• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Sosial Uleebalang Aceh, Samalanga (1873-1946)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kehidupan Sosial Uleebalang Aceh, Samalanga (1873-1946)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SAMALANGA SEBELUM BELANDA MASUK

2.1.Geografi dan Demografi Samalanga

Samalanga adalah salah satu daerah yang termasuk kedalam daerah

taklukan Kerajaan Aceh, yang terletak di garis Pantai Utara Aceh. Sebelah barat

Samalanga berbatasan dengan Krueng Ulim (Sungai Ulim) atau Kabupaten Pidie

sekarang, dan sebelah timur berbatasan dengan Krueng Jeumpa (Sungai Jeumpa)

atau Kabupaten Bireuen sekarang58. Samalanga dilalui oleh beberapa sungai besar, antara lain: Sungai Samalanga, Sungai Djangkabuja, Sungai Kiran, Sungai

Toepah, Sungai Tamboee dan Sungai Peneulet, Sungai Djeunib beserta beberapa

anak sungai lainnya, semua sungai di Samalanga bermuara ke Selat Malaka59

Sungai digunakan oleh masyarakat sebagai jalur transportasi, dengan

menggunakan rakit untuk berhubungan antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Samalanga terdiri dari 12 mukim, yaitu mukim Reuloej Mangat, Medeun, Djoeli

Minjeuk, Tanoh Meukoe, Krisi, Kiran, Tanjongan Barat, Tanjongan Timur,

Meuloeen, Blang Mane, Nalan dan mukim Peudada

.

60

Samalanga juga termasuk daerah yang tinggi tingkat kesuburan tanahnya,

terdapat beberapa tanaman yang tumbuh subur di Samalanga antara lain lada,

pinang, kelapa, bambu dan juga sangat banyak ditemukan tumbuhan padi , penduduknya berjumlah

1500 orang.

58

Pocut Haslinda Syahrul, op.cit., hlm. 94.

59

http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/17?q_searchfield=samalanga

60

(2)

(persawahan)61. Pada masa pemerintahan Iskandar Muda (1607-1636), Samalanga mengeluarkan pajak persawahan kepada Kerajaan Aceh mencapai 120 gunca (1

gunca = 160 bambu) pertahun62

Kesuburan tanah Samalanga mampu memberikan kehidupan kepada

rakyatnya, untuk membangun tempat tinggal/rumah, rakyat menggunakan

hasil-hasil alam seperti bambu, kayu, daun nipah, daun rumbia dan lain-lain. Rakyat

lebih memilih mendirikan rumah tinggal di sepanjang aliran sungai yang melalui

daratan Samalanga

. Untuk memasarkan atau menjual hasil bumi dari

Samalanga masyarakat menjualnya melalui sungai-sungai yang melalui daratan

Samalanga, biasanya pusat dari transaksi dagang tersebut berpusat di muara/kuala

sungai, muara sungai juga memudahkan perdagangan baik ke dalam maupun

keluar Samalanga.

63

, karena memudahkan mereka menuju akses transportasi

yaitu sungai, dan juga memudahkan memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Rotan dan kelapa juga tumbuh banyak di Samalanga, rakyat Samalanga akan

merajut rotan menjadi semacam keranjang, guna menyimpan barang keperluan

sehari-hari, mereka juga mengolah kelapa menjadi minyak yang mereka biasa

menyebutnya dengan minyak kelapa untuk berbagai kebutuhan. Selain untuk

kebutuhan rumah tangga sendiri, mereka juga menjualnya terutama ke Pedir dan

juga ke Kutaraja64

61

Doup, Generaal J.B Van Heutsz in 1900-1901 In Peusangan, Samalanga en Batee Ilek. Atjehsch Leger Museum, 1939, hlm. 11.

62

Teuku Anzib Lamnyong, Adat Aceh. Seri: Informasi Aceh no. 2, Banda Aceh; Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 1978, hlm. 53.

63

Algemene Secretarie No. 2431

64

(3)

Selain memanfaatkan hasil daratan dari Samalanga, masyarakat juga

memanfaatkan hasil lautnya, seperti menjadi nelayan dengan menggunakan

perahu yang dibuat dari kayu, dan juga mengolah garam65. Mereka kemudian memperdagangkannya dengan daerah luar Samalanga. Salah satu daerah yang

menjadi tempat penjualan garam rakyat Samalanga adalah daerah pegunungan

Gayo66

Rakyat juga sering mengunjungi pasar (peukan) yang hanya dibuka pada

hari danhanya dibuka di Bireuen. Kebutuhan sehari-hari yang dapat ditemukan di

peukan, misalnya sayuran, buah-buahan, telur, unggas, sirih, tembakau dan

kebutuhan lainnya .

67

Kebiasaan berpakaian rakyat Aceh umumnya menggunakan penutup dari

pinggang hingga lutut, dari pinggang hingga leher dibiarkan terbuka dan dibagian

kepala memakai serban yang diikat seperti gulungan

. Mereka berkomunikasi pada umumnya menggunakan bahasa

Aceh.

