• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI KELURAHAN PUWATU TAHUN 2017 Nova Firnanda1 Junaid2 Jafriati3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123 nova.firnandayahoo.com1 drs.junaid.mkesgmail.com2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI KELURAHAN PUWATU TAHUN 2017 Nova Firnanda1 Junaid2 Jafriati3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123 nova.firnandayahoo.com1 drs.junaid.mkesgmail.com2"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI KELURAHAN PUWATU TAHUN 2017

Nova Firnanda1 Junaid2Jafriati3

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo123

nova.firnanda@yahoo.com1drs.junaid.mkes@gmail.com2jafriati_jzuli@yahoo.co.id3

ABSTRAK

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.. Puskesmas Puuwatu merupakan Puskesmas dengan jumlah penderita ISPA tertinggi diantara Puskesmas di Kota Kendari, Kelurahan Puuwatu memiliki angka kejadian ISPA pada balita tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persebaran kejadian ISPA pada balita, gambaran persebaran kepadatan penduduk, gambaran persebaran kepadatan hunian rumah serta gambaran jarak rumah dengan jalan raya di Kelurahan Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017. Jenis Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan menggunakan metode cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 98 orang. Hasil penelitian menunjukkan Kelurahan Puuwatu merupakan Kelurahan dengan kepadatan penduduk tinggi, kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat terdapat 74 rumah balita, serta jarak rumah dekat dengan jalan raya terdapat 51 rumah balita yang dekat dengan jalan raya. Analisis spasial dengan menggunakan SIG menunjukkan persebaran penyakit ISPA pada balita, kepadatan hunian rumah dan jarak rumah dekat dengan jalan raya.

Kata Kunci : ISPA, Kepadatan penduduk, Kepadatan hunian dan jarak rumah dengan jalan raya.

SPATIAL ANALYSIS OF ACUTE RESPIRATORY INFECTION INCIDENCE ON INFANTS IN PUWATU SUBDISTRICT IN 2017

Nova Firnanda1Drs. H. Junaid. Kes2Jafriati. S.Si., M. Si3

Faculty of Public Health123Halu Oleo University

nova.firnanda@yahoo.com1junaidjunaid1958@gmail.com2jafriati_jzuli@yahoo.co.id3

ABSTRACT

Acute Respiratory Infection (ARI) in infants is one of the public health problems, an acute infection involving upper respiratory tract and lower respiratory tract. PuuwatuPHC is CHC with the highest number of ARI among CHC in Kendari. This study is an Epidemiological study using a spatial approach, This research is to see the spatial impact of the spread of ARI occurrence in infants, Spatial picture spread of occupancy density, the picture distribution of population density, the Spatial picture spread of occupancy density and Spatial picture the spread of immunization status in Puuwatu subdistrict Kendari in 2017. This study was descriptive observational using cross sectional method. The sample in this study was 98 people. The result shows that the Puuwatusubdistrct is a subdictrict with high population density, there 74 houses with infant which had a not eligible density of residence, 51 houses with infant which near to the highway, dan there 98 home toddlers with complete immunization status. Spatial analysis by using GIS shows the distribution of ARI in infants, density of residence, house distance close to the highway and Immunization status

(2)

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau puskesmasuntuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan. Anak di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit1

World Health Organization (WHO)

memperkirakan insidensi ISPA di ngara berkembang 0,29 episode per anak/tahun dan di negara maju 0.05 episode per anak/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta kasus (96,7%) terjadi di negara berkembang2

Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk pilek pada balita yang menderita ISPA di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali pertahun, berarti seorang balita ratarata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali pertahun. Sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA3

Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. MenurutWorld Health Organization

(WHO) pada tahun 2011 di New York jumlah penderita ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan dinegara berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara maju dan diduga 20% dari bayi yang lahir di negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 26-30% dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta pada balita golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini terjadi dinegara berkembang4

Menurut Depkes RI pada Profil Kesehatan Indonesia5kasus ISPA mencapai 23% dengan 499,259

kasus yang ditemukan pada tahun 2010, pada Provinsi Sulawesi Utara 26,08%6

Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) adalah sebesar 35%, yang merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi pada balita (anak yang berusia 1-5 tahun). Provinsi NTB merupakan salah satu dari lima provinsi dengan kejadian ISPA yang tertinggi (41,7%).

