METODE PENGOLAHAN DATA
1.1 Pengolahan Input Data Hujan
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data yang bersifat
kontinyu dan data tersebut harus melewati proses uji untuk menentukan valid
tidaknya data tersebut, selain itu model matematika yang digunakan juga akan
diuji dengan beberapa metode uji.
Pengolahan data hujan dilakukan sampai menemukan data hujan yang
digunakan untuk input ke dalam software. Software yang digunakan untuk
penelitian ini adalah SWMM (Storm Water Mangement Model), sebuah simulasi
dinamik mengenai model limpasan air hujan. Dalam hal ini akan digunakan untuk
memodelkan limpasan air hujan yang akan masuk ke dalam saluran drainase di
Kota Denpasar. Pemodelan yang diproses oleh software tersebut dapat
memodelkan seluruh limpasan yang terjadi di permukaan secara aktual. Baik yang
hanya melewati saluran ataupun yang diatur oleh pintu air bangunan bagi,
penampung, dan lain sebagainya, ini akan mempermudah menganalisis penelitian
sesuai dengan judul yakni Analisis Efektifitas Fungsi Saluran Irigasi sebagai
Saluran Drainase di Kota Denpasar dengan Pendekatan Storm Water Management
Model.
1.1.1 Uji Konsistensi Data Hujan
Umumnya pengujian konsistensi data dilakukan dengan double mass
analysis, dengan menggambarkan besaran hujan komulatif stasiun yang diuji
dengan besar hujan komulatif rata-rata dari beberapa stasiun acuan di sekitarnya.
Ketidakkonsistenan data ditunjukkan oleh penyimpangan garisnya dari garis
lurus, namun cara ini masih menimbulkan keraguan, seandainya beberapa stasiun
acuan mempunyai data yang tidak konsisten. Cara lain yang dapat digunakan
untuk uji konsistensi data hujan adalah RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sum).
Persamaannya adalah sebagai berikut (Sri Harto,1993) :
∗ = ∗ = ∑
�− ̅ , = , … ,
∗∗= ∗
Nilai statistik Q dan R diberikan dalam tabel berikut :
Nilai Q/√ dan R/√
1.1.2 Uji Kepanggahan (Consistency Test)
Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak
panggah (inconsistent). Data semacam ini tidak dapat langsung dianalisis, karena
sebenarnya data di dalamnya berasal dari populasi yang berbeda.
Ketidakpanggahan data seperti ini dapat saja terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1. Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda. Atau alat yang sama
tetapi dipasang dengan patokan ukuran yang berbeda.
2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula.
3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang
berubah, misalnya semula dipasang pada tempat yang ideal kemudian
berubah karena ada bangunan atau pohon besar yang terlalu dekat.
Maka dari itu data hujan yang diperoleh diuji terlebih dahulu untuk mengetahui
kepanggahannya, salah satunya dengan Van Neumann Ratio.
Menggunakan persamaan :
� =
∑�=− �− �+Dengan : ̅ = rata-rata nilai Yi
Apabila nilai N=2, maka deret tersebut disimpulkan panggah, sedangkan
bila nilai N < 2 maka data tersebut tidak panggah (Sri Harto, 2000).
1.1.3 Hujan Rencana
Banjir rencana harus ditentukan berdasarkan curah hujan, dengan
menetapkan curah hujan rencana. Untuk perencanaan gorong-gorong, jembatan,
bendung, dan sebagainya di dalam sungai, yang diperlukan ialah besarnya puncak
banjir yang harus disalurkan melalui bangunan tersebut. Jadi sebagai hujan
rencana kita tetapkan curah hujan dengan masa ulang tertentu (Subarkah, 1980).
1. Penentuan Hujan Kawasan
Stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik mana
stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari
titik pengukuran tersebut. Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari satu
stasiun pengukuran yang ditempatkan secara terpencar, hujan yang tercatat di
masing-masing stasiun tidak sama. Dalam analisis hidrologi sering diperlukan
untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut, yang dapat dilakukan dengan
tiga metode berikut yaitu : metode aritmatik, metode Poligon Thiessen, dan
metode Isohyet.
Dari tiga metode tersebut metode yang paling mendekati adalah metode
Polygon Thiessen, sehingga metode tersebut digunakan untuk menentukan hujan
kawasan.
a) Metode Poligon Thiessen
Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili
luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan
adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang
tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan
apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan
curah hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari
Gambar : Mengukur tinggi curah hujan metode Poligon Thiessen
=
++ +⋯++⋯+Dengan :
p = hujan rerata kawasan
p1,p2,...,pn = hujan pada stasiun 1,2,3,...,n
A1,A2,...,n = luas daerah yang mewakili stasiun 1,2,...,n
2. Penentuan Distribusi Frekuensi
Penentuan jenis distribusi frekuensi diperlukan untuk mengetahui suatu
rangkaian data cocok untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran
lain. Untuk mengetahui kecocokan terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu
dikaji terlebih dahulu ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu :
1. Menghitung parameter-parameter statistik Cs dan Ck, untuk menentukan
macam analisis frekuensi yang dipakai.
2. Koefisien kepencengan/skewness (Cs) dihitung dengan persamaan :
=
− .∑ − ̅− − .3. Koefisien kepuncakan/curtosis (Ck) dihitung dengan persamaan :
=
− .∑ − ̅− − .4. Koefisien variansi (Cv) :
Dimana :
n = jumlah data
̅ = rata-rata data hujan (mm)
S = simpangan baku (standar deviasi)
X = data hujan (mm)
Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi frekuensi dan yang banyak
digunakan dalam hidrologi yaitu Distribusi Normal, Log Normal, Log Person
Type III, dan Gumbel. Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan
mengikuti distribusi yang sudah dikonversi ke dalam bentuk logaritmis, ternyata
kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian
distribusi Log Normal. Person telah mengembangkan serangkaian fungsi
probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas
empiris, dan masih tetap dipakai karena fleksibilitasnya (Suripin,2004).
Jenis-jenis distribusi frekuensi adalah sebagai berikut :
a) Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi
densitas peluang normal (PDF =proba bility density function) yang paling
dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF
distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
bakunya sebagai berikut :
=�√ � [− −�� ] − ∞ ≤ ≤ ∞
Keterangan :
P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
X = variabel acak kontinu
� = rata-rata nilai X
� = simpangan baku dari nilai X
b) Distribusi Log Normal
Jika variable Y=log X terdistribusi sevara normal, maka X dikatakan mengikuti
distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan
bakunya, sebagai berikut :
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas, maka peluang logaritmik akan
merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan:
= � + �
Yang dapat didekati dengan :
= +
= −
Keterangan :
YT = perkiraan nilai yang diharapakan terjadi dengan periode ulang T
tahunan.
Y = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat, dan
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan
tipe modal matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang.
c) Distribusi Log-Person Tipe III
Salah satu distribusi serangkaian distribusi yang dikembangkan Person yang
menjadi perhatian ahli sumberdaya air adalah Log-Person Tipe III (LP.III).
pada Log-Person Tipe III, parameter statistik yang diperlukan pada distribusi
menghitung banjir rencana dalam praktek, The Hydrology Comitee of The
Water Resources Council, USA, menganjurkan pertama kali mentransformasi
data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter
statistiknya.
Secara garis besar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut
(Soemarto,1995):
1) Ubahlah data banjir tahunan sebanyak n buah tersebut ke dalam harga
logaritmanya (X1, X2,...,Xn menjadi log X1, X2,..., log Xn)
2) Hitung harga rata-ratanya dengan rumus :
� =
∑�= � � �3) Hitung harga simpangan baku dengan rumus :
= [
∑�= log �− �−
]
,
4) Hitung koefisien kepencengan dengan rumus :
=
∑�= log �−log− − .
5) Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T menggunakan
rumus:
Log X
T= log X + K.
SDimana :
XT = curah hujan dengan periode ulang T(tahun)
Log X = rata-rata log curah hujan harian maksimum
G = faktor penyimpangan
Cs = koefisien penyimpangan
S = simpangan baku
d) Distribusi Gumbel
Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa dalam deret
harga-harga ekstrim X1,X2,X3,...,Xn mempunyai fungsi distribusi eksponensial
ganda.
Xt = X+
SK
S = standar deviasi (simpangan baku) sampel.
Yt = reduced variate sebagai fungsi periode ulang T tahun.
= − {−
�−�}
Sn = reduced standard deviation yang tergantung dari jumlah data.
Yn = reduced mean yang juga tergantung dari jumlah data.
1.1.4 Uji Distribusi Frekuensi
Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi
sampel data terhadap distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan
atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering
dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorof.
1) Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2, yang dapat dihitung
dengan rumus berikut.