68

Op Groot-Atjeh, Leiden: E.J. Brill, 1894. hlm. 131

(bagi laki-laki). Bagi

perempuan kebanyakan menggunakan kain sarung dibagian pinggang hingga mata

kaki dan baju yang berukuran longgar menutupi bagian tubuh dari leher hingga ke

65

J. Kreemer,Atjèh Algemeen Samenvattend Overzicht van Land en Volk

van Atjèh en Onderhoorigheden, Tweede deel. Leiden: N. V. Boekhandel en drukkerij voorheen e. J. Brill, 1923, hlm. 29.

66

De Expeditie Naar Samalanga in 1877.

67

J. Kreemer, op.cit., hlm. 31.

68

(4)

pinggang, sebagian dari mereka menggunakan penutup kepala dan sebagian

membiarkannya terbuka69

Selain rumah-rumah yang pada umumnya terbuat dari bambu, juga

terdapat bangunan yang dinamakan meunasah, yaitu sebuah bangunan yang

digunakan masyarakat Aceh umumnya dan Samalanga khususnya sebagai tempat

untuk menimba ilmu agama bagi anak-anak mereka. Meunasah dibangun pada

setiap gampong (kampung, desa).

. Mereka semua berjalan tanpa menggunakan alas kaki.

Proses terbentuknya gampong di Samalanga juga sama seperti di daerah

Aceh lainnya, yaitu terbentuk atas dasar beberapa orang yang terkumpul

kemudian membuka seneubok lada (kebun lada). Mereka membangun rumah

tinggal disekitar kebun lada, lambat laun jumlah mereka akan bertambah, dan

akan kembali membuka kebun lada di tempat lain, begitu seterusnya hingga

membentuk suatu perkampungan70

Secara umum penduduk Samalanga dapat digolongkan menjadi 3

golongan. Yaitu golongan uleebalang, (akan dijelaskan pada bab berikutnya),

ulama dan rakyat, (tidak semua rakyat di Samalanga bersuku bangsa Aceh, tetapi

banyak pula ditemukan bangsa-bangsa lain di Samalanga, seperti bangsa Melayu,

Arab dan juga China)

.

71

69

Kreemer, digambarkan dalam lampiran III

. Golongan ulama adalah golongan yang memimpin rakyat

70

Muhammad Gade Ismail, Seuneubok Lada, Uleebalang dan Kumpeni, Perkembangan Sosial Ekonomi di Daerah Batas Aceh Timur 1840-1942, disertasi belum terbit, hlm. 52.

71

(5)

Aceh pada bidang agama, dan ulama-ulama inilahyang akan menyampaikan hal

yang dilarang dan dianjurkan oleh agama Islam.

Berdasarkan kelebihan kemampuan ulama dalam memahami ilmu agama,

maka rakyat sangat menghormati dan menghargai keberadaan ulama. Kebanyakan

ulama di Aceh dan juga di Samalanga mendirikan dayah72. Samalanga merupakan

suatu daerah yang banyak terdapat dayah, dan hingga sekarang daerah Samalanga

dikenal dengan dayahnya73

2.2.Sistem Pemerintahan di Samalanga

.

Sistem pemerintahan di Samalanga sama seperti sistem pemerintahan

daerah lainnya yang termasuk dalam kerajaan Aceh. Yaitu, tersusun dari unit

terkecil mulai dari gampong, mukim, nanggroe. Gampong merupakan unit

pemerintahan terkecil dalam Kerajaan Aceh, sama dengan sebutan desa di Jawa,

dusun di Sumatera Selatan, Huta di Batak dan kampung di daerah-daerah Melayu

lainnya.

Kepala gampong dinamakan keutjik dan wakilnya dinamakan waki.

Pembantu-pembantu keutjik lainnya dalam mengurusi gampong adalah teungku

meunasah, 4 orang cerdik pandai gampong yang dinamakan tuha peut74

72

Dayah adalah lembaga pendidikan tradisional di Aceh (daerah luar aceh biasa menyebutnya dengan nama pesantren)

.

Kewajiban mereka adalah untuk membimbing masyarakat gampong agar tidak

73

Wawancara, dengan H. Abdul Gani. Gampoeng Meunasah Lhong, kec Samalanga .3 Desember 2016.

74

(6)

menyalahi hukum dan adat yang telah ditentukan. Nikah, talak, pasak, rujuk dan

lain-lain juga menjadi urusan mereka75

Gabungan dari beberapa gampong dinamakan mukim. Tujuan

pembentukan mukim sejalan dengan anjuran agama islam. Yaitu, menurut mazhaf

syafi’i yang kuat di tanah Aceh, untuk melaksanakan shalat Jum’at yang

diwajibkan atas laki-laki dewasa harus mencapai 40 orang .

76

Setiap mukim dibangun satu masjid yang digunakan sebagai tempat shalat

Jum’at. Sama halnya seperti keutjik, imeum mukim juga bertugas menjalankan

roda pemerintahan yang dibantu oleh keutjik-keutjik gampong. Pada awalnya yang

dijadikan imeum mukim adalah orang cerdik pandai namun pada tahap selanjutnya

sudah secara turun-temurun.