Menurut data profil kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) merupakan penyakit yang paling sering berada dalam daftar 10 (sepuluh) penyakit terbanyak di puskesmas maupun di rumah sakit. Tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat (6,67%) penderita ISPA dan pada tahun 2014 di Provinsi Sulawesi Tenggara, terdapat (4,49%) penderita ISPA dan pada tahun 2016 terdapat (2,22%) penderita ISPA. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2015 tercatat (83.66%) penderita ISPA dan pada tahun 2016 tercatat (50,27%) penderita ISPA di kota kendari, dan data Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun 2015 distribusi penderita ISPA menurut puskesmas di Kota Kendari, Puwatu termasuk puskesmas urutan pertama yang memiliki kasus penderita ISPA terbanyak diantara puskesmas-puskesmas yang ada di kota kendari.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2016 jumlah keseluruhan kejadian penyakit ISPA pada balita umur 0-4 tahun berdasarkan kunjungan Puskesmas sekota Kendari urutan pertama kejadian penyakit ISPA pada balita adalah Puskesmas Puuwatu berjumlah 3.614 balita, kedua Puskesmas Labibia berjumlah 1.312 balita, ketiga Puskesmas Prumnas berjumlah 986 balita, keempat Puskesmas Mekar 919 balita, kelima Puskesmas Poasia berjumlah 866 balita, keenam Puskesmas Lepo-lepo berjumlah 787 balita , ketujuh Puskesmas Jati Raya berjumlah 707 balita, kedelapan Puskesmas Benu-benua berjumlah 648 balita, kesebilan Puskesmas Lepo-lepo berjumlah 787 balita, kesepuluh Kemaraya berjumlah 522 balita, kesebelas Puskesmas Wua-wua berjumlah 498 balita, keduabelas Puskesmas Kandai berjumlah 441 balita, ketigabelas Puskesmas Abeli berjumlah 427 balita, keempatbelas Puskesmas Nambo 388 balita, kelimabelas Puskesmas Mata 364 balita, keenambelas Puskesmas Mokoau berjumlah 247 balita.

Menurut data prevalensi kejadian penyakit ISPA di Puskesmas Puwatu tahun 2012 (27,12%), tahun 2013 (23,41%), tahun 2014 (28,37%) dan tahun 2015 (30,63%), penyakit ISPA adalah penyakit yang sering terjadi setiap tahunnya dan menduduki peringkat pertama setiap tahunnya dan penyakit ISPA pada balita dipuskesmas Puwatu adalah penyakit terbesar , prevalensi jumlah kasus lama dan kasus baru penyakit ISPA pada balita umur 0-4 tahun pada tahun 2013 ( 64,91%) tahun 2014 ( 87,85%) tahun 2015 (70,12%) dan pada tahun 2016 ( 93,72).

METODE

(3)

untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat7. Dalam

penelitian ini akan dideskripsikan mengenai distribusi penyakit ISPA dan faktor – faktor yang mempengaruhi atau faktor resiko dari penyakit tersebut dengan menggunakan analisis spasial dengan Sintem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan data hasil observasi di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu.

HASIL

1. Analisis Spasial

a. Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau puskesmasuntuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan. Anak di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit8.

Gambar 6 : Peta Persebaran Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kelurahan Puuwatu.

Berdasarkan pada gambar diatas, persebaran penyakit ISPA pada balita dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 98 titik kordinat persebaran kasus penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016.

b. Kepadatan Penduduk

Menurut BPS, Tahun 2015 kepadatan penduduk merupakan angka yang menunjukkan rata-rata jumlah penduduk tiap 1 kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk

menunjukkan bawha semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut dimana jumlah dan distribusi penduduk menentukan kepadatan penduduk di suatu wilayah.

Berdasarkan data menunjukkan bahwa jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu sebanyak 35105 Jiwa. Jumlah penduduk terbanyak yaitu Kelurahan Punggolaka sebanyak 9390, di susul Kelurahan Watulondo 7825 jiwa, Kelurahan Puuwatu 7485 jiwa, Kelurahan Tobuuha 5676, kelurahan Lalodati 3973, sedangkan kelurahan dengan jumlah penduduk terendah yaitu Kelurahan Abeli Dalam dengan jumlah penduduk 756 Jiwa.

Gambar 7 : Peta Kepadatan Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Tahun 2017

Berdasarkan gambar diatas, wilayah dengan kepadatan tertinggi yaitu kelurahan Punggolaka yiatu jumlah penduduk 9.390 Jiwa/ km2, kelurahan

Watulondo yaitu jumlah penduduk 7.825/ km2Jiwa,

kelurahan Puuwatu yaitu jumlah penduduk 7.485 Jiwa/ km2, sedangkan untuk wilayah kelurahan

dengan penduduk rendah yaitu kelurahan Abeli Dalam dengan jumlah penduduk yaitu 756 Jiwa/ km2.

(4)

Gambar 8 : Peta Persebaran Kepadatan Hunian Rumah Balita Yang Menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kelurahan Puuwatu.