ℎ
= ∑
�= �− ��Dengan :
Xh2 = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub kelompok
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan persamaan Sturges :
= + , log
Dengan :
K = jumlah kelas
N = P = probabilitas = 99,9%
Derajat bebas (number of degrees of freedom)
V = K-h-1
Dimana :
H = jumlah parameter = 2
a) Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering disebut juga uji kecocokan
non-prametik, karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
d) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya
peluang dari masing-masing data tersebut.
X1 = P(X1)
X2 = P(X2)
X3 = P(X3), dan seterusnya.
e) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data
(persamaan distribusinya).
X1 = P’(X1)
X2 = P’(X2)
X3 = P’(X3), dan seterusnya.
f) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang
pengamatan dengan peluang teoritis.
D maksimum = (P(Xn))-(P’(Xn))
g) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorof test) tentukan harga Do
dari lampiran berikut :
Nilai Kritis Do untuk Uji Smirnov-Kolmogorov
40 0,17 0,19 0,21 0,25
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya. Hubungan anatar intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan
biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (kurva
IDF/Intensity Duration Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek,
misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman untuk membentuk
lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan
otomatis. Selanjutnya, berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung
IDF dapat dibuat dengan salah satu dari beberapa persamaan berikut (Suripin,
2004).
1) Rumus Tallbot (1881)
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a
dan b ditentukan dengan harga-harga yang terukur.
=
�+Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam).
t = lamanya hujan (jam).
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di
DAS.
=
∑[ .�].∑[ ]−∑[ .�].∑[ ]∑[ ]−[∑ ]2) Rumus Sherman (1905)
Rumus ini cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam.
=
�Dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
n = konstanta
log =
∑ log .∑[log �] −∑[log �.log ] ∑ log �∑[log �] −[∑ log �]=
∑ log .∑ log �− .∑[log �.log ]∑[log �] −[∑ log �]3) Rumus Ishiguro (1953)
=
√�+Dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = lamanya hujan (jam)
=
∑[ .√�] ∑[ ]−∑[ .√�] ∑.∑[ ]−[∑ ]=
∑ .∑[ .√�]−[ .√�].∑[ ]−[∑ ]Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe.
=
[
�]
Dimana :
t = lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian (selama 24 jam (mm))
1.1.6 Analisis Debit Rencana
Metode rasional yang umum dipakai untuk memperkirakan laju aliran
permukaan puncak adalah metode Rasional USSCS (1973). Metode ini sangat
simple dan mudah penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk
DAS-DAS ukuran kecil yaitu kurang dari 300 ha (Goldman et.al,1986). Karena model
ini merupakan model kotak hitam, maka tidak dapat menerangkan hubungan
curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf. Persamaan matematik
metode rasional dalam satuan metrik (Mulvaney,1874 dalam Suripin,2004).
Qt = 0,2778 C.I.A
Dimana :
Qt = laju aliran permukaan (debit) teoritis (m3/detik)
C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)
I = intensitas hujan (mm/jam)
A = luas DAS (km2)
1.1.7 Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan
yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik
kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam
hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi,
maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap
titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah
rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yaitu :
=
, ×�× ,=
�∆� ��
Dimana :
L : panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
S : kemiringan rata-rata saluran
∆ : selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat pengamatan (m) Rumus ini digunakan untuk kondisi DAS yang dari hulu hingga hilir
memiliki saluran air, seperti tampak pada gambar 2.4 :
Gambar: Kondisi DAS dengan tc
1.2 Penentuan Parameter Hidraulika
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun
aliran pipa. Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda
dalam satu hal penting. Menurut Chow (1989), aliran saluran terbuka harus
memiliki permukaan bebas (free surface), sedangkan aliran pipa tidak demikian
karena air harus mengisi seluruh saluran. Meskipun kedua jenis aliran itu hampir
sama, penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit
dibandingkan dengan aliran pipa tekan. Kondisi saluran terbuka yang rumit
berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan cenderung berubah sesuai
waktu dan ruang, dan juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar
1.2.1 Penampang Saluran
Penampang hidrolik terbaik adalah penampang yang mempunyai keliling
basah terkecil pada luas penampang tertentu yang akan memberikan aliran yang
maksimum atau penampang saluran yang memberikan luas penampang aliran
(penampang basah) terkecil pada debit aliran tertentu dimana bentuk penampang
saluran akan dapat berpengaruh terhadap besarnya debit aliran yang dapat
diangkut atau dialirkan oleh saluran (Chow,1959 ; Suripin,2004).
Menurut Suripin (2004), bentuk-bentuk penampang saluran yang ekonomis
adalah sebagai berikut :
1) Penampang berbentuk persegi paling ekonomis
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi, dengan lebar dasar
(B), kedalaman air (h), seperti yang terlihat pada gambar, luas penampang basah
(A), jari-jari hidraulik (R), dan keliling basah (P) dapat dituliskan persamaan
sebagai berikut :
= . ℎ
= + ℎ
= =
+ ℎℎDalam hal ini, bentuk penampang melintang persegi yang paling ekonomis adalah
jika kedalaman air setengah dari lebar dasar saluran, atau jari-jari hidrauliknya
setengah dari kedalaman air.
2) Penampang berbentuk trapesium paling ekonomis
Luas penampang melintang (A) dan keliling basah (P), saluran yang
berpenampang melintang berbentuk trapesium, dengan lebar dasar (B), kedalaman
air (h), dan kemiringan talud 1 : m (seperti gambar). Dapat dituliskan persamaan
sebagai berikut :
= + . ℎ . ℎ
= + ℎ√ +
Gambar : Penampang melintang trapesium
Dalam hal ini penampang trapesium yang paling efisien adalah jika kemiringan
dindingnya m = (1/√3) atau θ = 60°. Trapesium yang berbentuk berupa setengah
segi enam beraturan (heksagonal).
Untuk saluran sekunder yang menuju pembuang utama sub sistem Tukad
Kelandis merupakan saluran berbentuk trapesium, sedangkan yang akan
direncanakan yaitu menggunakan perpaduan precast persegi dengan dasar
1.2.2 Kekasaran Dinding Saluran
Rumus kecepatan menurut Manning (1889) :
� =
⁄ ⁄Keterangan :
R = jari-jari hidrolik (m)
V = kecepatan aliran (m/dt)
I = kemiringan memanjang dasar saluran
n = koefisien kekasaran menurut Manning yang besarnya tergantung dari
bahan dinding saluran yang dipakai.
Apabila bentuk rumus Manning diubah menjadi rumus Chezy maka besarnya C
n = koefisien kekasaran menurut Manning
1.2.3 Kapasitas Saluran
Perhitungan hidraulika digunakan untuk menganalisa dimensi penampang
berdasarkan kapasitas maksimum saluran. penentuan dimensi saluran baik yang
ada (eksisting) atau yang direncanakan, berdasarkan debit maksimum yang akan
dialirkan (Suripin,2004).
Rumus kapasitas salura yang digunakan adalah :
= . �
Dimana :
Qsal = debit banjir saluran (m3/dt)
A = luas penampang basah (m2)
1.3 Proses Input Data ke dalam Software SWMM
Storm Water Management Model (SWMM) merupakan model simulasi
hujanaliran (rainfall-runoff) yang digunakan untuk simulasi kuantitas maupun
kualitas limpasan permukaan dari daerah perkotaan. Limpasan permukaan
dihasilkan dari daerah tangkapan hujan yang menerima hujan. Beban limpasan
permukaan tersebut kemudian dialirkan melalui sistem saluran pipa, saluran
terbuka, tampungan, pompa, dan sebagainya. SWMM menghitung kuantitas dan
kualitas limpasan permukaan dari setiap daerah tangkapan hujan, dan debit aliran,
kedalaman aliran, dan kualitas air di setiap pipa dan saluran selama periode
simulasi.
Input data SWMM barupa data hujan atau limpasan di setiap saluran, dalam
sebuah pemodelan SWMM dapat memproses data gambar yang kita dapat
modelkan di dalam software ini. Perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya
menjadi input air hujan terhadap SWMM yang akan digunakan.
Gambar : Data Input (Hujan Jam-Jam an)
Kemudian selanjutnya masing-masing daerah yang akan dianalisis, akan
diberikan symbol-simbol berupa node dan symbol yang menerangkan daerah yang
diwakilkan. Setelah semua input selesai dimasukkan, maka harus diitentukan
analisis yang dilakukan untuk waktu tertentu atau dengan jangka waktu tertentu.
Selain dalam bentu gambar, output akan diproses dalam bentuk grafik
yang akan menunjukkan prilaku saluran jika dilewati dengan debit rencana atau
limpasan dalam periode tertentu sehingga kita dapat mengetahui apakah saluran