• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

12 2.1 Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Dieny, 2014; Hurlock, 2002). Masa remaja, ”jalan panjang” yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9 tahun

dan berakhir di usia 18 tahun, memang sebuah dunia yang “lenggang”; dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial dan gizi (Arisman, 2007). Pada fase ini fisik seorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial dan psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi

(Khomsan, 2007).

WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja

adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 yang sesuai

dengan saat lulus dari sekolah menengah (Narendra, dkk, 2002) 2.1.1 Tahapan Masa Remaja

(2)

a. Masa remaja awal (10-14 tahun).

Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan, dan pematangan fisik. Penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting

b. Masa remaja menengah (15-16 tahun).

Masa remaja menengah ditandai hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.

c. Masa remaja akhir (17-20 tahun).

Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang

dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem pribadi

2.1.2 Ciri Masa Remaja dengan Periode Sebelum dan Sesudahnya

Menurut Hurlock (2002), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya, yaitu : a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya

(3)

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Kalau remaja berprilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak

sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa sering dimarahi. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan perubahan sikap

menjadi ambivalen yaitu menginginkan menuntut kebebasan tetapi sering takut bertanggung jawab.

d. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja

tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan orang lain sehingga terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.

e. Masa remaja adalah masa mencari identitas

(4)

f. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang

dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun orang lain.

h. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. ia akan

memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

2.1.3 Masalah Gizi pada Remaja

Masalah makan dan gizi yang sering timbul pada remaja adalah :

a. Makan tidak teratur

Pada masa remaja aktifitasnya tinggi, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Mereka sering makan dengan cepat lalu ke luar rumah. Tidak jarang mereka makan di luar rumah, dengan resiko mereka makan dengan komposisi gizi yang tidak seimbang. Banyak iklan makanan dengan sasaran remaja, antara

(5)

remaja perempuan cenderung sering melakukan diet dibanding remaja laki-laki. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pada puncak pacu tumbuh, mereka memerlukan makan lebih sering atau dalam jumlah yang banyak, agar

pertumbuhannya optimal. Tetapi hati-hati pada saat pertumbuhan mulai melambat, karena kebiasaan makan berlebihan dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang merugikan antara lain obesitas. Kebiasaan merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan terlarang merupakan masalah remaja yang dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizinya. Keadaan ini tergantung

pada jumlah dan lama pemakaian dan status kesehatan remaja yang bersangkutan Narendra (2002).

b. Kekurangan gizi dan kelebihan berat badan (overweight) serta kegemukan (obesitas)

Pola makan yang baik perlu dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Asupan berlebih menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain

yang disebabkan kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, dan rentan terhadap penyakit (Sulistyoningsih, 2011; Narendra 2002)

c. Anoreksia nervosa

Remaja dengan gangguan anoreksia nervosa pada umumnya disebabkan

(6)

agar muntah, atau menggunakan laksansia atau diuretik. Tidak jarang gangguan psikologis ini menetap dan tidak bisa diatasi sendiri Narendra (2002).

d. Bulimia Nervosa

Bulimia nervosa lebih sering pada dewasa, jarang menyebabkan penurunan status gizi yang sering seperti pada anoreksia nervosa. Pada umumnya penderita bulimia mempertahankan berat badan normal atau mendekati normal, dengan cara memuntahkan secara periodik makan yang dimakan. Mereka cenderung mempunyai pendapat yang tidak realistis terhadap makanan yang diperlukan oleh

tubuh. Keadaan ini akan menjadi masalah yang serius bila menjadi suatu obsesi, sehingga dapat mempengaruhi sekolah/pekerjaannya Narendra (2002)

e. Anemia gizi

Anemia gizi yaitu kekurangan salah satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan

untuk pembentukan hemoglobin antara lain zat besi, vitamin B12, asam folat, protein, dan vitamin C. Penelitian di Indonesia menyatakan penyebab utama

anemia gizi pada remaja karena kurangnya asupan zat besi (Sulistyoningsih, 2011)

2.2 Pedoman Gizi Seimbang Remaja

(7)

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Proverawati, 2011).