Berdasarkan pada gambar diatas, persebaran kepadatan hunian rumah penyakit ISPA pada balita dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 74 titik kordinat persebaran kepadatan hunian rumah penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016.

d. Jarak Rumah dengan Jalan Raya

Gambar 9 : Peta Persebaran Jarak Rumah Balita dengan Jalan Raya yang Menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kelurahan Puuwatu.

Berdasarkan pada gambar diatas, persebaran rumah dekat dengan jalan raya penyakit ISPA pada balita dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 51 titik kordinat rumah dekat dengan jalan raya pada penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016.

e. Status Imunisasi

Gambar 10 : Peta Persebaran Kelengkapan Stataus Imuniasai yang Menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Kelurahan Puuwatu.

Berdasarkan pada gambar 10, pada 98 rumah responden terdapat 98 rumah yang kelengkapan status imuniasasi pada balita lengkap dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 98 titik kordinat rumah yang satus imunisasinya lengkap pada penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016.

Diskusi

1. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan jumlah penduduk yang menetap di suatu wilayah per satuan luas wilayah (ha). Semakin padat suatu wilayah, maka potensi penyebaran penyakit semakin besar. Kepadatan penduduk juga mempengaruhi sirkulasi udara dalam lingkungan yang berpotensi terhadap kontaminasi dari luar yang dapat meningkatkan risiko dan intensitas infeksi yang dapat memudahkan transmisi penyakit. Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit. Semakin padat, maka pepindahan penyakit semakin cepat dan mudah khususnya penyakit melalui udara9.

Pada analisis spasial dalam penelitian ini menunjukkan adanya pebedaan yang signifikan antara wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dengan wilayah kepadatan penduduk rendah terdapat kasus ISPA. Dimana pada tahun 2016 periode bulan Desember pada wilayah kepadatan penduduk tinggi terdapat di Kelurahan Punggolaka dengan kepadatan penduduk 9.390 jiwa/ km2 dengan presentasi

terdapat 77 kasus ISPA pada balita, wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi terdapat di Kelurahan Watulondo dengan kepadatan penduduk 7,825 Jiwa/ km2dengan presentasi terdapat 52 kausus ISPA pada

(5)

tinggi yaitu Kelurahan Puuwatu dengan kepadtan penduduk 7.485 Jiwa/ km2 dengan presentasi

terdapat 98 kasus ISPA pada balita.

Kelurahan Puuwatu merupakan salah satu kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi, wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi mendominasi jumlah kasus ISPA yang banyak dibandingkan dnegan wialyak kelurahan yang kepadatan penduduknya sedang.

Kepadatan penduduk memnag bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA. Banyak faktor lain yang menyebabkan seseorang terinfeksi bakteti sehingga menyebabkan ISPA, yaitu keadaan pemukiman yang kumuh, imunisasi, staus gizi, kepadatan hunian rumah, jarak rumah dengan jalan raya, seseorang yang terinfeksi virus akan menjadi sakit ketika sistem imunya melemah. Lemahnya sistem imun biasaya disebabkan oleh kondisi gizi yang menurun10.

Hasil penelitian ini menujjukan adanya hubungan antara kepadatan penduduk dengan kejadian ISPA pada balita, penelitian ini menujjukkan jumlah kasus ISPA pada balita pada Kelurahan Puuwatu terdapat 98 penderita ISPA dan Kelurahan Puwatu merupakan keluahan dengan Kepadatan Penduduk yang cukup tinggi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dkk tahun 2009, dimana pada daerah urban Jakarta yang menemukan prevalensi ISPA sebesar 40,8% (14,15), adanaya hubungan kepadatan penduduk dengan kejadian ISPA pada balita di daerah urban Jakarta.

2. Kepadayan Hunian Rumah

Tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah kelaurga yang menempati rumah. Luas bangunan rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak dapat menyebabkan rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunian ini memungkinkan bakteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke penghuni rumah yang lainnya bahkan hingga ke anak-anak yang masih di bawah umur artinya balita yang tinggal di rumah dengan penghuni padat mempunyai risiko tinggi untuk menderita ISPA dibanding dengan balita yang tinggal di rumah dengan penghuni tidak padat. Hal ini menunjukkan bahwa kepadatan hunian rumah merupakan faktor risiko kejadian ISPA pada anak balita.

Jumlah orang yang tinggal dalan satu rumah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit menular

dalam kecepatan transmisi mikroorganisme. Hasil penelitian ini menunjukkan balita yang tinggal di rumah yang kepadatan tidak baik (<10 m2/orang) banyak menderita penyakit ISPA. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh oleh kondisi kesehatan penghuni rumah yang lain yang dapat menyebabkan balita mudah tertular penyakit ISPA.

