• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Askariasis dengan Kadar Eosinofil di SDN 060923 Medan Amplas Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Askariasis dengan Kadar Eosinofil di SDN 060923 Medan Amplas Tahun 2015"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Askariasis

Askariasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh A.lumbricoides (cacing gelang) yang hidup di usus halus manusia dan penularannya melalui

tanah. Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh

dunia, frekuensi terbesar berada di negara tropis yang lembab, dengan angka

prevalensi di atas 50%. Di Indonesia frekuensinya tinggi berkisar antara 20-90%.

Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5-10 tahun

sebagai host (penjamu).

2.1.1. Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides merupakan cacing usus yang terbesar, mampu membesar hingga 35cm panjang dan 0,5cm garis tengah. Ascaris hidup di dalam usus dan telurnya terdapat dalam feses orang yang terinfeksi. Jika orang yang

terinfeksi defekasi di luar atau feses orang yang terinfeksi digunakan sebagai

pupuk, maka telur akan berada di tanah, lalu menjadi matang dan berada dalam

bentuk infeksius. Askariasis disebabkan oleh telur yang tertelan. Hal ini bisa

terjadi apabila jari atau tangan yang terkontaminasi dengan tanah yang

mengandung telur cacing dimasukkan ke dalam mulut atau terjadi akibat

kontaminasi sayuran atau buah yang tidak dicuci, tidak dibuang kulit atau tidak

dimasak dengan cara yang benar (CDC,2010)

Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan

keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat

sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan. Cacing dapat

mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot somatik.

Jika otot-otot somatik dilumpuhkan dengan obat-obat antihelmintik, cacing akan

(2)

2.1.1.1. Morfologi

Ascaris lumbricoides merupakan salah satu jenis dari soil transmitted helminthes, yaitu cacing yang memerlukan perkembangan di dalam tanah untuk menjadi infektif. Ascaris lumbricoides merupakan nematoda parasit yang paling banyak menyerang manusia dan cacing ini disebut juga cacing bulat atau cacing

gelang. Cacing dewasa berwarna agak kemerahan atau putih kekuningan,

bentuknya silindris memanjang, ujung anterior tumpul memipih dan ujung

posteriornya agak meruncing. Terdapat garis-garis lateral yang biasanya mudah

dilihat, ada sepasang, warnanya memutih sepanjang tubuhnya.

Bagian kepala dilengkapi dengan tiga buah bibir yaitu satu dibagian

mediodorsal dan dua lagi berpasangan dibagian latero ventral. Terdapat sepasang

papilla, di bagian pusat di antara ketiga bibir terdapat lubang mulut (bukal kaviti)

yang terbentuk segitiga dan kecil. Pada bagian posterior terdapat anusnya yang

melintang.

Cacing dewasa yang jantan berukuran panjang 15 cm – 31 cm dengan

diameter 2 mm – 4 mm. Adapun cacing betina panjangnya berukuran 20 cm – 35

cm, kadang-kadang sampai mencapai 49 cm, dengan diameter 3 mm – 6 mm.

Untuk membedakan cacing betina dengan cacing jantan dapat dilihat pada bagian

ekornya (ujung posterior), dimana cacing jantan ujung ekornya leelengkung ke

arah ventral. Cacing jantan mempunyai sepasang spikula yang bentuknya

sederhana dan silindris, sebagai alat kopulasi, dengan ukuran panjang 2 mm – 3,5

mm dan ujungnya meruncing.

Cacing betina memiliki vulva yang letaknya di bagian ventral sepertiga

dari panjang tubuh dari ujung kepala. Vagina bercabang membentuk pasangan

saluran genital. Saluran genital terdiri dari seminal reseptakulum, oviduk, ovarium

dan saluran-salurannya berkelok-kelok menuju bagian posterior tubuhnya yang

dapat berisi 27 juta telur. Seekor cacing betina dapat bertelur sampai 200.000 butir

(3)

Telur ini tidak menetas di dalam tubuh manusia, tapi dikeluarkan bersama tinja

hospes.

