• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CH"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CHECHNYA II DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Mata Kuliah Hukum Humaniter Internasional

Disusun Oleh:

Calista Dyah Amalia (13/345256/SP/25526)

Fifi fitriana (13/353955/SP/26022)

Fathia Rahmawati (13/347809/SP/25686)

Jasmine Nadhira Lathifazaputri (14/364281/SP/26073)

Rosie Budi Wibowo (14/364374/SP/26098)

Ghiffari Amirullah Hakim (14/367460/SP/26396)

Gde Aditya Widyatama (14/368472/SP/26431)

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada

▸ Baca selengkapnya: pengerahan dan penindasan versus perlawanan ekonomi perang

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Dalam kajian ilmu hubungan internasional, terdapat tiga bentuk interaksi antar negara, yaitu coexistence, cooperation, dan conflict. Namun, dari keseluruhan bentuk interaksi tersebut, perang dan konflik merupakan suatu fenomena yang tidak dapat terhindarkan akibat adanya perbedaan kepentingan antar negara. Isu mengenai perang dan konflik bersenjata terus dipelajari sebagai bentuk penggunaan kekuatan militer untuk meraih kepentingan politik suatu negara. Dalam rangka untuk mencapai kepentingan tersebut, suatu negara dapat melakukan intervensi terhadap aktor-aktor internasional lain, termasuk terhadap aktor negara yang mempunyai kedaulatan atau kekuasaan tertinggi atas wilayahnya. Konflik antar negara yang terjadi pun tidak jarang melibatkan dan merugikan non kombatan, dalam hal ini penduduk sipil, ataupun kombatan terutama dalam hal kemanusiaan. Hukum Humaniter Internasional terkait dengan hal tersebut hadir dalam rangka sebagai jembatan antara kepentingan negara untuk mewujudkan kepentingan melalui perang serta kebutuhan untuk melindungi hak-hak kemanusiaan pihak-pihak yang tidak terlibat dalam konflik yang terjadi.

Hukum Humaniter Internasional menjadi penting untuk mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat adanya perang, dengan mengatur perlindungan terhadap kombatan dan non kombatan serta mengatur penggunaan alat dan cara untuk berperang dalam situasi perang dan konflik bersenjata. Untuk mewujudkan penerapan Hukum Humaniter Internasional, dibutuhkan peran dan dukungan berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang terlibat langsung dalam perang atau konflik. Selain itu, institusi-insitusi yang menegakkan Hukum Humaniter Internasional seperti International Committee of the Red Cross dan

International Criminal Court pun dibutuhkan dalam menerapkan Hukum Humaniter Internasional, baik memberikan bantuan kemanusiaan pada saat situasi perang maupun memberikan sanksi hukuman bagi pelanggar berat Hukum Humaniter Internasional. Namun, apabila melihat kenyataan yang terjadi, prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional seringkali diabaikan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dimana pihak-pihak tersebut terkesan mengutamakan pencapaian kepentingan masing-masing.

(3)

bagian dari Federasi Rusia, yaitu wilayah otonom dengan berbagai macam etnis. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, akibat dari Perang Chechnya telah menjadikan Chechnya menjadi wilayah yang paling hancur lebur di muka bumi. Dalam hal ini, Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II dapat diidentifikasi sebagai konflik bersenjata non internasional, dimana Chechnya merupakan suatu entitas negara yang telah menyatakan kemerdekaan setelah perpecahan Uni Soviet pada bulan Oktober 1991. Hal tersebut yang kemudian menjadi faktor pemicu terjadinya konflik, yaitu bahwa Federasi Rusia kemudian masih memiliki anggapan bahwa Republik Chechnya merupakan bagian dari wilayah negara tersebut setelah tiga tahun menjalankan pemerintahan di luar pemerintahan Federasi Rusia. Perang Chechnya I kemudian pecah pada tahun 1994 hingga 1996, yang diselesaikan melalui

Plan of Peaceful Conflict Resolution in Chechnya pada bulan Maret 1996 yang diajukan oleh Presiden Rusia, Boris Yeltsin. Adanya persetujuan tersebut pada akhirnya menandakan pengakuan terhadap Chechnya secara de facto. Meskipun begitu, konflik antara Republik Chechnya dengan Federasi Rusia kembali terjadi dengan adanya upaya serangan oleh pemberontak Dagestan, yaitu Islamic International Brigade. Hal tersebut menyebabkan Federasi Rusia kemudian mengirimkan pasukan pada 1 Oktober 1999 ke wilayah Republik Chechnya. Konflik di antara kedua pihak tersebut berlangsung hingga bulan April 2009, yaitu dalam jangka waktu sepuluh tahun dikarenakan adanya faktor penyebab yang dapat dikatakan kompleks. Adanya pernyataan kemenangan oleh Federasi Rusia yang menyatakan telah menghilangkan gerakan pemberontak menyebabkan pemerintahan Republik Chechnya berakhir. Menurut Richard Sakwa dalam Chechnya: From Past to Future, jumlah korban Perang Chechnya I diperkirakan mencapai 80.000-120.000 orang, sedangkan Perang Chechnya II mengakibatkan adanya 25.000-50.000 orang.1 Meskipun begitu, jumlah korban

baik kombatan maupun non kombatan yang berasal baik dari pemberontak Chechnya maupun angkatan bersenjata Rusia tidak dapat ditentukan sebagai akibat berbagai bentuk pelanggaran Hukum Humaniter Internasional sepert serangan militer, penyiksaan, cleansing, pemerkosaan, bahkan penggunaan tentara anak dan human shield.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana efektivitas penerapan Hukum Humaniter Internasional dalam Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II?

(4)

C. LANDASAN TEORI

a. Protokol Tambahan II 1977 mengenai Korban Sengketa Bersenjata Non Internasional.

b. Pasal 3 mengenai Ketentuan yang Sama mengenai Kejahatan Perang

Kejahatan perang merupakan perbuatan yang melawan orang-orang yang tidak ikut secara aktif dalam peperangan, termasuk pasukan militer yang telah meletakkan senjata dan telah mundur dari peperangan karena menderita sakit, terluka, dihukum, atau karena sebab lain.

c. Rome Statue of International Criminal Court mengenai Kejahatan Melawan Kemanusiaan.

Kejahatan melawan kemanusiaan merupakan perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang disengaja yang ditujukan terhadap penduduk sipil.

d. Konvensi Jenewa Tahun 1949 mengenai Kejahatan Perang

Kejahatan perang merupakan pelanggaran Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949, yaitu perbuatan melawan manusia atau properti yang dilindungi dibawah ketentuan dalam Konvensi Jenewa. Pasal 49 Ayat 1 Konvensi Jenewa memuat aturan sebagai berikut:

the high contracting parties undertake to enact any legislation necessary to provide effective penal sanctions for person commiting, or ordering to be committed, any of the grave breaches of the present convention in the following article.”

Pasal 49 Ayat 1 tersebut memuat bahwa pihak yang telah melakukan persetujuan atas konvensi tersebut, dalam hal ini negara, memiliki kewajiban untuk menerapkan Hukum Humaniter Internasional dalam memberlakukan sanksi bagi pihak yang melakukan pelanggaran yang telah termuat dalam Konvensi Jenewa 1949. Oleh karena itu, dapat terlihat bahwa efektivitas penerapan Hukum Humaniter Internasional merupakan tanggung jawab negara sebagai pihak yang melakukan ratifikasi.

D. ARGUMEN UTAMA

(5)
(6)

BAB II

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. KRONOLOGI PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CHECHNYA II a. PERANG CHECHNYA I (1994-1996)

Pasca keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991 kemudian menyebabkan kemunculan usaha-usaha untuk melepaskan diri dari Federasi Rusia yang dilakukan oleh daerah-daerah otonom yang berada di bawah pemerintah Federasi Rusia, termasuk gerakan separatis yang dilakukan oleh Republik Chechnya. Republik Chechnya sebelumnya merupakan wilayah jajahan Federasi Rusia pada tahun 1864, namun kemudian muncul perlawanan yang dipimpin oleh Avar Shamil dari wilayah Dagestan. Meskipun begitu, keterlibatan angkatan bersenjata Rusia di Kaukasus telah dilakukan sejak abad kedelapanbelas, dimana pada tahun 1785-1791 terjadi pemberontakan pertama di Chechnya terhadap kekaisaran Rusia. Pada awal abad kesembilanbelas, Kaukasus bergabung dengan Kekaisaran Rusia untuk melawan Kekaisaran Ottoman dan Persia pada masa itu, namun konflik berkepanjangan tetap terjadi dan berakhir dengan Great Caucasian War pada tahun 1864, yang menyebabkan perubahan persebaran di wilayah Kaukasus Utara.2 Republik Kaukasus Utara kemudian dibentuk pada tahun 1936,

namun dikarenakan tuduhan kerjasama dengan Nazi Jerman, penduduk Chechnya mengalami deportasi pada tahun 1944 ke Kazakhstan, yang dikembalikan pada tahun 1957. Setelah menjadi bagian dari Uni Soviet hingga tahun 1991, penduduk Chechnya menginginkan kemerdekaan menjadi suatu negara seiring dengan keruntuhan Uni Soviet pada bulan November 1991. Republik Chechnya merupakan wilayah pertama yang menyatakan kemerdekaan dari Republik Kaukasus Utara, yaitu pada tahun 1990, wilayah tersebut telah membentuk Chechnya National Congress (CNC) yang membentuk konstitusi dan angkatan bersenjata dalam negeri. Pada pertengahan tahun 1991, CNC bahkan melakukan pemilihan anggota parlemen dan presiden serta merancang perjanjian terhadap Rusia untuk mengakui bangsa Chechnya dan kesalahan di masa lalu dengan pembentukan pemerintahan berdasarkan prinsip demokratis.

(7)

dan gerakan serupa terjadi di daerah-daerah bekas Uni Soviet lain. Rusia memiliki kekhawatiran akan mengalami kehancuran dikarenakan disintegrasi wilayah seperti yang terjadi terhadap Uni Soviet maupun Yugoslavia. Pada bulan November 1991, Rusia telah melakukan tindakan untuk menegaskan kedaulatan Rusia atas Chechnya, namun menemui kegagalan dan kemudian menimbulkan konflik yang berlanjut hingga tahun 1993. Dalam masa tiga tahun yaitu antara tahun 1991 sampai 1994, Chechnya menanggap bahwa negara tersebut telah memiliki kedaulatan sebagai negara yang terpisah, bahkan menolak untuk melakukan partisipasi dalam pemilihan umum dan referendum pada bulan Desember 1993.3

Oleh karena itu pada akhirnya pemerintah Rusia mengeluarkan berbagai kebijakan dalam mengatasi pemberontakan yang terjadi di Chechnya tersebut, termasuk kebijakan untuk melakukan perang secara terbuka melawan kelompok separatis Chechnya pada tahun 1994 dan 1999 yang kemudian dikenal sebagai Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II. Adanya bibit konflik antara kedua negara tersebut pun menyebabkan ketidakpastian ekonomi, politik, dan sosial di Chechnya.

Berdasarkan pemaparan Ketua Majelis Rendah Parlemen Rusia (Duma) periode 1994 hingga 1996, yaitu Ivan Rybkin, Rusia tidak dapat membiarkan kemerdekaan sepihak Chechnya berlanjut dikarenakan Chechnya mulai menjadi ancaman nasional bagi Rusia. Hal tersebut kemudian memicu reaksi dari Rusia, dimana meskipun hanya memiliki sedikit waktu untuk melakukan persiapan operasi militer, pada akhirnya tanggal 11 Desember 1994, Rusia mengumumkan Perang Chechnya I. Dengan pengumuman perang tersebut, pasukan-pasukan Rusia mulai masuk ke wilayah Chechnya dari arah utara, barat, dan timur, dengan rencana untuk mengambil alih kembali Republik Chechnya dalam waktu dua jam, namun ternyata mereka harus menghadapi perlawanan yang sangat keras. Pasukan Rusia kemudian berhasil menerobos masuk dan menduduki Kota Grozny yang merupakan ibukota Chechnya serta melakukan penyerangan massal terhadap pusat kota. Melalui penyerangan tersebut, Rusia memiliki harapan untuk dapat menaklukkan Dudayev, rezim yang berkuasa pada masa itu dan menggantikan dengan rezim pro-Rusia. Hal tersebut tidak mudah dikarenakan pasukan Chechnya memiliki tingkat loyalitas yang cukup tinggi dengan Dudayev sehingga dapat menghalangi gerak pasukan Rusia. Meskipun begitu, pada akhirnya pasukan Chechnya diharuskan mundur dikarenakan keunggulan pasukan Rusia, baik secara jumlah maupun kualitas persenjataan sehingga menyebabkan pasukan Chechnya yang tersisa terpaksa mundur.

(8)

Keunggulan pasukan Rusia tersebut tidak menghentikan perlawanan pasukan Chechnya, dimana seiring dengan pergantian tahun, Rusia mulai melancarkan serangan kembali, dengan melakukan pengepungan ke pusat-pusat kota di Chechnya. Dalam hal ini, Rusia melakukan serangan udara maupun tembakan artileri terhadap gedung-gedung yang memiliki kepadatan populasi penduduk sipil yang tinggi. Selain itu, terjadi baku tembak antara pasukan Rusia dengan pasukan Chechya yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan. Berdasarkan aksi tidak manusiawi yang dilakukan oleh Rusia tersebut, tercatat lebih dari 250.000 orang, yaitu sebagian besar merupakan penduduk sipil Chechnya dinyatakan tewas pada Perang Chechnya I.4 Selain itu mengakibatkan korban tewas, tindakan

tersebut memaksa sekitar 300.000 penduduk sipil untuk meninggalkan Republik Chechnya serta memulai untuk hidup di tempat baru. Tindakan yang mengakibatkan banyak korban jiwa, terutama penduduk sipil tersebut memancing kritik dari berbagai pihak, termasuk dari masyarakat internasional yang menganggap Rusia tidak memperhatikan keselamatan penduduk sipil di medan perang. Perang tersebut bukan lagi menjadi perang nasionalis antara pihak Rusia dengan pihak Chechnya, namun juga menjadi perang yang mengundang kecaman dunia internasional. Meskipun begitu, pemerintah Rusia menyanggah dan menganggap bahwa Rusia tidak bersalah dan sebaliknya menuduh pasukan Chechnya yang melarang penduduk sipil untuk meninggalkan Grozny dan menggunakan mereka sebagai tameng hidup (human shield).

Meskipun mendapatkan kecaman dari dunia internasional, perang antara Rusia dan Chechnya masih tetap berlanjut dengan pelaksanaan serangan yang kembali dilakukan oleh Rusia di Kota Grozny, namun serangan tersebut berhasil digagalkan oleh pasukan Chechnya, sehingga Rusia kehilangan lebih dari 1000 combatant. Oleh karena itu, Rusia kemudian melakukan perubahan taktik, yaitu dengan melakukan pengeboman secara membabi buta untuk menghancurkan tempat-tempat persembunyian pasukan Chechnya. Dengan melancarkan taktik pengeboman tersebut, Rusia berhasil meraih kemenangan kembali dan dapat menguasai Istana Kepresidenan Chechnya beserta seluruh wilayah Kota Grozny di bagian utara. Tidak berhenti sampai disitu, setelah penguasaan Kota Grozny jatuh di tangan Rusia, pasukan Chechnya kembali berusaha melakukan serangan dengan menggunakan taktik

defensive melalui serangan gerilya maupun melancarkan aksi penyanderaan terhadap warga sipil untuk menekan pemerintah Rusia serta untuk memberi kesan terhadap pihak-pihak yang tidak terlibat dalam konnflik pemerintah Rusia tidak dapat menjamin keselamatan penduduk

(9)

sipil di tempat lain. Salah satu penyanderaan terbesar yang dilakukan oleh pasukan Chechnya adalah di sebuah rumah sakit di Budyonnovsk, Rusia Selatan dengan melakukan sandera terhadap 1500 penghuni rumah sakit. Aksi penyanderaan di rumah sakit tersebut pun membuat kedua belah pihak membuat kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata meskipun dalam waktu relatif singkat. Pada periode waktu yang sama pula, pasukan Chechnya melakukan percobaan pembunuhan terhadap Jenderal Anatoliy Romanov, yang pada saat itu menjabat sebagai pemimpin pasukan Rusia di Chechnya.

Satu tahun kemudian yaitu pada 6 April 1996, pasukan separatis Chechnya melakukan serangan besar-besaran ke Kota Samashki dan Grozny yang pada saat itu dikuasai oleh Rusia. Serangan tersebut berhasil dilakukan oleh pasukan Chechnya meskipun dalam waktu singkat untuk kemudian melakukan pengamanan berbagai stok kendaraan militer dan persenjataan milik Rusia. Setelah itu yaitu satu bulan kemudian, pasukan Chechnya melakukan serangan mendadak terhadap konvoi kendaraan Rusia yang menewaskan ratusan tentara, namun pada 21 April 1996, pihak Rusia melakukan serangan balasan terhadap presiden Chechnya yang tewas karena terkena hantaman rudal. Meskipun begitu, kemenangan Perang Chechnya I berada di pihak Chechnya yaitu pada bulan Agustus 1996 dengan penarikan pasukan Rusia dari wilayah Chechnya, yang menandakan kekalahan dan aib bagi Rusia. Pada Perang Chechnya I, pihak Rusia kehilangan banyak combatant, yaitu kurang lebih 3.826 hingga 14.000 orang. Kekalahan Rusia tersebut disebabkan oleh kerusakan material serta jumlah korban meninggal dari pihak Rusia yang merupakan akibat dari kesalahan taktik yang dilancarkan oleh pihak Rusia.

b. PERANG CHECHNYA II (1999-2009)

(10)

di daerah timur Chechnya. Aksi penyerbuan tersebut memancing reaksi dari pihak Rusia yang mengerahkan kemudian angkatan bersenjata ke wilayah Dagestan, dimana hanya dalam beberapa minggu penyerangan, pihak Rusia dapat berhasil mengalahkan mujahidin tersebut. Namun, hal tersebut kemudian dijadikan alasan oleh Rusia untuk melakukan invasi militer kembali ke wilayah Chechnya, yaitu dalam rangka menyingkirkan milisi Islam Chechnya, yaitu dengan serangan militer udara yang dilakukan oleh Rusia. Setelah serangan udara tersebut, angkatan bersenjata Rusia masuk ke dalam wilayah Chechnya yang berada du bawah pemerintahan Presiden Aslan Maskhadov yang menawarkan kerjasama untuk menyingkirkan milisi Islam, namun ditolak oleh Rusia dengan tetap melanjutkan serangan militer.

Kekalahan pada Perang Chechnya I oleh pihak Rusia yang diakibatkan oleh kesalahan pelaksanaan taktik perang, membuat Rusia lebih berhati-hati dalam melakukan serangan pada perang kedua, yaitu dengan melakukan serangan melalui udara dan artileri terlebih dahulu sebelum kemudian melakukan serangan darat untuk masuk ke wilayah sasaran. Pihak Rusia pun menyusun taktik untuk tidak menyerang Kota Grozny secara langsung, melainkan melakukan penyerangan di kota-kota sekitar terlebih dahulu. Dengan pelaksanaan gerakan penyerangan tersebut, Presiden Aslan Maskhadov meminta seluruh penduduk sipil Chechnya untuk melakukan perang suci terhadap lawan. Pada bulan Desember 1999, setelah pihak Rusia menguasai wilayah di sekitar Grozny, pihak Rusia pun mulai melakukan serangan ke ibukota Chechnya tersebut, yang pada akhirnya jatuh pada bulan Juni 2000 dengan menunjuk pemimpin sementara Chechnya, yaitu Akhmad Kadyrov. Kejatuhan ibukota Chechnya tersebut dikarenakan pasukan Rusia mengalihkan fokus prajurit Chechnya untuk melanjutkan aksi perlawanan dikawasan pegunungan, yang dikenal sebagai periode gerilya. Pada tahun-tahun selanjutnya, intensitas konflik semakin berkurang apabila dibandingkan dengan perang yang pertama, namun kondisi di Chechnya belum terbilang aman, dimana aksi penyerangan, pembunuhan rahasia, bom bunuh diri, maupun pemasangan ranjau di berbagai titik terus dilakukan oleh pihak anti Rusia.

(11)

pendirian Emirat Kaukasus sebagai pengganti, yang didaulat oleh Dewan Keamanan PBB memiliki hubungan dengan ekstrimis internasional Al-Qaeda. Dua tahun kemudian yaitu pada tahun 2009, situasi keamanan di Chechnya semakin membaik, dimana pada tahun tersebut, pemerintah Rusia memutuskan untuk menarik mundur seluruh pasukan, yang menandai akhir Perang Chechnya II. Bangunan-bangunan kota yang hancur yang diakibatkan oleh perang tersebut mulai diperbaiki dengan bantuan keuangan dari pemerintah Rusia. Pada akhirnya, Chechnya mendapatkan status sebagai negara bagian yang memiliki otonomi luas dan memiliki undang-undang sendiri. Meskipun begitu, tidak jauh berbeda dengan Perang Chechnya I, Perang Chechnya II pun menelan banyak korban, yaitu diantaranya di pihak Rusia sebesar 7.000 hingga 11.000 jiwa, sementara di pihak Chechnya sebesar 16.000 jiwa, sedangkan untuk korban jiwa yang berasal dari penduduk sipil sebesar 30.000-50.000 jiwa.

B. DAMPAK KEMANUSIAAN PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CHECHNYA II

Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II seperti yang telah disebutkan sebelumnya telah menimbulkan berbagai dampak kemanusiaan, baik kerusakan material maupun korban tewas. Pada Perang Chechnya I, meskipun telah diruntuhkan oleh Dzhokar Dudayev, pendudukan Rusia atas Chechnya pada tahun 1991 telah berubah menjadi perang yang sesungguhnya pada tanggal 11 Desember 1994. Hal tersebut dipicu oleh kerusuhan serius pada bulan November di tahun yang sama. Lebih dari 100.000 penduduk Chechnya5

kehilangan nyawa dalam perang tersebut, sedangkan puluhan ribu jiwa dipaksa mengungsi. Selain itu, dalam perang tersebut, Chechnya kehilangan ratusan sumber-sumber sejarah dan ekonomi. Pada saat Rusia mengumumkan bahwa Chechnya adalah urusan dalam negeri negara tersebut, tidak terdengar kecaman dari luar, bahkan dengan adanya serangan pengeboman yang dijatuhkan di setiap meter persegi wilayah Chechnya.6 Dapat dikatakan

bahwa perang yang terjadi merupakan bentuk pembersihan etnis, sebagaimana yang belum pernah disaksikan dalam sejarah dunia, dengan menggunakan senjata kimia yang sebenarnya telah dilarang hingga saat ini. Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia merilis laporan mengenai korban pasukan Rusia dalam Perang Chechnya I, yaitu 3.826 tentara tewas, 17.829

5 “Case Study: The Massive Deportation of the Chechen People: How and Why Chenchens were Deported,” Mass Violence, 2015, diakses pada 27 September 2015, http://www.massviolence.org/The-Massive-Deportation-of-the-Chechen-People-How-and-why?artpage=8#outil_sommaire_5.

(12)

terluka, sedangkan 1.906 lainnya hilang dalam pertempuran.7 Data lain dari NVO, majalah

mingguan Rusia khusus masalah militer yang merilis data korban dari pihak Rusia terdiri dari 5.362 tewas, 52.000 terluka dan 3.000 lebih hilang dalam pertempuran.8 Sedangkan, untuk

jumlah korban dari gerilyawan Chechnya tidak banyak diketahui. Jumlah warga sipil yang tewas dalam pertempuran tersebut mencapai 100.000 jiwa, dengan pasukan gerilyawan yang tewas sekitar 300.000 hingga 400.000 jiwa.9 Perolehan data untuk menentukan jumlah

gerilyawan yang tewas sulit untuk dilakukan dikarenakan banyak diantara para gerilyawan yang berusia dibawah umur sehingga sulit dideteksi.

