan peralatan pendukung produksi, hal ini disebabkan terutama karena piranti lunak lebih berbasis pada tenaga kerja berpengetahuan.

Mengacu kepada KPIN (2005), lokasi prioritas pengembangan klaster industri telematika adalah (Gambar L-9): Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

(17)

Sementara itu, lokasi prioritas pengembangan klaster industri elektronika konsumsi adalah (Gambar L-10): Sumatera Utara (Medan), Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Timur (Surabaya). Sementara sentranya adalah: Sumatera Barat (1), DKI (1), Jawa Barat (3), dan Sulawesi Selatan (3).

Gambar L-10. Lokasi Pengembangan Industri Elektronika Konsumsi (KPIN, 2005).

Potensi wilayah pengembangan telematika di wilayah Banten, DKI, dan Jawa Barat adalah seperti berikut.

Jakarta

Cikampek

Padalarang Bogor

Bandung

Cilegon Cikande

Rangkasbitung

Pamanukan

Koridor JK T-CKP

R en

ca na K

o rido

r C

IP U LA

R A N G

Pusat R&D

Potensi Pengembangan strategis

• Perluasan fungsi pelabuhan Pamanukan (30 km dr CKP) • Pendalaman dan perluasan investasi Waduk Jatiluhur

Cirata dan PLTA Saguling

• Penetapan dan pengembangan Bandung sbg Pusat R&D • Pengembangan Purwakarta sbg Dormitory Town dan

kota antara (interface city)

• Pengembangan “mixed land use” industri, pemukiman, agro industri pada koridor Cipularang

• Perencanaan pro-aktif memperbaiki jaringan pelayanan dan jalan sekunder antar kawasan industri sepanjang koridor JKT-CKP dan koridor JKT-CLG

Sumber air dan Tenaga Listrik

Koridor JKT-CLG

Purwakarta

Sumber : Bahan Paparan Deperin (2004).

Pusat Pem

(18)

L-4 CATATAN TENTANG CONTOH KLASTER INDUSTRI TIK

Paija (2001) mengidentifikasi struktur klaster industri ICT tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 dan Tabel 2.2 berikut. Definisi klaster ICT ini juga serupa dengan yang digunakan oleh Pentikainen (2001).

Digital-TV Cable-TV Internet Data networks Fixed and Mobile network systems

Hardware and software Terminals Fixed and Mobile network systems

Content (value added services) Basic voice and

data services ICT EQUIPMENT

NETWORK OPERATION

NETWORK SER VICES AND DIGITAL CONTENT

PROVISION Advertising

Entertainment Traditional

media

Consumer electronics Education

Public services RELATED INDUSTRIES

KEY INDUSTRIES

C U S T O M E R S

Distribution channels Venture capital Consultancy SUPPORTING INDUSTRIES ASSOCIATED SERVICES

Sumber : Paija (2001).

Healthcare Banking Booking services

Education and R&D Contract manufacturing Parts and component

manufacturing

Gambar L-12. Contoh Skema Klaster Industri ICT di Finlandia.

(19)

Tabel L-4. Klaster Industri ICT Finlandia.

Kode NACE Keterangan

Manufaktur ICT

30020 Komputer, dsb.

31300 Insulated wire and cable

32100 Komponen elektronik

32200 Radio transmitter, dsb.

32300 Radio receiver, dsb.

Jasa ICT: Jasa Telekomunikasi

64201 Komunikasi telepon

64202 Telekomunikasi lainnya

64203 Jasa transmisi data

Jasa ICT: Software dan Jasa Teknologi Informasi

72100 Konsultansi hardware

72200 Konsultansi dan pemasokan software

72300 Pengolahan data

72500 Pemeliharaan mesin perkantoran, dsb.

Sumber: Paija (2001).