2.2.1 Pedoman Gizi Seimbang

Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konfrensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 sehat 5 sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan

tantangan yang dihadapi (Kemenkes RI, 2014)

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes RI)

No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Pasal 1 Permenkes RI No. 41 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pedoman Gizi Seimbang bertujuan untuk

memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas

fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal. Pedoman Gizi Seimbang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, tenaga kesehatan, dan pihak lain yang terkait dalam penyelenggaraan gizi seimbang (Kemenkes RI, 2014)

(8)

masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat pilar tersebut (Kemenkes RI, 2014) adalah :

1. Mengonsumsi makanan beragam

Makanan beragam maksudnya selain keanekaragaman jenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih

Perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap

sumber infeksi.

3. Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salah satu upaya menyeimbangkan antara pengeluaran dan

pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh. 4. Mempertahankan dan memantau berat badan (BB) normal.

Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya BB normal. Pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari “pola hidup” dengan “gizi seimbang” sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Batasan berat normal remaja

(9)

Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 dengan menghitung nilai Z-score IMT/U:

IMT/U = Berat Badan(Kg) ÷ Tinggi Badan (m ), selanjutnya berdasarkan nilai 2 Z-score status gizi dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasaran IMT/U

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)

Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Umur

5-18 Tahun

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Sangat Gemuk >2SD

Sumber : Kepmenkes RI Nomor 1995/ Menkes/SK/XII/2010

Untuk memudahkan penerapan gizi seimbang di masyarakat, Kemenkes RI (2014) telah membuat visualisasi tentang tumpeng gizi seimbang yang menggambarkan empat prinsip gizi seimbang (gambar 2.1) dan piring makanku : porsi sekali makan (gambar 2.2)

(10)

Gambar 2.2 Piring Makanku: Porsi sekali Makan

Pedoman gizi seimbang berisi sepuluh pesan umum gizi seimbang berlaku

untuk masyarakat umum dari berbagai lapisan dalam kondisi sehat (Kemenkes RI, 2014), yaitu 1) syukuri dan nikmati anekaragam makanan, 2) banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan, 3) biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi, 4) biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok, 5) batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak, 6) biasakan sarapan, 7) biasakan minum

air putih yang cukup dan aman, 8) biasakan membaca label pada kemasan pangan, 9) cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir, 10) lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan

Cara menerapkan pesan ini adalah dengan mengonsumsi lima kelompok pangan

(11)

lebih dari satu jenis untuk setiap kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan) setiap kali makan akan lebih baik. Setiap orang diharapkan selalu bersyukur dan menikmati makanan yang dikonsumsinya, karena

dengan bersyukur dan menikmati makan anekaragam makanan akan mendukung terwujudnya cara makan yang baik-tidak tergesa-gesa. Dengan ini makanan dapat dikunyah, dicerna, dan diserap oleh tubuh lebih baik

2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan

Secara umum sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin,

mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat

dalam tubuh. Berbeda dengan sayuran, buah-buahan juga menyediakan karbohidrat terutama berupa fruktosa dan glukosa. Sayur tertentu juga

menyediakan karbohidrat, seperti wortel dan kentang sayur. Sementara buah tertentu juga menyediakan lemak tidak jenuh seperti buah alpukat dan buah

merah. Oleh karena itu konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Badan kesehatan dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 21/2 porsi atau 21/2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g

(12)

remaja dan orang dewasa. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah tersebut adalah porsi sayur

3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi

Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein nabati dan pangan sumber protein hewani. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein hewani meliputi daging ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa, dll), daging unggas (daging ayam, daging bebek dll), ikan termasuk seafood, telur dan susu serta hasil olahnya. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein nabati meliputi

kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti kedele, tahu, tempe, kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kacang hitam, kacang tolo, dan lain-lain. Pangan

hewani mempunyai asam amino yang lebih lengkap dan mempunyai mutu zat gizi yaitu protein, vitamin dan mineral lebih baik, karena kandungan zat-zat gizi

tersebut lebih banyak dan mudah diserap tubuh. Tetapi pangan hewani mengandung tinggi kolesterol (kecuali ikan) dan lemak. Lemak dari daging dan

unggas lebih banyak mengandung lemak jenuh. Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung proporsi lemak tidak jenuh yang lebih banyak dibandingkan pangan hewani. Juga mengandung isoflavon, yaitu kandungan fitokimia yang turut berfungsi mirip hormon estrogen (hormon kewanitaan) dan anti oksidan serta anti kolesterol. Oleh karena itu dalam

(13)

hewani 2-4 porsi (setara dengan 70-140 gr/2-4 potong daging sapi ukuran sedang atau 80-160 gr/ 2-4 potong daging ayam ukuran sedang atau 80-160 gr/2-4 potong ikan ukuran sedang) sehari. Dan pangan protein nabati 2-4 porsi sehari

(setara dengan 100 -200 gr/4-8 potong tempe ukuran sedang atau 200-400 gr/4-8 potong tahu ukuran sedang) tergantung kelompok umur dan kondisi fisiologis (hamil, menyusui, lansia, anak, remaja, dewasa)

4. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok

Makanan pokok adalah pangan yang mengandung karbohidrat yang sering

dikonsumsi atau telah menjadi bagian dari budaya makan berbagai etnik di Indonesia sejak lama. Contoh pangan karbohidrat adalah beras, jagung, singkong,

ubi, talas, garut, sorgum, jewawut, sagu dan produk olahannya. Di samping mengandung karbohidrat, makanan pokok juga mengandung vitamin B1 (tiamin)

dan vitamin B2 (riboflavin) dan beberapa mineral. Cara mewujudkan pola konsumsi makanan pokok yang beragam adalah dengan mengonsumsi lebih dari

satu jenis makanan pokok dalam sehari atau sekali makan 5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 30 tahun 2013 tentang pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih

(14)

Informasi kandungan gula, garam dan lemak serta pesan kesehatan yang tercantum pada label pangan dan makanan siap saji harus diketahui dan mudah dibaca oleh konsumen. Masyarakat perlu diberi pendidikan membaca label

pangan, mengetahui pangan rendah gula, garam dan lemak serta memasak dengan mengurangi garam dan gula. Di lain pihak para pengusaha pangan olahan wajib mencantumkan informasi nilai gizi pada label pangan agar masyarakat dapat memilih makanan sesuai kebutuhan setiap anggota keluarganya. Gula yang dikonsumsi melampaui kebutuhan akan berdampak pada peningkatan berat

badan, bahkan jika dilakukan dalam jangka waktu lama secara langsung akan meningkatkan kadar gula darah dan berdampak pada terjadinya diabetes type 2,

bahkan secara tidak langsung berkontribusi terhadap penyakit seperti osteoporosis, penyakit jantung dan kanker

6. Biasakan sarapan pagi

Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi

sampai jam 9 pagi untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian (15-30% kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat aktif, dan produktif. Pekan sarapan nasional (PESAN) yang diperingati setiap tanggal 14-20 Februari diharapkan dapat dijadikan sebagai momentum setiap tahun untuk selalu meningkatkan dan mendorong masyarakat agar melakukan sarapan yang sehat

sebagai bagian dari upaya mewujudkan gizi seimbang

(15)

7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman

Air merupakan salah satu zat gizi makro esensial, yang berarti bahwa air dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak untuk hidup sehat, dan tubuh tidak

dapat memproduksi air untuk memenuhi kebutuhan ini. Sekitar dua pertiga dari berat tubuh kita adalah air. Sekitar 78% berat otak adalah air. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kurang air tubuh pada anak sekolah menimbulkan rasa lelah (fatigue), menurunkan atensi dan konsentrasi belajar. Minum yang cukup atau hidrasi tidak hanya mengoptimalkan atensi atau konsentrasi belajar anak tetapi

juga mengoptimalkan memori anak dalam belajar. Air yang dibutuhkan tubuh selain jumlahnya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan juga harus aman yang

berarti bebas dari kuman penyakit dan bahan-bahan berbahaya 8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan

Label adalah keterangan tentang isi, jenis, komposisi zat gizi, tanggal kadaluarsa dan keterangan penting lain yang dicantumkan pada kemasan (Depkes dalam

Kemenkes 2014). Semua keterangan yang rinci pada label makanan yang dikemas sangat membantu konsumen untuk mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam makanan tersebut. Selain itu dapat memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi pada konsumen yang beresiko tinggi karena punya penyakit tertentu.

9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir

(16)

memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga secara keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke makanan yang akan dikonsumsi dan juga agar tubuh tidak terkena kuman. Data Riskesdas (2013)

proporsi penduduk ≥ 10 tahun berperilaku cuci tangan dengan benar di Sumatera Utara sebesar 32,9

10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup

apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Aktivitas fisik sehari-hari adalah

berjalan kaki, berkebun, menyapu, mencuci, mengepel, naik turun tangga, dan lain-lain. Latihan fisik adalah semua bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara

terstruktur dan terencana dengan tujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani. Bukti ilmiah sangat kuat menunjukkan bahwa aktivitas fisik menurunkan resiko

kematan dini (meninggal lebih cepat daripada umur rata-rata untuk kelompok penduduk spesifik), dari penyebab kematian utama seperti penyakit kanker dan jantung koroner. Berdasarkan Riskesdas (2013) proporsi penduduk ≥ 10 tahun dengan aktivitas fisik aktif di Sumatera Utara sebesar 76,5. Selain aktivitas fisik, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencegah

(17)

seimbang dan beraneka ragam serta mempertahankan kebiasaan latihan fisik/ olahraga tertentu.

2.2.2 Pesan Gizi Seimbang Remaja (10-19 tahun)

Pedoman gizi seimbang juga berisi pesan gizi seimbang untuk remaja terdiri dari tujuh pesan yaitu pertama biasakan makan tiga kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga, kedua biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya, ketiga perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan, keempat biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah, kelima batasi mengonsumsi

makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang manis, asin dan berlemak, keenam biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan

pagi dan sebelum tidur, ketujuh hindari merokok (Kemenkes, 2014), yang dijabarkan sebagai berikut :

a. Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam) bersama keluarga

Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selama sehari dianjurkan agar anak makan

(18)

Tabel 2.2 AKG Zat Gizi Makro dan Air untuk Remaja

Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013

Tabel 2.3 AKG Vitamin dan Mineral untuk Remaja Kelompok

Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013

Selalu makan bersama keluarga menurut Kemenkes RI (2014) dapat menghindarkan anak-anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi. Penelitian Jumirah, dkk (2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan bahwa status gizi

siswa sebagian besar normal (22 orang dari 38 siswa), tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah. Sumbangan energi yang

berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya 26,32%, sedangkan sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS ada sebanyak 44,74%. Konsumsi vitamin A siswa pada umumnya cukup, tetapi konsumsi vitamin

(19)

dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina. Karena itu sarapan merupakan salah satu perilaku penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Sarapan yang baik terdiri dari pangan karbohidrat, pangan lauk pauk, sayuran, atau buah-buahan dan

minuman. Konsumsi ikan, telur dan susu bagi kelompok usia 10-19 tahun sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian Muchtar, dkk (2012) pada remaja di SMA Negeri 1 Pahundut, Kota Palangkaraya menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara zat asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dari sarapan dengan kemampuan konsentrasi pada pukul 08.30.

Berikut anjuran jumlah porsi kecukupan energi untuk remaja (Kemenkes RI, 2014) :

Tabel 2.4 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi untuk Kelompok Umur16-18 tahun per hari

Sayuran 1 porsi =1 gelas =100 gr=25 kkal

(20)

Tempe 1 porsi =2 potong sedang = 50 gr=80 kkal

Daging 1 porsi = 1 potong sedang =35 gr = 50 kkal

Ikan segar 1 porsi = 1/3 ekor = 45 gr = 50 kkal

Susu sapi cair 1 porsi= 1 gelas = 200 gr =50 kkal

Susu rendah lemak 1 porsi = 4 sdm = 20 gr = 75 kkal

Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gr = 50 kkal

Gula = 1 sdm = 20 gr = 50 kkal

*) sdm : sendok makan

**) sdt : sendok teh

P : porsi

b. Biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya

Protein merupakan zat gizi yang berfungsi untuk pertumbuhan, mempertahankan sel atau jaringan yang sudah terbentuk, dan untuk mengganti sel

yang sudah rusak, oleh karena itu protein sangat diperlukan dalam masa pertumbuhan.

Protein hewani memiliki kualitas lebih baik dibanding protein nabati karena komposisi asam amino lebih komplit dan asam amino esensial lebih banyak. Daging dan unggas selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber zat besi yang

berkualitas sehingga sangat bagus bagi anak dalam masa pertumbuhan. Penelitian Rahmawati, dkk (2012) pada remaja putri di SMAN 2 Kota Bandar Lampung bahwa

(21)

c. Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan

Banyak mengonsumsi buah dan sayur bagi remaja dapat meningkatkan zat mikronutrien dan mengurangi resiko obesitas, diabetes dan penyebab kanker. Survei

Health Behaviour in Shool-Aged Children (HBSC) di Eropa dan Amerika Utara menyatakan bahwa remaja makan sayur dan buah sedikitnya sekali setiap hari dalam bulan lalu hanya 10%-60% (WHO, 2014). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 di provinsi Sumatera Utara persentase penduduk usia ≥ 10 tahun yang cukup makan sayur dan buah hanya 5,5% (Riskesdas, 2007), data Riskesdas (2013) untuk hal yang

sama di Indonesia 93,5%, dan Sumatera Utara berada di bawah angka nasional d. Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah

Apabila jam sekolah sampai sore atau setelah pulang sekolah ada kegiatan yang berlangsung sampai sore, maka bekal untuk makan siang sangat diperlukan.

Dengan membawa bekal dari rumah, anak tidak perlu makan jajanan yang kadang kualitasnya tidak terjamin. Di samping itu juga membawa air putih dalam jumlah

yang cukup sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan

e. Batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang manis, asin dan berlemak

Sebagian besar makanan cepat saji adalah makanan yang tinggi gula, garam, lemak yang tidak baik bagi kesehatan. Data Riskesdas (2013) bahwa proporsi

(22)

f. Biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan pagi dan sebelum tidur.

Membiasakan untuk membersihkan gigi setelah makan adalah upaya yang

baik untuk menghindari pengeroposan atau kerusakan gigi. Demikian pula sebelum tidur, gigi juga harus dibersihkan dari sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi. Saat tidur, bakteri akan tumbuh dengan pesat apabila di sela-sela gigi ada sisa makanan dan ini dapat mengakibatkan kerusakan gigi. Data Riskesdas (2013) persentase penduduk di Sumatera Utara umur ≥ 10 tahun menyikat gigi setiap hari

dan berperilaku benar menyikat gigi sebesar 94,4 g. Hindari merokok.

Kebiasaan merokok dapat dihindari kalau ada upaya sejak dini. Usia pertama kali merokok di Sumatera Utara tiap hari pada usia 15-19 tahun dengan proporsi 53,9

(Riskesdas, 2013). Banyak penelitian menunjukkan bahwa merokok berakibat tidak baik bagi kesehatan misalnya kesehatan paru-paru dan kesehatan reproduksi

(Kemenkes RI, 2014)

2.3Perilaku Gizi Remaja

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, dalam Notoatmodjo (2012) dan Kholid (2014), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

(23)

a. Responden Respons atau refleksif yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut electing stimuli karena menimbulkan respon yang relatif tetap

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh rangsangan yang lain.

2.3.1 Bentuk Perilaku

Berdasarkan teori perilaku tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :

a. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Perilaku yang responnya masih belum dapat diamati secara jelas. Respon ini

hanya terbatas pada bentuk perhatian, pengetahuan, perasaan, persepsi dan sikap. b. Perilaku terbuka (Overt behaviour)

Merupakan perilaku berupa tindakan atau praktik sehingga dapat diamati secara jelas.

Notoatmodjo (2010) merumuskan perilaku dari teori Skiner ini menjadi perilaku kesehatan dengan definisi perilaku kesehatan (healthy behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan), makanan dan minuman, serta lingkungan.

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Perilaku

(24)

persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar, dan faktor ekstern, meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.

Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

Teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap determinan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antara lain teori Lawrence Green (1980) dalam buku

Notoatmodjo (2012) dan Notoatmodjo (2010) serta Maulana (2009) bahwa perilaku dibentuk dari tiga faktor yaitu :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya: puskesmas, obat-obatan, jamban, dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan

(25)

Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2012), membagi perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, dan tindakan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaran (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek

tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak

didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang

(26)

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis (analysis)

Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di

(27)

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-panilaian ini didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007).

Faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain: a. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik

(28)

d. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada

akhirnya diperoleh pengetahuan yang dalam. e. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan lingkungan sekitar diartikan sebagai kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

g. Informasi

Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suati informasi sehingga

dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2012) dalam bukunya membagi sikap menjadi empat tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving)

(29)

b. Merespon (responding)

Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena

dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini. d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan

sikap.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek.

Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap

(30)

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan ( Personal references) merupakan faktor penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu. (Notoadmodjo,2007).

Menurut Ahmadi dalam Notoadmodjo (2007), fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan, yaitu:

a. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dan kelompoknya atau dengan anggota kelompok

lain.

b. Sebagai alat pengatur tingkah laku

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang tersebut.

c. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

(31)

semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman di beri nilai lalu dipilih.

d. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi objek tersebut.

3. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.

Praktik/tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo (2012); Notoatmodjo (2007) yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Misal ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi balitanya b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

(32)

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat

ketiga.

d. Adopsi (adaptacion)

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Gizi Remaja

Faktor yang memengaruhi perilaku gizi remaja (Story, M dan Stang, J, 2005; Khomsan, 2007; Proverawati, 2011; Sulistyoningsih, 2011; Dieny, 2014):

1. Faktor ekonomi

Remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk makanan tertentu, dari sudut

pandang ekonomi. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun

elektronik (Khomsan, 2007), dengan adanya iklan remaja tertarik untuk membeli produk yang dipromosikan, sehingga Proverawati (2011) menyatakan salah satu

perilaku makan khas pada remaja pada umumnya mereka lebih suka makanan jajanan yang kurang bergizi seperti goreng-gorengan, coklat, permen dan es,

(33)

Sulistyoningsih (2011) bahwa meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik 2. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011). Notoatmodjo (2012) menyatakan secara teori perubahan perilaku melalui proses perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktik (practice) atau “KAP” (PSP)

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang

melanggar hukumnya dosa. Adanya pantangan terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan makanan/minumam tersebut membahayakan

jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya (Sulistyoningsih, 2011) 4. Lingkungan

(34)

sebayanya. Remaja sering makan di luar rumah bersama teman-teman, sehingga waktu makan tidak teratur, akibatnya mengganggu sistem pencernaan (gangguan maag atau nyeri lambung). Kaiser Family Foundation (2007) mengungkapkan fakta bahwa anak yang menonton televisi lebih dari tiga jam sehari, 50% beresiko menjadi obesitas dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari tiga jam sehari.

5. Citra Tubuh (Body Image)

Citra tubuh (body image) menurut Dieny (2014) dan Concordia Health Services, (2008) adalah persepsi seseorang terhadap penampilan bentuk tubuhnya. Persepsi adalah keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima panca

indra, kemudian stimulus diantar ke otak dimana ia dikode serta diartikan dan selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari (Maramis, 2006). Banyak

remaja sering tidak puas dengan penampilan dirinya. Story, M dan Stang, J (2005) menyatakan bahwa citra tubuh yang negatif sering menyebabkan pengaturan

makan yang salah. Untuk menumbuhkan citra tubuh yang positif remaja perlu mengembangkan keterampilan sehingga dapat memilah semua pesan yang mereka lihat, dengar terkait citra tubuh, dan makan. Citra tubuh remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

a. jenis kelamin, penelitian yang dilakukan Christofer dalam Dieny (2014)

(35)

b. Status obesitas, penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna citra tubuh pada remaja yang obesitas dan tidak obesitas, dimana remaja obesitas memiliki citra tubuh lebih negatif daripada remaja yang tidak

obesitas. Hal ini dihubungkan dengan meningkatnya depresi dan menurunnya tingkat kepercayaan diri pada remaja yang obesitas (Dieny, 2014).

c. pengaruh media massa, citra tubuh sangat dipengaruhi oleh media massa yang menampilkan bentuk tubuh kurus sebagai bentuk tubuh ideal. Tidak semua iklan mengakibatkan hal negatif, namun sebaliknya tidak tertutup

kemungkinan remaja yang mempraktekkan pola makan seperti dalam iklan malah kekurangan gizi (Dieny, 2014)

d. Teman sebaya, pengaruh teman sepermainan sangat besar terhadap remaja, pada usia ini ada kebanggaan tersendiri bahwa remaja punya banyak teman.

Pada umumnya hubungan sesama teman juga membentuk cara pandang yang sama, khususnya pendapat tentang tubuh yang ideal (Dieny, 2014)

e. Keluarga dan lingkungan, tekanan dalam keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh. Komentar negatif tentang berat badannya dapat membuat anak dapat melakukan perilaku makan yang tidak sehat untuk mencapai bentuk tubuh ideal (Dieny, 2014) f. Sosial ekonomi dan budaya, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi juga

(36)

yang tinggi akan memiliki citra tubuh yang lebih negatif atau ketidakpuasan terhadap citra tubuh lebih besar.

2.3.4 Pengukuran Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2010), pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya : makanan yang disajikan ibu dalam keluarga untuk mengamati praktik gizi.

Secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa

yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)

2.4Landasan Teori

Perilaku makan merupakan respon kebiasaan atau perilaku yang berhubungan dengan konsumsi makanan meliputi jenis makanan, jumlah dan waktu mengonsumsi makanan (Dieny, 2014). Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh,

dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal (Permenkes RI No. 41 Tahun

(37)

jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip gizi seimbang dan 7 pesan gizi seimbang remaja (10-19 tahun).

Penelitian pada remaja di Turki dalam Dieny (2014) ditemukan bahwa hanya

1,9% remaja yang memiliki pola konsumsi sesuai dengan panduan piramida makanan (food guide pyramid), 31 % memiliki kebiasaan mengonsumsi fast food paling sedikit satu kali sehari dan 60,8 % suka melewatkan waktu makan. Penelitian Jumirah, dkk (2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan juga menyatakan tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah.

Sumbangan energi yang berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya 26,32%, sedangkan sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS

ada sebanyak 44,74%.

Teori yang mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang

memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan termasuk gizi antara lain teori Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo

(2012) bahwa perilaku dibentuk dari tiga faktor. Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan misalnya kemampuan ekonomi. Faktor

(38)

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat misalnya petugas kesehatan dan tokoh masyarakat.

Faktor predisposisi (predisposing factors) yang memengaruhi perilaku gizi

seimbang remaja yaitu pengetahuan, sikap, dan citra tubuh (body image). Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo. 2012). Penelitian Lukmanto dan Kristanti (2013) tentang pengetahuan gizi dan perilaku makan remaja di SMP Gloria 1 Surabaya menyatakan bahwa pengetahuan gizi remaja

pria dan wanita secara keseluruhan cukup baik (82,5%). Penelitian perilaku konsumsi gizi seimbang dan status gizi pada remaja putri di SMAN 1 Tarutung Tahun 2012

yang dilakukan Natalia, dkk (2012) diperoleh pengetahuan dan sikap remaja putri sedang tetapi memiliki pola konsumsi tidak beragam.Citra tubuh (body image) adalah

persepsi seseorang terhadap penampilan bentuk tubuhnya (Dieny, 2014). Banyak remaja sering tidak puas dengan penampilan dirinya. Penelitian Diana (2011) pada

remaja putri di SMAN 1 Medan bahwa ada hubungan citra tubuh dengan perilaku makan.

(39)

SMAN 10 Padang Tahun 2013 diperoleh 74,1% remaja yang melakukan perilaku makan yang sehat adalah berasal responden yang menghabiskan uang sakunya untuk makan sekitar Rp 10.000- Rp 20.000,-/hari

Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya, dan peran media. Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan. Hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya kebiasaan makan bersama (Khomsan, 2007). Data yang diperoleh dari National Longitudinal Study of Adolescent Health dalam Story, M dan Stang, J (2005) bahwa frekuensi makan keluarga sebagai pendekatan pengukuran hubungan antara orangtua dan anak atau keterhubungan keluarga dan menemukan bahwa

remaja yang makan malam dengan orangtua setidaknya lima hari seminggu, lebih mungkin untuk mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih kecil kemungkinannya untuk

merokok, penggunaan obat-obatan, seks di usia muda, atau terlibat perkelahian dibandingkan dengan remaja yang tidak makan dengan orangtua lima hari seminggu

atau lebih. Penelitian Saifah (2011) menyatakan terdapat hubungan bermakna dengan korelasi positif antara peran keluarga dengan perilaku gizi anak usia sekolah.

Peran guru sebagai tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar mempunyai pengaruh terhadap anak-anak didiknya yang kadang-kadang lebih dituruti daripada orang tua. Materi pelajaran gizi yang diberikan harus menyajikan

(40)

hasil wawancara mendalam terhadap 12 guru SD di Melbourne, disimpulkan bahwa setiap guru merasa terlibat dalam memberikan nasehat gizi pada anak sekolah

Pengaruh teman sebaya pada masa remaja sangat besar dalam terjadinya

perilaku makan yang tidak baik seperti yang telah dijelaskan di atas. Remaja lebih sering berada di luar rumah dan bersama dengan teman sebaya sehingga memungkinkan remaja untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Karena remaja cenderung untuk mengikuti tren dan budaya yang sama dengan teman sebaya (Putri, 2014).

Media, baik media cetak maupun media elektronik juga sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku makan pada remaja. Adanya iklan-iklan

produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup di masyarakat. Penelitian Saifah (2011) bahwa peran media massa

terhadap perilaku gizi anak usia sekolah sebagian besar baik dan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan perilaku gizi anak usia sekolah. Media massa

dapat memberi pengaruh positif maupun negatif terhadap anak sehingga orangtua harus dapat memberi arahan yang benar pada saat menonton TV.

(41)

Gambar 2.3 Landasan Teori

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010)

Variabel independen atau variabel stimulus, prediktor, antecedent, bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen, sedangkan variabel dependen atau variabel output, kriteria, konsekuen, terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010).

Faktor Pendukung (enabling factor ) - lingkungan fisik

- tersedia atau tidak tersedianya fasilitas- fasilitas atau sarana-sarana kesehatan

Perilaku Kesehatan

Faktor Pendorong (reinforcing factor): -sikap dan perilaku petugas kesehatan dan

petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat Faktor Predisposisi (Predisposing Factor): -pengetahuan - nilai-nilai

-sikap - keyakinan

-kepercayaan

(42)

Variabel independen terdiri dari faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor predisposisi dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap, citra tubuh (body image), faktor pendukung yaitu uang saku, dan faktor pendorong

yaitu peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya/sekolah, peran media). Kemudian variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku gizi seimbang remaja, yang digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel dependen

Faktor Predisposisi : -Pengetahuan -Sikap

-Citra tubuh (Body Image)

Faktor Pendorong: -Peran keluarga -Peran guru

-Peran teman sebaya -Peran media

Perilaku Gizi Seimbang Remaja

Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Pendukung :

Gambar

Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasaran IMT/U
Gambar 2.2 Piring Makanku: Porsi sekali Makan
Tabel 2.2 AKG Zat Gizi Makro dan Air untuk Remaja
Tabel 2.4 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi untuk  Kelompok Umur16-18 tahun per hari
+3

Referensi

Dokumen terkait

membentuk konstruksi kalimat (konstituen) kurang koheren dan tidak menunjukkan hierarki yang jelas. 3) Kesalahan lain yang juga ditemui dari kalimat yang dihasilkan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Berkat dan Anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Laporan Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah KPU Kabupaen Maros Tahun 2015 19 N O PROGRAM/KE GIATAN SASARAN KEGIATAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN TARGET PAGU dalam Pilkada

Perbedaan posisi antara pemilik dengan pihak pengelola PT tersebut menyebabkan tidak jarang terjadinya suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan ( conflict

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum dilakukan teknik batuk efektif pada pasien TB paru yang dapat mengeluarkan sekret secara efektif sejumlah 13

[r]

a) Berdasarkan uji koefisien korelasi diperoleh kesimpulan bahwa laba bersih ( LB), arus kas dari aktivitas operasi (AKO), dan arus kas dari aktivitas investasi (AKI)

sekolah dibina, karena esensi dari pelaksanaan supervisi adalah kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah