TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN PENGUSAHA KAPAL
TANKER TERHADAP TUMPAHNYA MINYAK KE LAUT
BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL
(STUDI KASUS TERHADAP TUMPAHNYA MINYAK DARI KAPAL SANCHI DI LAUT
CHINA SELATAN)
Diajukan Dalam rangka memenuhi tugas Hukum Laut Internasional
Oleh
Habibie Hendra Carlo
NIM : 010001500194
Dosen : Prof.Dr.Kuntoro,SH.MH.
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TRISAKTI
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...2
PENDAHULUAN...3
A. Latar Belakang...3
B. Rumusan Masalah...4
C. Tujuan Penelitian...4
D. Metode Penelitian...4
1. Jenis Penelitian...4
2. Pendekatan...4
3. Data Penelitian...5
4. Teknik Pengumpulan Data...5
5. Analisa Data...5
KERANGKA TEORI...6
1. Tinjauan mengenai Hukum Internasional...6
2. Tinjauan Umum mengenai Hukum Lingkungan Internasional...8
3. Tinjauan Mengenai Hukum Laut Internasional...11
ANALISA DAN PEMBAHASAN...14
1. Kasus Posisi...14
2. Analisa Tanggung Jawab Pemilik Kapal Tanker terhadap tumpahnya minyak ke laut...15
3. Analisa terhadap tanggung jawab pencemar dalam memulihkan keadaan lingkungan...16
KESIMPULAN...19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan telah banyak berdampak terhadap kehidupan manusia, Hal ini didasari oleh kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan. Mengenai koneksi antara kehidupan manusia dan lingkungan, Suparto Wijoyo berpendapat sebagai berikut.
“Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungan, Eksistensi kehidupan manusia sangat bergantung kepada lingkungan. Lingkungan telah menyediakan berbagai kebutuhan bagi manusia yang merupakan syarat mutlak agar manusia dapat mempertahankan kehidupanya … Lingkungan menyediakan berbagai sumber daya alam yang dapat digunakan untuk kemakmuran manusia, misalnya sumber daya kehutanan, bahan – bahan tambang, sumber daya laut, dan lain – lain … Namun Seringkali yang terjadi, Manusia memanfaatkan sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan dengan cara yang tidak bijaksana.”1
Perbuatan manusia yang tidak menggunakan sumber daya alam yang disediakan oleh lingkungan secara bertanggung jawab menyebabkan terjadinya permasalahan – permasalahan lingkungan hidup. Permasalahan – permasalahan lingkungan hidup ini menimbulkan kepedulian masyarakat internasional terhadap pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dijelaskan dalam Deklarasi stockholm yang menyatakan sebagai berikut.
“Manusia terus menerus meningkatkan pengalaman dan akan terus menemukan, menciptakan dan memajukan. Pada saat sekarang ini, Manusia sanggup mengubah lingkunganya, jika digunakan secara bijak, dapat membawa semua orang mendapatkan manfaat dari pembangunan dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup. Penggunaan yang salah atau ceroboh, Kemampuan yang sama dapat sangat membahayakan manusia dan lingkungannya. Kita melihat di sekitar kita semakin banyak bukti mengenai bahaya yang dibuat oleh manusia di wilayah bumi: pencemaran air, udara, bumi, dan makhluk hidup pada tingkat yang membahayakan.”2
Berdasarkan data dari National Oceanic and Atmospheric Administration, Sebagian besar permukaan bumi tertutup oleh air (Lautan).3 Sehingga Laut memiliki dampak yang terbesar terhadap kehidupan manusia. Di Indonesia, 75% wilayahnya terdiri dari perairan sehingga pelestarian dan pengelolaan laut menjadi permasalahan yang penting baik di lingkup nasional maupun internasional. Salah satu sumber pencemaran laut yang terbesar adalah kejadian tumpahnya minyak ke laut (“Oil Spill”). Di Indonesia, dalam kurun waktu 1997 hingga 2016 telah terjadi 44 kasus tumpahnya minyak ke laut.4 Dampak dari tumpahan minyak ini sangatlah besar serta biaya untuk memulihkan kondisi
11. Suparto Wijoyo dan A`an Efendi, Hukum Lingkungan Internasional (Jakarta: Sinar Grafika) hlm. 1-2 22. Ibid
33. https://oceanservice.noaa.gov/facts/oceanwater.html
lingkungan seperti sebelumnya sangat besar. Kejadian tumpahnya minyak ke laut seringkali diakibatkan oleh kesalahan pihak swasta.5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas maka Permasalahan yang akan diteliti dalam karya ilmiah hukum ini adalah
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban perusahaan kapal tanker terhadap tumpahnya minyak ke laut berdasarkan hukum Internasional?
2. Bagaimanakah kewajiban perusahaan kapal tanker dalam rangka memulihkan keadaan lingkungan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
1. Ingin mendeskripsikan pertanggungjawaban perusahaan kapal tanker terhadap tumpahnya minyak ke laut berdasarkan hukum laut internasional.
2. Ingin mendeskripsikan kewajiban perusahaan kapal tanker dalam rangka memulihkan keadaan lingkungan.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative. Menurut Soejono Soekanto, Penelitian hukum normative cenderung mencitrakan hukum sebagai disiplin preskriptif dimana hanya melihat hukum dari sudut pandang norma – normanya saja, yang tentunya bersifat preskriptif. 6
2. Pendekatan
Pendekatan penelitian adalah cara mengadakan penelitian.7 Dari ungkapan konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu informasi dalam bentuk deskripsi dan menghendaki makna yang berada di balik bahan hukum.
55. Ibid.
66. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum normatif tinjauan singkat (Jakarta:Rajawali Pers, 2006).
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian normative, maka dapat digunakan lebih dari satu pendekatan.8 Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan perundang – undangan dan pendekatan kasus.
Pendekatan perundang – undangan dilakukan untuk meneliti pengaturan mengenai pertanggungjawaban terhadap tumpahnya minyak ke laut di dalam United Nations Convention on the Law of The Sea 1982, Civil Liability Convention, maupun peraturan lain di bidang hukum laut internasional dan Hukum Laut Nasional. Sedangkan, Pendekatan kasus dilakukan untuk menganalisis pertanggungjawaban terhadap tumpahnya minyak ke laut di dalam kasus tumpahnya minyak di Laut Cina Selatan.
3. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu :
Data sekunder adalah bahan hukum dalam penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan tersier. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi dan penelusuran literature yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan internasional dan teori yang mendukungnya.
a. Bahan hukum primer adalah Bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya memiliki suatu otoritas mutlak dan mengikat.
b. Bahan hukum sekunnder adalah Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.
c. Bahan tersier adalah Bahan hukum yang relevan. (contoh: kamus hukum internasional).
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui literatur dan dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
5. Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif.
BAB II
KERANGKA TEORI
1. Tinjauan mengenai Hukum Internasional
Menurut Brierly, “Hukum ada dalam setiap masyarakat; dan tidak akan ada masyarakat tanpa adanya suatu sistem hukum yang mengatur hubungan diantara setiap anggota masyarakat”. Dalam Hubungan Internasional sering terjadi perbedaan pendapat dan kepentingan diantara Negara – negara dalam sebuah hubungan Internasional sehingga diperlukan hukum yang mengatur hubungan antara negara – negara tersebut. Dalam perkembanganya terdapat banyak istilah mengenai hukum internasional yakni “Hukum Bangsa – Bangsa dan “Hukum Antar Negara”.9 Menurut Mochtar Kusumaatmadja , Hukum Internasional Publik adalah Keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara: a) Negara dengan negara; b) Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.10 Dalam Hukum Internasional terdapat subjek – subjek hukum internasional :
- Negara
- Organisasi Internasional - Palang Merah Internasional - Takhta Suci Vatican
- Pihak – Pihak yang bersengketa (Beligerent) - Individu
Dalam rangka mengatur hubungan diantara subjek – subjek hukum internasional maka diperlukan suatu aturan – aturan yang mengikat diantara subjek hukum internasional. Berdasarkan Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional, Sumber Hukum Internasional adalah:
- Perjanjian Internasional - Kebiasaan Internasional - Prinsip – prinsip hukum umum - Yurisprudensi
- Doktrin
Menurut Boer Mauna, Di dalam Hukum Internasional terdapat 2 aliran utama yaitu
“a) Golongan Naturalis : Prinsip – prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip – prinsip hukum yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui dengan akal sehat.
b) Golongan Positivis : Hukum yang mengatur hubungan antara negara adalah prinsip – prinsip yang dibuat oleh negara – negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama yang diwujudkan dalam perjanjian – perjanjian dan kebiasaan – kebiasaan internasional.”11
2. Tinjauan Umum mengenai Hukum Lingkungan Internasional
Boeslaw A. Bozcek dalam bukunya yang berjudul International Law A Dictionary memberikan definisi hukum lingkungan internasional sebagai berikut.
“Hukum Lingkungan internasional adalah cabang dari hukum internasional publik yang mengatur hak dan kewajiban negara untuk menghormati lingkungan alam, termasuk secara khusus lingkungan negara lain dan lingkungan di luar batas yuridiksi nasional dan dengan demikian lingkungan secara keseluruhan.”12
Didalam Hukum Lingkungan Internasional terdapat berbagai prinsip yaitu :
A. Prinsip Kedaulatan Negara Atas Sumber Daya Alamnya
Berdasarkan Prinsip 21 Deklarasi Stockholm, Negara Memiliki kedaulatan untuk melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alamnya berdasarkan kebijakan nasional mengenai lingkungan dan pembangunan, serta kewajiban untuk memastikan aktivitas di dalam wilayah yuridiksinya tidak berdampak terhadap lingkungan hidup negara lain atau wilayah diluar yuridiksinya.
B. Prinsip Pencegahan
Berdasarkan prinsip 7 Deklarasi Stockholm, Negara wajib mengambil setiap langkah yang memungkinkan dalam mencegah pencemaran laut dimana substansi berbahaya bagi kesehatan manusia, membahayakan kehidupan makhluk hidup dan ekosistem di laut, untuk merusak fasilitas atau menganggu penggunaan negara lain yang sah atas laut.
C. Prinsip Kehati – Hatian
“Prinsip kehati – hatian berarti bahwa ketika ada ancaman yang serius terhdap lingkungan atau kerugian yang tidak dapat diubah ( diperbaiki), ketiadaan kepastian tentang bukti – bukti ilmiah tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk menunda tindakan – tindakan yang efektif untuk mencegah terjadinya (penurunan kualitas) lingkungan.”13
1212. Boleslaw A. Boczek, International Law A Dictionary (Lanham, Maryland: Scorecrow Press Inc, 2005), hlm. 216 dalam Suparto Wijoyo dan A`an Efendi, Hukum Lingkungan Internasional (Jakarta: Sinar Grafika, 2017) hlm. 25
D. Prinsip Pencemar Membayar
Menurut MOU antara OECD dengan Party on Algiculture and Environment, Pencemar harus bertanggung jawab atas pencemaran yang ditimbulkan dan menanggung biaya untuk mencegah lingkungan atau membayar ganti kerugian kepada Negara dimana tidak dapat dilakukannya kegiatan konsumsi dan produksi yang diakibatkan oleh adanya kerusakan lingkungan.
E. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Berdasarkan dokumen Our Common future pada tahun 1987, Pembangunan Berkelanjutan adalah Pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.14
F. Prinsip Warisan Bersama Umat Manusia
“Konsep the common heritage of humankind menyatakan bahwa semua negara memiliki hak yang sama atas sumber daya tertentu, seperti sumber daya di luar ruang angkasa dan sumber daya non hayati di dasar bawah laut. Konsep ini menyatakan bahwa tidak ada negara yang akan menjalankan kedaulatanya atas sumber daya tersebut, karena sumber daya itu menjadi hak seluruh umat manusia. Negara – negara harus bekerja sama dalam mengelola dan menggunakan sumber daya tersebut secara berkelanjutan dan keuntungan ekonomi dan finansial dari hasil eksploitasi sumber daya itu harus dibagi secara layak.”15
G. Prinsip Hak Generasi Masa Mendatang
Berdasarkan Prinsip 2 Deklarasi Stockholm, Sumber daya alam yang meliputi udara, air, tanah, tumbuhan, dan hewan khususnya yang mewakili ekosistem alam harus dilindungi untuk kepentingan generasi saat ini dan generasi mendatang berdasarkan perencanaan dan pengelolaan dengan hati – hati.
H. Prinsip Kewajiban Sama Tanggung Jawab Berbeda
Berdasarkan Prinsip 7 Deklarasi Stockholm, Negara – negara hendaknya bekerjasama dalam semangat kemitraan global untuk melestarikan, melindungi dan memperbaiki kesehatan dan keutuhan ekosistem bumi. Dalam hal perbedaan kontribusi terhadap terjadinya degradasi lingkungan secara global, negara – negara memiliki kewajiban yang sama dengan tanggung jawab yang berbeda. Negara - negara maju mengakui tanggung jawabnya dalam upaya internasional dalam
1414. Komisi Dunia untuk lingkungan dan pembangunan ( The World Commission on Environment and Development), Hari depan kita Bersama (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm. 59
mewujudkan pembangunan berkelanjutan, mengingat tekanan yang mereka timbulkan pada lingkungan global, teknologi dan sumber daya keuangan yang mereka perintah.
I. Prinsip Kerja Sama
“Di dalam kasus Manufacture Mixed Oxide Plant antara Irlandia melawan United Kingdom, Mahkamah Hukum Laut Internasional berpendapat bahwa Kewajiban bekerja sama adalah prinsip pokok dalam pencegahan pencemaran lingkungan laut berdasarkan BAB 22 UNCLOS dan hukum intrenasional secara umum.”16
J. Prinsip Pelestarian dan Perlindungan Lingkungan
“Perlindungan adalah prinsip umum yang mencakup keduanya (perlindungan dan pelsetarian) yang berpantang dari aktivits yang membahayakan dan menyetujui untuk mengambil tidakan yang menjamin tidak terjadinya kemerosotan kualitas lingkungan…Pelestarian dapat dipertimbangkan sebagai perspektif jangka panjang yang menyangkut terjaganya sumber daya alam yang merupakan atau untuk kepentingan dan hak bagi generasi di masa mendatang.”17
1616. MOX Plant (Ireland v. United Kingdom), Provisional Measures, Order of 3 December 2001, ITLOS Reports 2001,p.95.¶82
3. Tinjauan Mengenai Hukum Laut Internasional
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa – Bangsa 1982 (Selanjutnya disebut UNCLOS 1982) Wilayah laut terdiri dari :
A. Wilayah laut yang berada di bawah yuridiksi nasional
1. Wilayah Laut dibawah kedaulatan (Sovereignty)
Wilayah laut yang berada dibawah kedaulatan berarti negara mempunyai kewenangan tertinggi dan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan peraturan – peraturan dan menegakkannya dalam rangka penegakan hukum dan kedaulatan di wilayah laut tersebut.
a. Perairan Pedalaman
Perairan Pedalaman adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial merupakan bagian perairan pedalaman Negara tersebut. Perairan Kepulauan meliputi :
- Teluk : Suatu lekukan yang jelas yang lekukannya berbanding sedemikian rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung perairan yang tertutup dan yang bentuknya lebih dari pada sekedar suatu lingkungan pantai semata-mata. Tetapi suatu lekukan tidak akan dianggap sebagai suatu teluk kecuali apabila luas teluk adalah seluas atau lebih luas dari pada luas setengah lingkaran yang garis tengahnya adalah suatu garis yang ditarik melintasi mulut lekukan tersebut.
- Pelabuhan: Bagian integral dari sistem pelabuhan dianggap sebagai bagian dari pada pantai. Instalasi lepas pantai dan pulau buatan tidak akan dianggap sebagai instalasi pelabuhan yang permanen.
- Mulut Sungai
b. Perairan Kepulauan
Perairan kepulauan adalah perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan. Di dalam Perairan kepulauan berlaku:
- Hak Lintas Damai
Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:
(a) melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau
(b) berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan tersebut.
Syarat Hak Lintas Damai :
(i) Berlayar terus menerus tanpa henti
(iii) Dilarang melakukan penelitian ilmiah
(iv) Bagi kapal perang dilarang melakukan latihan militer.
(v) Bagi kapal selam harus berada di permukaan dan menunjukkan benderanya.
(vi) Dilarang melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara pantai.
- Hak Lintas Alur Kepulauan
Suatu Negara Kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus menerus dan langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauannya dan laut teritorial yang berdampingan dengannya.
- Hak penangkapan ikan secara tradisional
c. Laut Teritorial
Laut teritorial adalah Jalur laut yang berada pada sisi luar dari garis pangkal yang diukur selebar 12 mil dari garis pangkal.
2. Wilayah laut dibawah hak – hak berdaulat dan Yurisdiksi tertentu
- Wilayah laut dibawah hak – hak berdaulat
a. Zona Ekonomi Eksklusif
Suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial sejauh 200 mil dari garis pangkal, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan Konvensi ini. Negara pantai memiliki hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin. Selain itu, Negara pantai juga memilikiYurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang relevan Konvensi ini berkenaan dengan pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah kelautan serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
b. Landas Kontinen
jarak tersebut. Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasinya dan mengekploitasi sumber kekayaan alamnya, apabila Negara pantai tidak mengekplorasi landas kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya, tiada seorangpun dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan tegas Negara pantai.
ii. Wilayah laut dibawah yurisdiksi tertentu
Zona Tambahan
Jalur laut yang berada pada sisi luar dari garis pangkal yang diukur selebar 24 mil dari garis pangkal. Di dalam zona tambahan, Negara pantai memiliki yuridiksi untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
B. Wilayah laut yang berada diluar yurisdiksi nasional
a. Laut Bebas
Di laut bebas terdapat beberapa kebebasan yakni:
(a) kebebasan berlayar;
(b) kebebasan penerbangan;
(c) kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut
(d) kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya
(e) kebebasan menangkap ikan
(f) kebebasan riset ilmiah
Setiap negara memiliki kewajiban di laut bebas, yakni:
(a) Memberantas kejahatan internasional
(b) Memberikan pertolongan di laut jika terjadi musibah
(c) Mencegah dan menanggulangi pencemaran laut
(d) Mengawasi kapal – kapal berbendera negaranya
(e) Memberantas siaran – siaran gelap.
b. Daerah dasar laut internasional
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
1. Kasus Posisi
“Pada tanggal 6 Januari 2018, Kapal tanker pembawa minyak milik Iran yang ludes terbakar dan tenggelam. Kapal itu terbakar setelah tabrakan dengan sebuah kapal kargo di Cina, tidak ada kru kapal yang selamat diungkapkan setelah delapan hari kejadian tabrakan berlangsung. Sebelumnya, seorang pejabat Teheran, ibukota Iran, mengatakan, memang tidak ada harapan untuk menyelamatkan sekitar 30 awak yang hilang sebelum kapal tersebut tenggelam. Sementara itu, Otoritas Cina kekhawatir dengan bencana lingkungan besar yang diakibatkan dari kecelakaan kapal tanker ini. Kapal tanker Sanchi membawa 136.000 ton minyak mentah ringan dari Iran. Dia terbakar sejak bertabrakan dengan CF Crystal, sebuah kapal kargo massal yang terdaftar di Hong Kong, Sabtu Keesokan harinya, tiba-tiba api menyala dan berkobar di seluruh bagian kapal. Kebakaran hebat pun terjadi yang mengakibatkan gumbalan asap setinggi 800-1.000 meter (2.625 dan 3.280 kaki) di langit. Kapal tersebut kemudian tenggelam. "Tidak ada harapan untuk menemukan korban selamat di antara anggota kru," kata Mohammad Rastad, juru bicara tim penyelamat Iran yang dikirim ke Shanghai. Rastad mengatakan, informasi dari anggota kru Crystal bahwa semua personil di Sanchi meninggal pada jam pertama kecelakaan itu karena ada ledakan dan pelepasan gas. "Terlepas dari usaha kami, tidak mungkin memadamkan api dan menemukan mayat akibat ledakan berulang kadi dan kebocoran gas," katanya. Sanchi, yang ketika itu berlayar menuju Korea Selatan. Ia memiliki awak 32 - 30 orang Iran dan dua warga Bangladesh. Dari kejadian ini hanya tiga mayat yang ditemukan. Kabar kecelaan dan tewasnya seluruh kru kapal telah membuat keluarga, teman dan kolega mereka di Iran marah dan sedih. Sebelumnya, mereka telah lama menunggu informasi tentang orang-orang yang berada di dalam tanker tersebut markas besar Perusahaan Tanker Iran Nasional. Menteri Tenaga Kerja Ali Rabiei juga menangis saat dia berusaha menghibur istri satu awak kapal.
Kotak Hitam Ditemukan
jenis ini sangat mudah berubah - sebagian besar telah memasuki atmosfer, jadi kurang berdampak pada lautan", kata Zhang Yong, seorang insinyur senior dari Administrasi Oseanik. "Kawasan ini dianggap laut terbuka, sangat jauh dari tempat tinggal orang, jadi dampak terhadap manusianya juga tidak besar,"tambahnya. Upaya penyelamatan memang sangat sulit karena kebakaran tanker telah menyebabkan suhu 89 derajat celcius. "Kompartemen kapal terlalu panas bagi para pekerja untuk bertahan lama," CCTV mengutip He Wang, seorang ahli dari perusahaan minyak Cina Huade Petrochemical. “18
2. Analisa Tanggung Jawab Pemilik Kapal Tanker terhadap tumpahnya minyak ke laut
Menurut UNCLOS 1982, Pencemaran lingkungan laut adalah dimasukkannya oleh manusia, secara langsung atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan di laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kwalitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan. secara langsung atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan di laut, bahaya bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pencemaran lingkungan laut dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja selama tindakan tersebut mengakibatkan kerusakan pada lingkungan laut maka tindakan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai pencemaran lingkungan laut. Dalam kasus ini, Insiden Kapal Sanchi telah mengakibatkan kebocoran minyak secara massive yang mengakibatkan kerusakan lingkungan laut di laut china. Sehingga, Insiden Kapal Sanchi dapat diklasifikan sebagai pencemaran lingkungan laut.
Berdasarkan Prinsip Pencemar Membayar, Pencemar harus bertanggung jawab atas pencemaran yang ditimbulkan dan menanggung biaya untuk mencegah lingkungan atau membayar ganti kerugian kepada Negara dimana tidak dapat dilakukannya kegiatan konsumsi dan produksi yang diakibatkan oleh adanya kerusakan lingkungan.
Kapal Sanchi merupakan kapal yang dimiliki oleh National Iranian Oil Company sehingga National Iranian Oil Company wajib untuk membayar kompensasi kepada Negara – negara yang terkena dampak dari tumpahnya minyak dari kapal Sanchi ke laut. Karena terhadap pencemaran lingkungan laut berlaku asas strict liability ( Tanggung jawab lansung) sehingga terhadap National Iranian Oil Company tidak perlu lagi dibuktikan kesalahanya. Namun, terhadap asas strict liability terdapat beberapa pembatasan19:
1. Pencemaran tersebut terjadi akibat hasil dari perang.
2. Terjadi karena adanya perbuatan atau kelalaian dari pihak ketiga.
3. Terjadi akibat kelalaian pemerintah negara pantai.
Namun, Apabila National Iranian Oil Company dapat membuktikan bahwa tabrakan/insiden terjadi akibat kelalaian dari kapal CF Crystal maka terhadap National Iranian Oil Company tidak dapat diberlakukan prinsip Strict Liability.
Berdasarkan Pasal 208 ayat (1) UNCLOS 1982, Negara-negara pantai harus menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang timbul dari atau berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dasar laut dibawah yurisdiksinya.
Meskipun pencemaran terjadi diakibatkan oleh aktivitas pihak swasta (National Iranian Oil Company) namun, Pemerintah Tiongkok berkewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap pencemaran yang terjadi sehingga pencemaran tidak menyebar dan merusak lingkungan laut negara tetangga. Selain itu, Pemerintah Tiongkok juga harus melakukan penegakan hukum terhadap National Iranian Oil Company. Maka, Tiongkok dapat memberikan sanksi terhadap pencemar berdasarkan hukum nasional Tiongkok.