Telur cacing ini ada yang dibuahi, disebut Fertilized. Bentuk ini ada dua macam, yaitu yang mempunyai cortex, disebut Fertilized-corticated dan yang lain tidak mempunyai cortex, disebut Fertilized-decorticated. Ukuran telur ini 60 x 45 mikron. Telur yang tidak dibuahi disebut unfertilized, ukurannya lebih lonjong : 90 x 40 mikron dan tidak mengandung embrio di dalamnya. Telur yang dibuahi ketika keluar bersama tinja manusia tidak infektif. Di tanah pada suhu 20˚C-30˚C, dalam waktu 2-3 minggu menjadi matang yang disebut telur infektif dan di dalam

telur ini sudah terdapat larva. Telur infektif ini dapat hidup lama dan tahan

terhadap pengaruh buruk.

2.1.1.2. Siklus hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan

pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus halus masuk ke

dalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju

jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan

masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.

Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit selama 2 kali, kemudian

keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke

bronkus, trakea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke esofagus dan

tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglotis masuk ke dalam traktus

digestivus. Terakhir larva sampai ke dalam usus halus bagian atas, larva berganti

kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira 1 tahun, dan

kemudian keluar secara spontan.

Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, 2 bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu

mengeluarkan 200.000-250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan

(4)

stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar bersama tinja

manusia dan di luar akan mengalami perubahan dari stadium larva I – stadium III

yang bersifat infektif.

Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup

bertahun-tahun di tempat yang lembab. Di daerah hiperendemik, anak-anak

terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang

lain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar

dimana-mana, meyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Jika

makanan atau minuman yang mengandung telur ascaris infektif masuk ke dalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi

(5)

Gambar 2.1

Siklus hidup Ascaris lumbricoides.

1)Cacing dewasa

2) telur infertil dan telur fertil

5) larva yang telah menetas

7) larva matur

(6)

2.1.1.3. Cara penularan

Penularan Askariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya

telur yang infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang

tercemar, tertelan telur melalui tangan yang kotor dan terhirupnya telur infektif

bersama debu udara dimana telur infektif tersebut akan menetas pada saluran

pernapasan bagian atas, untuk kemudian menembus pembuluh darah dan

memasuki aliran darah.

Gambar 2.2

(7)

2.1.1.4. Patologi dan Patogenitas

Infeksi yang disebabkan oleh Ascaris merupakan infeksi yang sangat umum. Kebanyakan penderitanya adalah anak-anak. Infeksi ini dapat

menimbulkan kematian, baik dikarenakan larva maupun cacing dewasanya. Larva

cacing Ascaris lumbricoides dapat menimbulkan hepatitis, askariasis pneumonia, juga kutaneus edema yaitu edema pada kulit, terhadap anak-anak dapat

mengakibatkan nausea (rasa mual), kolik (mulas), diare, urtikaria (gatal-gatal),

kejang-kejang, meningitis (radang selaput otak) juga kadang-kadang

menimbulkan demam, apatis, rasa mengantuk, strabismus (mata juling), dan

paralisis (kelumpuhan) dari anggota badan. Terjadi hepatitis dikarenakan larva

cacing menembus dinding usus dan terbawa aliran darah vena ke dalam hati

sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada hati.

Stadium dewasa, biasanya terjadi gejala usus ringan. Pada infeksi berat,

terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi yang memperberat malnutrisi

karena perampasan makanan oleh cacing dewasa. Bila cacing dewasa menumpuk

dapat menimbulkan ileus obstruksi. Bila cacing nyasar ke tempat lain dapat terjadi

infeksi ektopik pada apendiks dan ductus choledochus. Ascaris lumbricoides dapat menghasilkan telur setiap harinya 20.000 butir atau kira-kira 2-3 buah telur

tiap detik. Hal ini dapat menimbulkan anemia, dan dalam jumlah yang sangat

banyak dapat juga menyebabkan toksaemia (karena toksin dari ascaris) dan apendisitis yaitu disebabkan cacing dewasa masuk ke dalam lumen apendiks.

2.1.1.5. Diagnosis

Untuk mengetahui apakah seseorang Ascaris dapat dilakukan dengan memeriksa ada tidaknya telur ascaris pada tinja. Diagnosis dapat dilakukan pula dengan mengidentifikasikan cacing dewasa yang keluar dari tubuh hospes setelah

hospes memakan obat. Untuk mendiagnosis adanya larva pada paru-paru dapat

dilakukan dengan Rontgenologis (hasil foto Rontgen pada rongga dada), dan

dapat pula memeriksa dahak yang dikeluarkan. Untuk anak kecil sukar untuk

dapat memeriksa dahaknya karena biasanya ditelan lagi. Dapat juga penderita

Askariasis diketahui dengan cara serologi melalui uji penggumpalan (tes

(8)

2.1.1.6. Pencegahan

Penularan Ascaris dapat terjadi secara oral, maka untuk pencegahannya hindari tangan dalam keadaan kotor karena dapat menimbulkan adanya

kontaminasi dari telur-telur Ascaris. Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan.

