• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN

Ika Agustina*Nur Asnah Sitohang**

*Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Phone : 081371195900 Email : ikaakila_75@yahoo.com

Abstrak

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak yang efektif untuk mengatasi stres anak. Anak yang dirawat inap di rumah sakit dapat mengalami krisis, dan sering disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan aktivitas bermain di Ruang Rawat Inap Anak. Desain penelitian deskriptif analitik yang berbentuk cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang, menggunakan tehnik total sampling, dengan menggunakan kuisioner sebagai instrumen penelitian. Hasil penelitian bahwa faktor predisposisi menunjukan pengetahuan responden tentang terapi bermain dalam kategori baik, sedangkan sikap dalam kategori kurang, Faktor pendukung menunjukan fasilitas terapi bermain tidak lengkap, dan manajemen rumah sakit (prosedur tetap) tidak mendukung berjalannya terapi bermain, Faktor pendorong menunjukan bahwa anak (pasien), keluarga dan pihak rumah sakit memiliki respon yang baik terhadap terapi bermain. Faktor lain yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain adalah prasarana, waktu khusus untuk terapi bermain, dan usia anak.

Kata kunci: faktor-faktor, terapi bermain, ruang rawat inap anak

PENDAHULUAN

Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena stres akibat perubahan, baik terhadap status

kesehatannya maupun lingkungannya

dalam kebiasaan sehari-hari, dan anak

mengalami keterbatasan dalam

mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005).

Hospitalisasi biasanya memberikan

pengalaman yang menakutkan bagi anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang

kemampuannya beradaptasi, sehingga

timbul hal yang menakutkan akibat perpisahan dengan saudara atau teman-temannya serta adanya perubahan dari lingkungan yang sudah akrab dengan lingkungan yang asing (Whaley & Wong, 2004).

Salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi (rawat inap) pada anak adalah dengan memberikan terapi (aktivitas) bermain. Terapi bermain dapat dilakukan sebelum melakukan prosedur pada anak, seperti

menggambar, mewarnai, menyanyi,

bercerita atau hal-hal yang disukai oleh anak, ini dilakukan untuk mengurangi rasa tegang dan emosi yang dirasakan

anak selama prosedur (Suparto,

2003).Untuk dapat terlaksananya terapi

bermain didasari oleh adanya

pengetahuan tentang kegiatan bermain yang akan dilakukan dan kemudian akan

membentuk sikap sesuai dengan

pengetahuan yang dimiliki. Hal lain yang ikut berperan adalah adanya faktor pendukung berupa fasilitas atau sarana dan juga faktor motivasi dari perawat itu sendiri (Darni, 2000)

(2)

Bandung, menunjukan bahwa pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit tersebut belum berjalan maksimal. Hal ini disebabkan karena pengetahuan (42,8%) dan sikap (64,29%) perawat yang masih kurang. Selain itu belum adanya prosedur tetap tentang pelaksanaan terapi bermain anak serta tidak lengkapnya sarana dan fasilitas (35,7%) dan kurangnya jumlah tenaga perawat (42,9%).

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan aktivitas

bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan.

METODE

Penelitian ini menggunakan

desain penelitian deskriptif analitik yang berbentuk cross sectional, bertujuan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan aktivitas

bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan.

Sampel dalam penelitian ini adalah yang bekerja di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan, diambil menggunakan total sampling, berjumlah sebanyak 30 orang, terdiri dari 15 orang perawat (Ruang III) dan 20 orang perawat (Ruang IX), dengan kriteria

sampel: bersedia menjadi sampel

penelitian, dan perawat yang bertugas di ruang rawat inap anak (ruang III & IX) RSUD dr. Pirngadi Medan.

Metode statistik untuk analisa data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah statistik univariat yaitu metode untuk menganalisa data dari suatu

variabel yang bertujuan untuk

mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hugler, 2002). Pada penelitian ini metode statistik univariat digunakan

untuk menganalisa karakteristik

responden, distribusi frekuensi faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap perawat), faktor pendukung (fasilitas dan

manajemen keperawatan), faktor

pendorong (respon anak dan keluarga).

HASIL DAN PEMBAHASAN responden berada pada rentang usia 41-50 tahun (40%), seluruh responden berjenis kelamin wanita (100%), sebagian besar berpendidikan DIII Keperawatan (80%), dan rata-rata telah bekerja selama 5 – 10 tahun (63,3%).

Tabel 2. Distribusi, Frekuensi dan

Presentasi Karakteristik

Faktor Predisposisi yang

(3)

Tabel 3. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Karakteristik Faktor yang Mendukung Pelaksanaan Terapi Bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi fasilitas terapi bermain dalam kategori tidak lengkap (83,3%), dan manajemen rumah sakit (prosedur tetap) dalam kategori tidak mendukung berjalannya terapi bermain (100%).

Tabel 4. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Karakteristik Faktor yang Mendorong Pelaksanaan Terapi Bermain di Ruang diperoleh bahwa anak (pasien) memiliki respon yang baik terhadap terapi bermain

(83,3%), sama halnya respon dari

keluarga (66,7%). Selain itu pihak dari rumah sakit (63,3%) juga merespon berjalannya terapi bermain RSUP dr. Pirngadi Medan.

bahwa sebagian besar responden

menyatakan faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong di atas sudah cukup mempengaruhi berjalan atau tidaknya pelaksanaan terapi bermain di

Ruang Rawat Inap Anak RSUD

dr.Pirngadi Medan (60%), meskipun terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi seperti prasarana (33,3%), waktu khusus untuk terapi bermain (3,3%), dan usia anak (3,3%).

Pembahasan

Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian

mengenai data demografi responden ditemukan bahwa rata-rata responden berada pada rentang usia 41-50 tahun (40%) dan seluruh responden adalah wanita (100%). Peneliti berasumsi bahwa sebagian responden telah mencapai usia dewasa dan telah memiliki keluarga, terutama anak, sehingga mereka akan lebih mudah melakukan adaptasi dan memahami kondisi anak, serta membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dan pengobatan dengan sikap keibuan mereka. Karena lingkungan yang penuh kasih sayang cukup membentuk rangsangan dan memberikan dampak yang besar pada anak (Hardjadinata,

2009). Selain itu sebagaian besar

responden (63,3%) sudah bekerja cukup lama (5-10 tahun), sehingga mereka bisa dijadikan media yang efektif dalam

membantu anak mengekspresikan

perasaan anak.

Sebagian besar responden

(4)

anak yang dihospitalisasi, seperti kondisi

kesehatan anak, keamanan dan

kenyamanan pada anak (Wong, et al,

2008). terhadap benda-benda yang

dikenalnya (Wong, et al, 2008). Whaley & Wong (2004) juga menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih mainan bagi anak yang dirawat di rumah sakit adalah, pilihlah alat mainan yang aman.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan

Faktor Predisposisi

Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh bahwa pengetahuan responden tentang terapi bermain dalam kategori baik (83,3%), sedangkan sikap responden terhadap terapi bermain dalam kategori kurang (56,7%). Hal ini menunjukan

bahwa meskipun pengetahuan yang

cukup, tetapi mereka belum memiliki sikap yang baik dalam pelaksanaan terapi bermain. Peneliti berasumsi, hal ini mungkin disebabkan kurangnya motivasi

mereka dalam melaksanakan terapi

bermain. Padahal untuk dapat

terlaksananya terapi bermain, faktor yang paling berperan adalah perawat itu sendiri (Darni, 2000). Selain itu pelaksanaan terapi bermain lebih banyak dijalankan oleh mahasiswa yang sedang menjalankan praktek belajar lapangan di ruangan

mereka, sehingga sikap responden

terhadap terapi bermain masih kurang.

Faktor Pendukung

Hasil penelitian menujukan

bahwa fasilitas terapi bermain dalam kategori tidak lengkap (83,3%), dan manajemen rumah sakit (prosedur tetap)

dalam kategori tidak mendukung

berjalannya terapi bermain (100%). Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan belum optimal. Untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara

lain, ruangan bermain yang diatur

sedemikian rupa, sehingga

memungkinkan untuk dilaksanakan

aktifitas bermain pada anak, alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Adanya protap yaitu prosedur kegiatan yang telah di tetapkan sebagai acuan perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu

ketentuan-ketentuan yang harus

dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas bermain (Wong et al, 2008). Dengan demikian, hal ini menunjukan dengan bekurangnya faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi bermain akan sejalan dengan sikap perawat yang kurang dalam melaksanakan terapi bermain tersebut (56,7%).

Faktor Pendorong

Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh bahwa anak (pasien) memiliki respon yang baik terhadap terapi bermain (83,3%). Hal ini menunjukan bahwa anak sangat senang bermain meskipun kondisi mereka sakit dan lingkungan mereka asing. Selain itu, anak juga melupakan tindakan pengobatan yang menakutkan dan lingkungan rumah sakit yang asing selama perawatan. Ini sesuai dengan pendapat Wong et al (2008), bahwa beberapa manfaat bermain di rumah sakit

adalah memberikan pengalihan dan

menyebabkan relaksasi bagi anak.

Pihak keluarga pasien (anak) juga sangat merespon terhadap pelaksanaan terapi bermain (66,7%). Ini menunjukan bahwa orang tua juga terlibat dalam pelaksanaan terapi bermain anak yang sedang dirawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Wong, et al, 2008) bahwa bahwa orang tua mempunyai kewajiban

untuk tetap melangsungkan upaya

stimulasi tumbuh-kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit termasuk dalam aktivitas bermain anak.

Perawat hanya bertindak sebagai

(5)

dengan perawat dan orang tua anak lainnya.

Selain itu pihak dari rumah sakit juga merespon berjalannya terapi bermain RSUP dr. Pirngadi Medan (63,3%). Artinya, pihak rumah sakit tidak melarang pelaksanaan terapi bermain, meskipun belum adanya prosedur tetap tentang pelaksanaan terapi bermain anak. Peniliti berasumsi bahwa pihak rumah sakit masih bergantung pada aktivitas dan tugas wajib mahasiswa yang sedang menjalankan

praktek belajar lapangan dalam

melaksanakan terapi bermain anak di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan.

Faktor-Faktor Lainnya

Faktor lain yang diungkapkan oleh responden yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan adalah prasarana (33,3%) yang belum disediakan oleh pihak rumah sakit, terlihat dari tata ruang anak serta fasilitas permainan anak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wong et al (2008), bahwa untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya sarana atau fasilitas antara

lain ruangan bermain yang diatur

sedemikian rupa, sehingga

memungkinkan untuk dilaksanakan

aktifitas bermain pada anak, alat-alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak

Faktor lainnya adalah waktu khusus untuk terapi bermain (3,3%). Whaley & Wong (2004) menyebutkan tehnik bermain untuk anak yang dirawat

di rumah sakit adalah dengan

menyediakan alat mainan yang

merangsang anak bermain dan

memberikan waktu yang cukup pada anak untuk bermain dan menghindari interupsi dengan apa yang dilakukan anak.

Faktor berikutnya adalah usia anak (3,3%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Supartini (2004), bahwa faktor yang mempengaruhi terapi bermain pada

anak yang pertama adalah tahap

perkembangan anak. Aktivitas bermain

yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai

dengan tahapan pertumbuhan dan

perkembangan. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan adalah

alat stimulasi pertumbuhan dan

perkembangan anak.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan aktivitas

bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan, dapat diambil

kesimpulan, faktor predisposisi:

pengetahuan responden tentang terapi bermain dalam kategori baik (83,3%), sedangkan sikap responden terhadap terapi bermain dalam kategori kurang (56,7%). Faktor pendukung: fasilitas terapi bermain dalam kategori tidak lengkap (83,3%), dan manajemen rumah sakit (prosedur tetap) dalam kategori tidak mendukung berjalannya terapi bermain (100%). Faktor pendorong: anak (pasien) memiliki respon yang baik terhadap terapi

bermain (83,3%), keluarga sangat

merespon terhadap pelaksanaan terapi bermain (66,7%), pihak dari rumah sakit juga merespon berjalannya terapi bermain RSUP dr. Pirngadi Medan (63,3%). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi

pelaksanaan terapi bermain adalah:

prasarana (33,3%), waktu khusus untuk terapi bermain (3,3%), dan usia anak (3,3%).

Saran yang disampaikan dalam

penelitian ini adalah, bagi profesi

keperawatan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan asuhan keperawatan anak, khususnya yang berhubungan dengan terai bermain. Bagi manajemen rumah sakti, diharapkan dapat menjadikan terapi bermain sebgai salah satu program yang wajib dilaksnakan dalam pemberian

asuhan keperawatan anak. Bagi

(6)

meneliti tentang pemberian asuhan keperaawatan anak dengan metode yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.(2006). Prosedur Penelitian:

Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Darni, Zahri. (2000). Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap Pelaksanaan Aktivitas Bermain di Ruang A1 dan Cempaka RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung. Skripsi. Universitas

Padjajaran.

Nursalam. (2005). Manajemen

Keperawatan (Aplikasi dalam

Praktik Keperawatan Profesional). Jakarta: Salemba Medika

Suparto. (2003). Program Bermain di

Rumah Sakit. Diakses dari

http://dc339.4shared.com/doc/evOD Nfhr/preview.html. 20 April 2012. Whaley & Wong. (2004). Clinical

Gambar

Tabel 5 di atas menunjukan sebagian besar responden

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan

Hambatan Dalam Pelaksanaan Terapi Bermain Berdasarkan hasil analisis data, hambatan dalam pelaksanaan terapi bermain di RSUD dr Abdul Aziz ini disebabkan karena

Pada penelitian ini konstruk endogen yang digunakan adalah : sikap terhadap bermain game online (attitude toward playing online game ) dan niat untuk bermain

Hasil penelitian dari 80 responden menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi ibu multigravida dalam mengkonsumsi Fe adalah tingkat pengetahuan, sedangkan faktor pendidikan

Dapat diketahui yang tergolong kategori tidak mendukung sebanyak 12,5% atau 4 responden, hal ini menunjukkan bahwa guru kurang optimal dalam memberikan materi

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketepatan penggunaan obat dislipidemia adalah sikap responden (faktor predisposisi)

Faktor komersial meru- pakan faktor kurang dominan dan faktor lingkungan homogen merupakan faktor tidak dominan dalam ketertarikan responden dalam perumahan

Sedangkan pada kategori faktor yang me- nyebabkan kebetahan di kafe, pada responden perempuan kategori paling dekat adalah desain perabot dan aksebilitas.Desain