Tabel L-5. Satu Versi Lain Klaster Industri ICT Finlandia. Sektor Produksi

(Stat. Finlandia)

Klasifikasi NACE

Keterangan

22 22 Publikasi dan percetakan

27 252 Manufaktur produk plastik

32 28 Manufaktur produk logam pabrikasi

33 29 Manufaktur permesinan dan peralatan

34 30 Manufaktur mesin perkantoran dan komputer

35 31 Manufaktur mesin dan peralatan listrik

36 32 Manufaktur radio, tv, peralatan dan perlengkapan komunikasi

37 33 Manufaktur produk kesehatan dan presisi

47 4502 Teknik Sipil

48 50, 51, 52 Perdagangan besar dan eceran

50 60 Transportasi darat; transportasi melalui pipa

56 641, 642 Pos dan telekomunikasi

57 65, 66, 67 Intermediasi keuangan dan asuransi

61 71-74 Aktivitas bisnis

62 75 Administrasi publik dan pertahanan; compulsory social security

63 80 Pendidikan

67 92 Aktivitas rekreasi, budaya dan olah raga

(20)

27

32

63

35

36

34

33

37

50

61

47

56

48

62

67

22

57

Keterkaitan ke depan atau ke belakang (forward or backward link) deliveries / pemasokan > 20%

14% < Keterkaitan ke depan atau ke belakang (forward or backward link) deliveries / pemasokan < 20%

8% < Keterkaitan ke depan atau ke belakang (forward or backward link) deliveries / pemasokan < 14%

Sumber : Luukkainen (2001).

Gambar L-13. Skematik Keterkaitan dalam Klaster Industri ICT di Finlandia Berdasarkan Analisis IO.

Sementara itu untuk the United Kingdom, menurut Charles dan Benneworth (2001), industri ICT di

UK secara konvensional didefinisikan sebagai sektor ; Hardware IT,

; Komponen elektronik dan sistem, ; Telekomunikasi, dan

; Jasa IT.

Secara nasional menurut mereka belum ada definisi klaster ICT yang dihasilkan dan disepakati di UK. Dalam studinya, mereka melakukan perhitungan/analisis kuantitatif didasarkan atas kelompok sektoral/industri: Domestic electrical; Capital goods (termasuk komputer), Electrical apparatus and

components; Computer consultancy; Subcontract and other computer services. Selain itu, mereka

mencermati bahwa aktivitas litbang (R&D) sangat penting bagi perkembangn industri ICT di UK. Ini mencakup kegiatan R&D yang terkait dengan sektor industri yang termasuk: Office machinery and

computer; Electrical machines; Radio, TV, communication equipment; Precision instruments; Aerospace; Post and telecommunications; Computer services and related activities.

Chamide (2001) dalam studinya menganalisis industri ICT di Spanyol. Ia menelaah apakah ada klaster aktivitas inovatif dalam industri ICT atau hanya sekedar sehimpunan perusahaan yang tidak saling terkait satu dengan lainnya. Ia melakukannya dengan menganalisis keterkaitan industri berdasarkan aktivitas litbang. Hasilnya menunjukkan adanya klaster ICT yang terdiri atas: elektronika konsumsi

(consumer electronics) dan peralatan telekomunikasi, komponen elektronik, peralatan IT (komputer), jasa

(21)

Component

Sumber : Chamide (2001).

Gambar L-14. Klaster Inovatif ICT di Spanyol (1997).

Perkembangan teknologi dan industri sangat mempengaruhi perubahan dan penyesuaian dalam pengklasifikasian industri. Hingga sementara ini, tercatat bahwa kelompok “sektor” informasi dalam sistem NAICS meliputi 34 industri. Untuk Amerika Serikat, pendekatan klaster industri dewasa ini pada dasarnya lebih merupakan platform bagi pembangunan daerah (negara bagian dan/atau wilayah yang lebih luas atau lebih kecil).

Sebagai contoh, suatu analisis peta daya saing klaster “komunikasi” di Negara Bagian North

Carolina mengidentifikasi himpunan aktivitas yang saling terkait dan membentuk klaster tersebut (Gambar

L-15). Contoh-contoh tersebut sebenarnya menunjukkan bahwa “klasterisasi” pada dasarnya bersifat kontekstual.

MCNC, North Carolina State University, Center for Advandced

Computing and Communication

Traning Institutions

University of North Carolina -Chappel Hill, North Carolina State

University

Cluster Organizations North Carolina Electronics and

Information Technology VC Firms, Angel Network

Distribution

Among National Leaders (1-5)

Competitive (6-20)

Position Established (21-40) Less Developed (41+)

Sumber : Porter (2001).