Selain hal di atas, hindari juga sayuran mentah yang tidak dimasak terlebih

dahulu dan jangan membiarkan makanan terbuka begitu saja, sehingga debu-debu

yang berterbangan dapat mengontaminasi makanan tersebut ataupun dihinggapi

serangga yang membawa telur-telur tersebut.

Untuk menekan volume dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke

penduduk, maka pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan

feses yang teratur dan sesuai dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi

aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori air permukaan untuk mencegah agar

tanah tidak terkontaminasi telur ascaris.

Mengingat prevalensi yang tinggi pada golongan anak-anak, maka perlu

diadakan pendidikan di sekolah-sekolah mengenai cacing ascaris ini. Dianjurkan pula untuk membiasakan mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan dan

memasaknya dengan baik, memakai alas kaki terutama di luar rumah. Ada

baiknya di desa-desa diberi pendidikan dengan cara peragaan secara audio visual,

sehingga dengan cara ini mudah dapat dimengerti oleh mereka.

Untuk melengkapi hal di atas perlu ditambah dengan penyediaan sarana air

minum dan jamban keluarga, sehingga telah menjadi program nasional,

rehabilitasi sarana perumahan juga merupakam salah satu perbaikan keadaan

(9)

Cara-cara perbaikan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Buang air selalu di jamban dan menggunakan air untuk membersihkannya

2. Memakan makanan yang sudah dicuci dan dipanaskan serta menggunakan

sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi oleh telur

cacing

3. Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan kotor, serta

selalu memotong kuku secara teratur

4. Halaman rumah selalu dibersihkan

2.2. Sistem imun

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel,

molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut

sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, moleku-molekul dan bahan lainnya

terhadap mikroba disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk

mempertahankan kebutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup. Sistem imun dapat dibagi menjadi sistem imun

alamiah atau nonspesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).

Respon imun diperantarai oleh berbagai sel dan molekul larut yang disekresi

oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun adalah limfosit

(sel B, sel T, dan sel NK), fagosit (neutrofil, eosinofil, monosit, dan makrofag),

sel asesori (basofil, sel mast, dan trombosit), sel-sel jaringan dan lain-lain. Bahan

larut yang disekresi dapat berupa antibodi, komplemen, mediator radang, dan

sitokin. Walaupun bukan merupakan bagian utama dari respon imun, sel-sel lain

dalam jaringan juga dapat berperan serta dengan memberi isyarat pada limfosit

(10)

2.2.1. Sistem imun nonspesifik

Imunitas nonspesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu

ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan

dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi,

misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak

penyakit. Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu,

telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan

spesifisitas terhadap benda asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak

patogen potensial. Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam

menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons langsung.

a. Pertahanan fisik/mekanik

Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis

pertahanan terdepan terhadap infeksi.

b. Pertahanan biokimia

pH asam keringat, sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas kulit,

lizosim dalam keringat, saliva, air mata, dan air susu ibu, enzim saliva, asam

lambung, enzim proteolitik, antibodi, dan empedu dalam usus halus, mukosa

saluran nafas, gerakan silia.

c. Pertahanan humoral

Pertahanan humoral terdiri dari komplemen, protein fase akut, mediator asal

fosfolipid, sitokin IL-1, IL-6, TNF-α. Komplemen terdiri atas sejumlah besar

perotein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan

berperan dalam respons inflamasi. Komplemen berperan sebagai opsonin yang

meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan

destruksi/lisis bakteri dan parasit.

(11)

asal fosfolipid diperlukan untuk produksi prostaglandin dan leukotrien. Keduanya

meningkatkan respons inflamasi melalui peningkatan permeabilitas vaskular dan

vasodilatasi.

d. Pertahanan seluler

Fagosit, sel NK, sel mast, dan eosinofil berperan dalam sistem imun

nonspesifik seluler. Sel-sel imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau

jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan dalam sirkulasi adalah neutrofil,

eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah, dan trombosit.

Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mast, makrofag, sel T, sel

plasma, dan sel NK.

2.2.2. Sistem Imun Spesifik

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik

mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya.

Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem

imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitisasi, sehingga antigen yang

sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian

dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik untuk

menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik

dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya

terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti

antara komplemen-fagosit-dan antara makrofag-sel T.

Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada

imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba

ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor

untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor

(12)

a. Sistem imun spesifik humoral

Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau

sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel asal multipoten di

sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi,

berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang

dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah pertahanan

terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya.

b. Sistem imun spesifik selular

Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel

tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa, sel

T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi

di dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. 90-95% dari

semua sel T dalam timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan

selanjutnya meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.

Faktor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah

sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer.

Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang

berlainan yaitu sel + (Th1, Th2), 8+ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel

Tr atau Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah pertahanan terhadap

bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel +

mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk

menghancurkan mikroba. Sel 8+ memusnahkan sel terinfeksi.

2.3. Imunitas terhadap infeksi parasit

Akibat dari infeksi parasit dapat disebabkan oleh tidak adanya reaksi imun

sehingga terjadi superinfeksi berat di satu pihak dan di pihak lain terjadi reaksi

imunopatologik yang berlebihan sehingga mengancam jiwa. Parasit harus berada

di antara kedua ekstrem ini untuk menghindari kematian pejamu dan pada saat

(13)

kenyataannya, setiap parasit mempunyai mekanisme yang sangat kompleks

sampai terjadinya kematian.

2.3.1. Imunitas nonspesifik

Meskipun berbagai protozoa dan cacing mengaktifkan imunitas

nonspesifik melalui mekanisme yang berbeda, mikroba tersebut biasanya dapat

tetap hidup dan berkembang biak dalam pejamu oleh karena dapat beradaptasi dan

menjadi resisten terhadap sistem imun pejamu. Respon imun nonspesifik utama

terhadap protozoa adalah fagositosis, tetapi banyak parasit tersebut yang resisten

terhadap efek bakterisidal makrofag, bahkan beberapa diantaranya dapat hidup

dalam makrofag.

Fagosit juga menyerang cacing dan melepas bahan mikrobisidal untuk

membunuh mikroba yang terlalu besar untuk dimakan. Beberapa cacing

mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif, tetapi ternyata banyak parasit

memiliki lapisan permukaan tebal sehingga resisten terhadap mekanisme sitosidal

neutrofil dan makrofag. Banyak parasit ternyata mengembangkan resistensi

terhadap efek lisis komplemen.

2.3.2. Imunitas spesifik

2.3.2.1. Respon imun yang berbeda

Berbagai protozoa dan cacing berbeda dalam besar, struktur, sifat

biokimiawi, siklus hidup dan patogenisitasnya. Hal itu menimbulkan respon imun

spesifik yang berbeda pula. Infeksi cacing biasanya terjadi kronik dan kematian

pejamu akan merugikan parasit sendiri. Infeksi yang kronik itu akan menimbulkan

rangsangan antigen persisten yang meningkatkan kadar imunoglobulin dalam

sirkulasi dan pembentukan kompleks imun. Antigen-antigen yang dilepas parasit

(14)

2.3.2.2. Infeksi cacing

Respons pejamu terhadap infeksi cacing pada umumnya lebih kompleks

oleh karena patogen lebih besar dan tidak bisa ditelan oleh fagosit. Pertahanan

terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing

merangsang subset Th2 sel CD + yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang

produksi IgE dan IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil. IgE

yang berikatan dengan permukaan cacing diikat eosinofil. Selanjutnya eosinofil

diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit.

Eosinofil lebih efektif dibanding leukosit lain oleh karena eosinofil

mengandung granul yang lebih toksik dibanding enzim proteolitik dan ROI yang

diproduksi neutrofil dan makrofag. Cacing dan ekstrak cacing dapat merangsang

produksi IgE yang nonspesifik. Reaksi inflamasi yang ditimbulkannya diduga

dapat mencegah menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.

(15)

Gambar 2.3 Respon imun cacing

Sumber : Imunologi Dasar Fakultas Kedokteran UI, 2012

Parasit yang masuk ke dalam lumen saluran cerna, pertama dirusak oleh

IgG, IgE dan juga mungkin dibantu oleh ADCC. Sitokin yang dilepas sel T yang

dipacu antigen spesifik merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan mukus

yang menyelubungi cacing yang rusak. Hal itu memungkinkan cacing dapat

dikeluarkan dari tubuh melalui peningkatan gerakan usus yang diinduksi mediator

sel mast seperti LTD4 dan diare akibat pencegahan absorbsi natrium yang

tergantung glukosa oleh histamin dan prostaglandin asal sel mast.

Cacing biasanya terlalu besar untuk fagositosis. Degranulasi sel mast/

basofil yang IgE dependen menghasilkan produksi histamin yang menimbulkan

(16)

IgG/IgA dan melepas protein kationik, MBP dan neurotoksin. PMN dan makrofag

menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit dan enzim

yang membunuh cacing.

IgE parasit diduga banyak ahli hanya merupakan bagian dari peningkatan

masif IgE yan g diinduksi IL-4 oleh sel Th2 dan eksesnya diduga untuk

memenuhi IgER pada permukaan sel mast untuk dijadikan refrakter terhadap

rangsangan antigen parasit.

Gambar 2.4. Respon Imun terhadap cacing

(17)

2.4. Eosinofilia

Eosinofilia adalah tingginya rasio eosinofil di dalam plasma darah.

Eosinofilia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan respon terhadap

suatu penyakit. Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah di picu sekresi

interleukin-5 oleh sel T, mastosit dan makrofag, menunjukkan respon yang tepat

terhadap sel-sel abnormal, parasit atau bahan-bahan penyebab reaksi alergi

(alergen).

Setelah diproduksi dalam sumsum tulang, eosinofil akan memasuki aliran

darah dan tinggal dalam darah hanya beberapa jam, kemudian masuk ke dalam

jaringan di seluruh tubuh. Jika suatu bahan asing masuk ke dalam tubuh, akan

terdeteksi oleh limfosit dan neutrofil, yang akan melepaskan bahan untuk menarik

eosinofil ke daerah ini. Eosinofil kemudian melepaskan bahan racun yang dapat

membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang abnormal.

Eosinofil mengandung sejumlah zat kimiawi antara lain histamin, eosinofil

peroksidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, lipase, plasminogen dan beberapa

asam amino yang dirilis melalui proses granulasi setelah eosinofil teraktivasi.

Eosinofil merupakan sel substrat peradangan dalam reaksi alergi.

Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12 jam, dan

bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat

stimulasi. Sel ini mirip dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar

dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang

terdapat lebih dari 3 lobus inti. Mieloit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium

sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan

dalam darah untuk eosinofil lebih lama darpada untuk neutrofil.

Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan berperan terhadap respon

alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang

terbentuk selama peradangan. Kadar eosinofil dalam kondisi normal berkisar

antara 1-3 %, kadar eosinofilia rendah berkisar 4-5%, kadar eosinofilia sedang

Gambar

Gambar 2.1 Siklus hidup Ascaris lumbricoides.
Gambar 2.2
Gambar 2.3 Respon imun cacing

Referensi

Dokumen terkait

Kita dapat mengaktifkan rekaman dengan mengklik tombol Record pada transport panel atau toolbar, atau dengan menggunakan perintah tombol yang secara default pada

Sampai akhirnya semua kelompok siswa yang dikenai penilaian ini mampu memiliki kemampuan berpikir kritis dengan memenuhi indikator-indikator yaitu kemampuan dalam

Barus dan Wiradisastra0ol mengatakan bahwa salah satu kelemahan dari pemanfaatan komputer adalah hasil akan diperoleh dalam waktu yang singkat dan cepat tetapi hasil

This paper introduces a method to use such a voxel structure to cluster a large point cloud into ground and non-ground points.. The proposed method for ground detection first

BKD menjabarkan indikator kinerja utama unit kerja ke dalam ukuran kinerja individu pegawai yang ada dalam sasaran kerja pegawai (SKP) (idem Tindak lanjut hasil

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi produk dan jasa yang dikomplainkan; (2) mengidentifikasi perilaku komplain konsumen; (3) menganalisis tanggapan perusahaan

Mulai edisi Mei 2016 hingga Mei 2017, jurnal SOSIOHUMANIKA telah dikelola oleh para Dosen dari UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) di Bandung, dan diterbitkan oleh Minda

Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka disusun Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita