• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri Pus Di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri Pus Di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

Junita Tatarini Purba : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri Pus Di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008, 2009

USU Repository © 2008

 

TESIS

Oleh

JUNITA TATARINI PURBA 067023009/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN

ALAT KONTRASEPSI PADA ISTRI PUS DI KECAMATAN

RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU

TAHUN 2008

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUNITA TATARINI PURBA 067023009/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA ISTRI PUS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO

KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Junita Tatarini Purba

Nomor Pokok : 067023009

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr.Drs.Surya Utama, MS) (Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 09 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes

Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

2. Dr. Drs. Fikarwin Zuska, M.Si

(5)

PERNYATAAN

FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA ISTRI PUS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO

KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

(6)

ABSTRAK

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah melalui program KB. Sejak otonomi daerah program KB banyak mengalami kendala yang mengakibatkan turunnya tingkat pemakaian alat kontrasepsi. Cakupan akseptor KB aktif di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu masih 42% dibandingkan dengan target nasional yaitu 75%.

Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan dan sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi dan keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas kesehatan dan pengambil keputusan) terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Populasi adalah seluruh istri PUS sebanyak 2.333 orang dengan besar sampel 100 orang yang diambil secara proportional sampling. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi adalah jumlah anak (Sig=0,008), pengetahun (Sig=0,014) dan sikap (Sig=0,041) sedangkan faktor pendukung dan pendorong yang berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi adalah variabel ketersediaan alat kontrasepsi (Sig=0,001) dan dukungan petugas kesehatan (Sig=0,005). Variabel yang dominan pengaruhnya adalah ketersediaan alat kontrasepsi (Koefisien B = 3,112).

Kepada Dinas Kesehatan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Rokan Hulu perlu melakukan kerjasama dan pendekatan kepada penentu kebijakan lainnya dalam pengalokasian dana untuk pelayanan alat kontrasepsi gratis kepada masyarakat khususnya kepada keluarga miskin. Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu perlu melakukan peningkatan kemampuan petugas kesehatan sehingga mampu memberikan informasi tentang alat kontrasepsi dan dapat memahami serta menyadari bahwa akseptor memiliki hak reproduksi sehat dan hak konsumen pengguna alat kontrasepsi. Juga perlu melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat memahami dan menerima norma keluarga kecil sehingga diharapkan mampu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera melalui pengaturan atau pembatasan kelahiran anak.

Kata kunci : Perilaku, Pemakaian Alat Kontrasepsi

(7)

ABSTRACT

One of the efforts done by the government to reduce the rate of population growth is through Family Planning Program (KB). Since the district autonomy had been started, Family Planning Program has faced many constraints that resulted in the decrease of the rate of contraception use. The coverage of current user in Rambah Samo sub-district, district of Rokan Hulu reported is still 42% and this is still lower if compared to the national target of 75%.

The purpose of this survey study with explanatory research type is to analyze the influence of predisposing factors (age, education, number of child, knowledge, and attitude), enabling factors (availability of contraception device and accessibility of contraception device service) and reinforcing factors (support from health providers and decision makers) on the use of contraception device. The population for this study are 2.333 wives of fertile age couple and 100 of them were selected for the samples of this study through proportional sampling technique. The data were analyzed through multiple logistic regression test with the level of confidence of 95%. The result of analysis shows that predisposing factors which have influence on the use of contraception device are number of child (Sig=0.008), knowledge (Sig=0.014), and attitute (Sig=0.041), while enabling and reinforcing factors are variable of availability of contraception device (Sig=0.001) and support from health providers (Sig=0.005). The most dominantly influencing variable is the use of contraception device (Coefficient = 3.112).

It is suggested that the Health Office and the Civil Registration and Population Affairs of Rokan Hulu District need to cooperate and approach the stakeholder in allocating the budget for free contraceptive to the society of Rokan Hulu District especially to the poor families. It needs to improve the capability of the health providers that they are able to provide information about contraceptive and can understand and realize that the acceptors have their right for health reproduction and the right of consumer as the user of contraception device. It is necessary to provide an extension to the society to enable them to understand and accept the norm of family planning that, in the end, they can form a happy and prosperous family by regulating and limiting childbirth.

Key words: Behavior, Use of Contraception Device

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan

karunia-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan tesis ini

dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan Pendidikan S2

pada Sekolah Pascasarjana USU, Medan.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan

kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih,

semoga sukses dan bahagia selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa kepada

Ibu Dr.Ir. Erna Mutiara, M.Kes dan Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing

yang memberi perhatian, dukungan dan pengarahan hingga tesis ini selesai.

Terimakasih tiada terkira juga kami sampaikan dengan tulus kepada Bapak

Dr. Drs. Fikarwin Zuska, M.Si dan Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes, selaku tim

penguji yang telah memberi masukan sehingga dapat menyempurnakan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada:

1. Ibu Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof.Dr.Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Bapak dr. H. Mursal Amir, selaku Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Riau dan

seluruh staf yang telah memberikan bantuan dana pendidikan.

5. Bapak dr. Wildan Asfan Hasibuan, M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Rokan Hulu yang memberi izin dan dukungan selama pendidikan.

6. Rekan-rekan dan sahabat di Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

angkatan tahun 2006.

7. Suami tercinta Danni Suparman Rumahorbo, ST buat semua doa, harapan, dan

pengorbanan juga dukungan dan motivasi yang tiada pernah berhenti, ananda

tersayang Davita Ephania dan Kezia Morasari, sumber inspirasi dan penghiburan,

yang telah banyak berkorban selama pendidikan.

8. Ayahanda S. Purba, ibunda M. Sitompul, ayahanda mertua B. Rumahorbo, ibunda

mertua T. Manik dan seluruh sanak saudara yang telah memberikan dukungan

dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan. Semoga TYME membalas

semua kebaikan yang telah diberikan dan melimpahkan berkat dan anugerahNya.

Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat

Indonesia, khususnya Kabupaten Rokan Hulu.

Medan, Juni 2009

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Junita Tatarini Purba

Tempat/Tanggal Lahir : Sarulla, 12 Juni 1977

Agama : Protestan

Alamat : Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu

Jl. Diponegoro Komp. Pemda Rokan Hulu

Pasirpengaraian-Propinsi Riau

Telp/HP : 081264734544

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1983 – 1989 : SDN 176377 Aeknatolu

Tahun 1989 – 1992 : SMPN Simamora

Tahun 1992 – 1995 : SMA N 3 Balige

Tahun 1995 – 1999 : FKM USU Medan

Tahun 2006 – 2009 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan

Komunitas/ Epidemiologi.

RIWAYAT PEKERJAAN

2000 – Sekarang : Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Rokan Hulu

Provinsi Riau

(11)

DAFTAR ISI

2.2. Program Keluarga Berencana Nasional ... 17

2.2.1. Pengertian Keluarga Berencana ... 17

2.2.2. Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia... 18

2.3. Kontrasepsi ... 20

2.3.1. Pengertian Kontrasepsi ... 20

2.3.2. Jenis Metode Kontrasepsi ... 20

2.3.3. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 22

2.4. Landasan Teori... 35

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 44

(12)

3.6. Metode Pengukuran ... 46

3.7. Metode Analisis Data ... 50

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 52

4.1.1. Keadaan Geografis... 52

4.1.2. Kependudukan ... 52

4.1.3. Sarana dan Prasarana Kesehatan... 53

4.2. Analisis Univariat... 54

4.2.1. Karakteristik Responden ... 54

4.2.2. Pengetahuan ... 56

4.2.3. Sikap ... 59

4.2.4. Ketersediaan Alat Kontrasepsi... 60

4.2.5. Keterjangkauan Pelayanan Alat Kontrasepsi... 61

4.2.6. Dukungan Petugas Kesehatan... 62

4.2.7. Pengambil Keputusan Dalam Keluarga ... 64

4.2.8. Faktor Predisposisi... 65

4.2.9. Faktor Pendukung ... 66

4.2.10. Faktor Pendorong... 67

4.3. Analisis Bivariat ... 68

4.3.1. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi... 68

4.3.2. Hubungan Faktor Pendukung dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi... 70

4.3.3. Hubungan Faktor Pendorong dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi... 72

5.4. Faktor Paling Dominan terhadap Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 97

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

6.1. Kesimpulan ... 99

6.2. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Konsep Pemilihan Alat Kontrasepsi yang Rasional... 27

3.1. Besar Sampel yang Diteliti di Wilayah Kecamatan Rambah

Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008... 42

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi pada

Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 43

4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 53

4.2. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Rambah Samo

Tahun 2008... 55

4.3. Distribusi Responden Menurut Indikator Pengetahuan di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 58

4.4. Distribusi Responden Menurut Indikator Sikap di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 60

4.5. Distribusi Responden Menurut Indikator Ketersediaan Alat

Kontrasepsi di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 60

4.6. Tempat Mendapatkan Alat Kontrasepsi di Kecamatan Rambah

Samo Tahun 2008 ... 61

4.7. Tempat Mendapatkan Alat Kontrasepsi Bagi Responden yang Ikut

KB di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 61

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Keterjangkauan Pelayanan Alat Kontrasepsi di Kecamatan Rambah Samo

Tahun 2008... 62

4.9. Jenis Alat Transportasi yang Digunakan Untuk Mencapai Puskesmas di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 62

(14)

4.10. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan

Petugas Kesehatan di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 63

4.11. Alasan Tidak Puas Terhadap Pelayanan Petugas Kesehatan

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 64

4.12. Distribusi Proporsi Responden Menurut Pengambil Keputusan

Dalam Keluarga di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008... 64

4.13. Distribusi Responden yang Ikut KB Menurut Pengambil Keputusan

dalam Keluarga di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008... 64

4.14. Distribusi Responden Menurut Faktor Predisposisi di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 66

4.15. Distribusi Responden Menurut Faktor Pendukung di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 67

4.16. Distribusi Responden Menurut Faktor Pendorong di Kecamatan

Rambah Samo Tahun 2008 ... 68

4.17. Hubungan Faktor Predisposisi dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 70

4.18. Hubungan Faktor Pendukung dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 72

4.19. Hubungan Faktor Pendorong dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi

di Kecamatan Rambah Samo Tahun 2008 ... 73

4.20. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi di Kecamatan Rambah

Samo Tahun 2008 ... 74

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi... 24

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesertaan dalam Program KB ... 30

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi... 31

2.4. Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok

dan Komunitas ... 38

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 39

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri PUS di Kecamatan Rambah Samo

Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008 ... 106

2. Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 112

3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov... 115

4. Analisis Univariat (Distribusi Frekuensi)... 117

5. Analisis Bivariat ... 127

6. Analisis Multivariat (Uji Regresi Logistik Ganda) ... 135

7. Surat Izin Penelitian ... 140

8. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 141

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia,

baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2004).

Pembangunan bidang kesehatan ini menjadi tujuan pemerintah untuk menuju

tercapainya Tujuan Nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam

Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Negara yang kuat didukung oleh masyarakat yang sehat dan sejahtera, dan

kesejahteraan akan sulit dicapai tanpa kesehatan rakyat serta tingkat pemerataan

penduduk. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak luput dari masalah

kependudukan. Secara garis besar masalah pokok di bidang kependudukan yang

dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan

(18)

umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan (Wiknjosastro,

1999).

Selama kurun waktu 2000-2005 jumlah penduduk Indonesia cenderung

berfluktuasi, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, tahun 2005 meningkat menjadi

218,9 juta jiwa dan tahun 2006 meningkat lagi menjadi 222,2 juta jiwa dengan

kepadatan penduduk 117,6 jiwa per km2 (BPS, 2007). Penyebaran penduduk sampai

tahun 2005 tidak merata baik antar pulau maupun antar propinsi, dan data

menunjukkan 58,7% penduduk berada di Pulau Jawa (Depkes RI, 2007).

Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah

melalui upaya pengendalian fertilitas yang instrumen utamanya adalah Program

Keluarga Berencana (KB) (Hatmadji, 2004). Sejak pertama kali dicanangkan tahun

1970, program KB telah menunjukkan hasil dengan terjadinya penurunan Laju

Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR), sedangkan tingkat

pemakaian kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) mengalami

peningkatan.

Pada periode tahun 1980-1990 LPP adalah 1,97%, tahun 1990-2000 turun

menjadi 1,45% dan tahun 2000-2006 turun lagi menjadi 1,34% (BPS, 2007a). TFR

tahun 1971 adalah 5,6 per wanita pasangan usia subur (PUS), tahun 1980-1990 turun

menjadi 2,34 dan pada tahun 2000-2005 turun lagi menjadi 2,28 (BPS, 2007b).

Angka ini menunjukkan penurunan TFR dari waktu ke waktu tetapi belum mencapai

(19)

Indonesia (SDKI) menunjukkan peningkatan CPR dari 54,7% (tahun 1994) menjadi

57,4% (tahun 1997) dan 60,3% (tahun 2002-2003) (BPS, 2005).

Peran pihak swasta dalam melayani kebutuhan masyarakat dalam ber-KB

khususnya dalam pendistribusian alat kontrasepsi modern mengalami peningkatan

dari 42% (tahun 1997) menjadi 63% (tahun 2003), sedangkan peran pemerintah

menurun dari 43% (tahun 1997) menjadi 28% (tahun 2003). Tempat pelayanan untuk

akseptor KB baru di klinik KB pemerintah pada tahun 2005 sebanyak 59,66%

sedangkan swasta sebanyak 5,47% (Depkes RI, 2007).

Kurangnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB

mengakibatkan tingginya pertambahan penduduk yang akan menyebabkan

meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan

pelayanan lainnya. Ketidakmampuan menciptakan lapangan pekerjaan yang cukup,

berdampak pada naiknya angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008).

Berdasarkan laporan BPS tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebesar

16,58% dari total penduduk Indonesia atau sekitar 37,17 juta jiwa (BKKBN, 2009).

Hal ini mengakibatkan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurut

United Nations Development Program/UNDP (2008), IPM Indonesia masih sangat

rendah yaitu 0,728 menduduki peringkat 107 dari 177 negara. Dari uraian tersebut

dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mampu untuk memanfaatkan jumlah

populasinya yang besar menjadi kekuatan ekonomi dan harus segera mengatur laju

(20)

Sejak tahun 1997 program KB tidak lagi popular dan mengalami stagnasi, hal

ini terlihat dari jumlah peserta KB aktif yang belum mencapai target yang ditetapkan

oleh BKKBN yaitu 75%. Menurut SDKI 1997 angka kesertaan KB sebanyak 57,4%

dan SDKI 2002-2003 sebanyak 60,3% (BKKBN, 2005). Berdasarkan hasil Survei

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2003 persentase KB aktif terhadap PUS

adalah 54,5% meningkat menjadi 57,9% pada tahun 2006 (Kasmiyati, 2008).

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan program KB tersebut

di antaranya adalah pengadaan alat kontrasepsi yang masih kurang, jumlah petugas

KB lapangan (PLKB) yang minim, serta kebijakan pemerintah di tiap daerah tidak

sama (BKKBN, 2004).

Memasuki era desentralisasi/otonomi daerah, setiap pemerintah daerah tingkat

II (kabupaten/kota) memiliki otoritas penuh untuk memilih dan memilah program

yang paling penting bagi daerahnya. Hampir 70% kantor BKKBN di daerah menjadi

satu dengan dinas-dinas pemerintah lainnya, hanya sedikit lembaga BKKBN yang

berdiri sendiri. Umumnya urusan KB digabungkan dengan bidang kesejahteraan

sosial atau catatan sipil dan kependudukan. Selain itu, daerah menunjukkan

komitmen yang rendah untuk menjamin kelembagaan KB dalam peraturan daerah

(BKKBN, 2004).

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia juga diperkirakan ikut menjadi salah

satu penyebab, karena berpengaruh terhadap daya beli masyarakat termasuk

(21)

KB khususnya alat kontrasepsi gratis, hal ini mengakibatkan minimnya CPR di

kalangan PUS (Herlianto, 2008). Fakta lainnya adalah bahwa hingga saat ini

ketersediaan alat kontrasepsi, khususnya dengan harga terjangkau bagi PUS keluarga

miskin baik di perkotaan maupun di daerah pedesaan, masih sulit direalisasikan

(Beni, 2003).

Kabupaten Rokan Hulu sebagai kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten

Kampar pada tahun 1998 juga mengalami hal yang sama. Keadaan demografi pada

tahun 2007 terdiri dari 79.158 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk 328.306

jiwa, 71.503 jiwa diantaranya adalah masyarakat miskin dengan mata pencaharian

sebagian besar penduduk pada sektor pertanian, perkebunan dan perdagangan.

Kabupaten yang terdiri dari 14 kecamatan ini menghadapi berbagai

permasalahan yang harus segera diatasi sebagai kabupaten baru. Salah satunya adalah

permasalahan bidang KB dan kependudukan yang masih banyak mengalami kendala

sehingga mengakibatkan pencapaian akseptor KB aktif tiap tahunnya masih di bawah

target nasional. Sedangkan Kecamatan Rambah Samo sebagai salah satu kecamatan

di Kabupaten Rokan Hulu merupakan daerah baru yang dibuka pada tahun 1979/1980

khusus untuk tujuan transmigrasi.

Jumlah PUS di Kecamatan Rambah Samo pada tahun 2004 sebanyak 1.594

orang dengan akseptor KB aktif 926 (58,09%), dengan pemakaian kontrasepsi IUD

6,26%, Pil 48,92%, Suntik 37,26%, Implant 6,26%, Kondom 0,43%, dan lain-lain

(22)

KB aktif 982 (42,09%) dengan pemakaian kontrasepsi IUD 8,04%, Pil 35,44%,

Suntik 46,44%, Implant 7,94%, Kondom 1,12% dan lain-lain 1,02%. Pencapaian

akseptor KB aktif masih rendah dibandingkan dengan target nasional yaitu 75%

(Dinas Kesehatan Kab. Rokan Hulu, 2008).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, diduga beberapa aspek yang menjadi

faktor penyebab masih rendahnya pemakaian alat kontrasepsi adalah kurangnya

informasi tentang alat kontrasepsi, kurangnya dukungan dari petugas kesehatan, biaya

untuk membeli dan memasang kontrasepsi yang tidak terjangkau, serta alat

kontrasepsi yang kurang tersedia di sarana kesehatan.

Informasi yang diperoleh dari Kepala Bidang Kependudukan dan KB Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Rokan Hulu tahun 2007, diketahui

bahwa pengadaan alat kontrasepsi untuk masyarakat belum mencukupi dan tidak

terdistribusi secara merata. Hal ini disebabkan karena dana yang tersedia untuk

pengadaan alat kontrasepsi terbatas, sehingga hanya beberapa jenis alat kontrasepsi

saja yang tersedia dan jumlahnya belum mencukupi.

Menurut Green dan Kreuter (2005), determinan perilaku atau tindakan

seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, yakni faktor predisposisi (pengetahuan,

keyakinan, sikap, kepercayaan, budaya, nilai-nilai, dan sebagainya); faktor

pendukung (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas); faktor yang memperkuat atau

mendorong (sikap, perilaku, pengetahuan, keahlian dan dukungan petugas) dalam

(23)

Manuaba (1998) mengatakan bahwa faktor-fakor yang mempengaruhi alasan

pemilihan metode kontrasepsi diantaranya tingkat ekonomi, pekerjaan dan

tersedianya layanan kesehatan yang terjangkau. Hasil penelitian Meutia (1997)

menunjukkan bahwa ada pengaruh karakteristik (pekerjaan, pengambil keputusan

dalam keluarga) dan pengetahuan akseptor KB terhadap utilitas alat kontrasepsi

implant.

Hasil penelitian Sakhnan (2001) melaporkan faktor usia, jumlah anak, nilai

anak bagi keluarga, pengetahuan, jarak lokasi ke pelayanan KB, perilaku petugas

merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu PUS dalam

program KB. Syamsiah (2002) mengatakan bahwa faktor sosial budaya adalah semua

faktor yang ada di masyarakat yang mempengaruhi penerimaan suatu jenis alat

kontrasepsi antara lain: sosio-ekonomi, demografi, psiko-sosial, agama, dan

pengetahuan.

Masih rendahnya partisipasi pria ber-KB antara lain disebabkan kondisi

lingkungan sosial budaya masyarakat yang masih kurang mendukung, pengetahuan

dan kesadaran pria dan keluarganya masih rendah, serta keterbatasan penerimaan dan

aksesibilitas terhadap pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005).

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak,

pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan

(24)

pengambil keputusan) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di

Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

1.2. Permasalahan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor predisposisi

(umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung

(ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor

pendorong (dukungan petugas kesehatan, pengambil keputusan) berpengaruh

terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di Kecamatan Rambah Samo

Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah

anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi,

keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi) dan faktor pendorong (dukungan petugas

kesehatan, pengambil keputusan) terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS

di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

1.4. Hipotesis

Faktor predisposisi (umur, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap),

faktor pendukung (ketersediaan alat kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat

(25)

keputusan) berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada istri PUS di

Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi bagi

penyusunan kebijakan terkait dengan KB dan penggunaan alat kontrasepsi dan

kebijakan menyangkut pelayanan publik dalam bidang kesehatan masyarakat.

2. Manfaat Akademis

Untuk menambah wawasan bagi peneliti lain guna pengembangan ilmu

pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya di bidang administrasi kesehatan

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Perilaku Kesehatan

Menurut Green dan Kreuter (2005), kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor di luar

perilaku (non behavior causes). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3

faktor, yakni faktor predisposisi (predisposing factor), faktor-faktor yang mendukung

(enabling factor), dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing

factor).

a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini terutama yang positif

mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas

kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah,

tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya.

Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,

poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta,

(27)

dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan

prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut

faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

c) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama (toga), sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku

sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap

positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh

(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para

petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk

memperkuat perilaku masyarakat tersebut.

Dalam perkembangannya, teori Green ini dimodifikasi untuk pengukuran

hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

(28)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (long lasting)

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan, 1986). Contohnya

adalah mendapatkan informasi tentang KB, pengertian KB, manfaat KB dan dimana

memperoleh pelayanan KB.

Selanjutnya Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan

sebagainya.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

(29)

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

(30)

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang ada.

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang

dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial.

Notoatmodjo (2003) yang mengutip pendapat Newcomb, menyatakan bahwa

sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang

terbuka.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Contohnya adalah seperti sikap

(31)

kesediaannya mendatangi tempat pelayanan KB, fasilitas dan sarananya, juga

kesediaan mereka memenuhi kebutuhan sendiri.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan

yaitu: (Notoatmodjo, 2003)

a) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang KB.

b) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak

ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi ke sarana

kesehatan untuk mendapatkan pelayanan KB adalah suatu bukti bahwa ibu

(32)

d) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko

merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau memakai alat

kontrasepsi, meskipun mendapat tantangan dari suami atau mertuanya.

3. Praktek atau tindakan (Practice)

Menurut Sarwono (2007), sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan

untuk berespon secara positif maupun negatif terhadap orang, objek ataupun situasi

tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional (senang, benci, sedih, dan

lain-lain) dan memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior),

untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif

terhadap alat kontrasepsi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas

yang mudah dicapai agar ibu tersebut dapat memakai alat kontrasepsi. Selain fasilitas,

juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau

istri, orangtua atau mertua, dan lain-lain. Beberapa tingkatan praktek adalah:

a) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

(33)

b) Respons terpimpin (Guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

c) Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek

tingkat tiga.

d) Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2.2.Program Keluarga Berencana Nasional

2.2.1. Pengertian Keluarga Berencana

Menurut WHO (1970), yang dikutip oleh Hartanto (2004), keluarga berencana

adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk

mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

(2) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, (3) Mengatur interval di antara

kehamilan, (4) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Mochtar (1995) mengatakan keluarga berencana adalah suatu usaha

menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai

(34)

Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga

berencana adalah usaha-usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun individu

untuk mengatur jarak kelahirannya dengan menggunakan alat atau metode

kontrasepsi.

Secara umum tujuan keluarga berencana adalah untuk mewujudkan keluarga

yang sehat dan sejahtera dalam upaya untuk menjarangkan kehamilan dan membatasi

jumlah anak dua orang saja, upaya ini juga dapat menyehatkan kondisi sosial

ekonomi keluarga (Saifuddin, 2003).

2.2.2. Perkembangan Keluarga Berencana di Indonesia

Permulaan pemikiran tentang KB di Indonesia tidak mempersoalkan angka

kelahiran tetapi tingginya angka kematian ibu akibat terlalu sering melahirkan,

berkisar pada 800 per 100.000 kelahiran bahkan tidak jarang ibu meninggal bersama

bayinya (Wiknjosastro, 1999). Hal inilah yang menggugah Ketua Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia kala itu Sarwono Prawirohardjo untuk mendirikan

Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tanggal 23 Desember 1957.

Konsep yang dikembangkan oleh PKBI adalah kesehatan ibu dan anak yang

memberi inspirasi bagi pendirian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) yang kemudian di kelola oleh Pemerintah Orde Baru. Keputusan

pemerintah untuk menjadikan KB sebagai program nasional dan dinyatakan sebagai

(35)

Presiden No. 8 Tahun 1970 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN).

Memasuki Pelita V, pemerintah dalam hal ini BKKBN telah memperkenalkan

satu program baru yang disebut dengan Gerakan KB Mandiri. Dengan program yang

baru ini pemerintah memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi organisasi profesi

serta sektor swasta lainnya dalam memberikan pelayanan KB. Proses pembangunan

konsep KB mandiri berawal dari diperkenalkannya konsep alih peran kemudian

berkembang menjadi alih kelola dan selanjutnya mengkristalkan menjadi KB

Mandiri.

Falsafah KB Mandiri pada hakekatnya merupakan keadaan dan sikap mental

dari pemerintah maupun pengelola/pelaksana KB baik secara individu maupun

kelompok dalam mengelola dan melaksanakan KB atas kemauan sendiri tanpa

tergantung dari orang lain dalam memelopori menjadi peserta KB. Dengan demikian

ketergantungan program KB terhadap pemerintah semakin berkurang. Agar

masyarakat mau membiayai sendiri pelayanan KB, maka beberapa hal yang

menyangkut tersedianya pelayanan yang mudah dicapai dan dijangkau masyarakat

serta kualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat perlu diusahakan

(KBKKBN, 1990).

Untuk menunjang pelaksanaan KB Mandiri pada tahun 1988 telah

dicanangkan program KB Lingkaran Biru (LIBI) dan akhirnya dilontarkan suatu

(36)

sederetan pelayanan swasta maupun alat kontrasepsi untuk KB. Untuk memperluas

pilihan alat kontrasepsi terhadap kebutuhan ber-KB, maka tanggal 1 Juli 1992 telah

diresmikan oleh Presiden Suharto sebuah lambang baru yaitu Lingkaran Emas

(LIMAS). Pemasaran KB LIMAS bukan satu pengganti pemasaran kontrasepsi LIBI,

tetapi suatu usaha yang bersamaan untuk lebih memberikan banyak pilihan

kontrasepsi kepada peserta KB mandiri yang pada akhirnya dapat diharapkan

memberikan kepuasan kepada akseptor (BKKBN, 1992).

2.3.Kontrasepsi

2.3.1. Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah alat atau obat yang digunakan untuk menunda,

menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari

kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan

konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang

akan mengakibatkan kehamilan. Maka kontrasepsi adalah menghindari atau

mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan

sperma tersebut.

2.3.2. Jenis Metode Kontrasepsi

Metode/cara kontrasepsi menurut jenisnya dibagi menjadi: (Manuaba, 1998)

1. Metode sederhana tanpa alat/obat

a. Metode Amenorea Laktasi (MAL)

(37)

c. Sanggama terputus (coitus interruptus)

2. Metode sederhana dengan alat/obat (barrier)

a. Kondom

b. Diafragma

c. Spermisida

3. Metode efektif

a. Pil KB

b. Suntikan KB

c. Susuk KB ( Bawah Kulit/AKBK)

d. IUD ( Dalam Rahim/AKDR)

4. Metode mantap dengan cara operasi

a. Pada wanita: Metode Operasi Wanita (MOW/Tubektomi)

b. Pada pria: Metode Operasi Pria (MOP/Vasektomi)

Cara-cara kontrasepsi tersebut mempunyai tingkat efektifitas yang

berbeda-beda dalam memberikan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan.

Namun perlu diingat adanya aksioma (azas) kontrasepsi, yaitu: (1) cara apapun yang

dipakai adalah lebih baik daripada tidak memakai sama sekali, (2) cara yang terbaik

hasilnya (efektif) adalah cara yang digunakan oleh pasangan dengan teguh secara

terus menerus, (3) penerimaan pasangan terhadap suatu cara adalah unsur yang

(38)

Banyak orang kesulitan untuk menentukan pilihan kontrasepsi yang tepat.

Bukan hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena

metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan

nasional KB, kesehatan individu, dan seksualitas wanita atau biaya untuk

memperoleh kontrasepsi (Muryani, 2004).

2.3.3. Determinan Pemakaian Alat Kontrasepsi

Menurut Berthrand (1980), faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian

kontrasepsi adalah sebagai berikut:

1. Faktor sosio-demografi

Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup

yang lebih tinggi. Indikator status sosio-ekonomi termasuk pendidikan yang dicapai,

pendapatan keluarga dan status pekerjaan, juga jenis rumah, gizi (di negara-negara

sedang berkembang) dan pengukuran pendapatan tidak langsung lainnya.

Beberapa faktor demografi tertentu juga mempengaruhi penerimaan KB di

beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang bekembang, penggunaan

kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30 an yang sudah

memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga mempengaruhi adalah

suku dan agama.

2. Faktor sosio-psikologi

Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang

(39)

adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki, sikap terhadap KB,

komunikasi suami isteri, persepsi terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan

tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan

efek samping alat kontrasepsi.

3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu

faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor

yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan dalam kegiatan yang

berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke pusat

pelayanan dan keterlibatan dengan media massa.

Secara ringkas faktor-faktor tersebut dapat dilihat seperti pada gambar

(40)

Faktor sosio-demografi a. Pendidikan

b. Pendapatan c. Status pekerjaan d. Perumahan e. Status gizi f. Umur g. Suku h. Agama

Faktor sosio-psikologi a. Ukuran keluarga ideal b. Pentingnya nilai anak laki c. Sikap terhadap KB d. Komunikasi suami-istri

e. Persepsi terhadap kematian anak

Faktor yang berhubungan dengan pelayanan a. Keterlibatan dalam kegiatan yang

berhubungan dengan KB

b. Pengetahuan tentang kontrasepsi c. Jarak ke pusat pelayanan

d. Paparan dengan media massa

Sumber : Bertrand, 1980

Gambar 2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi

Menurut WHO dalam Wiknjosastro (1999), faktor-faktor penting bagi

pasangan untuk memilih metode kontrasepsi adalah apakah metode tersebut:

a. permanen atau reversibel

b. efektif

c. murah

d. aman

e. mudah didapat

(41)

f. mudah digunakan dan tidak putus pakai

g. memiliki efek samping yang tidak diinginkan

h. dapat digunakan pada saat menyusui

i. melindungi terhadap penyakit hubungan seksual

j. membutuhkan kerjasama pasangan

k. harus digunakan setiap saat pasangan berhubungan seksual

Karakteristik pasangan seperti umur, jumlah dan jenis kelamin anak, dan

frekuensi hubungan seksual juga mungkin mempengaruhi. Kepentingan faktor-faktor

ini mungkin berubah dari waktu ke waktu karena keinginan pasangan untuk

mengganti metode kontrasepsi yang digunakan.

Tidak semua faktor ini sama pentingnya pada tiap pasangan. Sebagai contoh,

pasangan yang tidak menginginkan anak lagi mungkin menilai keefektifan metode

lebih dari kemudahan penggunaan. Sebaliknya, seorang wanita yang menginginkan

menunda kelahiran mungkin lebih menilai kenyamanan dan kemudahan penggunaan

daripada keefektifan metode.

Pemilihan metode kontrasepsi mungkin juga dipengaruhi oleh informasi yang

diterima dari teman atau kerabat. Kadang-kadang informasi yang diberikan tidak

benar sehingga menimbulkan kesalahan pengertian tentang penggunaan kontrasepsi.

Menurut Affandi dalam Mutiara (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi

(42)

a. Faktor pola perencanaan keluarga.

Adalah mengenai penentuan besarnya jumlah keluarga yang menyangkut

waktu yang tepat untuk mengakhiri kesuburan. Dalam perencanaan keluarga harus

diketahui kapan kurun waktu reproduksi sehat, berapa sebaiknya jumlah anak sesuai

kondisi, berapa perbedaan jarak umur antara anak. Seorang wanita secara biologik

memasuki usia reproduksinya beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana

kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan aman dan kesuburan ini akan

berlangsung terus menerus sampai 10-15 tahun sesudah kurun waktu dimana

kehamilan dan persalinan itu berlangsung dengan aman. Kurun waktu yang paling

aman adalah umur 20-35 tahun dengan pengaturan:

1. anak pertama lahir sesudah ibunya berumur 20 tahun

2. anak kedua lahir sebelum ibunya berumur 30 tahun

3. jarak antara anak pertama dan kedua sekurang-kurangnya 2 tahun atau diusahakan

jangan ada 2 anak balita dalam kesempatan yang sama. Kemudian menyelesaikan

besarnya keluarga sewaktu istri berusia 30-35 tahun dengan kontrasepsi mantap

b. Faktor subyektif

Bagaimanapun baiknya suatu alat kontrasepsi baik dipandang dari sudut

kesehatan maupun rasionalitasnya namun belumlah tentu dirasakan cocok dan dipilih

oleh akseptor/calon akseptor. Pilihan ini sangat pula tergantung pada pengetahuannya

tentang kontrasepsi tersebut, baik yang didapat dari keluarga/kerabat maupun yang

(43)

c. Faktor obyektif

Pemilihan kontrasepsi yang digunakan disesuaikan dengan keadaan wanita

(kondisi fisik dan umur) serta disesuaikan dengan fase-fase menurut kurun waktu

reproduksinya. Biasanya pemilihan kontrasepsi juga disesuaikan dengan maksud

penggunaan kontrasepsi tersebut.

Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Konsep Pemilihan Alat Kontrasepsi yang Rasional

Fase Mencegah Kehamilan

Fase Menjarangkan

Kehamilan Fase Mengakhiri Kehamilan

a. Pil b. Suntikan c. IUD

a. IUD b. Suntikan c. Pil d. Implant

a. Kontap b. IUD c. Implant d. Suntikan e. Pil Umur 20-21 tahun 30-35 tahun

d. Faktor motivasi

Kelangsungan pemakaian kontrasepsi sangat tergantung dari motivasi dan

penerimaan pasangan suami istri. Motivasi akseptor KB untuk terus menggunakan

kontrasepsi yang lama, akan merubah metode, atau menghentikan sama sekali

penggunaan kontraspsi, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mereka yang menggunakan

kontrasepsi dengan tujuan untuk membatasi kelahiran mempunyai tingkat

kemantapan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bertujuan untuk menunda

(44)

Menurut Soeradji, dkk. dalam Mutiara (1998), faktor-faktor yang

mempengaruhi kesertaan dalam program KB adalah:

1. Faktor demografi, meliputi:

a. rata-rata jumlah anak yang masih hidup

b. rata-rata jumlah anak yang dilahirkan hidup

c. tingkat kematian bayi

d. tingkat harapan hidup saat lahir

e. angka fertilitas total

2. Faktor sosial, meliputi:

a. persentase rumah tangga yang memiliki radio

b. persentase rumah tangga yang memiliki televisi

c. persentase penduduk yang tinggal di daerah kota

d. kepadatan penduduk per km2

e. persentase penduduk yang dapat berbahasa Indonesia

f. persentase penduduk wanita berumur 20-24 tahun yang belum pernah kawin

g. persentase penduduk wanita berumur 15-24 tahun yang belum pernah kawin

h. jumlah guru SD per 10.000 penduduk usia sekolah

i. persentase penduduk umur 10 tahun ke atas yang sakit selama seminggu

j. persentase penduduk umur 10 tahun atau lebih yang mendapatkan perawatan

tenaga medis

(45)

l. persentase wanita yang pernah kawin umur 15-49 tahun

3. Faktor ekonomi, meliputi:

a. rasio ketergantungan antara penduduk umur 0-9 dan 55+ tahun terhadap yang

berumur 10-54 tahun

b. persentase wanita yang bekerja

c. partisipasi angkatan kerja wanita

d. persentase wanita yang bekerja pada pekerjaan tradisional

e. persentase petani yang tidak memiliki tanah

f. rata-rata luas sawah

4. Faktor infra struktur, meliputi :

a. persentase rumah tangga yang mendapatkan leding

b. jumlah gedung SD per 10.000 penduduk usia sekolah

c. jumlah gedung SMTP per 10.000 penduduk usia sekolah

d. persentase sawah dengan irigasi

e. persentase tanah sawah

5. Faktor input, meliputi :

a. jumlah dokter per 10.000 wanita umur 20-24 tahun

b. jumlah bidan per 10.000 wanita umur 20-24 tahun

c. jumlah pembantu bidan per 10.000 wanita umur 20-24 tahun

d. jumlah klinik KB per 10.000 wanita umur 20-24 tahun

(46)

f. jumlah pembantu pembina KB desa per 10.000 wanita umur 20-24 tahun

g. rata-rata hari kerja klinik per minggu

Kelima faktor-faktor tersebut dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini:

Sumber : Soeradji, dkk. dalam Mutiara (1998)

Gambar 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesertaan Dalam Program KB

Menurut Utomo dalam Mutiara (1998), penggunaan kontrasepsi dipengaruhi

oleh umur, jumlah anak hidup, tingkat pendidikan dan frekuensi pemaparan terhadap

media massa. Umur mempengaruhi jumlah anak hidup dan tingkat pendidikan, dan

tingkat pendidikan mempengaruhi frekuensi pemaparan terhadap media massa.

Konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Faktor Demografi

Faktor Sosial

Faktor Ekonomi

Faktor Infra Struktur

Faktor Input Kesertaan dalam

(47)

Sumber : Utomo dalam Mutiara (1998)

Gambar 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan klasifikasi beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pemakaian alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

A. Umur

Masa kehamilan reproduksi wanita pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga

periode, yakni kurun reproduksi muda (15-19 tahun), kurun reproduksi sehat (20-35

tahun), dan kurun reproduksi tua (36-45 tahun). Pembagian ini didasarkan atas data

epidemiologi bahwa risiko kehamilan dan persalinan baik bagi ibu maupun bagi anak

lebih tinggi pada usia kurang dari 20 tahun, paling rendah pada usia 20-35 tahun dan

meningkat lagi secara tajam setelah lebih dari 35 tahun. Jenis kontrasepsi yang

sebaiknya dipakai disesuaikan dengan tahap masa reproduksi tersebut

(Siswosudarmo, 2001).

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) yang mengatakan bahwa umur

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam Jumlah Anak Hidup

Frekuensi Pemaparan Terhadap Media

Massa

Tingkat Pendidikan Umur

(48)

pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih

kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Dang di Vietnam dalam Mutiara

(1998) dilaporkan bahwa ada hubungan yang kuat antara umur dengan penggunaan

kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20 tahun kemungkinan untuk menggunakan

kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan dengan yang berumur 40 tahun atau lebih.

Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan 35-39 tahun kemungkinannya

untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15 dan 0,38. Ini mengisyaratkan

bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada kelompok wanita yang lebih tua.

B. Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk

bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang

berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu

orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula

halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan

kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga (Manuaba, 1998).

Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap

adat kebiasaan, dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih mudah untuk

menerima ide atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan jumlah anak, dan

keinginan terhadap jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga akan meningkatkan

(49)

anak sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah

kelahiran dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah

(Soekanto, 2006).

Penelitian Dang dalam Mutiara (1998) menunjukkan bahwa pendidikan

berhubungan bermakna dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang tidak sekolah

kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,55 kali dibandingkan dengan

wanita yang berpendidikan menengah atau tinggi. Sementara wanita yang

berpendidikan dasar kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,88 kali

dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan menengah atau tinggi. Pola yang

sama juga dijumpai dengan pendidikan suami.

C. Jumlah anak

Mantra (2006) mengatakan bahwa kemungkinan seorang istri untuk

menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya.

Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak

tertentu dan juga umur anak yang masih hidup. Semakin sering seorang wanita

melahirkan anak, maka akan semakin memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal

ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat

meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal.

Hasil penelitian Dang dalam Mutiara (1998) melaporkan ada hubungan yang

bermakna antara jumlah anak dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita dengan jumlah

(50)

sebesar 1,73 kali dibandingkan dengan wanita yang memiliki 2 orang anak atau

kurang.

Soeradji, dkk. dalam Mutiara (1998) melaporkan bahwa pada awal progam

KB, penggunaan alat kontrasepsi adalah mereka yang telah mempunyai anak cukup

banyak. Dengan berjalannya waktu dan pelaksanaan program maka lebih banyak

wanita dengan paritas yang lebih kecil akan menggunakan alat kontrasepsi. Gejala ini

melandasi pengaruh jumlah anak terhadap penggunaan alat kontrasepsi.

D. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior), sebab dari pengalaman dan hasil

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

(long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Gerungan,

1986).

E. Keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi

Menurut Manuaba (1998), faktor-fakor yang mempengaruhi alasan pemilihan

metode kontrasepsi diantaranya adalah tingkat ekonomi, pekerjaan dan tersedianya

layanan kesehatan yang terjangkau. Adanya keterkaitan antara pendapatan dengan

kemampuan membayar jelas berhubungan dengan masalah ekonomi, sedangkan

kemampuan membayar bisa tergantung variabel non ekonomi dalam hal selera atau

(51)

Ketersediaan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk fisik, tersedia atau

tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat

digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah didapat.

Promosi metode tersebut – melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas

program KB, oleh dokter dan sebagainya – dapat meningkatkan secara nyata

pemilihan metode kontrasepsi. Memberikan konsultasi medis mungkin dapat

dipertimbangkan sebagai salah satu upaya promosi. Disamping itu daya beli individu

juga dapat mempengaruhi penggunaan kontrasepsi. Secara tidak langsung daya beli

individu ini juga dipengaruhi oleh ada tidaknya subsidi dari pemerintah.

F. Dukungan petugas kesehatan

Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan pengaruh

dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders), misalnya dalam

masyarakat tertentu kata-kata kepala suku selalu diikuti; keberhasilan program KB di

Indonesia antara lain karena melibatkan ulama; iklan-iklan obat atau pasta gigi di

televisi menampilkan tokoh yang berpakaian dokter atau dokter gigi. Untuk

mengubah atau mendidik masyarakat diperlukan tokoh panutan yang dapat

merupakan pemimpin masyarakat, tetapi dapat juga tokoh-tokoh lain (professional,

pakar, ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan, dan sebagainya) tergantung pada

(52)

G. Pengambil keputusan

Program KB dapat terwujud dengan baik apabila ada dukungan dari

pihak-pihak tertentu. Menurut Friedman (1998) dan Sarwono (2007) ikatan suami isteri

yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/isteri

sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Hal itu disebabkan orang yang

paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri.

Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal keduanya baik.

Masyarakat di Indonesia khususnya di daerah pedesaan sebagai peran penentu dalam

pengambilan keputusan dalam keluarga adalah suami, sedangkan isteri hanya bersifat

memberikan sumbang saran.

Hartanto (2004) mengatakan bahwa metoda kontrasepsi tidak dapat dipakai

istri tanpa kerjasama suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa pasangan suami

istri harus bersama memilih metoda kontrasepsi yang terbaik, saling kerjasama dalam

pemakaian, membiayai pengeluaran kontrasepsi, dan memperhatikan tanda bahaya

pemakaian.

2.4. Landasan Teori

Konsep umum yang dijadikan sebagai landasan teori adalah teori Green dan

Kreuter (2005) yang digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok. Ada

3 faktor yang mempengaruhi individu untuk bertindak yaitu faktor predisposisi

(53)

dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat), faktor

pendukung (tersedia sarana dan prasarana) dan faktor pendorong (petugas kesehatan).

Konsep tersebut dikombinasikan dengan teori Kar yang dikutip oleh

Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan bertitik tolak dari niat seseorang, dukungan

sosial, ada tidaknya informasi dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak.

Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa determinan perilaku dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal serta menurut Robbins (1994), beberapa karakteristik individu

meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, tanggung jawab, dan

status masa kerja.

(54)

Sumber: Green dan Kreuter (2005), Notoatmodjo (2007), Robbins (1994).

Gambar 2.4. Kerangka Teori Determinan Perilaku Individu, Kelompok dan Komunitas 1. Ketersediaan sumber

daya

2. Kemudahan untuk mencapai sumber daya 3. Peraturan/Hukum 4. Keterampilan 5. Ketersediaan waktu

Faktor Internal:

1. Tingkat kecerdasan 2. Tingkat emosional 3. Jenis kelamin 4. Kebangsaan 5. Usia

6. Masa kerja Faktor Pendorong: 1. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan 2. Panutan

3. Pekerja

4. Teman

5. Pembuat keputusan 6. Dukungan sosial

Faktor Eksternal: 1. Lingkungan fisik 2. Lingkungan Biologik 3. Lingkungan Sosial

(Budaya, Ekonomi, Politik)

Perilaku dari individu, kelompok, dan komunitas

(55)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka peneliti merumuskan kerangka

konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor predisposisi (umur,

pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap), faktor pendukung (ketersediaan alat

kontrasepsi, keterjangkauan pelayanan alat kontrasepsi), faktor pendorong (dukungan

petugas kesehatan, pengambil keputusan), sedangkan variabel dependen adalah

pemakaian alat kontrasepsi. Faktor Predisposisi : 1. Umur

2. Pendidikan 3. Jumlah anak 4. Pengetahuan 5. Sikap

Faktor Pendukung : 1. Ketersediaan alat

kontrasepsi 2. Keterjangkauan

pelayanan alat kontrasepsi

Pemakaian alat kontrasepsi

Faktor Pendorong : 1. Dukungan petugas

kesehatan 2. Pengambil

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory

research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara faktor predisposisi,

faktor pendukung dan faktor pendorong terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada

istri PUS di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu

dengan tingkat akseptor KB aktif (current user) 42%, masih di bawah Indikator

Indonesia Sehat 2010 yaitu 75%.

Penelitian berlangsung selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Juli 2008

sampai dengan Desember 2008.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh PUS yang ada di Kecamatan Rambah Samo, dan

berdasarkan data di Puskesmas pada tahun 2007 berjumlah 2.333.

Sampel adalah seluruh isteri dari PUS yang tinggal menetap di Kecamatan

Rambah Samo dengan kriteria sebagai berikut:

a. Responden berumur 20-35 tahun yang telah memiliki anak ≥2

b. Responden berumur < 20 tahun dan > 35 tahun meskipun tidak memiliki anak

(57)

Kriteria ini dibuat dengan asumsi kelompok umur tersebut merupakan

golongan istri yang sebaiknya memakai alat kontrasepsi sesuai dengan tujuan KB,

yaitu istri yang berumur < 20 tahun (untuk menunda kehamilan) dan berumur > 35

tahun (untuk mengakhiri kesuburan). Besar sampel dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut: (Lemeshow et.al., 1997)

2

Pa : proporsi PUS yang diharapkan menjadi akseptor KB aktif : 59%

2

Dengan mempertimbangkan faktor non respons sebanyak 10%, maka besar

sampel yang diambil adalah 88 + 8,8 = 96,8 dibulatkan menjadi 100 responden.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sampel berimbang (proportional

sampling). Teknik tersebut dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan sampel

wilayah, sebab banyaknya subjek yang terdapat pada setiap wilayah tidak sama,

(58)

Tabel 3.1. Besar Sampel yang Diteliti di Wilayah Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008

No Nama Desa Jumlah

PUS

Rekapitulasi Perhitungan Sampel

Besar Sampel

1 Rambah Utama 665 665/2333 x 100 = 28,50 29

2 Rambah Baru 568 568/2333 x 100 = 24,35 24

3 Pasir Makmur 409 409/2333 x 100 = 17,53 18

4 Karya Mulya 405 405/2333 x 100 = 17,36 17

5 Masda Makmur 286 286/2333 x 100 = 12,26 12

Jumlah 2.333 100

Setelah ditentukan banyaknya sampel pada setiap wilayah selanjutnya sampel

ditentukan dengan cara sampel acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu

mengambil sebagian dengan menggunakan tabel random (Pratiknya, 2003).

3.4.Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dari responden dengan metode wawancara

menggunakan kuesioner sebagai panduan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi dan laporan yang tersedia di

Puskesmas Rambah Samo, Kantor Camat Rambah Samo, Dinas Kesehatan

Kabupaten Rokan Hulu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan BPS Kabupaten

Rokan Hulu.

Sebelum data dikumpulkan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen

yang bertujuan untuk memastikan bahwa alat bantu yang akan digunakan (kuesioner)

memiliki validitas dan reliabilitas. Uji coba dilakukan pada bulan Juli 2008 terhadap

30 orang istri PUS yang berada di Kecamatan Rambah Samo Barat yang memiliki

Gambar

Gambar 2.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi
Tabel 2.1. Konsep Pemilihan Alat Kontrasepsi yang Rasional
Gambar 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesertaan Dalam Program KB
Gambar 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis laporan keuangan suatu perusahaan atau badan usaha lain dilakukan sesuai dengan kondisi perusahaan atau badan usaha lain tersebut, karena tidak semua

Photogrammetry was selected to build the above- water model, since images suffice to compute a 3D point cloud, but also to estimate the trajectory of the boat, in order to

Fakultas Ilmu Budaya UGM. Mujirahayu

Dengan ini kami mengundang perusahaan Saudara untuk dilakukan pembuktian terhadap data- data kualifikasi perusahaan saudara pada Pekerjaan Pengadaan Penyedia jasa Security tahun

Tahun 2010 jumlah konsumsi kWh konsumen industri kecil (tabel 1) diberbagai wilayah diproyeksikan akan meningkat karena tambahan kapasitas pembangkit baru

Seorang pelatih yang memiliki kompetensi adalah pelatih yang bisa memberikan dan menyampaikan ilmu pengetahuannya kepada siswa yang di latih, serta memperlihatkan dan

This research studied the effect of alkaloid fraction of leaves of plants Alstonia scholaris to the number takizoit profiles in intraperitoneal fluid of mice

Pembuatan Website BeliBuku.Com Dengan Menggunakan Macromedia Dreamweaver MX, PHP dan MySQL merupakan sebuah aplikasi WWW yang berisi informasi dan penjualan mengenai buku-buku