Rusia yang harus menerima Chechnya sebagai negara terpisah dalam perjanjian yang ditandangani para pejabat tinggi di bulan Agustus 1996 dan Mei 1997, tampak telah menerima keadaan tersebut. Namun di bulan Oktober 1997, pihak Rusia memasuki wilayah Chechnya dan mulai melakukan pembunuhan, tanpa membedakan wanita, anak-anak, dan orang tua. Penduduk sipil menjadi sasaran pengeboman yang tiada henti selama berbulan-bulan untuk mematahkan perlawanan penduduk, dimana rumah sakit, pasar dan iring-iringan pengungsi secara khusus dipilih sebagai sasaran. Pada akhirnya terungkap bahwa Rusia telah menggunakan bom kimia, rudal scud, dan peluru Napalm dalam perang melawan Chechnya.10

Di samping itu, pihak Rusia mencemari Sungai Argun, yang biasa digunakan oleh penduduk di banyak desa di Chechnya, dengan menggunakan racun. Kebanyakan wanita dan anak-anak yang meminum air yang tercemar tersebut meninggal, sedangkan ratusan menanti ajal di rumah sakit. Dikarenakan air sungai tersebut mengandung racun, maka penduduk sipil yang tidak mampu menemukan sumber air untuk minum atau keperluan lainnya terpaksa menjalani masa-masa yang teramat sulit.

Selain itu, keadaan para pengungsi pun sangat mengkhawatirka, yaitu penelitian yang dilakukan di tempat-tempat pengungsian menunjukkan sudah terlampau banyak jumlah pelanggaran hak-hak asasi manusia. Sekitar 250.000 pengungsi Chechnya yang menyelamatkan diri dari peperangan mendapatkan perlindungan di Ingushetya, sedangkan sisanya di wilayah-wilayah tetangga lain.11 Diberitakan pula bahwa Rusia telah

menghabiskan dana 385 juta dolar untuk membiayai perang tersebut. Pihak Chechnya

7 Matthew Evangelista, The Chechen Wars: Will Russia Go the Way of the Soviet Union (Washington DC: Brookings Instituition Press, 2002), hal. 124.

8 Stasys Knezys dan Romaras Sedlickas, The War in Chechnya (Texas: Texas A&M University Press, 1999), hal. 40.

9 Stasys Knezys dan Romaras Sedlickas, The War in Chechnya, hal. 40.

10 Aslan Nurbiyev, Relocation of Chechen ‘Genocide’ Memorial Opens Wounds (Paris: Agence France Presse, 2008), hal. 53.

(13)

mengatakan, antara bulan September 1999 dan 25 Juli 2000, sebanyak 1.460 pejuang dan 45.000 penduduk sipil Chechnya telah tewas.12 Rusia berencana menyapu bersih seluruh

pejuang Chechnya yang telah berperang melawan mereka hingga bulan November 2000.

C. KEPENTINGAN FEDERASI RUSIA DAN REPUBLIK CHECHNYA

Chechnya adalah nama dari wilayah kecil berpenduduk mayoritas muslim yang terletak di Kaukasus, yaitu daratan sempit dan bergunung-gunung yang terletak di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia. Meskipun begitu, wilayah Kaukasus sangat strategis dikarenakan posisi sebagai penghubung antara daratan Asia Barat di selatan dengan Eropa Timur di utara. Posisi Kaukasus yang strategis lantas membuat daerah tersebut seringkali dilanda konflik sepanjang perjalanan sejarah,13 dimana Chechnya sebagai salah satu daerah penyusun Kaukasus tidak

luput dari konflik dan peperangan. Akar dari Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II berasal dari keinginan penduduk asli Chechnya, yang mayoritas beragama Islam, untuk memerdekakan diri pasca keruntuhan Uni Soviet. Hal tersebut dianggap akan menimbulkan perpecahan di dalam Rusia, dimana pada saat Chechnya membuat gerakan separatis yang disebabkan oleh kekerasan yang diterima, Rusia tetap ingin mempertahankan wilayah tersebut. Tindakan Rusia tersebut tidak terlepas dari sejarah pendudukan Rusia terhadap wilayah Kaukasus pada masa pemerintahan kekaisaran Tsar.

Pada abad kesembilanbelas, yaitu pada tahun 1801, saat pasukan kekaisaran Rusia merebut wilayah Georgia yang berbatasan langsung dengan Chechnya, belum ditemukan kekayaan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh Kekaisaran Rusia. Pada tahun tersebut pula, Komandan Pasukan Rusia mulai menjadikan Kota Grozny sebagai benteng, dimana pada tahun 1818 kemudian digunakan untuk menakuti dan meredam masyarakat Chechnya agar tidak terjadi perlawanan. Selain itu, Rusia pun merebut wilayah Armenia dan Azerbaijan dari tangan Persia, namun satu-satunya rute perdagangan yang tidak aman bagi Rusia berada di sekitar wilayah pegunungan Kaukasus.14 Rute tersebut membentang di sepanjang sebelah

barat wilayah Chechnya dan Ingush, sehingga untuk mengamankan rute tersebut, Rusia memutuskan untuk menaklukan Chechnya dan masyarakat pegunungan yang lain.

Setelah itu pada abad kedelapanbelas, Uni Soviet mengalami keruntuhan diiringi dengan kemunculan negara-negara baru yang sebelumnya merupakan penyusun Uni Soviet. 12 Aslan Nurbiyev, Relocation of Chechen ‘Genocide’ Memorial Opens Wounds, hal. 53.

13 “Mengenang Perjuangan Muslim Chechnya yang Belum Usai”, Era Muslim, 2013, diakses pada 1 Oktober 2015, http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/mengenang-perjuangan-muslim-chechnya-yang-belum-usai.htm#.Vg0pruztmko.

(14)

Dalam hal ini Chehcnya pun melakukan deklarasi atas kemerdekaandengan nama resmi

Republik Chechnya Ickeria (RCI) dengan Dzhokhar Dudayev sebagai pemimpin.15 Namun,

tidak seperti negara bagian Soviet lain, kemerdekaan Chechnya mendapat penolakan dari Rusia dikarenakan pada era Uni Soviet, Chechnya memiliki status sebagai provinsi otonom dari negara bagian Rusia, sehingga Chechnya memegang peran penting dan tidak dapat dipisahkan begitu saja, yaitu apabila Chechnya memisahkan diri dari Rusia, maka akan terjadi gejolak di dalam negara pecahan Uni Soviet tersebut. Alasan lain Rusia untuk menolak kemerdekaan Chechnya adalah akibat lokasi yang strategis di Kaukasus, yaitu seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Kaukasus merupakan rute perdagangan yang dapat memudahkan akses Rusia untuk pengembangan sektor ekonomi. Menjelang akhir abad kesembilanbelas pula ditemukan cadangan minyak di wilayah Chechnya yang dapat mendatangkan keuntungan bagi Rusia. Selain itu, Rusia pun memiliki kekhawatiran apabila membiarkan Chechnya menjadi merdeka, maka akan memancing wilayah Rusia lain untuk ikut memerdekakan diri. Seperti yang diketahui, perpecahan Uni Soviet membuat masing wilayah ingin membuat negara independen dengan menggunakan ideologi masing-masing. Hal tersebut yang membuat Rusia merasa takut apabila Chechnya berhasil melepaskan diri, dimana semakin banyak wilayah Rusia yang melepaskan diri, semakin lemah pula Rusia sebagai suatu negara seiring dengan sumber daya yang dihasilkan oleh beberapa wilayah akan hilang dan menghambat laju ekonomi Rusia. Selain alasan yang telah tertera diatas, Rusia pun ingin meredam pengaruh Islam yang mulai disebarkan Chechnya pasca Perang Chechnya I, yaitu Rusia tidak ingin keberadaan dan ideologi negara tersebut terancam dikarenakan dikelilingi oleh negara-negara dengan paham agama Islam.

Di sisi lain, apabila melihat dari sudut pandang Chechnya, wilayah tersebut pun memiliki kepentingan sendiri, yaitu pada awalnya Chechnya memang ingin menjadi wilayah yang independen atau bebas dari pengaruh negara lain. Chechnya dan Ingush merupakan dua suku bangsa yang gigih mengangkat senjata untuk menentang upaya penaklukkan bangsa-bangsa asing atas tanah mereka. Namun pada abad kesembilanbelas, upaya kedua bangsa-bangsa tersebut pada akhirnya terhenti setelah Kekaisaran Rusia mengalahkan dan menaklukkan Chechnya. Seiring dengan penaklukan tersebut, Chechnya tetap kokoh memegang ideologi wilayah yang dianut sejak lama, yaitu agama Islam. Pasca keruntuhan Uni Soviet yang menandakan kekalahan ideologi komunisme terhadap ideologi liberalism, membuat

(15)

wilayah yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Uni Soviet ingin melepaskan diri dan membangun ideologi sendiri, tidak terkecuali Chechnya. Dengan ideologi yang bertahan dari dahulu hingga sekarang, yakni agama Islam serta dilengkapi dengan keberadaan cadangan minyak yang besar di daerah tersebut, membuat Chechnya ingin mendirikan negara sendiri dengan berdasarkan ajaran Islam, tidak hanya itu, Chechnya pun ingin menyebarkan paham tersebut ke negara sekitar, seperti yang terjadi pada pasca Perang Chechnya I. Pada masa tersebut Chechnya ingin melakukan Islamisasi terhadap negara tetangga, yaitu Dagestan, serta ingin membuat kedua negara tersebut sebagai negara yang menerapkan ajaran Islam sepenuhnya, yang kemudian menjadi faktor pemicu Perang Chechnya II.

D. PELANGGARAN DALAM PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CHECHNYA II MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

Separatisme yang dilakukan oleh masyarakat Chechnya yang mayoritas beragama Islam menjadikan sebuah ancaman bagi Rusia, dimana pada saat itu Rusia ingin menjaga wilayah kekuasaan berupa negara-negara bagian agar tetap berada dalam Uni Soviet. Namun, perbedaan ideologi dan budaya Chechnya terhadap Rusia tidak dapat dihindarkan untuk mengakibatkan gerakan separatisme. Hal tersebut yang menjadi faktor penyebab perang antara Chechnya dengan Rusia di tahun 1994-1996 dan kembali bergejolak di tahun 1999 hingga 2009. Sepanjang dua periode Perang Chechnya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kondisi masyarakat sipil, tentara perang dari kedua belah pihak, infrastruktur beserta tempat tinggal, lingkungan, dan sebagainya. Dampak tersebut diberikan oleh berbagai tragedi selama perang berlangsung, seperti penembakan, pengeboman, penyanderaan, dan hal lainnya yang biasa terjadi dalam peperangan. Untuk itu, Hukum Humaniter Internasional hadir sebagai aturan suatu negara dalam melaksanakan perang, dikarenakan bagi Hukum Humaniter Internasional, perang bukan merupakan solusi, namun perang harus berjalan secara semestinya—sesuai Hukum Humaniter Internasional.

(16)

penghancuran kota dan menyebabkan banyak korban jiwa yang jatuh hingga lebih dari 250.000 jiwa warga sipil.16 Oleh karena itu, Rusia sebagai penyerang pusat kota Chechnya

yang telah merengut banyak warga sipil merupakan suatu pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa IV terkait perlindungan terhadap warga sipil/civilians.17 Selain itu, Rusia pun

dianggap tidak peduli terhadap perlindungan warga sipil, sehingga dikecam oleh dunia internasional, Walaupun Rusia mengelak atas prasangka perbuatan tersebut. Pelanggaran lain adalah Rusia menggunakan tembakan artileri beserta serangan udara dan mengenai penduduk sipil dengan melihat pada Laws on Specific Weapons Protokol III mengenai Incendiary Waepons.18 Setelah penyerangan tersebut, pihak Chechnya melakukan perlawanan dengan

menyandera 1.500 penghuni rumah sakit di Budyonnovsk, Rusia Selatan. Penyanderaan ini dianggap tidak melanggar Hukum Humaniter Internasional pada Konvensi Jenewa dikarenakan para sandera diperlakukan secara manusiawi.

Pada Perang Chechnya II, Rusia melancarkan aksi kembali dengan melakukan pembunuhan rasian, bom bunuh diri, serta pemasangan ranjau di beberapa titik pusat wilayah Chechnya. Aksi tersebut menyebabkan ribuan warga sipil Chechnya kembali menjadi korban. Sebelumnya, pada awal Perang Chechnya pecah pada periode kedua, Rusia sempat sengaja mencemari sungai Argun dengan racun, dimana sungai tersebut menjadi sumber air bagi masyarakat Chechnya. Kedua peristiwa ini merupakan suatu pelanggaran bagi Rusia karena tidak memperhatikan perlindungan warga sipil. Berbeda dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia dengan berbagai tindakan operasi pembersihan (zachistka) terhadap warga sipil Chechnya, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, pihak Chechnya menggunakan anak-anak di bawah 11 tahun dan perempuan untuk dijadikan sebagai tentara cadangan. Hal tersebut disebabkan Chechnya memiliki pasukan yang cenderung lebih sedikit dibanding dengan Rusia, sehingga Chechnya berani mengambil tindakan untuk menggunakan anak-anak dan perempuan sebagai pasukan. Tentunya pilihan Chechnya ini telah melanggar Protokol Tambahan II mengenai Limits on Participation of Children in Hostilities,19 yang menyatakan

bahwa anak-anak di bawah 15 tahun dilarang terlibat dalam peperangan (menjadi pasukan perang) serta Rome Statute Pasal 8 Ayat 2, yaitu bahwa rekruitmen anak-anak ini dimaknai sebagai War Crimes.20

16 Svante Cornell dan Micahel Jonsson, Conflict, Crime, and the State in Postcommunist Eurasia, hal. 151. 17 Frits Kalshoven dan Liesbeth Zegveld, Constraints on the Waging of War, 4th ed. (Cambridge: Cambridge University Press, 2011), hal. 97.

(17)

E. PENERAPAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM PERANG CHECHNYA I DAN PERANG CHECHNYA II

International Committee of the Red Cross atau ICRC sebagai salah satu penegak Hukum Humaniter Internasional, dalam Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II telah menerapkan Hukum Humaniter Internasional sesuai dengan tugas yang dimiliki. Dalam melaksanakan tugas kemanusiaan dalam dua periode perang, ICRC bekerjasama dengan berbagai pihak, antara lain dengan Palang Merah Kanada, Palang Merah Norwegia, Palang Merah New Zealand, Palang Merah Belanda, dan Kementerian Kesehatan Chechnya. Dalam hal ini, berkaitan dengan peran ICRC dalam Perang Chechnya, berhubungan pula dengan peristiwa penembakan 17 Desember 1996 yang sampai saat ini belum diketahui siapa pelaku penembakan tersebut.

Perang Chechnya antara pihak Chechnya dan Rusia memberi dampak kerusakan fasilitas publik yang amat parah, mulai dari rumah sakit, taman kota, jalan raya, dan sebagainya. Dampak paling parah dialami oleh Chechnya dengan salah satu kasus kerusakan yang paling serius yaitu bangunan rumah sakit yang rusak parah serta ketidakmampuan dalam mengakomodasi seluruh korban, baik war-wounded maupun penduduk sipil. Atas dasar tersebut, ICRC menginisiasi pembangunan field hospital di Chechnya, tepatnya di Desa Novye Atagi yang berada di selatan Grozny. Alasan pendirian di wilayah tersebut adalah wilayah tersebut relatif aman bila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Chechnya. Hal tersebut dikarenakan apabila wilayah telah berbahaya, sifat field hospital non-permanen yang didirikan dapat direlokasi di wilayah lain. Pelayanan ICRC terhadap war-wounded dan penduduk sipil meningkat tajam pun meningkat tajam di rumah sakit yang dibuka pada 2 September 1996 tersebut. Pada hari itu pula, terdapat sekitar limapuluh pasien dalam kategori

war-wounded, sedangkan rumah sakit tersebut telah mengobati 321 pasien, 594 operasi bedah serta pemberian 1.717 konsultasi rawat jalan21. Kondisi field hospital pun mengalami

peningkatan dengan penambahan wilayah yang semakin luas dengan menggunakan bekas asrama pelajar di Novye Atagi. Namun, ketidakstabilan proses recovery korban di field hospital tersebut benar-benar terganggu ketika pada pagi hari, 17 Desember 1996 beberapa penembak misterius memasuki dalam ruangan rumah sakit secara tiba-tiba dan melakukan penembakan terhadap pihak-pihak yang berada di rumah sakit tersebut. Korban paling parah dan salah satu ada yang meninggal yaitu dari pihak Tim Gabungan ICRC. Semenjak saat itu,

21 Francois Bugnion, “17 December 1996: Six ICRC Delegates Assassinated in Chechnya,” ICRC Resource

Center, 30 April 1997, diakses pada 9 Oktober 2015,

(18)

field hospital dipindahtangankan kepada Kementerian Kesehatan Chechnya dan melakukan penarikan tim ICRC di beberapa titik rawan, terutama di wilayah Novye Atagi tersebut.

BAB III ANALISIS

(19)

mengenai Ketentuan yang Sama; Rome Statue of International Criminal Court mengenai Kejahatan Perang; dan Konvensi Jenewa 1949. Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II yang melibatkan pihak angkatan bersenjata Federasi Rusia dengan pihak pendukung pemerintahan Republik Chechnya pada Perang Chechnya I, serta dengan pihak pemberontak beraliran Islam pada Perang Chechnya II dapat dikatakan sebagai konflik bersenjata non internasional. Hal tersebut dikarenakan menurut Protokol Tambahan II 1977 mengenai Korban Sengketa Bersenjata Non Internasional, konflik bersenjata non internasional merupakan pertempuran di wilayah suatu negara antara angkatan bersenjata reguler dengan kelompok bersenjata yang teridentifikasi, atau antara kelompok-kelompok bersenjata itu sendiri yang saling bertikai.22 Dalam situasi tersebut, Hukum Humaniter Internasional

ditujukan untuk angkatan bersenjata, baik resmi maupun tidak resmi yang terlibat dalam konflik dan melindungi setiap individu atau kelompok individu yang tidak atau tidak dapat lagi terlibat dalam permusuhan, yaitu personil militer dan anggota pelayanan medis yang terluka atau sakit; orang-orang yang dicabut kebebasannya; tawanan perang dan penduduk sipil, yaitu orang di luar pasukan militer di wilayah yang diduduki, warga negara asing di wilayah negara dari pihak yang terlibat dalam konflik, termasuk di dalamnya pengungsi; tahanan sipil dan interniran, serta personil medis dan rohaniwan atau unit-unit pertahanan sipil.23 Menurut pengertian tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam kedua perang

merupakan pihak-pihak yang berada di dalam wilayah satu negara, yaitu Chechnya di bawah pemerintahan Rusia, dikarenakan Chechnya dalam rentang waktu tersebut tidak mendapatkan pengakuan kedaulatan sebagai suatu entitas negara, baik dari Rusia maupun dunia internasional. Republik Chechnya pada masa tersebut dianggap menjadi bagian dari Federasi Rusia di wilayah Kaukasus Utara.

Hukum Humaniter Internasional menentukan perbedaan status dalam situasi konflik bersenjata non internasional yaitu kombatan dan penduduk sipil. Status penduduk sipil dalam konflik bersenjata adalah sebagai penduduk sipil yang harus mendapatkan perlindungan. Meskipun begitu, Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II seperti yang telah disebutkan sebelumnya telah mengakibatkan banyak korban penduduk sipil yang berjatuhan, baik yang dilakukan oleh pihak Rusia maupun pihak Chechnya. Pihak Chechnya dalam hal ini melakukan tindakan pembunuhan terhadap pihak-pihak yang dianggap merupakan sekutu

22 ICRC, Hukum Humaniter Internasional Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Anda (Jakarta: Delegasi ICRC Jakarta, 2004), hal.4.

(20)

Rusia.24 Sedangkan pihak Rusia melakukan serangan militer serta pembunuhan terhadap

penduduk sipil Chechnya yang dianggap sebagai tindakan hukuman kolektif terhadap masyarakat Chechnya. Selama perang berlangsung, pemboman terus dilakukan oleh pihak Rusia tanpa memperhatikan objek serangan serta tanpa adanya pemberitahuan terhadap populasi penduduk sipil, sebagai contoh adalah penghancuran terhadap Kota Grozny (hal, 107). Tindakan serangan Rusia tersebut diumumkan oleh International Court of Justice pada 6 Januari 1995, yaitu bahwa “the Russian army violated the right to life of unarmed civilians on a massive scale”, yang telah mengakibatkan 27.000 orang tewas pada Perang Chechnya I dan tidak dapat diketahui pada Perang Chechnya II dikarenakan adanya monitoring dan restriksi dari pihak Rusia (footnote 20). Salah satu contoh paling parah adalah tindakan pembunuhan terhadap 100 orang yang berasal dari golongan wanita, anak-anak, dan orang tua, bahkan kepada desa di Desa Samashki, Chechnya, yang pada awalnya dituduhkan dilakukan oleh pihak pemberontak Chechnya.25 Namun kemudian, diketahui bahwa pelaku

pembunuhan tersebut merupakan angkatan bersenjata Rusia setelah adanya pengakuan pada 11 April 1995 oleh penduduk desa tersebut mengenai kesalahan penuduhan. Pada akhirnya tuduhan tersebut dinyatakan tidak benar dalam hearing komisi parlemen pada 29 Mei 1995. Namun, pada bulan Maret 1996, tindakan serupa dilakukan kembali dan mengakibatkan 174 orang terbunuh dan 200 orang menjadi tahanan (footnote 23). Sedangkan pada Perang Chechnya II dalam 18 bulan pertama, pihak Rusia telah melakukan pembunuhan masal terhadap penduduk sipil di desa dekat pangkalan militer Rusia di Kota Khankala, bagian tenggara Kota Grozny.

Selain itu, pihak Rusia pun melakukan serangan terhadap pengungsi Chechnya dengan helikopter dan altileri yang melewati Pegunungan Georgia yang menuju Ingushetia untuk meminta pungutan uang. Tuduhan pun dilayangkan terhadap pihak Chechnya oleh pihak Rusiab bahwa pihak tersebut telah memperlakukan tahanan perang Rusia sebagai budak dan menjadi objek tindakan kekerasan. Meskipun begitu, di sisi lain, tahanan perang Rusia mengungkapkan bahwa pihak Chechnya memperlakukan tahanan perang dengan baik. Sedangkan, pihak Rusia dalam laporan Human Rights Watch pada tahun 200 telah melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh terhadap tahanan perang di Chernokozovo, bahkan beberapa diantaranya mengalami tindakan perkosaan,26

serta pengambilan terhadap benda-benda milik tahanan perang. Pihak Rusia pun melakukan 24 Laporan “Conflict in Chechnya” oleh Committee on Legal Affairs and Human Rights Parliamentary Aseembly Council of Europe pada 23 Januari 2001.

(21)

pelanggaran dengan menghambat kerja International Committee of the Red Cross yang tidak memberikan akses terhadap tahanan perang dan korban perang serta diduga melakukan serangan yang mengakibatkan kematian di rumah sakit di Novye Atagi.

Tindakan yang telah disebutkan tersebut merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak, terutama Rusia, yaitu dengan melanggar aturan mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil yang termuat dalam Konvensi Jenewa 1949 Pasal 27-39, Pasal 47-48, Pasal 50, Pasal 55, dan Pasal 58; Protokol Tambahan II 1977 Pasal 7, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 17; dan Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan Aturan 1 mengenai larangan penyerangan terhadap orang sipil. Selain itu, pelanggaran dilakukan terhadap Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan Aturan 25 dan 27-30 mengenai kewajiban untuk menghormati dan melindungi personil medis dan personil keagamaan, unit medis, dan sarana transportasi media, Aturan 26 mengenai kewajiban untuk menghormati tugas medis, Aturan 54 mengenai larangan penyerangan terhadap objek-objek yang mutlak diperlukan bagi kelangsungan hidup penduduk sipil, Aturan 87-105 mengenai kewajiban untuk menghormati jaminan-jaminan dasar yang menjadi hak orang sipil dan orang yang

Hors de Combat, Aturan 109-111 mengenai kewajiban untuk mencari dan menghormati serta melindungi korban luka, korban sakit, dan korban karam, Aturan 118-119, 121, dan 125 mengenai kewajiban untuk melindungi orang yang dicabut kebebasannya, dan Aturan 134-137 mengenai perlindungan-perlindungan khusus yang diberikan kepada perempuan dan anak-anak.27

Tindakan yang telah disebutkan tersebut dapat digolongkan menjadi kejahatan perang, yaitu perbuatan melawan manusia atau properti yang dilindungi dibawah ketentuan serta merupakan pelanggaran berat terhadap Hukum Humaniter Internasional dan Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 dalam situasi sengketa bersenjata non internasional. Dalam konflik bersenjata non internasional, kejahatan perang merupakan pelanggaran hukum serius terhadap Pasal 3 mengenai Ketentuan yang Sama, yaitu perbuatan melawan orang-orang yang tidak ikut secara aktif dalam peperangan, termasuk pasukan militer yang telah meletakkan senjata dan telah mundur dari peperangan karena menderita sakit, terluka, dihukum, atau karena sebab lain.28 Beberapa tindakan yang melanggar Konvensi Jenewa 1949 adalah

26 “The Dirty War in Chechnya: Forced Disappearances, Torture, and Sumamry Executions,” Human Rights Watch, vol. 13, no. 1 (Maret 2001): 15.

27 Jean Marie Henckaerts, “Study on Customary International Humanitarian Law,” International of the Red Cross Review, vol.87, no.857 (Maret 2005): 15-16.

(22)

willfull killing; torture or inhuman treatment, including biological experiment; willfully causing great suffering; destruction of property unjustified by military necessity; compelling civilians or prisoners of war to serve the hostile power; wilfully depriving civilians or prisoners of war of a fair trial; unlawful deportation of confinement of civilians; dan the taking of hostages. Tindakan tersebut telah melanggar Pasal 16 mengenai kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia, Pasal 17 mengenai kejahatan genosida; Pasal 18 mengenai kejahatan terhadap kemanusiaan; dan Pasal 20 mengenai kejahatan perang.

Selain itu, tidak hanya digolongkan menjadi kejahatan perang, namun tindakan tersebut pundapat digolongkan menjadi kejahatan melawan kemanusiaan berdasarkan Rome Statue of International Criminal Court, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang disengaja yang ditujukan terhadap penduduk sipil. Menurut Statuta Roma, telah dilaksanakan pelanggaran dalam bentuk pembunuhan berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 (a); pengurungan atau penghalangan terhadap kemerdekaan fisik yang melanggar aturan hukum internasional berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 (e); penyiksaan berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 (f); pemerkosaan berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 (g); penindasan terhadap suatu kelompok berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 (h); perbuatan tidak manusiawi yang mengakibatkan penderitaan yang besar, luka serius terhadap tubuh, mental, atau kesehatan fisik berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 (k); kekerasan terhadap jiwa dan raga seseorang berdasarkan Pasal 8 Ayat 2 (c) (i); secara sengaja melancarkan serangan melawan penduduk sipil yang tidak mengambil peran langsung dalam peperangan berdasarkan Pasal 8 Ayat 2 (e) (i); dan secara sengaja melancarkan serangan terhadap tempat yang diperuntukkan untuk ibadah, pendidikan, kesenian, ilmu pengetahuan, atau amal, monumen bersejarah, rumah sakit, dan tempat dimana orang sakit dan terluka dikumpulkan, disediakan bukan sebagai objek militer.

(23)

Haag 1899 mengenai Penggunaan Alat dan Cara Bertempur pada 4 September 1900, Konvensi Pelarangan Penggunaan Senjata Biologi 1972 pada 26 Maret 1975, Konvensi Pelarangan Penggunaan Senjata Kimia 1993 pada 5 November 1997, dan Konvensi Pencegahan dan Hukuman Genosida 1948 pada 3 Mei 1954.29 Dalam hal ini, Rusia sebagai

pihak yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan Hukum Humaniter Internasional dapat menerima konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan, berbeda dengan pihak pendukung pemerintahan Chechnya atau pihak pemberontak Islam yang tidak memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan Hukum Humaniter Internasional serta tidak dapat menerima konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan.

Dari paparan tersebut, dapat terlihat bahwa masing-masing pihak pada dasarnya melakukan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional, meskipun porsi pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia dalam tindakan kekerasan lebih besar dikarenakan kemampuan yang lebih memadai dibandingkan dengan pihak lawan.30 Rusia pun telah

dengan jelas melanggar Hukum Humaniter Internasional dengan posisi Rusia yang melakukan ratifikasi terhadap perjanjian yang telah disebutkan. Pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia dan Chechnya tersebut dipaparkan oleh institusi pemerintah maupun organisasi non pemerintah, yaitu diantaranya International Criminal Court. Ketiadaan status yang jelas bagi pihak pemberontak Chechnya pun menimbulkan ketidakjelasan, dimana pihak pemberontak Chechnya sebagai angkatan bersenjata tidak resmi menurut Hukum Humaniter Internasional pun diharuskan menegakkan hukum tersebut. Namun, adanya perbedaan interpretasi terhadap hukum tersebut kemudian mengakibatkan ketiadaan konsekuensi yang diterima oleh angkatan bersenjata tidak resmi Chechnya. Pelanggaran serius yang dilakukan oleh pihak Chechnya adalah tindakan pembunuhan di Budjonnovsk dan Kizlyar pada Perang Chechnya I terhadap tawanan perang, dimana tindakan pembunuhan terhadap tawanan perang lain tidak dapat ditentukan.31 Hukum Humaniter Internasional yang merupakan hukum

yang seharusnya ditegakkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa, terutama pihak yang memiliki tanggung jawab, tidak diterapkan dalam Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II. Hal tersebut diperlihatkan melalui jumlah korban penduduk sipil dalam jumlah besar, yang dapat dikatakan sebagai genosida yang dilakukan oleh Rusia terhadap Chechnya

29 “Treaties and States Parties to Such Treaties: Russian Federation,” ICRC, 2015, diakses pada 9 Oktober 2015, https://www.icrc.org/applic/ihl/ihl.nsf/vwTreatiesByCountrySelected.xsp?xp_countrySelected=RU.

30 Ib Faurby, “International Law, Human Rights, and the Wars in Chechnya,” Baltic Defense Review, no. 7, vol. 2002 (2002): 105.

(24)

Ketidakefektifan penerapan Hukum Humaniter Internasional tersebut disebabkan oleh ketiadaan sanksi yang mengikat terhadap pelanggaran Hukum Humaniter Internasional, meskipun terdapat International Criminal Court yang memiliki hak untuk mengadili pihak yang melakukan pelanggaran berat. Selain itu, dalam hal ini, Rusia belum menjadi pihak yang melakukan ratifikasi terhadap Statuta Roma sebagai dasar pembentukan Statuta Roma pada 1 Juli 2002. Oleh karena hal tersebut, pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional serta kejahatan perang dan kemanusiaan akan tetap dilakukan dalam situasi konflik.32 Selain itu, dapat terlihat bahwa terdaapt kecenderungan bahwa negara tidak ingin

untuk melakukan ratifikasi terhadap suatu perjanjian dikarenakan hal tersebut akan mendatangkan kerugian bagi negara tersebut untuk melaksanakan kepentingan dalam dunia internasional, yang tidak dapat dipungkiri sebagian besar dalam bentuk perang. Keengganan Rusia untuk melakukan ratifikasi terhadap Statuta Roma memperlihatkan bahwa negara tersebut tidak memiliki keinginan untuk menerapkan Hukum Humaniter Internasional serta untuk mencegah adanya sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia akibat kejahatan perang yang dilakukan dalam Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II.

