• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Etos Kerja Birokrasi Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Etos Kerja Birokrasi Pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Binjai"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik telah menjadi isu kebijakan yang strategis, karena

penyelenggaraan pelayanan publik selama ini belum memiliki dampak yang luas

terhadap perubahan aspek aspek kehidupan masyarakat. Karena sebelum era

reformasi, birokrasi pemerintah sangat mendominasi penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan publik. Pemerintah lebih dominan bertindak sebagai

aktor dalam penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga keterlibatan warga

negara dalam pemerintahan sangat terbatas

Birokrasi yang diciptakan bertujuan untuk mempermudah setiap urusan

negara dan warga negara melegalkan setiap aktivitasnya baik dalam proses,

pendataan, pengesahan, izin yang harus diproses oleh negara di dalam birokrasi,

sebab tujuan dari hadirnya birokrasi tersebut adalah untuk mempermudah kinerja

pemerintah dalam melayani publik untuk mendapatkan haknya. Menurut

Panasuraman (2005) bahwa, reability adalah kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang di janjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk

dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa pelayanan secara tepat waktu

(ontime) dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan

tanpa melakukan kesalahan setiap kali. Menurut Roskin, et al, “menyebutkan

pengertian birokrasi bagi mereka birokrasi adalah "setiap organisasi yang berskala

(2)

adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah

diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi

merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang

sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang

efektif dan efisien”. Dari pengertian tersebut dapat dilihat hadirnya birokrasi

merupakan menjadi suatu wadah yang sangat membatu aktifitas negara dan warga

negara dalam menerima dan memberikan tanggung jawabnya.

Menurut Tjokroaminjojo (1984), birokrasi dimaksudkan untuk

mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak

orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar

pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu

pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga

tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya

menjadi tugas dari birokrasi. Namun di Indonesia terdapat citra buruk dari

administrasi yang terdapat didalam birokrasi,hal ini senantiasa dikeluhkan oleh

masyarakat bagaimana kesalnya masyarakat yang menjadi bulan-bulanan petugas

dari meja satu kemeja yang lainnya untuk melakukan urusan administrasi dalam

organisasi publik, banyaknya alasan klasik yang dilontarkan oleh pegawai

Birokrasi menanggapi pertanyaan masyarakat yang ingin mengurus

berkas-berkas administrasinya,alasan tersebut dapat berupa pimpinan yang masih

keluar kota dalam rangka urusan dinas, banyaknya masyarakat yang telah terlebih

dahulu mengurus surat menyuratnya, menyelibnya berkas sehinnga tidak dapat

(3)

tidak transparannya kinerja birokrasi bisa mendorong masyarakat untuk mencari

''jalan pintas'' dengan suap atau berkolusi dengan para pejabat dalam rekrutmen

pegawai atau untuk memperoleh pelayanan yang cepat. Situasi seperti ini pada

gilirannya seringkali mendorong para pejabat untuk mencari kesempatan dalam

kesempitan agar mereka dapat menciptakan rente dari pelayanan berikutnya.Isu

tentang Red Tape merupakan persoalan yang klasik,namun tak kunjung

terpecahkan,dapat diketahui bahwa persoalan ini merupakan akibat dari faktor

Weber menganggap keberadaan Birokrasi merupakan suatu yang tidak rasional.

Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan

Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak

mencapai hasil secara maksimalAtas dasar “ketidakrasionalan”itu,Tujuan dari

“ketidakrasionalan” Tujuan dari birokrasi memang untuk mempermudah setiap

urusan birokrasi tetapi para birokratnyalah yang akhirnya menghianati fungsi

daribirokrasi yang kerap memperlambat setiap kinerja sehingga yang terjadi ialah

infesesiesi dan tidak efektif.

Wicaksanas(2014) Pernyataan serupa juga di ungkapkan oleh Bapak

Susilo Bambang Yudhoyono selaku mantan Presiden Republik Indonesia yang

mengatakan “mutu pelayanan publik saat ini berada pada titik nadir yang menjadi

salah satu sebab keterpurukan yang berkepanjangan. Kegeraman mantan Presiden

Susilo Bambang Yodhoyono tidak akan efektif mengubah prilaku birokrasi bila

tidak ditopang oleh efek sadar dan upaya nyata dan terukur dalam meningkatkan

(4)

3 Undang- undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU KKN).

Wicaksanas (2014) Hal serupa juga di dukung oleh pendapat kepala

negara republik indonesia saat ini Joko Widodo,yang mengatakan Birokrasi harus

berubah untuk dapat menghadapi kompetisi. Etos kerja dan budaya kerja harus

berubah."Jika tidak berubah, kita akan tertinggal dari negara lain. Ada 2 pilihan

bagi para pejabat, berubah atau dicopot," tegas Presiden Joko Widodo pada Rapat

Kerja Pemerintah dengan peserta para Menteri, Kepala LPNK dan jajaran Eselon

1 kementerian atau lembaga di Auditorium Kementerian PUPR, Red Tape

ataupun proses birokrasi yang berbelit belit merupakan suatu penyakit birokrasi

yang telah diketahui dan hampir dirasakan oleh setiap masyarakat, hal ini tidak

hanya dirasakan oleh masyarakat kecil saja, namun para kepala pemerintahan

negara ini1 Pasal 3 undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan

Negara Yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU KKN) juga telah

menyatakan salah satu penghambat proses pembangunan adalah masalah birokrasi

yang berbelit-belit hal ini dikarenakan terlalu banyak aturan yang justru

mempersulit dan bukan sebaliknya,hal serupa juga dirasakan oleh para investor

yang ingin mengurus surat izin untuk melakukan investasi,sulitnya proses

administrasi yang panjang dan kurangnya transparasi atas proses administrasi

menyebabkan masyarakat ataupun pelanggan negara terpaksa melakukan hal-hal

kecurangan seperti memberikan uang pelicin agar setiap administrasi dapat segera

(5)

Red Tape ini dapat disebabkan oleh banyak hal tetapi seperti yang di

kemukakan oleh mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang

Yudhoyono yang menegaskan bahwa mengubah prilaku birokrasi bila tidak

ditopang oleh efek sadar dan upaya nyata dan terukur dalam meningkatkan etos

kerja dan kinerja birokrasi pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3

Undang-undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU KKN). Tentu akan sulit memang,konsep

reformasi administrasi yang tertata dan mekanisme pelayanan yang terukur adalah

aspek krusial bagi efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.Namun,faktor yang

terpenting yang dapat memengaruhi kinerja birokrasi adalah etos kerja yang harus

dimiliki oleh setiap birokrat dalam melaksanakan fungsi dan tugas

administrasinya secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.Pemahaman

perilaku dalam kaitannya dengan patologi birokrasi,mutlak perlu disoroti dari

sudut pandang etos kerja dan kultur organisasi yang berlaku dalam suatu birokrasi

tertentu.

Melalui penerapan konsep pelayanan publik yang beretos kerja

tinggi,reformis, terukur,berorientasi kepada kinerja dan diikuti oleh asas umum

seperti keterbukaan, integritas,akuntabilitas,legalitas,nondiskriminasi atau

perlakuan yang sama,proporsionalitas, dan konsistensi,akan menghasilkan

pelayanan publik yang dikehendaki sebagai perwujudan dari good governance.

Dengan demikian, kinerja birokrasi akan mengalami perbaikan baik mutu maupun

(6)

Pelayanan publik sangat berkaitan dengan birokrasi, birokrasi merupakan

alat pemerintah untuk menyediakan pelayananan publik dan perencana, pelaksana,

dan pengawas kebijakan. Maka birokrasi harus dapat melayani rakyatnya dengan

sebaik-baiknya. Oleh karena itu, unit-unit pelayanan teknis maupun

tempat-tempat pelayanan publik mulai dari kantor gubernur sampai ke kantor kelurahan

harus ada aparatur pemerintahan yang siap melayani rakyat. “Sebagai abdi

masyarakat, abdi negara dia (pegawai) harus melayani, nah cara pandang seperti

inilah yang diminta bapak presiden untuk disosialisasikan tentang kedisiplinan

ditingkatkan, budaya kerja diperbaiki dan tentunya peningkatan kualitas

pelayanan.

Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan

penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima

pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan.

Oleh karena itu, layanan secara berkala wajib melakukan survei indeks kepuasan

masyarakat. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar

pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima

pelayanan.

Oleh karena itu Red Tape yang dipengaruhi oleh kinerja birokrasi

merupakan topik yang menarik untuk dikaji guna menemukan solusi dalam

penanggulangannya. Alasan kedua mengapa topik ini menarik untuk di teliti

dikarnakan setiap hal yang berkenaan denganaktifitas di dalam suatu negara harus

memiliki legalitas negara melalui birokrasi dan red tipe ini merupakan salah satu

(7)

Birokrasi. Berdasarkan Latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka akan

dilakukan penelitian dengan Judul : “Analisis Etos Kerja Birokrasi pada Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai”. 1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

permasalahan yang menjadi perhatian penulis yaitu“ Bagaimana Etos Kerja

Birokrasi Terhadap Pelayanan Publik di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan

Sipil Kota Binjai”

1.3. Tujuan Penelitian.

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tertentu tentu

mempunyai jalan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraannya. Tujuan

penelitian adalah suatu pernyataan yang disusun berdasarkan latar belakang dan

rumusan masalah yang mendasari dilakukannya penelitian. Adapun yang menjadi

tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman pegawai mengenai etos kerja

pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai.

b. Untuk mengetahui bagaimana kinerja pegawai pada Dinas Kependudukan

(8)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran dan pengetahuan penulis mengenai SDM, terutama mengenai pelatihan dan pengaruhnya dalam

meningkatkan Etos kerja pegawai.

c. Sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian dimasa yang akan datang.

1.5. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka

dibutuhkan teori-teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan

dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut

disebut kerangka teori. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk

melakukan penelitian dan teori yang dipergunakan untuk menjelaskan fenomena

sosial yang menjadi objek penelitian.

Kerangka teoritis adalah dukungan dasar teoritis sebagai dasar pemikiran

dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi peneliti. Kerangka teoritis

adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang

hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel, atau pokok masalah

(9)

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk

memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori

yang memuat pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

penelitian disorot. Uraian di dalam kerangka teori merupakan hasil berpikir

rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di

dalam masalah ataupun sub-sub masalah (Nawawi, 2005:39-40). Adapun

teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:

1.5.1. Pelayanan Publik

1.5.1.1. Pengertian Pelayanan Publik

Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong

menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan

melayani. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan

secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan

dengan kehidupan manusia (Sinambela, 2010:3).

Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang

lain yang langsung (Moenir,2006:16-17). Membicarakan pelayanan berarti

membicarakan suatu proses kegiatan yang konotasinya lebih kepada hal yang

abstrak (Intangible). Pelayanan adalah merupakan suatu proses, proses tersebut

menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan, yang kemudian diberikan

kepada pelanggan. Menurut Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat

didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik

(10)

Hasibuan mendefinisikan pelayanan sebagai kegiatan pemberian jasa

dari satu pihak ke pihak lain, dimana pelayanan yang baik adalah pelayanan

yang dilakukan secara ramah tamah dan dengan etika yang baik sehingga

memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang menerima. Menurut Kotler dalam

Lukman (2000:8), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam

suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya

tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai

segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa

publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh

instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik

Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan (Ratminto, 2005:5)

Menurut Batinggi (1998:12), pelayanan publik dapat diartikan sebagai

perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurus hal - hal

yang diperlukan masyarakat atau khalayak umum. Dengan demikian, kewajiban

pemerintah adalah memberikan pelayanan publik yang menjadi hak setiap warga

negara. Sedangkan menurut Kurniawan (dalam Pasolong, 2004:135) pelayanan

publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau

masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan

(11)

Berdasarkan Keputusan MENPAN no.63/KEP/M.PAN/7/2003, Pelayanan

public adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan

pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan

maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendapat Boediono (2003:60), bahwa pelayanan merupakan suatu proses bantuan

kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan

hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Nurcholis

(2005:178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang

mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan,harapan,sikap dan tindakan yang

benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. Sedangkan

menurut UU No.25/2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,jasa,dan

pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan

publik.Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pelayanan publik merupakan

jenis bidang usaha yang dikelola oleh pemerintah dalam bentuk barang dan jasa

untuk melayani kepentingan masyarakat tanpa berorientasi.

Berdasarkan definisi pelayanan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan

adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi yang ditujukan untuk

kepentingan masyarakat yang dapat berbentuk uang,barang,ide,atau gagasan

ataupun surat-surat atas dasar keikhlasan,rasa senang,jujur,mengutamakan rasa

(12)

1.5.1.2. Asas-Asas Pelayanan Publik

Undang-Undang Republik Indonesia (UU-RI) Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik Pasal 4 menyebutkan asas-asas pelayanan publik

meliputi:

a. Kepentingan umum

b. Kepastian hukum

c. Kesamaan hak

d. Keseimbangan hak dan kewajiban

e. Keprofesionalan

f. Partisipatif

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif

h. Keterbukaan

i. Akuntabilitas

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan

k. Ketepatan waktu; dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Pada Pasal 21 (UU-RI) Nomor 25 Tahun 2009 ini disebutkan komponen

standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

a. Dasar hukum

b. Persyaratan

c. Sistem, mekanisme, dan prosedur

d. Jangka waktu penyelesaian

(13)

f. Produk pelayanan

g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas

h. Kompetensi pelaksana

i. Pengawasan internal

j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan

k. Jumlah pelaksana

l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan

sesuai dengan standar pelayanan

m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk

memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keraguraguan dan

n. Evaluasi kinerja pelaksana.

Dalam Sinambela (2010:6), secara teoritis tujuan pelayanan publik

pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu

dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

a) Transparan

Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua

pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah

dimengerti.

b) Akuntabilitas

Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

c) Kondisional

(14)

penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan

efektivitas.

d) Partisipatif

Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan harapan masyarakat.

e) Kesamaan Hak

Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun

khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.

f) Keseimbangan Hak Dan Kewajiban

Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan

penerima pelayanan publik.

Menurut Abidin (2010:71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang

berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata, juga

menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu

sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan,

ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan

publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam

memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek

(15)

1.5.1.3. Kualitas Pelayanan Publik

Kata Kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai

dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari

kualitas biasanya menggambarkan karakteristik produk seperti : kinerja

(performance), keandalan (reability), mudah dalam penggunaan (easy of use),

estetika (esthetics), dan sebagainya.

Sedangkan dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah

segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan

(meeting the needs of customers).

Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang

lebih strategis oleh Gapersz (1997) dinyatakan bahwa pada dasarnya kualitas

mengacu kepada pengertian pokok yaitu kualitas terdiri dari sejumlah

keistimewaan produk,baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif

yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan

atas penggunaan produk. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas

kekurangan atau kerusakan.

Pada bagian lain Gapersz (1997) memberikan definisi menajemen kualitas

sebagai suatu kumpulan aktivitas yang berkualitas dengan kualitas tertentu yang

memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen.

(16)

c. Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking : focus adalah pada

pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi disana adalah sasaran untuk

peningkatan kualitas tahunan.

d. Sasaran disebarkan ke tingkat mengambil keputusan.

e. Pelatihan ditetapkan pada setiap tingkat.

f. Pengukuran ditetapkan seluruhnya.

g. Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan

sasaran.

h. Penghargaan diberikan untuk kinerja terbaik.

i. Sistem imbalan (reward system) diperbaiki.

Kualitas adalah menjaga janji pelayanan agar pihak yang dilayani merasa

puas dan diuntungkan.Meningkatkan kualitas merupakan pekerjaan semua orang

adalah pelanggan. Tanggung jawab untuk kualitas produksi dan pengawasan

kualitas tidak dapat didelegasikan kepada satu orang, misalnya staf dalam suatu

kantor.

Parasuraman.et.al (1985) mengatakan ada dua faktor utama yang

mempengaruhi kualitas jasa,yaitu expective service (pelayanan yang diharapkan)

dan perceived service (pelayanan diterima). Karena kualitas pelayanan berpusat

pada upaya pemenuhan dari keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian

untuk mengimbangi harapan pelanggan, untuk maka, Zeithaml (1996:177)

mendefinisikan bahwa pelayanan adalah penyampaian secara excellent atau

(17)

Tjiptono (1991:61) menyebutkan bahwa citra kualitas pelayanan yang baik

bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa,melainkan

berdasarkan sudut pandang/persepsi konsumen.Hal ini disebabkan karena

konsumenlah yang mengkonsumsi serta yang menikmati jasa layanan,sehingga

merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.Persepsi konsumen terhadap

kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu

jasa layanan.

Bagi pelanggan kualitas pelayanan adalah menyesuaikan diri dengan

spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas

yang dimaksud dan apa yang dianggap penting.Pelanggan mempertimbangkan

suatu kualitas pelayanan.Untuk itu kualitas dapat dideteksi pada persoalan

bentuk,sehingga dapat ditemukan :

1. Kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji.

2. Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen

yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Kualitas dan integritas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan.

Dalam Sinambela (2010:6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat.Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparan

Pelayanan yang bersifat terbuka,mudah dan dapat diakses oleh semua

pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah

(18)

2. Akuntabilitas

Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Kondisional

Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan

efektivitas.

4. Partisipatif

Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan

aspirasi,kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun

khususnya suku,ras,agama,golongan,status sosial dan lain-lain.

6. Keseimbangan Hak Dan Kewajiban

Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan

penerima pelayanan publik.

Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi publik,pelayanan

adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat.Kata kualitas memiliki

banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga

yang lebih strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan

karakteristik langsung dari suatu produk, seperti :

(19)

2. Kehandalan (reliability)

3. Mudah dalam penggunaan (easy of use)

4. Estetika (esthetics), dan sebagainya

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala

sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the

needs of customers).

Abidin (2010:71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas

bukan hanya mengacu pada pelayanan itu semata,juga menekankan pada proses

penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan

masyarakat sebagai konsumer.Aspek-aspek kecepatan,ketepatan,kemudahan,dan

keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas.Hal ini

berarti,pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada

masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan,dan

keadilan.

1.5.1.4. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

Indikator yang digunakan untuk menganalisis kualitas pelayanan publik

terdiri dari 14 (empat belas) unsur yang menjadi indikator kepuasan masyarakat

terhadap suatu bentuk pelayanan publik. Indikator-indikator tersebut didasarkan

pada unsur-unsur pengukuran kepuasan pelayanan publik yang termuat dalam

Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Pengukuran

(20)

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang

diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis

pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang

memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung

jawabnya).

4. Kedisiplinan petugas pelayanan,yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai

ketentuan yang berlaku.

5. Tanggung jawab petugas pelayanan,yaitu kejelasan wewenang dan

tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian

pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan,yaitu tingkat keahlian dan keterampilan

yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan

kepada masyarakat.

7. Kecepatan pelayanan,yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan

dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapatkan pelayanan,yaitu pelaksanaan pelayanan dengan

(21)

9. Kesopanan dan keramahan petugas,yaitu sikap dan perilaku petugas dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta

saling menghargai dan menghormati.

10.Kewajaran biaya pelayanan,yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap

besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.

11.Kepastian biaya pelayanan,yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan

dengan biaya yang telah ditetapkan.

12.Kepastian jadwal pelayanan,yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai

dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

13.Kenyamanan lingkungan,yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan

yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman

kepada penerima pelayanan.

14.Keamanan pelayanan,yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit

penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga

masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap

resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

1.5.2. Birokrasi

1.5.2.1. Pengertian Birokrasi

Menurut Weber (dalam Santosa, 2008), Pengertian Birokrasi adalah suatu

bentuk organisasi yang penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak

dicapai. Birokrasi ini dimaksudkan sebagai suatu sistem otorita yang ditetapkan

(22)

mengorganisasi secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang

banyak.

Menurut Fritz Morstein (dalam Santosa,2008), pengertian Birokrasi adalah

suatu tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk melaksanakan

tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi

dan khususnya oleh aparatur pemerintah.

Menurut Hegel (dalam Budiarjo, 2008), Birokrasi adalah institusi yang

menduduki posisi organiik yang netral di dalam struktur sosial dan berfungsi

sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum,

dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Hegel

melihat, bahwa birokrasi merupakan jembatan yang dibuat untuk menghubungkan

antara kepentingan masyarakat dan kepentingan negara yang dalam saat-saat

tertentu berbeda. Oleh sebab itu peran birokrasi menjadi sangat strategis dalam

rangka menyatukan persepsi dan perspektif antara negara (pemerintah) dan

masyarakat sehingga tidak terjadi kekacauan.

Brown dalam tulisannya Bureaucracy as an Issue in thrid world

management; an African case study dalam Public Administration development volume. Brown menyusun defisini birokrasi dengan mendasarkan asumsinya

terhadap (bagaimana) secara aktual mereka bekerja. Menurut Turner dan Hulme

(1997) Mendefinisikan birokrasi sama dengan administrasi negara yaitu dengan

melihat aspek-aspek unik dalam administrasi negara seperti keterkaitan

administrasi negara dengan pemerintah atau negara, keterkaitan dengan hukum,

(23)

definisi birokrasi yang minimalis, yakni mengemukakan asumsi yang se-minimal

mungkin tentang bagaimana birokrasi seharusnya bekerja dan lebih banyak

melihat pada birokrasi sesungguhnya.

Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara

ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam

organisasi. Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut

Weber (dalam Budiarjo,2008), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan

delapan karakteristik struktural, yaitu :

1. Peraturan yang disahkan, regulasi dan prosedur yang distandarkan dan

arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi.

Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan

spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.

2. Spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi

pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan

tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke

dalamaktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat

ditingkatkan.

3. Hierarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota

organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu,

membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota

(24)

4. Pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang

mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang

dibebankan kepada mereka.

5. Kemampuan tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung

jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu

yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi

yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang

melaksanakan tugasnya-tugasnya.

6. Impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara

anggota organisasi mengarah individu ke dalam kinerja tugas

organisasi.Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi

pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri.

Sekali lagi,ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas

organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari

anggota organisasi individu.

7. Penguraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota

organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya.

Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan

perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.

8. Rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian

tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut

prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan

(25)

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan Birokrasi

merupakan suatu wadah organisasi yang luas yang tersusun secara jenjang jabatan

yang hierarki, yang memiliki fungsi dan tanggung jawab tertentu, dan berfungsi

sebagai pelayan publik dibidang administrasi. Defenisi yang kemudian dihasilkan

dari pendekatan tersebut menyatakan bahwa birokrasi adalah sistem stratifikasi

hierarki pegawai dimana orang dipekerjakan untuk upah dan gaji.

1.5.2.2. Karakteristik Birokrasi

Karakteristik birokrasi yang umum diacu adalah yang diajukan oleh Max

Weber. Menurut Weber, paling tidak terdapat 8 karakteristik birokrasi, yaitu :

1. Organisasi yang disusun secara hirarkis.

2. Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus.

3. Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat,

bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada

kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian (examination).

4. Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi.

5. Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir.

6. Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka.

7. Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin.

8. Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior’s judgments).

(Budiarjo,2008)

Ditinjau secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya

(26)

dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil

ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola

pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah.

1.5.2.3. Fungsi Birokrasi

Roskin, et al. (2001) menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4

fungsi birokrasi di dalam suatu pemerintahan modern. Fungs-fungsi tersebut

adalah :

1. Administrasi

Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi,

pelayanan, pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi. Dengan

fungsi administrasi dimaksudkan bahwa fungsi sebuah birokrasi adalah

mengimplementasikan undang-undang yang telah disusun oleh legislatif

serta penafsiran atas UU tersebut oleh eksekutif. Dengan demikian,

administrasi berarti pelaksanaan kebijaksanaan umum suatu negara, di

mana kebijakan umum itu sendiri telah dirancang sedemikian rupa guna

mencapai tujuan negara secara keseluruhan.

2. Pelayanan

Birokrasi sessungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat atau

kelompok-kelompok khusus. Badan metereologi dan Geofisika (BMG) di

Indonesia merupakan contoh yang bagus untuk hal ini, di mana badan

tersebut ditujukan demi melayani kepentingan masyarakat yang akan

melakukan perjalanan atau mengungsikan diri dari kemungkinan bencana

(27)

atau Jawatan POS dan Telekomunikasi juga menjalankan fungsi public

service ini.

3. Pengaturan

Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi

mengamankan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan fungsi ini,

badan birokrasi biasanya dihadapkan anatara dua pilihan: Kepentingan

individu versus kepentingan masyarakat banyak. Badan birokrasi negara

biasanya diperhadapkan pada dua pilihan ini.

4. Pengumpul Informasi (Information Gathering)

Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu

kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat

kebijakan-kebijakan baru yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan

situasi faktual. Badan birokrasi, oleh sebab itu menjadi ujung tombak

pelaksanaan kebijaksanaan negara tentu menyediakan data-data

sehubungan dengan dua hal tersebut. Misalnya, pemungutan uang yang

tidak semestinya (pungli) ketika masyarakat membuat SIM atau STNK

tentunya mengalami pembengkakan. Pungli tersebut merupakan

pelanggaran atas idealisme administrasi negara, oleh sebab itu harus

ditindak. Dengan ditemukannya bukti pungli, pemerintah akan membuat

prosedur baru untuk pembuatan SIM dan STNK agar tidak memberi ruang

(28)

1.5.3. Etos Kerja

1.5.3.1. Pengertian Etos Kerja

Secara etimoligis, etos berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti

karakter, watak kesusilaan, adat istiadat atau kebiasaan. Sebagai suatu subyek dari

arti etos tersebut adalah etika yang berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh

individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah

dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Setiap organisasi yang selalu

ingin maju, akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kinerjanya,

diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja. Menurut Tasmara

(2002:20), etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya

mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu,

yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga

pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan

makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik.

Menurut kamus Webster, etos didefinisikan sebagai guiding beliefs of a

person, group or institution (keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah

laku bagi seseorang, sekelompok, atau sebuah institusi). Jika menurut Pelly

(1992:12), etos kerja adalah sikap yang muncul atas kehendak dan kesadaran

sendiri yang didasari oleh sistem orientasi nilai budaya terhadap kerja. Dapat

dilihat dari pernyataan di muka bahwa etos kerja mempunyai dasar dari nilai

budaya, yang mana dari nilai budaya itulah yang membentuk etos kerja

(29)

Sedangkan Damayanti (2008), secara lebih khusus dapat mengartikan

bahwa etos kerja itu sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi

hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada

identitas diri yang telah bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal

ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan religius, kepercayaan yang

telah diyakini dalam kehidupan seseorang.

Menurut Sinamo (2002:62), etos kerja dapat diartikan sebagai konsep

tentang kerja atau paradigma kerja yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok

orang sebagai baik dan benar yang diwujudnyatakan melalui perilaku kerja

mereka secara khas. Sedangkan etos kerja profesional adalah seperangkat perilaku

kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang

fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral.

Istilah paradigma yang dimaksud disini berarti konsep utama tentang kerja itu

sendiri yang mencakup idealisme yang mendasari, prinsip-prinsip yang mengatur,

nilai-nilai yang menggerakkan, sikap-sikap yang dilahirkan, standar-standar yang

hendak dicapai, termasuk karakter utama, pikiran dasar, kode etik, kode moral,

dan kode perilaku bagi para pemeluknya. Menurut Sinamo (2005:29-189), bahwa

terdapat delapan etos kerja profesional yang mampu menjadi navigasi mencapai

sukses, yaitu:

1. Kerja adalah Rahmat

Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, karyawan kantor, sampai buruh

kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat,

(30)

kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja,

setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan

untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah

yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespon semua rahmat itu

dengan kerja yang ogah-ogahan.

2. Kerja adalah Amanah

Apapun pekerjaan kita semua adalah amanah. Seyogyanya kita

menjalankan amanah tersebut dengan sebaik mungkin. Kerja bukanlah sekedar

pengisi waktu tapi perintah Tuhan. "Amanat itu mendatangkan rezeki, sedangkan

khianat itu mendatangkan kemiskinan". Etos ini membuat kita bisa bekerja

sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai

bentuknya.

3. Kerja adalah Panggilan

Jika pekerjaan atau profesi kita disadari sebagai panggilan, kita bisa

berucap pada diri kita sendiri, "I do my best!" Dengan begitu kita tidak akan

merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.

4. Kerja adalah Aktualisasi

Aktualisasi diri artinya pengungkapan atau penyataan diri kita, yang harus

diaktualisasikan yaitu :

a. Kemampuan kita untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab

b. Kejujuran

(31)

d. Kemauan untuk maju

e. Tunjukkanlah terlebih dulu kualitas pekerjaan yang Anda lakukan sebelum

Anda.

f. Menuntut terlalu banyak untuk menerima imbalan yang besar karena kerja

adalah aktualisasi diri.

Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik

untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa "ada". Bekerja jauh

lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.

5. Kerja adalah Ibadah

Seperti halnya aktivitas keseharian seorang muslim, kerja juga harus

diniatkan dan berorentasi ibadah kepada Tuhan. Dengan kata lain, setiap aktivitas

yang kita lakukan hakikatnya mencari keridhaan Tuhan semata. Setiap ibadah

kepada Tuhan harus direalisasikan dalam bentuk tindakan, sehingga bagi seorang

yang beragama aktivitas bekerja juga mengandung nilai ibadah. Kesadaran ini

pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi

mencari uang atau jabatan semata.

6. Kerja adalah Seni

Kesadaran ini membuat kita bekerja dengan santai seperti halnya

melakukan hobi. Dengan mengungkapkannya melalui dan menggunakan medium

dan materi pekerjaan kita seperti komputer, kertas, pena, suara, ruangan, papan

tulis, meja, kursi, atau apapun alat materi kerja kita. Materi kerja di atas diolah

secara kreatif dan imajinatif dalam peristiwa kerja dengan memanfaatkan tidak

(32)

7. Kerja adalah Kehormatan

Karena tidak semua orang bisa diberi kepercayaan untuk melakukan suatu

pekerjaan seperti yang Anda terima saat ini. Kerja bukanlah masalah uang semata,

namun lebih mendalam mempunyai sesuatu arti bagi hidup kita. Kadang mata kita

menjadi "hijau" melihat uang, sampai akhirnya melupakan apa arti pentingnya

kebanggaan profesi yang kita miliki. Bukan masalah tinggi rendah atau besar

kecilnya suatu profesi, namun yang lebih penting adalah etos kerja, dalam arti

penghargaan terhadap apa yang kita kerjakan. Sekecil apapun yang kita kerjakan,

sejauh itu memberikan rasa bangga di dalam diri, maka itu akan memberikan arti

besar. Seremeh apapun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika kita

bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan yang lain yang lebih

besar akan datang kepada kita.

8. Kerja adalah Pelayanan

Manusia diciptakan dengan dilengkapi oleh keinginan untuk berbuat baik.

Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercusuar, semuanya

bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

Delapan etos kerja tersebut menunjukkan bahwa seorang karyawan dalam

melaksanakan pekerjaannya tidak didasarkan atas perintah atasan melainkan

keinginan yang kuat untuk melakukan sesuatu tanpa paksaan dan dilaksanakan

dengan penuh kejujuran. Jadi, jika seseorang atau suatu organisasi, komitmen

menganut paradigma kerja tertentu, percaya padanya secara tulus dan serius, serta

berkomitmen pada paradigma kerja tersebut maka kepercayaan itu akan

(33)

Menurut Tasmara (2002) Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya

serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna

ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang

optimal sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara

manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja

berhubungan dengan beberapa hal penting seperti :

1. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik,

baik waktu, kondisi untuk ke depan agar lebih baik dari kemarin.

2. Menghargai waktu dengan adanya disiplin waktu merupakan hal yang

sangat penting guna efesien dan efektivitas bekerja.

3. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang

dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan

dan kesungguhan.

4. Hemat dan sederhana, yaitu sesuatu yang berbeda dengan hidup boros,

sehingga bagaimana pengeluaran itu bermanfaat untuk ke depan.

5. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar pekerjaan yang

dilakukan tidak mudah patah semangat dan menambah kreativitas diri.

Jansen (2005), menyatakan etos kerja profesional adalah seperangkat

perilaku kerja positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang

fundamental, disertai komitmen yang total pada paradigma kerja yang integral.

Menurut Weber dalam Jansen (2005), etos kerja diartikan sebagai perilaku kerja

yang etis yang menjadi kebiasaan kerja yang berporoskan etika. Dengan kata lain

(34)

etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti disiplin, jujur, tanggung jawab,

tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar

lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dan sebagainya. Berdasarkan

beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah

seperangkat perilaku kerja yang etis yang lahir sebagai buah keyakinan

fundamental dan komitmen total pada sehimpunan paradigma kerja yang integral

yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok orang

yang bisa mewarnai manfaat suatu pekerjaan, bahwa etos kerja memang

merupakan otoritas otonom dari setiap individu,dalam hal ini etos kerja dikaitkan

dengan sikap pandangan dan tanggung jawab atas pekerjaan, disiplin, pekerja

keras, dan memiliki karakter serta budaya yang membangun kinerja Birokrasi

1.5.3.2. Indikator-Indikator Etos Kerja

Menurut Tasmara (2002), yang menjadi indicator dari etos kerja yakni :

1. Mempunyai semangat positif terhadap hasil kerja manusia.

2. Mempertahankan pandangan tentang kerja,sebagai suatu yang luhur bagi

eksistensi manusia.

3. Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan

manusia.

4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang menumbuhkan ketekunan dan

sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.

(35)

1.5.4. Kinerja Pegawai

1.5.4.1. Pengertian Kinerja Pegawai

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja adalah

hasil kerja seorang pegawai/karyawan selama periode tertentu dibandingkan

dengan berbagai kemungkinan, misalnya standard target , sasaran, atau kriteria

yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Jika pegawai tidak

melakukan pekerjaannya, maka suatu organisasi akan mengalami kegagalan.

Seperti juga perilaku manusia, tingkat, dan kualitas kinerja ditentukan oleh

sejumlah variabel perseorangan dan lingkungan. Untuk lebih jelasnya, akan

dikemukakan beberapa pengertian kinerja.

Sedangkan kinerja menurut Wilson (2012:231), adalah hasil pekerjaan

yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job

requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat

dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan

(job standart). Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan

tertentu utnuk dapat diseesaikan, dan merupak perbandingan (benchmarks) atas

tujuan atau target yang ingin di capai.

Menurut Mahsun (2006), bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi yang tertuang dalam perencanaan

strategi organisasi. Sedangkan Simanjuntak (2005), menyatakan bahwa kinerja

(36)

mewujudkan pencapaian hasil untuk mencapai tujuan perusahaan. Kinerja

merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya di

pakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau individu. Kinerja yang

baik merupakan suatu langkah untuk menuju tercapainya tujuan individu. Oleh

karena itu kinerja merupakan sasaran penentu dalam mencapai tujuan individu.

Kinerja (perfomance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang

membentuk sebuah pekerjaan karyawan (Simamora, 2006). Penilaian kinerja

adalah proses dimana organisasi mengawasi pelaksanaan kerja individu. Dalam

penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode

tertentu. Umpan balik penilaian kinerja memungkinkan karyawan mengetahui

seberapa baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar organisasi.

Menurut Mangkunegara (2000:79), kinerja adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugas yang diberikan kepadanya. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus

diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat

pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu

organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari

suatu kebijakan operasional.

1.5.4.2. Karakteristik Kinerja Pegawai

Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi oleh Mangkunegara

(2005:56) sebagai berikut:

(37)

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.

3. Memiliki tujuan yang realistis.

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk

merealisasi tujuannya.

5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh

kegiatan kerja yang dilakukannya.

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

diprogramkan.

1.5.4.3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Menurut Rahmatullah (dalam Martha, 2009), faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja yaitu:

1. Faktor individual yang terdiri dari kemempuan dan keahlian latar

belakang, demografi dan motivasi kerja serta disiplin kerja.

2. Faktor psikologis yang terdiri dari persepsi, atitude, personality dan

pembelajaran.

3. Faktor organisasi terdiri dari sistem atau bentuk organisasi sumber daya,

kepemimpinan, komunikasi, lingkungan kerja, budaya kerja,

budaya organisasi, penghargaan, struktur, diklat dan job design

1.6 Definisi Konsep

Konsep adalah suatu hasil pemaknaan dalam intelektual manusia yang

memang merajuk ke gejala nyata ke alam empiric. Konsep adalah sarana merujuk

(38)

bahkan konsep bukanlah dunia empiris itu sendiri. Menurut Singarimbun

(2006:33) konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang

menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

pembatasan yang jelas dari variabel yang akan diteliti

Berdasarkan pengertian tersebut, maka penulis mengemukakan definisi

dari beberapa konsep yang digunakan :

1. Pelayanan Publik adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan

umum dan untuk memberikan pemenuhan akan kebutuhan – kebutuhan

dari masyarakat.

2. Birokrasi adalah suatu wadah organisasi yang luas yang tersusun secara

jenjang jabatan yang hierarki, yang memiliki fungsi dan tanggung jawab

tertentu, dan berfungsi sebagai pelayan publik dibidang administrasi.

3. Etos Kerja adalah seperangkat perilaku kerja yang etis yang lahir sebagai

buah keyakinan fundamental dan komitmen total pada sehimpunan

paradigma kerja yang integral yang berfungsi sebagai panduan tingkah

laku bagi seseorang, sekelompok orang yang bisa mewarnai manfaat suatu

pekerjaan.

4. Kinerja Pegawai adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kualitas

maupun kuantitas yang dicapai pegawai per satuan periode waktu

dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang sesuai dengan tanggung

Referensi

Dokumen terkait

(In fact, although the meaning of "nonlinear" is clear intuitively, the experts haven't yet come up with an all-inclusive definition acceptable to everyone. Interestingly,

Hasil identifikasi komponen minyak atsiri dalam sampel A (Bandung) menghasilkan 12 puncak seperti yang terlihat pada Gambar 1.Dari 12 puncak tersebut terdapat 3

Menurut Amien, low politics memiliki persamaan dengan konsep politik Machiavelli dalam Il Principe yang membolehkan segala cara demi memperoleh kekuasaan, berbeda dengan

Akan tetapi, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tidak menjabarkan secara jelas bagaimana peran pengawasan yang bersifat preventif yang dilakukan oleh Komisi Yudisial

Analisis Risiko Keselamatan Kerja dengan Metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk Control) pada Alat Suspension Preheater Bagian Produksi di

Dari bahasan tersebut dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sekaligus proposisi penting: 1) Titik krusial siklus kebijakan dalam penyelesaian konflik etnik

Menindaklanjuti ketentuan undang-undang tentang otonomi daerah dengan peraturan daerah yang terkait dengan kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiayaan, SDM,

skripsi dengan judul “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Return On Asset, Debt Ratio, dan Earning Per Share Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan LQ 45 di Bursa