(22)

L-5 CATATAN TENTANG BEBERAPA KINERJA SISTEM INOVASI DAN INDUSTRI TIK

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

% PMA (FD I) dari PDB

Rasio pendaftaran sains & enjinering (% dari mahasiswa pendidikan

tinggi)

Jml peneliti dalam litbang / 1 juta penduduk

Total pengeluaran litbang sbg % PNB

Perdag. Manuf. sbg % PDB

Kolaborasi riset universitas-perusahaan K ewirausahaan di antara Manajer Artikel jurnal ilmiah dan teknis / 1 juta

penduduk Beban Administratif Perusahaan

Pemula Ketersediaan modal ventura Paten yang diberi oleh USPTO / 1

juta penduduk

Ekspor high-tech sbg % dari ekspor manufaktur

Pengeluaran swasta untuk litbang

Malaysia S ingapura Thailand Indonesia

Sumber : Berdasarkan Data KAM Bank Dunia.

Gambar L-16. Perbandingan Beberapa Variabel Sistem Inovasi Indonesia dan Beberapa Negara ASEAN Lain Menurut KAM Bank Dunia.

0 2 4 6 8 10 Indonesia

Singapore

Malaysia

Thailand China

Vietnam

KEI Econ. Incentive Regime Innovation Education

ICT

(23)

0 2 4 6 8

Telephones per 1,000 people

Main Telephone Lines per 1000 People

Mobile Phones per 1,000 People

Computers per 1,000 people

TV Sets per 1,000 People

Radios per 1,000 People

Daily Newspapers per 1,000 People Internet Hosts per 10,000 People

Internet Users per 10,000 People International Telecommunications, Cost of Call

E-Government Services Extent of Business Internet Use

ICT Expenditure as % of GDP

Malaysia Indonesia Vietnam

Gambar L-18. Contoh Komparasi Kinerja TIK Menurut KAM Bank Dunia.

Sumber : www.intracen.org

(24)

Sumber : www.intracen.org

Gambar L-20. Portofolio Expor Indonesia (Menurut Volume).

Trend of information infrastructure

Trend of System Integration

Trend of data processing & multimedia devices

Trend of VLSI

Trend of software components New

materials

Manufacture technology

Trend of application software

M

a

rke

t of

ICT

Produ

c

t &

Serv

ice

s

Gambar

Gambar 3. Tipologi Strategi TIK Nasional.
Gambar 4. Skema Industri TIK.
Gambar L-1. Skematik Pendekatan Klaster Industri.
Gambar L-3. Skematik Sistem Inovasi.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalah dalam metode Fuzzy ARTMAP Berbobot adalah tergantung penggunaan fitur subset pada data dengan fitur yang banyak tinggi dan pemilihan parameter pada saat

Jadi jelas bahwa penbahasan tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dinyatakan sebagai program pendidikan yang diciptakan dan dikembangkan oleh setiap

Hal ini disebabkan karena proton memiliki muatan sejenis dengan proton lain-katakanlah bermuatan listrik positip dan demikian juga interaksi antar elektron

Situasi ini menimbulkan kebutuhan akan jenis SDMK yang “baru”, menuntut reformulasi formasi dan konfigurasi SDMK di institusi pelayanan kesehatan, yang tertulis dengan tegas

Demokrasi t idak dapat dibicarakan secara t erpisah at au t anpa mengait kannya dengan konsep negara hukum, karena negara hukum merupakan salah sat u negara

sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan. 2) Teori kelompok, Menurut Group theory

Orientasi usaha pemberdayaa ini bisa tertuju pada sektor usahanya, dengan memberikan motivasi atau dukungan dan peluang usaha serta tertuju kepada individu

Analisis Pengaruh DER, CR, ROE, dan TAT terhadap Return saham (Studi Pada Saham Indeks LQ45 Periode 2009 – 2011 Dan Investor Yang Terdaftar Pada Perusahaan Sekuritas Di