Masing-masing pihak yang terlibat baik Rusia maupun Chechnya mengedepankan kepentingan masing-masing, yaitu bahwa Rusia ingin mengembalikan integritas federasi dengan mencegah Chechnya untuk mengeluarkan diri dari Republik Kaukasus Utara. Sedangkan di sisi lain, bangsa Chechnya yang secara etnis dan agama berbeda dengan Rusia menginginkan kemerdekaan sehingga pelaksanaan hak-hak atas bangsa tersebut dapat terakomodasi. Selain itu, kepentingan terhadap penguasaan sumber daya menjadi faktor penting dalam perang yang terjadi, yaitu bahwa Rusia ingin menguasai rute transportasi minyak bumi dari Laut Kaspia yang melewati pipa minyak di Chechnya yang menuju Laut Hitam di Pelabuhan Novorossyisk. Chechnya pun memiliki kepentingan dalam hal tersebut dimana wilayah Chechnya menempati posisi yang strategis dikarenakan memiliki lokasi transit minyak bumi yang menjadi sumber utama bagi rekonstruksi Chechnya.33 Perang atau

konflik bersenjata yang terjadi merupakan suatu cara untuk mewujudkan kepentingan masing-masing pihak, dimana menurut Clausewitz dalam On War, perang merupakan jalan terakhir apabila diplomasi yang dilakukan antara kedua belah pihak menemui kegagalan. Kenneth Waltz dalam Theory of International Politics pun memaparkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu negara merupakan hasil perhitungan terhadap keuntungan yang dapat diperoleh terkait dengan penerapan norma dalam tindakan yang dilakukan oleh negara

(25)

tersebut. Dalam hal ini keuntungan yang dimaksudkan adalah mengenai pencapaian kepentingan nasional dimana apabila tindakan berdasarkan norma tidak dapat mendatangkan keuntungan maka negara akan melakukan tindakan dengan alasan rasional lain.34

Meskipun Hukum Humaniter Internasional merupakan suatu jembatan antara kepentingan perang dengan aspek kemanusiaan, namun dalam kenyataan, masing-masing pihak memilih untuk mengesampingkan kemanusiaan untuk mencapai tujuan masing-masing. Sebagai contoh adalah penggunaan senjata kimia serta senjata biologi oleh angkatan bersenjata Rusia, dimana hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk menekan dukungan penduduk sipil Chechnya terhadap usaha pemisahan diri yang diinginkan. Rusia pun melakukan serangan terhadap objek sipil bukan objek militer dengan tujuan untuk memberikan ancaman lebih lanjut terhadap pihak pemberontak Chechnya. Di sisi lain, Chechnya dalam perang yang terjadi menggunakan tentara anak sebagai bagian dari pasukan, bahkan wanita dan anak-anak, dimana di sisi lain penggunaan wanita dan anak-anak tersebut juga ditujukan sebagai human shield dalam menghadapi pihak Rusia. Pihak Chechnya pun dengan sengaja melakukan serangan dari daerah penduduk sipil untuk menarik pihak Rusia, seperti yang terjadi pada serangan di Kota Grozny dan beberapa kota lain.35

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN

Perang Chechnya I dan Perang Chechnya II terjadi dikarenakan terdapat perbedaan kepentingan di antara kedua belah pihak yang terlibat dalam perang, yaitu Republik

34 C. Elman, “Realism,” dalam International Relations Theory for Twenty-First Century, ed. M. Griffiths (London: Routledge, 2007), hal. 13.

(26)

Chechnya dan Federasi Rusia. Hukum Humaniter Internasional yang seharusnya dapat menjadi jembatan antara kepentingan perang dengan penghormatan terhadap kemanusiaan dapat dikatakan tidak berjalan secaraa efektif. Hal tersebut ditunjukkan dengan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan oleh Federasi Rusia meskipun negara tersebut telah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan I dan II. Disisilain Hukum Humaniter Internasional merupakan suatu tolak ukur dalam perang dengan aspek kemanusiaan. Akan tetapi pada kenyataannya hal tersebut tidak diperdulikan dalam mencapai suatu tujuan. Contohnya adalah masih digunakannya senjata kimia dan biologi oleh pasukan Rusia untuk menekan penduduk sipil Checnya. Dan dilakukan serangan terhadap masyarakat sipil. Dalam perang Checnya sendiri juga banyak hal yang masih mengesampingkan kemanusiaan contohnya, menggunakan tentara anak dan wanita sebagai pasukan perang. Hal tersebut membuktikan bahwa Hukum Humaniter Internasional masih belum bisa diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA SUMBER BUKU

Cornell, Svante dan Micahel Jonsson. 2014. Conflict, Crime, and the State in Postcommunist Eurasia. Pennsylvania: Pennsylvania Press.

(27)

Evangelista, Matthew. 2002. The Chechnya Wars: Will Russia Go the Way of the Soviet Union.Washington DC: Brookings Instituition Press.

ICRC. 2004. Hukum Humaniter Internasional Menjawab Pertanyaan-Pertanyaan Anda.

Jakarta: Delegasi ICRC Jakarta.

Kalshoven, Frits dan Liesbeth Zegveld. 2011. Constraints on the Waging of War. 4th ed. Cambridge: Cambridge University Press.

Knezys, Stasys dan Romaras Sedlickas. 1999. The War in Chechnya. Texas: Texas A&M University Press.

Nurbiyev, Aslan. Relocation of Chechnya ‘Genocide’ Memorial Opens Wounds. Paris: Agence France Presse.

Sakwa, Richard. 2015. Chechnya: From Past to Future. Kent: Anthem Press.

Vorkunova, Olga A. 2001. “The Chechnya Case.” Dalam Journeys Through Conflict: Narratives and Lesson, edited by Hayward R. Alker, Ted Robert Gurr, dan Kumar Rupesinghe, hal. 118. Lanham: Rowman & Littlefield.

SUMBER JURNAL

Anonim. “Chechnya and Dagestan: Caught in the Crossfire: Civilians in Gudermes and Pervomayskoye.” Human Rights Watch, vol. 8, no. 3 (Maret 1996): 1-32.

Anonim. “The Dirty War in Chechnya: Forced Disappearances, Torture, and Summary Executions.” Human Rights Watch, vol. 13, no. 1 (Maret 2001): 1-43.

Faurby, Ib. “International Law, Human Rights, and the Wars in Chechnya.” Baltic Defense Review, no. 7, vol. 2002 (2002): 103-113.

Henckaerts, Jean Marie. “Study on Customary International Humanitarian Law.”

International of the Red Cross Review, vol.87, no.857 (Maret 2005): 1-44.

SUMBER DARING

(28)

Anonim. “Mengenang Perjuangan Muslim Chechnya yang Belum Usai.” Era Muslim, 2013. Diakses pada 1 Oktober 2015. http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/mengenang-perjuangan-muslim-chechnya-yang-belum-usai.htm#.Vg0pruztmko. Anonim. “Russian Federation, Chechnya, Operation Samashki.” ICRC, 18 Januari 2012.

Diakses pada 10 Oktober 2015. https://www.icrc.org/casebook/doc/case-study/russia-chechnya-samashki-case-study.htm.

Anonim. “Treaties and States Parties to Such Treaties: Russian Federation.” ICRC, 2015.

Diakses pada 9 Oktober 2015,

https://www.icrc.org/applic/ihl/ihl.nsf/vwTreatiesByCountrySelected.xsp? xp_countrySelected=RU.

Bugnion,Francois. “17 December 1996: Six ICRC Delegates Assassinated in Chechnya.”

ICRC Resource Center, 30 April 1997. diakses pada 9 Oktober 2015. https://www.icrc.org/eng/resources/documents/misc/57jnj3.htm.

Foxall, Andrew. “Chechnya, Russia’s Forgotten War.” World Affairs Journal, 8 Oktober

2014. Diakses pada 1 Oktober 2015.

http://www.worldaffairsjournal.org/article/chechnya-russia%E2%80%99s-forgotten-war.

Mirovalev, Mansur. “Chechnya, Russia and 20 Years of Conflict.” Al Jazeera, Desember

2014. Diakses pada 1 Oktober 2015.

http://www.aljazeera.com/indepth/features/2014/12/chechnya-russia-20-years-conflict 2014121161310580523.html.

SUMBER LAPORAN

“Conflict in Chechnya” oleh Committee on Legal Affairs and Human Rights Parliamentary Aseembly Council of Europe pada 23 Januari 2001.

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, peneliti memaparkan beberapa kesimpulan yang didapatkan antara lain: 1) Hasil dari regresi sederhana

Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) yang Dipuasakan Secara Periodik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. Fakultas Pertanian UNSRI. The

Masih banyak orang yang membuat program dengan program yang harus dibeli ataupun membajaknya Oleh karena hal tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat informasi tentang

Kurikulum pendidikan yang kurang tepat bagi siswa atau sekolah justru akan memberi masalah masalah baru dalam dunia pendidikan, karena kurikulum baru belum tentu

[r]

kasus penderita malaria di sebagian Kabupaten Kulon Progo yang masih cukup tinggi hingga saat ini, maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat kerawanan penyakit malaria

Kesamaan posisi antara kejadian hujan yang teridentifikasi dari citra MTSAT 2R dengan kejadian hujan hasil pengukuran stasiun hujan dapat digunakan untuk mengetahui jenis

Banyak perpustakaan memiliki akun media sosial dan banyak juga yang telah memposting informasi secara rutin, namun apakah posting-an tersebut dibaca atau mendapat respon