3. Analisa terhadap tanggung jawab pencemar dalam memulihkan keadaan lingkungan
Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.20 Tumpahan minyak tersebut tentu berdampak pada banyak hal, diantaranya, terhadap kondisi lingkungan laut, biota laut, dan tentu saja berdampak pada ekonomi nelayan Indonesia yang setiap harinya beraktivitas di daerah tersebut. Beberapa efek tumpahan minyak di laut dapat di lihat dengan jelas seperti pada pantai menjadi tidak indah lagi untuk dipandang, kematian burung laut, ikan, dan kerang-kerangan, atau meskipun beberapa dari
1919. Pasal 3 ayat (2)(b) Liability Convention
organisme tersebut selamat akan tetapi menjadi berbahaya untuk dimakan. Efek periode panjang (sublethal) misalnya perubahan karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi komunitas laut, hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap masyarakat pesisir yang lebih banyak menggantungkan hidupnya di sector perikanan dan budi daya, sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap upaya perbaikan kesejahteraan nelayan. Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu organisme interstitial maupun organime intertidal, organisme intertidal merupakan organisme yang hidupnya berada pada daerah pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai ke pada bibir pantai, maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska dan lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami kematian.21 Dalam rangka mengatasi permasalahan pencemaran tersebut maka Pencemar wajib untuk melakukan Bioremediasi terhadap wilayah laut yang tercemar. Bioremediasi adalah teknik merekayasa genetik dari mikroorganisme (bakteri), sehingga mampu melumat (menetralkan) bahan pencemar yang mencemari suatu lingkungan perairan atau daratan (seperti tumpahan minyak), sehingga lingkungan tersebut menjadi bersih, tidak lagi tercemar. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Bioremediasi merupakan pemanfaatan mikroorganisme (jamur, bakteri) untuk membersihkan senyawa pencemar (polutan) dari lingkungan. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.22 Langkah awal dalam biodegradasi hidrokarbon oleh bakteri dan jamur melibatkan oksidasi substrat dengan oksigen, yang dibutuhkan oleh setiap molekul air. Alkana kemudian diubah menjadi asam karboksilat yang selanjutnya terurai melalui oksidasi -ß (jalur metabolisme sentral untuk pemanfaatan asam lemak dari lipid, yang menghasilkan pembentukan asetat yang memasuki siklus asam tricarboxylic). Cincin hidrokarbon aromatik umumnya didetoksilasi untuk membentuk diol, Cincin kemudian dibelah dengan pembentukan katekol yang kemudian terdegradasi menjadi zat antara dari
2121. Ainun Mahlubillah, Bioremediasi Tumpahan Minyak di Laut, https://bionotes703.wordpress.com /2012/05/10/bioremediasi-tumpahan-minyak-bumi-di-laut/, Diakses pada 29 Mei 2018
2222. Wanda Laras Farahdita, Pemanfaatan bioremediasi untuk mengatasi tumpahnya minyak pada laut, https://www.academia.edu/35316909/PEMANFAATAN_BIOREMEDIASI_UNTUK_MENGATASI
siklus asam tricarboxylic. Karena bakteri adalah degradasi hidrokarbon yang dominan di lingkungan laut, biodegradasi hidrokarbon aromatik menghasilkan detoksifikasi dan tidak menghasilkan karsinogen potensial. Biodegradasi lengkap (mineralisasi) hidrokarbon menghasilkan produk akhir yaitu karbondioksida yang tidak beracun dan air, serta biomassa sel (sebagian besar protein) yang dapat berasimilasi dengan aman ke dalam jaring makanan.23 Maka dapat disimpulkan bahwa, Pencemar wajib untuk melakukan bioremediasi terhadap wilayah laut yang tercemar tanpa perlu dibuktikan kesalahanya berdasarkan asas strict liability.
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Buku:Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2002 Boczek, Boleslaw A. , International Law A Dictionary Lanham, Maryland, Scorecrow Press Inc, 2005 Boer Mauna, Hukum International (Pengertian Peranan dan Fungsi dalam era Dinamika Global)
Bandung, Alumni, 2015
Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang:Bayumedia Publishing, 2006).
Kiss, Alexander & Dinah Shelton, Guide to International Enviromental Law. Leiden/Boston, Martinus Nijhoff Publishers, 2007
Komisi Dunia untuk lingkungan dan pembangunan ( The World Commission on Environment and Development), Hari depan kita Bersama , Jakarta, Gramedia, 1998
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, Alumni, 2002
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian hukum normatif tinjauan singkat Jakarta, Rajawali Pers, 2006
Wijoyo, Suparto dan A`an Efendi, Hukum Lingkungan Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2017
Jurnal:
Atlas, Ronald. M., Petroleum Biodegradation and Oil Spill Bioremediation. Marine Pollution Bulletin 3, 1985
Badan Pusat Statistik, Statistik Sumber daya laut dan pesisir, 2016.
World, Chris, The Status of Sea Turtles under International Environmental Law and International Environmental Agreements, Journal of International Wildlife Law and Policy, 2008
Artikel:
Ainun Mahlubillah, Bioremediasi Tumpahan Minyak di Laut, https://bionotes703.wordpress.com/ 2012/05/10/bioremediasi-tumpahan-minyak-bumi-di-laut/, Diakses pada 29 Mei 2018
Wanda Laras Farahdita, Pemanfaatan bioremediasi untuk mengatasi tumpahnya minyak pada laut, https://www.academia.edu/35316909/PEMANFAATAN_BIOREMEDIASI_UNTUK_MENGATASI _TUMPAHNYA_MINYAK_PADA_LAUT, Diakses pada 29 Mei 2018.