• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar hs-CRP pada Pasien Dispepsia dengan Infeksi Helicobacter pylori Dibandingkan dengan tanpa nfeksi Helicobacter pyorii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kadar hs-CRP pada Pasien Dispepsia dengan Infeksi Helicobacter pylori Dibandingkan dengan tanpa nfeksi Helicobacter pyorii"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Dispepsia

Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu dys (jelek) dan peptein (pencernaan). Definisi dispepsia adalah nyeri epigastrik yang persisten ataupun berulang atau rasa terbakar, atau perasaan tak enak di perut seperti rasa penuh sehingga tidak mampu menghabiskan makanan dengan porsi biasa, rasa terbakar di retrosternal, terasa sampai ke leher (heartburn).9,10

Kejadian dispepsia pada orang dewasa sekitar 20-45%.11,12,13 Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan, dilaporkan sekitar 29% pasien tersebut terjadi simptom yang persisten dan rekuren selama tiga bulan, sementara itu sekitar 34% dari populasi sampel tidak memiliki gejala yang signifikan.12

Dispepsia bukanlah merupakan diagnosa, tetapi merupakan simptom atau kompleks simptom yang berasal dari traktus gastrointestinal bagian atas. Penyebab simptom ini biasanya tidak ganas, namun penyakit serius misalnya kanker lambung bisa juga menjadi salah satu penyebabnya.

2.1.2. Penyebab dispepsia

(2)

patogenesis dispepsia, namun bagaimana mekanisme terjadinya belum jelas.11

Ada empat penyebab utama terjadinya dispepsia yaitu ulkus peptik kronik, reflux gastroesofageal (dengan atau tanpa esofagitis), malignansi, dan dispepsia fungsional. Simptom antara ulkus peptik dan dispepsia fungsional sulit dibedakan, biasanya pada pemeriksaan non invasif dispepsia fungsional tidak dijumpai infeksi HP dan tidak ada riwayat pemakaian obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), berarti kemungkinan untuk ulkus peptik akan lebih jauh.14,15,16,17

2.1.3. Simptom

Berdasarkan komite penyelidikan klinik internasional (Rome III Committee) menyatakan bahwa disebut dispepsia apabila ditemukan satu atau lebih gejala berikut ini, yaitu rasa penuh setelah makan, tidak mampu menghabiskan makanan dengan porsi biasa, nyeri epigastrik atau rasa terbakar retrosternal.

(3)

Gb.2.1. Subgroup dispepsia menurut Rome III19

2.1.4. Dispepsia organik atau struktural

Ada tiga penyebab utama dispepsia organik atau struktural, yaitu refluks gastroesofageal dengan atau tanpa esofagitis, ulkus peptik kronik dan keganasan.19

Prevalensi terjadinya dispepsi pada refluks gastroesofageal sekitar 25%. 5-15% disebabkan oleh esofagitis erosiva yang terdeteksi dengan endoskopi. Sekitar 5-15% pasien dispepsia disebabkan oleh ulkus peptik 20

, sedangkan keganasan misalnya adenokarsinoma gastrik atau esofageal dijumpai kurang dari 2% dari seluruh pasien yang dirujuk ke endoskopi untuk evaluasi dispepsianya.21

DISPEPSIA

DISPEPSIA ORGANIK DISPEPSIA FUNGSIONAL

• GERD

• ULKUS PEPTIK

• OBAT-OBATAN

• PENYAKIT

MALIGNANSI

• LAIN-LAIN

POSTPRANDIAL

DISTRESS

SYNDROME

SINDROMA

NYERI

(4)

Infeksi Helicobacter pylori menjadi salah satu penyebab sering terjadinya ulkus peptik yang kemudian akan menjadi suatu keganasan.

Penyebab dispepsia organik lain yang agak jarang, misalnya dispepsia yang disebabkan oleh kolik biliar, batu empedu, yang mana dapat dibedakan dengan dispepsia berdasarkan gambaran klinisnya. Selain itu obat-obatan juga merupakan salah satu penyebab dispepsia organik, misalnya obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotik (eritromisin, metronidazol)22.

2.1.5. Dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi paling sedikit tiga bulan, namun tidak dijumpai adanya kelainan penyakit organik, sistemik ataupun metabolik23. Patofisiologi dispepsia fungsional belum jelas. Mekanisme yang diduga berperan di sini mencakup gangguan fungsi motorik dan sensorik gastrointestinal bagian atas.

Menurut ROME III simptom dispepsia fungsional dibagi menjadi empat simptom spesifik, yaitu rasa penuh setelah makan (postprandial fullness), ketidakmampuan menghabiskan makanan dengan porsi biasa (early satiety), nyeri epigastrik, rasa terbakar epigastrik (epigastric burning).

(5)

Selain itu bisa juga timbul bersamaan dengan simptom lain misalnya kembung, nausea, muntah, sendawa, dan heartburn.

Menurut ROME III, dispepsia fungsional dibagi menjadi dua subgroup, yaitu

- Postprandial distress syndrome yang dipicu oleh makanan, ciri khasnya adalah rasa penuh setelah makan, dan tidak mampu menghabiskan makanan dengan porsi biasa

- Sindroma nyeri epigastrik, ciri khasnya adalah nyeri epigastrik dan rasa terbakar di dada

Ada beberapa mekanisme patofisiologi timbulnya gejala dispepsia fungsional, misalnya lambatnya waktu pengosongan lambung, gangguan motilitas gastrik yang disebabkan oleh makanan, hipersensitifitas terhadap distensi gastrik, perubahan sensitifitas duodenal terhadap lipid dan asam, gangguan motilitas intestinal, dan disfungsi sistem syaraf pusat.24

Penyebab timbulnya simptom pada pasien dispepsia fungsional belum diketahui dengan jelas, namun diduga berkaitan dengan faktor genetik, infeksi dan faktor psikologi.24

(6)

gangguan motilitas gastrik. Ada kemungkinan beberapa pasien seperti ini mungkin didiagnosa sebagai ulkus peptik.25

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Jari Koskenpato, tahun 2011 di Helsinki, di mana dia meneliti bagaimana pengaruh terapi eradikasi HP terhadap dispepsia fungsional yang terinfeksi HP. Pada penelitian ini populasi yang diambil adalah dispepsia fungsional dengan positif infeksi HP.26

Menurut Byung LH, Nayoung K, 2011, hiperplasia lapisan otot lambung dan gangguan waktu pengosongan lambung disebabkan oleh infeksi HP dan hal ini mengganggu motilitas gastrik.25

2.2. Helicobacter pylori

(7)

ternyata di lambungnya terdapat gambaran bercak dan banyak didapati sel-sel inflamasi dan penuh dengan bakteri. Dan ini dipercayai mereka merupakan awal mula timbulnya ulkus.27

HP dikenal sebagai kuman patogen yang sering timbul bersamaan dengan ulkus, juga karsinoma lambung dan gastrik limfoma. Pada tahun 1984, kuman HP ini dinobatkan sebagai karsinogen kelas I oleh International Agency for Research on Cancer (IARC), group dari WHO.27

2.2.1. Epidemiologi

HP dapat dijumpai di lambung manusia di hampir seluruh bagian dari dunia ini. Di negara sedang berkembang, 70-90% populasi terinfeksi HP, hampir semua infeksi ini didapat sebelum umur 10 tahun. Di negara maju, prevalensi infeksi ini lebih rendah, berkisar 25-50%. Dari data yang diperoleh dari negara sedang berkembang juga menunjukkan bahwa infeksi yang didapat ini yang paling sering terinfeksi adalah anak-anak.28,29,30,31,32

Prevalensi infeksi HP berhubungan dengan status sosioekonomi yang rendah terutama di negara sedang berkembang. Hampir semua studi menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.28,29,32

(8)

tahun. Eliminasi aktif terhadap HP pada populasi dan peningkatan higienitas memberi hasil penurunan angka infeksi baru pada anak-anak.32

2.2.2. Transmisi dan sumber infeksi

Mekanisme HP menginfeksi pada dasarnya belumlah diketahui dengan jelas. HP dapat ditemukan pada manusia dan beberapa primata lain dan jarang diisolasi dari binatang. Belum ada bukti yang menyatakan transmisi HP via binatang, dan diperkirakan infeksi baru terjadi sebagai akibat konsekuensi transmisi langsung manusia ke manusia, via oral-oral atau fekal-oral ataupun keduanya, namun tidak ada bukti manakah yang merupakan faktor utamanya. HP dapat dijumpai di air liur, muntahan, refluks gastrik, dan feses. Dari studi-studi yang ada menyatakan bahwa infeksi HP ini didapat sejak masa kanak-kanak dan kebanyakan berasal dari anggota keluarga dekat.29

(9)

belum terbukti. Sebagai kesimpulannya, HP ada di lambung hampir setengah dari populasi dunia, namun kita belum mengerti dengan jelas bagaimana mekanisme transmisinya.28,29

2.2.3. Morfologi

Bentuk HP spiral, bersifat mikroaerofilik, gram negatif, dengan ujung berbentuk bulat tumpul. Panjangnya sekitar 2.5-5.0 µm dan lebarnya 0.5-1.0 µm dengan 4 sampai 6 flagela unipolar yang penting untuk motilitas bakteri. Setiap flagela memiliki panjang sekitar 30 µm dan ketebalannya sekitar 2.5 µm. Ujung flagela memiliki terminal bulb yang sebenarnya merupakan selaput pembungkus flagela yang terdiri dari dua lapisan.28,29,32,31 Flagela ini penting dalam motilitas dan gerakan cepat dalam larutan kental seperti lapisan mukosa yang melapisi permukaan sel-sel epitel gaster.26

Walaupun biasanya berbentuk spiral, bakteri ini kadang-kadang bisa juga berbentuk kokoid, di mana bentuk kokoid ini timbul setelah penanaman kultur yang terlalu lama secara in vitro atau pemakaian antibiotika. Bentuk kokoid ini tidak dapat dapat dikultur secara in vitro dan biasanya dianggap sebagai sel mati, walaupun sebenarnya sel ini diduga masih viable namun tidak dapat dikultur (viable nonculturable state).26

(10)

Tidak seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif memiliki dinding luar yang disebut sebagai Lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan pelindung di mana semua material harus melalui lapisan ini sebelum memasuki ke dalam sel. Semua bakteri gram negatif berbeda satu sama lain dalam hal komposisi LPS, terutama jenis atau tipe spesifik yang muncul di membran. Di bawah lapisan LPS terdapat ruang protektif yang disebut sebagai periplasmic space yang diduga merupakan bagian yang penting bagi HP untuk bertahan dalam lambung manusia. Di bawah lapisan ini terdapat peptidoglikan yang pada umumnya terdiri dari protein dan polisakarida.25

2.2.4. Adaptasi HP terhadap asiditas lambung

Dalam keadaan normal, antrum merupakan bagian lambung yang memiliki tingkat keasaman yang paling rendah dibandingkan dengan

corpus gaster, dan di bagian inilah HP sering berkolonisasi. Dari observasi didapati bahwa pada dasarnya HP tidak menyukai suasana asam lambung, di mana pada orang yang terinfeksi diberi obat untuk mengurangi produksi asam lambung terutama di bagian corpus gaster, distribusi kuman ini akan bergerak ke daerah tersebut. Ini menunjukkan bahwa dalam keadaan normal, corpus gaster terlalu asam untuk kuman bertahan hidup. Pada anak-anak di mana tingkat keasaman lambung tidak seasam orang dewasa, sehingga lebih mudah terinfeksi.25,26,30

(11)

kental (viscous) dan tebal yang terdiri dari musin glikoprotein yang efektif menetralisir lingkungan asam. Lapisan ini melindungi jaringan lambung dari asam yang disekresinya sendiri.24,25

(12)

Selain itu HP juga memproduksi urease. Urease akan mengubah urea menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia merupakan senyawa basa lemah yang akan menetralisir keasaman lambung. Reaksi ini berlangsung di periplasmic space, sehingga HP secara efektif diselubungi oleh larutan buffer.

Enzim lain yang diproduksi oleh HP adalah alpha-carbonic anhydrase (α-CA), yang juga berperan dalam proses deasidifikasi, di mana α-CA ini bekerjasama dengan urease dalam proses deasidifikasi

dengan mengkonversi karbondioksida yang diproduksi oleh urease menjadi bikarbonat. Bikarbonat merupakan senyawa basa lemah yang juga akan menetralisir asam lambung.34,35

(13)

Walaupun HP berhasil menghindarkan diri dari asam lambung, namun apabila tidak ada sesuatu yang membuat HP menempel ke jaringan, maka HP ini akan terbuang ke duodenum mengikuti gerakan peristaltik, sehingga di duodenum sering kita jumpai ulkus. Supaya dapat melekat ke jaringan, HP memproduksi beberapa protein adhesif seperti adhesin. Protein ini akan melekat pada lipid dan karbohidrat yang normalnya ada pada permukaan sel-sel yang melapisi dinding lambung.

Protein adhesin diekspresikan di membran luar bakteri, berfungsi sebagai jangkar yang mengikat bakteri tersebut ke dinding permukaan lambung. Setiap adhesin yang diekspresikan pada permukaan HP mempunyai afinitas hanya terhadap molekul spesifik pada permukaan lambung. Oleh karena itulah sel-sel HP mengekspresikan adhesin yang bervariasi dalam waktu yang sama. Salah satu contoh adhesin yang diekspresikan HP adalah BabA. BabA mengenali polisakarida yang berada di permukaan sel-sel mukosa, polisakarida ini disebut sebagai Lewis b antigen. Antigen ini dapat dijumpai di sel-sel mukosa dan sel-sel darah. Perlekatan HP dengan antigen ini akan meningkatkan respon imun Gb.2.4. Natural History of HP infection (Harrison’s

(14)

tubuh, sehingga akan terbentuk antibodi yang akan melawan sel-sel parietal lambung sendiri (respon autoimun). Ini akan merusak jaringan lambung.27,35

2.2.5. Patogenesa

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila HP menginfeksi lambung atau duodenum yaitu HP harus mempenetrasi lapisan mukosa, melekat ke permukaan sel-sel epitel, dan mencukupi nutrisi untuk pertahanan diri.27,29

Ketika HP melekat di permukaan sel-sel mukosa, organisme ini memproduksi produk lain yang memberi konsekuensi jelek terhadap jaringan. Pada beberapa strain HP yang mengekspresikan protein CagA (cytotoxin-associated gene A) sangat berkaitan dengan timbulnya ulkus dan kanker lambung. CagA ini akan diinjeksikan oleh bakteri ke dalam sel mukosa dengan menggunakan bagian dari struktur tubuhnya yaitu pilus.32,36

(15)

Gb.2.5. Patogenesa HP dan respon imunnya (Portal-Celhay,C, Perez-Perez, GM, Immune Responses of Helicobacter pylori colonization mechanism and clinical outcomes. Clinical Science (2006) 110, 305-14)

Selain itu, HP juga memproduksi protein VacA (vacuolating cytotoxin A) . VacA ini dilepaskan di luar dari tubuh bakteri dan kemudian akan melekat di outer membrane (membran luar) sel-sel lambung dan membentuk pori-pori sehingga nutrisi dalam sel akan keluar, atau akan membentuk struktur gelembung atau vakuola di dalam sel. Vakuola ini berisi beberapa zat yang berguna untuk bakteri, seperti protein, polisakarida, ion-ion, dan garam. VacA juga akan melewati membran mitokondria, sehingga mitokondria akan pecah dan mengeluarkan isinya dan akhirnya sel pun mati.37,38

(16)

Jaringan ini menjadi inflamasi, di mana di jaringan yang terinfeksi menjadi merah, bengkak, dan akumulasi sel-sel imun. Kondisi ini sering kita sebut sebagai gastritis yang berpotensi menimbulkan ulkus. Sel-sel imun yang berinfiltrasi ini merupakan senjata yang kuat untuk melawan invasinya kuman ke dalam jaringan, namun seiring dengan perlawanan ini kerusakan sel epitel mukosa juga tak bisa dihindari.35

Siklus kolonisasi dan inflamasi ini akan berjalan terus-menerus dan menyebabkan hilangnya sel-sel permukaan, yang akan diikuti oleh berkurangnya lapisan protektif mukosa. Sebagai akibatnya timbul area yang lemah di lapisan epitel mukosa, sehingga zat asam dan enzim-enzim pencernaan dapat melewati sel-sel epitel. Zat asam dan enzim-enzim ini akan mengiritasi dan mendegradasi sel-sel lapisan epitel mukosa dan menyebabkan luka terbuka yang disebut sebagai ulkus.

(17)

Yang terjadi setelah teinfeksi HP adalah timbulnya gastritis akut dengan infiltrasi neutrofil ke permukaan epitel dan terjadi perubahan degeneratif epitelial. Pada umumnya HP mengakibatkan infeksi persisten. Fase akut berakhir satu sampai empat minggu dan masuk ke fase kronik. Di fase kronik sel-sel mononuklear akan infiltrasi ke lamina propria. Gastritis aktif ditandai dengan neutrofil bercampur dengan sel-sel mononuklear di mukosa gaster. Gastritis kronik aktif terjadi pada sebagian besar individu yang terinfeksi dan terjadi degenerasi epitel, infiltrasi neutrofil persisten di epitel dan lamina propria dan infiltrasi mononuklear (limfosit dan sel plasma) di lamina propria. Selain itu juga terjadi hiperplasia limfoid di mukosa gaster.

Antigen HP ini akan merangsang epitel gaster untuk mensekresi sitokin-sitokin sehingga menimbulkan reaksi inflamasi di mukosa gaster. Interleukin-8 (IL-8), leukotrin, komplemen, berfungsi sebagai kemoatraktan terhadap sel-sel neutrofil dan limfosit. Selain itu, infeksi HP akan menyebabkan respon imun dominan oleh T helper 1 (Th1) di mukosa gaster yang ditandai dengan adanya Interferon gamma (IFN-gamma). Respon imun ini dihasilkan dari peran dari sitokin-aitokin proinflamasi seperti Il-12 dan Il-18 dan tumor necrosis factor alpha (TNF-).

2.2.6. Diagnosa HP

(18)

pada terjadinya gastritis atrofi. Sekali pasien terinfeksi HP kronik, akan terjadi atrofi gastrik dan susah disembuhkan.

Untuk diagnosa HP, ada beberapa test yang dapat dipakai,39,40 antara lain:

1. Tes serologi

Merupakan salah satu tes non invasif. Respon sistemik berperan dalam meningkatnya IgM yang kemudian diikuti oleh peningkatan imunoglobulin spesifik yaitu IgA dan IgG yang akan bertahan selama terjadinya infeksi. Untuk mendeteksi antobodi ini menggunakan metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) atau latex agglutination. Test seperti ini biasanya menggunakan serum, walaupun IgG juga dapat dideteksi dengan akurat di urine. Beberapa laboratorium menggunakan sampel saliva, namun deteksi IgA atau IgG dengan saliva kurang sensitif dibandingkan dengan menggunakan sampel serum. Pada meta-analisis 21 penelitian terhadap serologi ELISA didapati rata-rata sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%. Keuntungan dari test ini adalah dapat dipakai dengan mudah dengan sampel darah dari ujung jari, dan hasil selesai dalam waktu 5-10 menit.15,40,41

2. Urea Breath Test (UBT)

(19)

(4-6 minggu setelah akhir pengobatan) karena memiliki nilai prediktif yang baik untuk eradikasi bakteri. Merupakan test non invasif dan mudah dilaksanakan.40,41,43,44

3. Stool test

Pertama kali dilaporkan berhasil mendeteksi antigen HP dalam feses pada tahun 1997 dengan metode ELISA, menggunakan poliklonal anti H. pylori antibodi yang melapisi microwell untuk menangkap antigen HP. Test ini disebut sebagai Helicobacter pylori stool antigen test (HpSA). Stool antigen test ini memiliki batasan, di mana dengan pengobatan agen mukolitik N-acetylcysteine akan menurunkan sensitifitas dan spesifisitas test ini.42,43,44,45

4. Urease test.

(20)

tersebut memiliki sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi HP dibandingkan dengan daerah peripyloric dan corpus gaster.40,41 5. Kultur

Merupakan metode yang tidak bisa diragukan, cara yang paling spesifik untuk mendiagnosa HP, namun sensitifitasnya sangat bervariasi di antara beberapa pusat penelitian. Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan teknik kultur.

Kultur HP tidak dilakukan untuk diagnosa rutin infeksi HP karena pemeriksaan invasif lain sudah bisa menegakkan diagnosa HP. Kelebihan dari metode ini adalah dapat dilakukan bersamaan dengan uji sensitifitas terhadap obat-obat yang dipakai untuk pengobatan.

Spesimen yang diambil untuk kultur sebaiknya dari dua tempat untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengambilan sampel, yaitu biasanya dari antrum ataupun corpus gaster. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan kultur adalah transpor sampel dari ruangan endoskopi ke laboratorium. Untuk itu diperlukan media transpor khusus untuk HP.

(21)

amphotericin B. Namun demikian, lebih baik kombinasi paling sedikit satu media selektif dan satu media nonselektif, karena tidak ada satupun media kultur yang menjamin 100% pertumbuhan HP dan juga kontaminasi kultur terjadi sekitar 25% dari kasus.

Kegagalan pendeteksian HP dengan kultur mungkin disebabkan oleh kurangnya durasi inkubasi. Direkomendasikan periode inkubasi selama lebih dari 10 hari untuk mengoptimalisasi isolasi kultur, terutama paska pengobatan.40,44

6. Polymerase Chain Reaction (PCR)

(22)

TEST Sensitivity/Specificity, % Komentar Invasive (memerlukan endoskopi/biopsi)

Rapid urease 80-95/95-100 Sederhana, dengan pemakaian PPI, antibiotik atau bismuth akan timbul nilai positif palsu,

Histologi 80-90/>95 Memerlukan proses patologi dan pewarnaan; memberikan informasi histologi, sensitifitasnya sangat bergantung pada pengalaman

Kultur -/- Memerlukan waktu, mahal, sangat bergantung pada pengalaman; namun dapat dilakukan uji sensitifitas

Non-invasif

Serology >80/>90 Tidak mahal, nyaman, tidak dipakai untuk deteksi awal

Urea Breath Test

>90/>90 Sederhana, cepat; dapat dipakai untuk deteksi awal, positif palsu kalau bila bersamaan dengan terapi; terekspos dengan radiasi 14

C test dosis rendah

Stool antigen >90/>90 Murah, nyaman, berguna untuk follow-up setelah terapi

Tabel 2,1. Test untuk mendeteksi H. pylori (Atherton, J.C, Blaser, M.J. Helicobacter pylori infections, Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, McGraw-Hill 2010)

2.3. C-reactive protein

Merupakan akut fase reaktan yang berasal dari hati. CRP memiliki efek klinis dan biologi yang dapat digunakan untuk mendiagnosa dan memfollow-up berbagai proses inflamasi dan traumatik.46

Pertama kali ditemukan pada tahun 1930 oleh Tillet dan Francis dalam penelitian mereka terhadap pasien-pasien dengan pneumonia akut.

(23)

Gb. 2.6. Struktur pentamerik dari CRP 47 CRP memiliki kemampuan mengenali patogen asing dan sel-sel yang rusak pada host dan akan mengeliminasinya dengan berinteraksi dengan sistem efektor humoral dan selular di dalam darah.47 Sehingga kadar protein ini akan meningkat dengan pesat selama terjadinya respon fase akut terhadap kerusakan jaringan, infeksi, dan rangsangan inflamasi.

Peningkatan kadar CRP dalam darah setelah trauma jaringan sangat cepat, dengan peningkatan bisa lebih dari 1000 kali lipat dari nilai

baseline dalam 24 jam. Oleh karena itulah pengukuran CRP sangat berguna untuk menentukan perkembangan atau efektifitas pengobatan.46,47,48.

Dengan berkembangnya teknologi, kadar CRP yang rendah dalam darah dapat terdeteksi pada pasien yang sehat sekalipun dengan menggunakan high-sensitivity CRP assay. 45

Hal-hal yang mempengaruhi nilai CRP antara lain merokok, infeksi, umur, jenis kelamin, kadar lipid, dan tekanan darah, obesitas, dan genetik.

(24)

dalam waktu 6 jam dan memuncak dalam waktu 48 jam. Waktu paruh plasma CRP sekitar 19 jam dan konstan dalam segala kondisi dan kesehatan. Kadar plasma CRP akan menurun dengan tajam jika proses inflamasi atau kerusakan jaringan telah berkuarang, di mana dalam 24-48 jam akan mencapai nilai normalnya kembali.

Pada hampir semua penyakit, nilai CRP dalam sirkulasi merefleksikan sedang terjadinya proses inflamasi atau rusaknya jaringan lebih akurat dibandingkan dengan parameter laboratorium seperti laju endap darah. Nilai CRP menunjukan tidak ada variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh makan.46,48,49

2.3.1. Fungsi penentuan kadar CRP

CRP merupakan akut fase reaktan yang paling sensitif dan konsentrasinya akan meningkat dengan cepat selama proses peradangan. Kompleks CRP akan mengaktivasi sistem komplemen dan kemudian akan merangsang terjadinya opsonisasi dan fagositosis sel-sel yang terinfeksi, namun sebenarnya fungsi utamanya adalah mengikat dan mendetoksifikasi substansi endogen yang toksik yang diproduksi sebagai akibat dari kerusakan jaringan.

(25)

2.3.2. Cara pemeriksaan hs-CRP

Dapat dilakukan dengan reagen Tina-quant CRP (latex)-Roche dengan teknik imunoturbidimetri.

Prinsip dasar pemeriksaan ini mirip dengan pemeriksaan kadar protein lain secara turbidimetri, di mana CRP dalam serum akan mengikat antibodi spesifik terhadap CRP sehingga membentuk suatu kompleks imun. Kemudian diukur turbiditas yang terjadi dengan fotometer.52

Untuk pengambilan sampel pasien, pasien sebaiknya dipuasakan 8-10 jam, oleh karena serum yang lipemik akan memberikan hasil positif palsu dan sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan segera setelah darah diambil dari vena cubiti.52

2.3.3. Nilai referensi

- Neonatus (0-3 minggu): 0.1-4.1 mg/L

- Anak-anak (2 bulan-15 tahun): 0.1-2.8 mg/L - Dewasa: <5.0 mg/L

(26)

2.4. Kerangka konsep

Dispepsia dengan infeksi HP (+)

Innate immunity Adaptive immunity

Kontak bakteri dengan antigen presenting cells Monosit, sel dendritik

Produksi sitokin proinflamasi TNF-, IL-1β, IL-8

Neutrofil, sel T, sel B limfosit, sel plasma,

makrofag

Produksi sitokin proinflamasi IL-1, IL-6, TNF-,

IL-8

(27)

2.5. Batasan Operasional

1. Dispepsia

Pasien-pasien dispepsia yang rawat inap atau rawat jalan di Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP. HAM, yang ditandai dengan adanya nyeri berulang, bersifat kronik dan rasa tidak nyaman di daerah perut atas yang dapat berupa mual, muntah, rasa

penuh di perut terutama setelah makan, cepat kenyang, sendawa, dan

kadang beberapa klinisi menyatakan disertai rasa terbakar/tidak nyaman

didaerah retrosternal yang terasa sampai ke leher (heartburn).

2. HP positif

Pasien dengan HP positif yang ditentukan dengan pemeriksaan antigen HP dengan memakai sampel feses.

3. Hs-CRP

Gambar

Tabel 2,1. Test untuk mendeteksi H. pylori (Atherton, J.C, Blaser, M.J.

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi ini bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat tentang peserta KKS Pengabdian dan kegiatannya, yaitu Implementasi Pemanfaatan dan Pengembangan Alat

Tanda-tanda khas: usaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia merasa bahwa dirinya merupakan sebagian dari lingkunagn yang ada. Penyesuaian sosial dilaksanakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan, budaya organisasi tidak

Dari uraian di atas maka dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa hadis riwayat Abu Dawud dari Jabir bin Abdillah tentang sunnahnya seorang laki-laki melihat

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, 1) prosedur pengembangan modul Kimia berbasis masalah, 2) kelayakan penggunaan modul Kimia berbasis masalah, 3) efektivitas

Banyaknya jumlah masyaraka yang tertipu oleh iklan dan bacaan porno menandakan ketidakmampuan mereka untuk membaca kritis dan memilah teks karena pendidikan tidak membekali

Hasil penelitian menunjukkan uji coba model konseling efektif dalam mengatasi masalah akademik dan sosial mahasiswa perguruan tinggi agama Islam, yang terindikasi