• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pengolahan Data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Pengolahan Data"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENGOLAHAN DATA

1.1 Pengolahan Input Data Hujan

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data yang bersifat

kontinyu dan data tersebut harus melewati proses uji untuk menentukan valid

tidaknya data tersebut, selain itu model matematika yang digunakan juga akan

diuji dengan beberapa metode uji.

Pengolahan data hujan dilakukan sampai menemukan data hujan yang

digunakan untuk input ke dalam software. Software yang digunakan untuk

penelitian ini adalah SWMM (Storm Water Mangement Model), sebuah simulasi

dinamik mengenai model limpasan air hujan. Dalam hal ini akan digunakan untuk

memodelkan limpasan air hujan yang akan masuk ke dalam saluran drainase di

Kota Denpasar. Pemodelan yang diproses oleh software tersebut dapat

memodelkan seluruh limpasan yang terjadi di permukaan secara aktual. Baik yang

hanya melewati saluran ataupun yang diatur oleh pintu air bangunan bagi,

penampung, dan lain sebagainya, ini akan mempermudah menganalisis penelitian

sesuai dengan judul yakni Analisis Efektifitas Fungsi Saluran Irigasi sebagai

Saluran Drainase di Kota Denpasar dengan Pendekatan Storm Water Management

Model.

1.1.1 Uji Konsistensi Data Hujan

Umumnya pengujian konsistensi data dilakukan dengan double mass

analysis, dengan menggambarkan besaran hujan komulatif stasiun yang diuji

dengan besar hujan komulatif rata-rata dari beberapa stasiun acuan di sekitarnya.

Ketidakkonsistenan data ditunjukkan oleh penyimpangan garisnya dari garis

lurus, namun cara ini masih menimbulkan keraguan, seandainya beberapa stasiun

acuan mempunyai data yang tidak konsisten. Cara lain yang dapat digunakan

untuk uji konsistensi data hujan adalah RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sum).

Persamaannya adalah sebagai berikut (Sri Harto,1993) :

= = ∑

�− ̅ , = , … ,

(2)

∗∗=

Nilai statistik Q dan R diberikan dalam tabel berikut :

Nilai Q/√ dan R/√

1.1.2 Uji Kepanggahan (Consistency Test)

Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak

panggah (inconsistent). Data semacam ini tidak dapat langsung dianalisis, karena

sebenarnya data di dalamnya berasal dari populasi yang berbeda.

Ketidakpanggahan data seperti ini dapat saja terjadi karena beberapa sebab, yaitu :

1. Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda. Atau alat yang sama

tetapi dipasang dengan patokan ukuran yang berbeda.

2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula.

3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang

berubah, misalnya semula dipasang pada tempat yang ideal kemudian

berubah karena ada bangunan atau pohon besar yang terlalu dekat.

Maka dari itu data hujan yang diperoleh diuji terlebih dahulu untuk mengetahui

kepanggahannya, salah satunya dengan Van Neumann Ratio.

Menggunakan persamaan :

� =

∑�=− �− �+

(3)

Dengan : ̅ = rata-rata nilai Yi

Apabila nilai N=2, maka deret tersebut disimpulkan panggah, sedangkan

bila nilai N < 2 maka data tersebut tidak panggah (Sri Harto, 2000).

1.1.3 Hujan Rencana

Banjir rencana harus ditentukan berdasarkan curah hujan, dengan

menetapkan curah hujan rencana. Untuk perencanaan gorong-gorong, jembatan,

bendung, dan sebagainya di dalam sungai, yang diperlukan ialah besarnya puncak

banjir yang harus disalurkan melalui bangunan tersebut. Jadi sebagai hujan

rencana kita tetapkan curah hujan dengan masa ulang tertentu (Subarkah, 1980).

1. Penentuan Hujan Kawasan

Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik mana

stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari

titik pengukuran tersebut. Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu

stasiun pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di

masing-masing stasiun tidak sama. Dalam analisis hidrologi sering diperlukan

untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan

tiga metode berikut yaitu : metode aritmatik, metode Poligon Thiessen, dan

metode Isohyet.

Dari tiga metode tersebut metode yang paling mendekati adalah metode

Polygon Thiessen, sehingga metode tersebut digunakan untuk menentukan hujan

kawasan.

a) Metode Poligon Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili

luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan

adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang

tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan

apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan

curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari

(4)

Gambar : Mengukur tinggi curah hujan metode Poligon Thiessen

=

++ +⋯++⋯+

Dengan :

p = hujan rerata kawasan

p1,p2,...,pn = hujan pada stasiun 1,2,3,...,n

A1,A2,...,n = luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,...,n

2. Penentuan Distribusi Frekuensi

Penentuan jenis distribusi frekuensi diperlukan untuk mengetahui suatu

rangkaian data cocok untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran

lain. Untuk mengetahui kecocokan terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu

dikaji terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu :

1. Menghitung parameter-parameter statistik Cs dan Ck, untuk menentukan

macam analisis frekuensi yang dipakai.

2. Koefisien kepencengan/skewness (Cs) dihitung dengan persamaan :

=

.∑ − ̅ − .

3. Koefisien kepuncakan/curtosis (Ck) dihitung dengan persamaan :

=

.∑ − ̅ − .

4. Koefisien variansi (Cv) :

(5)

Dimana :

n = jumlah data

̅ = rata-rata data hujan (mm)

S = simpangan baku (standar deviasi)

X = data hujan (mm)

Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang banyak

digunakan dalam hidrologi yaitu Distribusi Normal, Log Normal, Log Person

Type III, dan Gumbel. Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan

mengikuti distribusi yang sudah dikonversi ke dalam bentuk logaritmis, ternyata

kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian

distribusi Log Normal. Person telah mengembangkan serangkaian fungsi

probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas

empiris, dan masih tetap dipakai karena fleksibilitasnya (Suripin,2004).

Jenis-jenis distribusi frekuensi adalah sebagai berikut :

a) Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi

densitas peluang normal (PDF =proba bility density function) yang paling

dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF

distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan

bakunya sebagai berikut :

=�√ � [− −� ] − ∞ ≤ ≤ ∞

Keterangan :

P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)

X = variabel acak kontinu

� = rata-rata nilai X

� = simpangan baku dari nilai X

(6)

b) Distribusi Log Normal

Jika variable Y=log X terdistribusi sevara normal, maka X dikatakan mengikuti

distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan

bakunya, sebagai berikut :

Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang logaritmik akan

merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model

matematik dengan persamaan:

= � + �

Yang dapat didekati dengan :

= +

= −

Keterangan :

YT = perkiraan nilai yang diharapakan terjadi dengan periode ulang T

tahunan.

Y = nilai rata-rata hitung variat

S = deviasi standar nilai variat, dan

KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan

tipe modal matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis

peluang.

c) Distribusi Log-Person Tipe III

Salah satu distribusi serangkaian distribusi yang dikembangkan Person yang

menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log-Person Tipe III (LP.III).

pada Log-Person Tipe III, parameter statistik yang diperlukan pada distribusi

(7)

menghitung banjir rencana dalam praktek, The Hydrology Comitee of The

Water Resources Council, USA, menganjurkan pertama kali mentransformasi

data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter

statistiknya.

Secara garis besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut

(Soemarto,1995):

1) Ubahlah data banjir tahunan sebanyak n buah tersebut ke dalam harga

logaritmanya (X1, X2,...,Xn menjadi log X1, X2,..., log Xn)

2) Hitung harga rata-ratanya dengan rumus :

� =

∑�= � � �

3) Hitung harga simpangan baku dengan rumus :

= [

∑�= log �− �

]

,

4) Hitung koefisien kepencengan dengan rumus :

=

∑�= log �−log

− − .

5) Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T menggunakan

rumus:

Log X

T

= log X + K.

S

Dimana :

XT = curah hujan dengan periode ulang T(tahun)

Log X = rata-rata log curah hujan harian maksimum

G = faktor penyimpangan

Cs = koefisien penyimpangan

S = simpangan baku

d) Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret

harga-harga ekstrim X1,X2,X3,...,Xn mempunyai fungsi distribusi eksponensial

ganda.

Xt = X+

S

K

(8)

S = standar deviasi (simpangan baku) sampel.

Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang T tahun.

= − {−

�−

}

Sn = reduced standard deviation yang tergantung dari jumlah data.

Yn = reduced mean yang juga tergantung dari jumlah data.

1.1.4 Uji Distribusi Frekuensi

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi

sampel data terhadap distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan

atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering

dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorof.

1) Uji Chi-Kuadrat

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi

yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.

Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, yang dapat dihitung

dengan rumus berikut.

= ∑

�= �− �

Dengan :

Xh2 = parameter chi-kuadrat terhitung

G = jumlah sub kelompok

Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i

Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i

Jumlah kelas distribusi dihitung dengan persamaan Sturges :

= + , log

Dengan :

K = jumlah kelas

N = P = probabilitas = 99,9%

Derajat bebas (number of degrees of freedom)

V = K-h-1

Dimana :

H = jumlah parameter = 2

(9)

a) Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan

non-prametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.

Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

d) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya

peluang dari masing-masing data tersebut.

X1 = P(X1)

X2 = P(X2)

X3 = P(X3), dan seterusnya.

e) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data

(persamaan distribusinya).

X1 = P’(X1)

X2 = P’(X2)

X3 = P’(X3), dan seterusnya.

f) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang

pengamatan dengan peluang teoritis.

D maksimum = (P(Xn))-(P’(Xn))

g) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorof test) tentukan harga Do

dari lampiran berikut :

Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov

(10)

40 0,17 0,19 0,21 0,25

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya

cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula

intensitasnya. Hubungan anatar intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan

biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (kurva

IDF/Intensity Duration Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek,

misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman untuk membentuk

lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan

otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung

IDF dapat dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan berikut (Suripin,

2004).

1) Rumus Tallbot (1881)

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a

dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.

=

�+

Dimana :

I = Intensitas hujan (mm/jam).

t = lamanya hujan (jam).

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di

DAS.

=

∑[ .�].∑[ ]−∑[ .�].∑[ ]∑[ ]−[∑ ]

(11)

2) Rumus Sherman (1905)

Rumus ini cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya

lebih dari 2 jam.

=

Dimana :

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

n = konstanta

log =

∑ log .∑[log �] −∑[log �.log ] ∑ log �∑[log �] −[∑ log �]

=

∑ log .∑ log �− .∑[log �.log ]∑[log �] −[∑ log �]

3) Rumus Ishiguro (1953)

=

√�+

Dimana :

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

=

∑[ .√�] ∑[ ]−∑[ .√�] ∑.∑[ ]−[∑ ]

=

∑ .∑[ .√�]−[ .√�].∑[ ]−[∑ ]

Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan

harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe.

=

[

]

Dimana :

(12)

t = lamanya hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam (mm))

1.1.6 Analisis Debit Rencana

Metode rasional yang umum dipakai untuk memperkirakan laju aliran

permukaan puncak adalah metode Rasional USSCS (1973). Metode ini sangat

simple dan mudah penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk

DAS-DAS ukuran kecil yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al,1986). Karena model

ini merupakan model kotak hitam, maka tidak dapat menerangkan hubungan

curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan matematik

metode rasional dalam satuan metrik (Mulvaney,1874 dalam Suripin,2004).

Qt = 0,2778 C.I.A

Dimana :

Qt = laju aliran permukaan (debit) teoritis (m3/detik)

C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas DAS (km2)

1.1.7 Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan

yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik

kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam

hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi,

maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap

titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah

rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yaitu :

=

, ×�× ,

=

� ��

Dimana :

(13)

L : panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)

S : kemiringan rata-rata saluran

∆ : selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat pengamatan (m) Rumus ini digunakan untuk kondisi DAS yang dari hulu hingga hilir

memiliki saluran air, seperti tampak pada gambar 2.4 :

Gambar: Kondisi DAS dengan tc

1.2 Penentuan Parameter Hidraulika

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun

aliran pipa. Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda

dalam satu hal penting. Menurut Chow (1989), aliran saluran terbuka harus

memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran pipa tidak demikian

karena air harus mengisi seluruh saluran. Meskipun kedua jenis aliran itu hampir

sama, penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit

dibandingkan dengan aliran pipa tekan. Kondisi saluran terbuka yang rumit

berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan cenderung berubah sesuai

waktu dan ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar

(14)

1.2.1 Penampang Saluran

Penampang hidrolik terbaik adalah penampang yang mempunyai keliling

basah terkecil pada luas penampang tertentu yang akan memberikan aliran yang

maksimum atau penampang saluran yang memberikan luas penampang aliran

(penampang basah) terkecil pada debit aliran tertentu dimana bentuk penampang

saluran akan dapat berpengaruh terhadap besarnya debit aliran yang dapat

diangkut atau dialirkan oleh saluran (Chow,1959 ; Suripin,2004).

Menurut Suripin (2004), bentuk-bentuk penampang saluran yang ekonomis

adalah sebagai berikut :

1) Penampang berbentuk persegi paling ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi, dengan lebar dasar

(B), kedalaman air (h), seperti yang terlihat pada gambar, luas penampang basah

(A), jari-jari hidraulik (R), dan keliling basah (P) dapat dituliskan persamaan

sebagai berikut :

= . ℎ

= + ℎ

= =

+ ℎ

(15)

Dalam hal ini, bentuk penampang melintang persegi yang paling ekonomis adalah

jika kedalaman air setengah dari lebar dasar saluran, atau jari-jari hidrauliknya

setengah dari kedalaman air.

2) Penampang berbentuk trapesium paling ekonomis

Luas penampang melintang (A) dan keliling basah (P), saluran yang

berpenampang melintang berbentuk trapesium, dengan lebar dasar (B), kedalaman

air (h), dan kemiringan talud 1 : m (seperti gambar). Dapat dituliskan persamaan

sebagai berikut :

= + . ℎ . ℎ

= + ℎ√ +

Gambar : Penampang melintang trapesium

Dalam hal ini penampang trapesium yang paling efisien adalah jika kemiringan

dindingnya m = (1/√3) atau θ = 60°. Trapesium yang berbentuk berupa setengah

segi enam beraturan (heksagonal).

Untuk saluran sekunder yang menuju pembuang utama sub sistem Tukad

Kelandis merupakan saluran berbentuk trapesium, sedangkan yang akan

direncanakan yaitu menggunakan perpaduan precast persegi dengan dasar

(16)

1.2.2 Kekasaran Dinding Saluran

Rumus kecepatan menurut Manning (1889) :

� =

⁄ ⁄

Keterangan :

R = jari-jari hidrolik (m)

V = kecepatan aliran (m/dt)

I = kemiringan memanjang dasar saluran

n = koefisien kekasaran menurut Manning yang besarnya tergantung dari

bahan dinding saluran yang dipakai.

Apabila bentuk rumus Manning diubah menjadi rumus Chezy maka besarnya C

n = koefisien kekasaran menurut Manning

1.2.3 Kapasitas Saluran

Perhitungan hidraulika digunakan untuk menganalisa dimensi penampang

berdasarkan kapasitas maksimum saluran. penentuan dimensi saluran baik yang

ada (eksisting) atau yang direncanakan, berdasarkan debit maksimum yang akan

dialirkan (Suripin,2004).

Rumus kapasitas salura yang digunakan adalah :

= . �

Dimana :

Qsal = debit banjir saluran (m3/dt)

A = luas penampang basah (m2)

(17)

1.3 Proses Input Data ke dalam Software SWMM

Storm Water Management Model (SWMM) merupakan model simulasi

hujanaliran (rainfall-runoff) yang digunakan untuk simulasi kuantitas maupun

kualitas limpasan permukaan dari daerah perkotaan. Limpasan permukaan

dihasilkan dari daerah tangkapan hujan yang menerima hujan. Beban limpasan

permukaan tersebut kemudian dialirkan melalui sistem saluran pipa, saluran

terbuka, tampungan, pompa, dan sebagainya. SWMM menghitung kuantitas dan

kualitas limpasan permukaan dari setiap daerah tangkapan hujan, dan debit aliran,

kedalaman aliran, dan kualitas air di setiap pipa dan saluran selama periode

simulasi.

Input data SWMM barupa data hujan atau limpasan di setiap saluran, dalam

sebuah pemodelan SWMM dapat memproses data gambar yang kita dapat

modelkan di dalam software ini. Perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya

menjadi input air hujan terhadap SWMM yang akan digunakan.

(18)

Gambar : Data Input (Hujan Jam-Jam an)

Kemudian selanjutnya masing-masing daerah yang akan dianalisis, akan

diberikan symbol-simbol berupa node dan symbol yang menerangkan daerah yang

diwakilkan. Setelah semua input selesai dimasukkan, maka harus diitentukan

analisis yang dilakukan untuk waktu tertentu atau dengan jangka waktu tertentu.

(19)

Selain dalam bentu gambar, output akan diproses dalam bentuk grafik

yang akan menunjukkan prilaku saluran jika dilewati dengan debit rencana atau

limpasan dalam periode tertentu sehingga kita dapat mengetahui apakah saluran

Gambar

Gambar : Mengukur tinggi curah hujan metode Poligon Thiessen
Gambar : Penampang melintang persegi
Gambar : Penampang melintang trapesium
Gambar : Lembar Kerja Pada SWMM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil studi ini alat ukur wesyano dapat digunakan sebagai pengganti pita ukur SKL EDQG dalam kegiatan pengukuran tegakan di hutan alam dengan tingkat

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk menjawab tujuan penelitian pertama dan kedua mengenai tahapan proses produksi, pengawasan mutu proses produksi perusahaan,

Sehingga untuk Kecamatan Rasau Jaya, peningkatan daya dukung lahan dapat dilakukan dengan menambah jenis komoditas melalui diversifikasi vertikal, rotasi,

Berdasarkan diperoleh dari hasil nilai R Square sebesar 0,961 yang artinya 96,1% perubahan pada variabel dependen (pendapatan) dapat dijelaskan oleh variabel

Didalam ekosistem, komponen biotik harus dapat berinteraksi dengan komponen biotik lainnya dan juga dengan komponen abiotik agar tetap bertahan hidup. Jadi, interaksi

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS RUPIAH PLUSdilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka formulir pemesanan pembelian

Pada lembaran dilakukan pengujian XRD (Merk Rigaku tipe Smartlab), SEM (Hitachi tipe SU35000), dan pengujan konduktivitas elektrik (Hi- oki 3522-50 LCR

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di dapatkan hasil berupa aplikasi Kmois yang dapat berjalan di sistem android dan petunjuk peggunaan sebagai