. Untuk memenuhi

syarat tersebut maka dibentuklah suatu mukim yang dikepalai oleh seorang yang

dinamakan imeum mukim.

Dalam susunan yang lebih luas lagi dinamakan nanggroe yaitu kumpulan

dari beberapa mukim. Nanggroe dikepalai oleh seorang yang dinamakan

uleebalang yang memerintah secara turun temurun hingga anak cucunya.

Uleebalang sama dengan hulubalang yang berasal dari bahasa sangsekerta. Dalam

kerajaan-kerajaan Indonesia dan Malaya pada zaman dahulu, hulubalang adalah

nama pangkat dalam jabatan ketentaraan raja atau sultan. Demikian juga halnya

dengan uleebalang di Aceh. Hanya saja uleebalang di Aceh diberikan/ditambah

lagi tugas lain, yaitu mengepalai nanggroe.

75

Zakaria Ahmad, op.cit., hlm. 87.

76

(7)

Sebelum terbentuknya kerajaan Aceh banyak terdapat kerajaan-kerajaan

kecil dan merdeka. Masing-masing dari daerah-daerah kecil tersebut memiliki

penguasa atau disebut juga raja-raja kecil, raja-raja tersebut menguasai pelabuhan,

tanah dan lain-lain di daerahnya. Setelah terbentuknya kerajaan Aceh, para

raja-raja kecil itulah yang dijadikan uleebalang. Secara tradisional kekuasaan

uleebalang dikukuhkan oleh sultan dengan memberinya piagam yang disebut

sarakata77

Sarakata Tersebut mengesahkan kekuasaan uleebalang dan wajiblah ia

membayar upeti kepada sultan. Setiap uleebalang yang diangkat pada upacara

penabalannya akan dilakukan di dalam (Istana) Sultan Aceh, dengan tanda

melepaskan tembakan meriam sebanyak 12 kali

. Yang dibubuhi segel yang dinamakan cap siekuerung atau cap

sembilan.

78

, dan jika istri dari seorang

uleebalang melahirkan maka akan dibunyikan meriam sebanyak 9 kali79

Secara adat tugas-tugas yang diwajibkan terhadap uleebalang yaitu: (1)

memelihara agama Islam dengan menolak orang yang hendak memasukkan

bid’ah dan menyuruh isi negeri mengamalkan agama Islam, (2) mengawal agama

Islam dan isi negeri agar tidak dibinasakan oleh musuh dan melindungi isi negeri

daripada huru-hara, pencuri dan penyamun-penyamun, (3) membangun negeri,

seperti membuat jalan, (4) menjaga agar hak pemindahan harta kaum muslimin

semata-mata atas dasar hukum syara’, (5) menentang kelaliman dan memerintah .

77

Ibrahim Alfian, 1987. op.cit., hlm. 42.

78

Ali Hasjimi, 59 Tahun Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. hlm. 223.

79

(8)

dengan adil, (6) menegakkan hukum dan syara’ masing-masing menurut perlunya,

(7) memilih pegawai-pegawai termasuk panglima-panglimanya dan

sahabat-sahabatnya yang berguna dan yang jujur80

Dalam melaksanakan tugasnya, uleebalang mempunyai

pembantu-pembantu, antara lain: Banta, Rakan, Panglima Perang, imeum mukim dan

keutjik

.

81

Panglima perang adalah orang yang diberi pangkat oleh uleebalang. Yang

dianggap mampu menjadi pemimpin saat berperang, namun setelah peperangan

usai mereka tidak memiliki jabatan lagi baik di bidang pemerintahan maupun

bidang lainnya. Imeum mukim dan keutjik sangat berperan dalam membantu

uleebalang¸ karena mereka merupakan perpanjangan tangan uleebalang, hingga

segala apa yang dihendaki uleebalang sampai kepada seluruh rakyatnya hingga ke

gampong-gampong.

. Banta merupakan adik kandung ataupun kerabat lain dari uleebalang,

yang bertindak sebagai kaki tangan uleebalang. Rakan merupakan pembantu

yang berkediaman di dalam atau sangat berdekatan dengan kediaman uleebalang,

dan menerima jatah makanan dan pakaian dari uleebalang.

Uleebalang pertama yang menguasai nanggroe Samalanga adalah Tun Sri

Lanang. Tun Seri Lanang adalah bendahara Kesultanan Johor, yang oleh Iskandar

Muda dibawa ke Aceh sebagai tawanan perang dan ditempatkan di nanggroe

Samalanga. Proses pengangkatan Tun Seri Lanang sebagai uleebalang Samalanga

melalui peristiwa yang agak aneh yang dinamakan sebagai “Peristiwa Laut”

80

Ibid., hlm. 41.

81

(9)

Pada saat daerah Samalanga sudah berkembang dan memiliki banyak

penduduk, Samalanga akan dijadikan sebagai sebuah nanggroe, maka diangkat

cerdik pandai yang berasal dari daerah sekitar yang dianggap sebagai panitia

pengangkatan uleebalang, yang disebut dengan hakim peut misie, ditambah

dengan 11 pemuka mukim lainnya.