Pada analisis spasial dalam penelitian ini, Berdasarkan pada gambar 8, pada 98 rumah responden terdapat 74 rumah yang tidak yang kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat, persebaran kepadatan hunian rumah penyakit ISPA pada balita dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 74 titik kordinat persebaran kepadatan hunian rumah penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani dkk (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cambai tahun 2010. Hasil analisis hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita, diperoleh dari 40 responden yang kepadatan hunian rumahnya memenuhi syarat kesehatan terdapat 31(77,5%) anak balita yang menderita ISPA. Hasil uji statistik diperoleh nilai OR = 3,131 dengan 95% CI artinya responden yang kepadatan hunian rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan berpeluang 3,131 kali lebih besar untuk balitanya terkena ISPA dibandingkan responden yang kepadatan hunian rumahnya memenuhi syarat kesehatan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Setyaningsih (2016) Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,000. Hal menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan penghuni rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Sedangkan parameter kekuatan hubungan didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 13.63 dengan Confidence Interval 95% antara 3.60-51.55. Hal ini berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan tingkat kepadatan penghuni rumah yang melebihi batas normal mempunyai kemungkinan 13.63 kali lebih besar untuk mengalami serangan ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan tingkat kepadatan yang normal.

3. Jarak Rumah dengan Jalan Raya

(6)

satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA.

Pada analisis spasial dalam penelitian ini, berdasarkan pada gambar 9, pada 98 rumah responden terdapat 51 rumah yang jaraknya dekat dengan jalan raya, persebaran rumah dekat dengan jalan raya penyakit ISPA pada balita dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 46 titik kordinat rumah dekat dengan jalan raya pada penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiwik Setyaningsih (2016) Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji Chi Square pada Tabel 3 di atas, diperoleh nilai p sebesar 0,014. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara jarak tempat tinggal dengan jalan raya dengan kejadian ISPA pada anak di kecamatan Sragen. Sedangkan parameter kekuatan hubungan didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3.09 dengan Confidence Interval 95% antara 1.24 – 7.70. Hal ini berarti bahwa anak yang rumahnya dekat dengan jalan raya mempunyai kemungkinan 3.09 kali lebih besar untuk mengalami serangan ISPA dibandingkan dengan anak yang tempat tinggalnya jauh dengan jalan raya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di California Selatan oleh Mc.Connell, R.et al.(2010) memberikan hasil bahwa risiko penyakit gangguan pernapasan pada anak meningkat yang disebabkan oleh paparan polusi udara karena aktifitas lalulintas jalan yang mengandung polutan gas NO2 dengan HR = 2.18, 95% CI = 1.18 -4.01 Penelitian ini menunjukkan bahwa polusi udara terkait lalu lintas jalan di sekitar rumah dan sekolah dapat meningkatkan kejadian penyakit gangguan pernapasan pada anak-anak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain mengenai frekuensi kejadian ISPA di daerah yang memiliki kegiatan yang menghasilkan banyak polusi yang dilakukan oleh Wardhani dkk (2010) menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 100 orang ibu-ibu yang memiliki anak balita yang berada di Kelurahan Cicadas Kota Bandung diketahui bahwa 71% dari anak balitanya pernah menderita ISPA.

4. Status Imunisasi Balita

Menurut Depkes RI (2010), imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap

penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak. Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit, seperti : polio (lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati), tetanus, dan pertusis. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Jadwal pemberian imunisasi sesuai dengan yang ada dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT 3 kali : 2-11 bulan, Polio 4x : 0-11 bulan, Campak 1 kali : 9-11 bulan, Hepatitis B 3 kali : 0-11 bulan. Selang waktu pemberian imunisasi yang lebih dari 1 kali adalah 4 minggu.

Pada analisis spasial dalam penelitian ini, berdasarkan pada gambar 10, pada 98 rumah responden terdapat 98 rumah yang kelengkapan status imuniasasi pada balita lengkap dengan menggunakan alat bantu GIS terdapat 98 titik kordinat rumah yang satus imunisasinya lengkap pada penderita ISPA pada balita di kelurahan Puuwatu Kota Kendari periode bulan Desember 2016.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan (2012), yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara pemberian imunisasi dasar lengkap dengan kejadian ISPA. Hal ini menunjukkan bahwa balita dengan imunisasi dasar lengkap juga memiliki resiko yang sama untuk terkena ISPA yang berulang. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Agussalim (2012) yang tidak sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan, hasil penelitian dari Agussalim menyatakan terdapat hubungan antara pemberian imunisasi dasar lengkap dengan kejadian ISPA pada balita.