Tibalah saat pemilihan uleebalang, dimana semua panitia yang dibentuk

merasa dirinya juga berhak atas Samalanga karena jasa-jasanya membangun

Samalanga. Oleh karena tidak ada titik terang dari permasalahan ini, maka hakim

peut misie ditambah dengan 11 pemuka mukim lainnya, memutuskan untuk

berangkat ke Kutaradja menemui sultan untuk meminta persetujuan dan

menyerahkan kepada sultan mengenai urusan nanggroe Samalanga.

Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah mereka menuju Kutaraja

dengan mengajak Tun Seri Lanang. Sampai di Kutaraja, mereka langsung

menghadap sultan dan mengutarakan niatannya, namun Tun Sri Lanang dilarang

ikut masuk ke dalam istana, melainkan diperintah untuk menjaga perahu yang

mereka gunakan menuju Kutaraja.

Sultan berkata siapapun diantara kalian boleh menjadi uleebalang dengan

syarat memiliki siwah bergagang emas seperti ini, dan sultan menunjukkan siwah

yang ada diselip di pinggangnya. Mendengar persyaratan tersebut mereka berkecil

hati karena mana ada orang yang memiliki siwah bergagang emas selain

(10)

Mereka memutuskan untuk kembali ke Samalanga. Dalam perjalanan

pulang, salah satu dari mereka melihat bahwa Tun Sri Lanang memiliki syarat

yang dikatakan sultan. Mereka langsung merebut dan ingin membuktikan apakah

siwah yang ada pada Tun Sri Lanang bergagang emas. Ketika hakim peut misie

menambil siwah, Tun Sri Lanang tercebur ke laut. Hakim peut misie beranggapan

bahwa Tun Sri Lanang sudah meninggal dan mereka kembali pulang ke

Samalanga.

Menurut ceritanya, Tun Sri Lanang terapung dilautan selama tujuh hari

tujuh malam. Kemudian ditemukan oleh Teuku Nek Meuraksa Panglima Nyak

Doom dan Maharaja Lela dikawasan Laweung82

Menjalankan syarat dari Putrophang agar bisa menjadi uleebalang

Samalanga, yaitu dengan memakainkan cincin di jari hakim peut misie (yang ingin

menjadi uleebalang). Setelah sampai di Istana dan memakaikan cincin, tak

seorangpun dari mereka yang tangannya cocok dengan cincin tersebut. Akhirnya

cincin juga dipakaikan ke jari Tun Sri Lanang, terlihat besar cincin sama cocok

dan pas dengan jari Tun Sri Lanang, kemudian siwah yang dimaksud juga ada

padanya.

. Peristiwa ini terdengar oleh

Putrophang (Putri Pahang, istri Iskandar Muda yang dibawanya ketika

menaklukkan Batu Sawar). Hingga akhirnya Putrophang memerintahkan agar Tun

Sri Lanang pulang ke Samalanga dengan menyamar sebagai nelayan yang kumuh,

dan menyampaikan maksud Putrophang untuk memanggil kembali hakim peut

misie.

82

(11)

Putrophang yang sebelumnya sudah menaruh kecurigaan terhadap hakim

peut misie, kemudian bertanya apakah ada orang lain yang ikut dalam perahu

ketika awal datang menemui sultan. Dengan hati yang dongkol dan marah mereka

mengatakan, bahwa pada misi awal yang terdahulu Tun Sri Lanang juga ikut

serta, mendengar pengakuan tersebut maka diangkatlah Tun Sri Lanang sebagai

uleebalang Samalanga yang pertama (1613-1659). Menurut sarakata yang

dikeluarkan oleh sultan, wilayah kekuasaan Tun Sri Lanang di Samalanga

meliputi sebelah barat berbatasan dengan Krueng (sungai) Ulim (kabupaten Pidie

sekarang) dan sebelah timur berbatasan dengan Krueng Jeumpa (kabupaten

Bireuen sekarang)83

Setelah diangkat menjadi uleebalang Samalanga, langkah pertama yang

dilakukan oleh Tun Sri Lanang adalah mengembangkan pertanian. Selain itu, Tun

Sri Lanang juga memerintahkan rakyatnya untuk membuat perahu yang lebih

modern, untuk menjadi transportasi laut maupun sungai bagi kepentingan

perekonomian Samalanga. Pada saat itu Samalanga belum masuk target jajahan

Portugis, karena letaknya yang sulit dijangkau. .

Setelah diberikan kekuasaan yang penuh terhadapnya, maka banyak

kebijakan-kebijakan yang diambil demi kemajuan Samalanga dan rakyatnya.

Seperti, membangun fasilitas pendidikan tradisional (dayah) dan juga

tempat-tempat ibadah, hingga sekarang di Aceh, daerah yang dikenal dengan banyak

pesantren adalah daerah Samalanga yang sekarang telah menjadi kecamatan di

kabupaten Bireuen. Setelah Tun Sri Lanang meninggal maka posisinya digantikan

83

(12)

oleh puteranya yang bernama Teuku Diblang Panglima perkasa (1659-1697).

Kemudian diteruskan lagi oleh Teuku Tjik Idris Panglima Perkasa (1697-1759)84

Setelah itu banyak terjadi perselisihan antara keturunan Tun Sri Lanang

untuk meperebutkan kekuasaan. Seperti perselisihan antara Teuku Cik Gamba

dengan Teuku Cik Ali, hingga akhirnya Samalanga terbagi kedalam 2 daerah.

Yaitu Samalanga Baroeh dan Samalanga Teunong

.

85

Teuku Chik Raja Bugis meninggal pada tahun 1885 kemudian

kedudukannya digantikan oleh putra sulungnya, yaitu Teuku Muhammad Ali

Basyah. Ia mendapatkan sarakata dari Sultan Aceh pada tahun 1886

. Namun beberapa tahun

kemudian, perpecahan ini dapat disatukan kembali oleh keturunan Tun Sri

Lanang. Yaitu, Teuku Chik Raja Bugis (1822-1885). Teuku Chik Raja Bugis juga

merupakan uleebalang Samalanga ketika Belanda masuk ke Samalanga pada

tahun 1877.

86

Terdapat 4 uleebalang cut di Samalanga yaitu Djeunib, Peudada, Nalan

dan Pandrah

. Berbeda

dengan nanggroe-nanggroe lain yang ada di Aceh, nanggroe Samalanga memiliki

daerah bawahan yang dinamakan dengan uleebalang cut. Yaitu daerah yang

dikuasai oleh Samalanga, namun posisinya setingkat lebih tinggi dibandingkan

mukim.

87

84

Ibid., hlm. 151.

. Keempat uleebalang cut dipimpin oleh keturunan uleebalang

85

Mededeelingen Betreffende De Atjehsche Onderhoorigheden, BRILL. hlm. 88. Diakses pada tanggal 09 maret 2016. www.jstor.org

86

Ibid., hlm. 92.

87

(13)

Samalanga. Sering terjadi perselisahan antar keempat uleebalang cut, perselisihan

biasanya disebabkan oleh batas wilayah kekuasaan dan merebut hati rakyatnya.

Pada tahun 1825 terjadi perselisihan antara Teuku Gamba da Teuku Ali

masing-masing sebagai uleebalang cut di Peudada dan Djeunib, perselisisihan dilatar

belakangi oleh batas wilayah perkebunan lada88

2.3. Sosial Ekonomi Uleebalang

.

Seorang uleebalang yang pintar menjaga hubungan dengan rakyatnya akan

mendapatkan banyak simpati. Jumlah rakyat yang banyak merupakan suatu

keberhasilan bagi uleebalang. Masyarakat Aceh kerapkali bahkan bisa dikatakan

sering mengadakan berbagai macam kenduri, dianggap sebagai adat yang harus

dilakukan, misalnya kenduri blang, yaitu upacara tradisional masyarakat Aceh

apabila hendak turun ke sawah sebelum memulai mengerjakan sawah89. Kenduri Seneubok, yaitu kenduri kebun, seperti kebun lada, kebun cengkeh, kebun kebun

pala, kebun sawit dan lain-lain90

Uleebalang sebagai pemimpin menjadi tamu yang sangat dihormati dalam

kenduri, tempat duduk uleebalang juga sangat dibedakan dengan masyarakat. Tak

jarang pula uleebalang menyumbangkan seekor kerbau atau sapi untuk

pelaksanaan kenduri

. Dan masih banyak lagi kenduri-kenduri lainnya.

91

88

Algemene Secretarie No. 8850

. Begitu juga halnya dengan kenduri yang lain, seperti

kenduri blang yang merupakan kenduri yang diadakan ketika hendak membajak

sawah. Rakyat Aceh meyakini bahwa dengan mengadakan kenduri sebagai

89

LK. Ara, Ensiklopedi Aceh: Adat, Hikayat dan Sastra, Banda Aceh: Yayasan Mata Air Jernih, 2008, hlm.197.

90

Ibid., hlm. 198.

91

(14)

perwujudan rasa syukur terhadap nikmat Allah. Maka, rezeki akan bertambah

hasil panen pun akan memuaskan. Kenduri ini juga menyembelih kerbau atau

lembu, ada lembu yang diperoleh dari hasil yang dikutip dari setiap warga ada

juga lembu yang dihadiahkan oleh uleebalang. Karena sebagian dari tanah sawah

merupakan tanah milik uleebalang juga92

Uleebalang diistimewakan bukan hanya ketika kenduri saja. Bahkan,

ketika berkunjung ke gampong atau juga mukim. cara masyarakat memberikan

tanda hormatnya kepada uleebalang adalah dengan bersalam dan mencium tangan

uleebalang. Terdapat juga tradisi yang memberikan buah tangan kepada

uleebalang, berupa tebu yang masih berdaun dan kelapa muda. Juga berlaku

kepada keturunan uleebalang

.

93

Dalam proses pernikahan, masyarakat akan sangat merasa senang dan

sangat bangga apabila dihadiri oleh uleebalang. Mereka memuliakan dan

menghormati uleebalangnya. Jika uleebalang menghadiri pernikahan maka

uleebalang akan diistimewakan dengan menggelar kain yang berwarna kuning

atau yang disebut dengan Kain Jajakan sebagai tempat yang dilalui oleh

uleebalang. Kain Jajakan tersebut hanya boleh dilalui oleh uleebalang,

uleebalang juga dipayungi dengan payung berwarna kuning. .

Masyarakat juga mengenal tradisi “meu urup”, yaitu tradisi untuk

menolong atau membantu uleebalang94

92

Ibid., hlm. 363.

. Dua hal yang dikenal dalam tradisi ini

93

Ibid., hlm. 366. 94

(15)

yaitu membantu (uleebalang) memagar kota dan mengerjakan sawah milik

peribadi uleebalang. Banyak orang yang menjadi tanggungan uleebalang dan

untuk memberinya makan berasal dari sebagian hasil sawah yang dikerjakan

rakyat. Diantaranya, tamu yang sering datang siang malam, baik tamu yang

bersangkutan dengan pekerjaan atau hanya sekedar berkunjung. Orang-orang

lanjut usia yang sudah tidak memiliki keluarga, orang-orang yang menjaga

pertahanan (perbatasan) nanggro dan lain sebagainya

Kebiasaan meu urup sejak dahulu kala memang diterima dengan baik oleh

rakyat. Namun lambat laun, terutama setelah Belanda masuk, untuk mendapat

keuntungan yang besar, uleebalang mulai menyalahgunakan kekuasaannya. Meu

urup bukan hanya direalisasikan untuk kedua hal yang telah disebut di atas,

namun juga untuk mengerjakan sawah-sawah yang lain dan juga membersihkan

kebun-kebun milik uleebalang.

Selain hubungan dengan masyarakat diatur dalam adat, maka pendapatan

uleebalang juga diatur di dalam adat yaitu : (1) denda-denda yang diperolehnya

dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh rakyatnya, (2) 1% daripada tanah

sawah yang dijual, (3) 10% dari warisan-warisan yang dibagikan kepada yang

berhak, (4) menarik satu ringgit dari setiap kapal yang memasuki daerah

kenegeriannya, 5% dari pedagang asing dan 2,5% dari pedagang dalam negeri

sendiri, (5) iuran terhadap pengunjung-pengunjung pasar, (6) sawah-sawah atau

kebun-kebun yang sudah tidak dikerjakan lagi oleh pemiliknya dan tidak

memberikan kabar apapun, (7) warisan dari orang-orang asing dan tidak

(16)

uleebalang untuk perayaan penting bagi keluarga uleebalang, (9) tenaga kerja dari

orang-orang hukuman yang tidak membayar denda, (10) kerja bakti untuk

sawah-sawahnya, benteng dan rumah-rumahnya95

Uleebalang telah diberikan kekuasaan yang besar oleh Sultan. Bahkan,

bisa dikatakan bahwa ia adalah penguasa tunggal di nanggroe yang dipimpinnya.

Wewenang yang besar terhadap nanggroe membuat uleebalang bebas

memperluas usahanya dan menjadikan uleebalang sebagai pengusaha atas

komoditi tradisional dari daerahnya. Seperti lada, dan juga pinang96

Samalanga juga memiliki lahan sawah yang sangat luas. Pada umumnya

pemilik lahan tersebut adalah uleebalang, jika ada rakyat yang ingin menggarap

sawah maka ia harus menyewa kepada uleebalang kemudian memberikan pajak

sawah setiap tahunnya kepada uleebalang.

. Teuku

Keumangan yaitu uleebalang di daerah Pidie. Ia memiliki ½ luas lahan dari

keseluruhan lahan sawah di Pidie.

Selain menyewakan lahan sawah kepada rakyatnya, uleebalang juga

dikenal dengan pemilik modal (peutuha pangkai). Sistem pemberian modal

kepada rakyat melalui orang yang dipercaya uleebalang dan juga dijadikan

sebagai pemimpin dalam menggarap lahan, orang kepercayaan uleebalang

tersebut dinamakan peutuha seuneubok97

95

Ibrahim Alfian, 1987. op.cit., hlm. 41.

. Selanjutnya peutuha seuneubok akan

96

Antony Reid, op.cit., hlm. 22.

97

(17)

memberikan modal tersebut langsung kepada orang yang menggaraplahan yang

dinamakan aneuk seuneubok.

Setelah perkebunan yang diusahan oleh rakyat telah membuahkan hasil,

maka rakyatpun memiliki kewajiban untuk menyerahkan pajaknya kepada

uleebalang. Jika rakyat menaman lada maka pajak yang ditetapkan adalah

perpikul lada98

Mengelola/menjual hasil bumi juga menjadi monopoli uleebalang.

UleebalangSamalanga melalui utusannya mengumpulkan berbagai hasil bumi di

muara-muara sungai yang terdapat di pesisir Samalanga. Hasil bumi rakyat

dengan harga yang ditentukan uleebalang, setelah itu uleebalang membawanya ke

pelabuhan Kutaraja dengan harga yang lebih tinggi.

. Proses menyerahkan pajak sama halnya juga dengan proses

memberikan modal. Yaitu melalui orang kepercayaan uleebalang yaitu peutuha

seuneubok.

Uleebalang Samalanga juga memanfaatkan kegiatan impor barang. Salah

satu komoditi yang selalu diimpor ke Aceh umumnya dan ke Samalanga

khususnya adalah opium (rakyat Aceh menyebutnya dengan nama apion si kra’).

Opium biasanya diimpor dari India melalui Singapura dan Penang99

98

Ibid., hlm. 37.

. Dan Seluruh

bea cukai impor jatuh ke tangan uleebalang.

99

(18)

Ekspor impor juga dilakukan dengan negara-negara Asia lainnya seperti

Cina, Gujarat, Penang, Malaysia100

Aceh banyak mengimpor berbagai jenis kain dari India, seperti kain sutra.

Jika komoditi lain masuk ke pelabuhan di seluruh Aceh juga termasuk pelabuhan

yang ada di Samalanga. Maka para pedagang harus membayarnya dalam bentuk

uang, lain halnya dengan kain dari India, pajak yang diserahkan berupa kain itu

sendiri dan diserahkan kepada kepala adat (uleebalang) sebanyak 7 lembar

. Semua perdagangan dilakukan dengan bebas

oleh tiap-tiap daerah yang dikuasai oleh syah bandar dan juga uleebalang. Sejak

masa pemerintahan Sultan Iskandar muda sistem perdagangan sudah berubah,

sultan memusatkan kegiatan perdagangan di pelabuhan Kutaraja Ulelhee.

101

Kain-kain sutera yang didapatkan dari pedagang-pedang India bernilai

cukup tinggi pada zamannya. Kemudian kain itu dijadikan bahan untuk pakaian.

Pada umumnya golongan uleebalang memakai pakaian yang tertutup sampai

pundak

.

102

Makanan yang mereka makan juga berbeda dengan masyarakat. Unggas,

ikan dan daging kerbau adalah makanan khas bagi uleebalang. Salah satu dan memakai penutup kepala yang dililitkan dengan sehelai kain

berukuran panjang. Masyarakat pada umumnya berjalan tanpa alas kaki, lain

halnya dengan uleebalang, mereka sudah menggunakan alas kaki semacam sandal

(1688).

100

Arun K. Dasgupta, Acheh in Indonesian Trade and Politics: 1600-1641. U.S.A: University Microfilms, 1962. hlm. 101.

101

Ibid., hlm. 114.

102

(19)

kebiasaan yang terdapat pada umumnya uleebalang di Aceh dan juga uleebalang

Samalanga adalah, mereka membiarkan kuku ibu jari dan kuku kelingking

tumbuh panjang103

Rumah tinggal untuk rakyat biasa hanya terbuat dari bambu sebagai

dindingnya dan daun nipah sebagai atapnya. Walaupun menggunakan bahan yang

sederhana, masyarakat membuat rumah sesuai dengan bentuk rumah adat Aceh

yang kita kenal sekarang. Berbeda dengan uleebalang Samalanga, sekitar tahun

1830, telah membangun rumah yang berbentuk rumah adat Aceh yang

sebenarnya. Bahan yang digunakan untuk membangun rumah berupa kayu yang

berkualitas tinggi dan terlihat sangat mewah, rumah tersebut kini ditempati oleh

keturunan uleebalang yaitu Pocut Naimah

, jika mereka menghisap tembakau (rokok) maka mereka

menggunakan gulyun (alat penghisap rokok).

104

Bentuk bangunan rumah bisa dipertahankan hingga sekarang, tanpa diubah

sedikitpun. Selain rumah yang ditempati oleh Pocut Naimah, ketika itu juga

dibangun rumah-rumah untuk keturunan uleebalang lainnya, salah satunya Rumoh

Seuntot yang berbentuk sama dengan rumah Pocut Naimah. Hanya saja

rumah-rumah tersebut tidak dapat kita temukan lagi sekarang ini, karena telah

dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1877, karena rumah tersebut dijadikan

sebagai benteng pertahanan oleh rakyat Samalanga .

105

2.4. Simbol-simbol yang Melekat pada Uleebalang .

103

Denys Lombard, op.cit., hlm. 75.

104

Wawancara, dengan Pocut Naimah, Gampoeng Baroe, Samalanga. 3 Desember 2016.

105

(20)

Uleebalang menjadi pemimpin nanggroe bersifat turun-menurun. Jika

seorang uleebalang telah meninggal atau sudah tidak mampu lagi menjalankan

pemerintahannya, maka kedudukannya akan diturunkan kepada anak laki-laki

sulungnya. Salah satu simbol atau tanda yang menandakan bahwa mereka adalah

keturuna uleebalang adalah pemberian nama. Jika mereka memiliki anak laki-laki

maka di depan nama mereka akan diberi gelar teuku, jika perempuan diberikan

gelar cut106

Pemberian gelar di Aceh jika dibandingkan dengan pemberian gelar pada

bangsawan Jawa memiliki sedikit perbedaan. Di Jawa ada kemungkinan

seseorang memiliki dua gelar di depan namanya, artinya menggandengkan gelar

keturunan dan gelar jabatan

.

107

. Misalnya Raden Tumenggung Tirtadiningrat.

Raden merupakan gelar yang diberikan kepada bangsawan Jawa karena memang

ia keturunan seorang raja. Sedangkan Tumenggung gelar yang diberikan karena

jabatannya pada pemerintahan. Hal ini terjadi karena di Jawa, yang menjadi

bangsawan atau priyayi bukan hanya dari keturunan raja saja, melainkan yang

mempunyai kedudukan pada pemerintahan juga disebut bangsawan/priyayi.

Priyayi asli keturunan raja dinamakan priyayi luhur, sedangkan yang bukan dari

keturunan raja dinamakan priyayi kecil108

Di Aceh, teuku dan cut selalu digunakan oleh keturunan bangsawan, tanpa

menggunakan gelar pada jabatannya, yaitu uleebalang. Hal ini terjadi karena yang .

106

Nama teuku dan cut berlaku sama untuk keturunan uleebalang seluruh Aceh

107

Sartono Kartodirdjo, 1993, op.cit., hlm. 46.

108

(21)

disebut dengan bangsawan dan yang akan menjadi bangsawan di Aceh hanyalah

keturunan bangsawan itu sendiri. Dengan kata lain jika seseorang telah menjadi

rakyat biasa dari lahir maka hingga akhir hidupnya juga akan menjadi rakyat biasa

seperti pada umumnya. Bahkan sistem dinasti yang dijalankan oleh uleebalang

lebih kuat jika dibandingkan dengan sultan yang memimpin seluruh Aceh.

Gelar tersebut akan diberikan kepada seluruh keturunan uleebalang. tidak

terpusat pada istri yang pertama saja. Uleebalang juga pada umumnya memiliki

istri lebih dari satu, karena jika seorang pemimpin mempunyai istri lebih dari satu

merupakan suatu bukti bahwa pemimpin tersebut masih mampu berkuasa dan

masih mampu memimpin.

Tujuan lain mempunyai istri lebih dari satu adalah untuk menjalin kerja

sama dan hubungan politik yang baik dengan tokoh-tokoh yang ada di daerah asal

istri tersebut109

Teuku Chik Raja Bugis merupakan uleebalang Samalanga ketika awal

kedatangan Belanda. Ia memiliki tiga orang istri, dan ketiga istrinya juga berdarah

bangsawan yaitu; Cut Nyak Simplah, Cut Nyak Banting dan Pocut Geudik. Dari

pernikahannya dengan Cut Nyak Banting memiliki 5 anak perempuan dan 2 anak

laki-laki yang salah satunya menjadi penerus tahtanya yaitu Teuku Muhammad

Ali Basya.

. Konsep perkawinan tradisional seperti itu masih berlaku pada

uleebalang seluruh Aceh, termasuk uleebalang Samalanga. Bahkan hingga saat

sekarang ini sebagian kecil dari mereka masih menjalankan kebiasaan ini.

109

(22)

Teuku Muhammad Ali Basya memiliki empat orang istri, yaitu: Cut Nyak

Po (keturunan uleebalang dari Peurlak), Pocut Ti Hawa (keturunan uleebalang

dari Ndjong), Pocut Kandjian dan Pocut Sabawa. Setelah Teuku Ali Basja yang

meneruskan tahtanya adalah putra sulungnya yang bernama Teuku Bahrumsyah

dan dilanjutkan oleh Teuku Zainal Abidin. Teuku Bahrumsyah dan Teuku Zainal

Abidin, hanya memiliki masing-masing satu orang istri, dan berasal dari

keturunan bangsawan110. Selain itu sebagai simbol kebesarannya, uleebalang

memiliki siwah. Siwah itu akan selalu dibawa kemanapun uleebalang pergi,

dengan menyelipkan siwah di pinggang uleebalang.

110

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan langsung dan hubungan tidak langsung antara variabel-variabel komitmen organisasional, kepuasan

Telah dilakukan penelitian mengenai cemaran bakteri yang terdapat dalam susu murni, susu pasteurisasi, dan susu UHT dengan metode identifikasi dan isolasi bakteri

Dengan ketentuan membawa semua berkas / dokumen asli atau salinan yang telah dilegalisir oleh pejabat yang berwenang sebagaimana yang telah dicantumkan dalam dokumen Penawaran

1. Variabel Pengetahuan Kewirausahaan, Motif Berprestasi, Kemandirian Pribadi berpengaruh secara signifikan secara bersama-sama terhadap Daya Saing Usaha pada pengusaha

Result of hypothesis test: (1) student participation in the business center have positive and significant influence on student entrepreneur intention, (2) parent role

Dan alasan rasional petani padi memilih untuk tetap mempertahankan lahannya ditengah banyaknya petani yang beralih menjadi tanaman kelapa sawit yaitu (1) Tingginya

Serta untuk mengetahui pilihan rasional petani padi dalam mempertahankan lahan sawah ditengah banyaknya petani yang beralih menjadi tanaman kelapa sawit.. Metode yang

Knowledge and technology in Indonesia currently continue to grow rapidly, so it needs to be balanced with quality human resources. One of them is quality human