SIMPULAN

1. Persebaran kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di Kelurahan Puuwatu pada periode bulan Desember tahun 2016 terdapat 98 jumlah kasus ISPA pada balita dilihat dari persebaran titik kordinat menggunakan

Global Positioning System (GPS) dan di olah melalui Sistem Informasi Geografis (SIG).

2. Kepdatan penduduk di Kelurahan Puuwatu termasuk wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dengan jumlah kejadian ISPA pada balita tertinggi terbanyak di antara 7 wilayah kelurahan dilihat dari persebaran titik kordinat menggunakan

Global Positioning System (GPS) dan di olah melalui Sistem Informasi Geografis (SIG).

(7)

rumah penderita ISPA dilihat dari persebaran titik kordinat menggunakanGlobal Positioning System

(GPS) dan di olah melalui Sistem Informasi Geografis (SIG).

4. Persebaran rumah dekat dengan jalan raya di Kelurahan Puuwatu terdapat 51 rumah penderita ISPA yang dekat dengan jalan raya dilihat dari persebaran titik kordinat menggunakan Global Positioning System (GPS) dan di olah melalui Sistem Informasi Geografis (SIG).

SARAN

1. Diharapkan Kepada warga masyarakat untuk memperhatikan lingkungannya yang belum memenuhui syarat untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA.

2. Penlitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan informasi.

3. Bagi petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan dan promosi kesehatan pada warga masyarakat di kelurahan Puuwatu agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, serta memiliki aspek perilaku kesehatan, dan kesadaran yang tinggi terhadap lingkungannya

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoadmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

2. Danusantoso, H. (2012). Ilmu Pnyakit Paru Edisi 2. Jakarta: EGC

3. Nasution K, dkk. 2009. Infeksi saluran nafas akut pada balita di daerah urban Jakarta. Sari Pediatri;11(4):223-228

4. Oktaviani, D,. Fajar, N. A dan Purba, I, G,. 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Cambai Kota Prabunulih Tahun 2010.

JurnalPembangunan Manusia. 4(12): 1-15

5. Wardhani E, dkk. 2010. Hubungan faktor

lingkungan, sosial-ekonomi, dan pengetahuan ibu dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).Diajukan pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi-III Lembaga Penelitian Universitas Lampung, 18-19 Oktober 2010, Lampung. Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

6. Rised Kesehatan Dasar Tahun 2013.

7. Kemenkes RIL. Lihat Dan Dengarkan Dan Selamatkan Balita Indonesia Dari Kematian; Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta: kemenkes RI, 2010.

8. Profil kesehatan Indonesia tahun 2010.

9. Yudarmawan, IN. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Sanitasi Rumah Terhadap Kejadian Penyakit ISPA Pada Anak Balita (Study Dilakukan pada Masyarakat di Desa Dangin Puri Kangin Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar Tahun 2012).Skripsi. Denpasar : Poltekkes Denpasar. 10. Gani, 2004. Proses Kejadian ISPA Pada Anak

Gambar

Gambar 7 : Peta Kepadatan Penduduk di WilayahKerja Puskesmas Puuwatu Tahun 2017
Gambar 8 : Peta Persebaran Kepadatan HunianRumah Balita Yang Menderita Infeksi SaluranPernapasan Akut (ISPA) di Kelurahan Puuwatu.

Referensi

Dokumen terkait

aktif yang di gunakan dalam tabir surya fisik yaitu titanium dioksida,. magnesium silikat, zinc oksida, kaolin (biasa digunakan pada

BPR Bank Karanganyar kepada pelaku UMKM untuk mendukung upaya pengembangan UMKM di Kabupaten Karanganyar, dan (3) untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel

Faktor utama yang mempengaruhi produksi telur adalah jumlah pakan yang dikonsumsi dan kandungan zat makanan dalam pakan (Lengkong dkk., 2015).. Menurut Risnajati (2014)

(iv) Saya mengesahkan hanya satu tuntutan sahaja yang saya kemukakan

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa nilai Fhitung 9.475 &gt; Ftabel 2,78 dan nilai signifikan sebesar 0,000&gt; 0,05 , dengan demikian Ho diterima, hal

Suresh dan Shashikala (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh persepsi akan resiko terhadap pembelian secara online pada konsumen di India, mengatakan bahwa konsumen

Moeslem Millionair, Life is changeable that we have to improve every time, Life is competition so we have to fight every moment not for our self but also for our family and

Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar- besarnya kepada : Kedua orang tua ( Ayahanda M.Sitanggang dan Ibunda R.Silitonga