• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Penguat Serat Kaca Pada Resin Akrilik Polimerisasi Panas Terhadap Perubahan Dimensi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Penguat Serat Kaca Pada Resin Akrilik Polimerisasi Panas Terhadap Perubahan Dimensi."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA PADA RESIN

AKRILIK POLIMERISASI PANAS TERHADAP

PERUBAHAN DIMENSI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

YULIA FADILAH NIM : 050600112

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 2 September 2009

Pembimbing : Tanda tangan

M. Zulkarnain, drg., M. Kes

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 2 September 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Dwi T. Putranti, drg., MS

ANGGOTA : 1. M. Zulkarnain, drg., M. Kes

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Salawat beriring salam semoga senantiasa tercurah kepada

Rasulullah SAW.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua

orang tua penulis Ayahanda Drs. Busra SH., MH dan Ibunda Eldawati S.Pd yang telah mendidik dan memberikan kasih sayang serta dukungan baik material dan spiritual kepada penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada

kedua adik penulis Sukma Faizah dan Muhammad Rumi Ramadhan yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan, saran dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. M. Zulkarnain, drg., M.Kes selaku pembimbing skripsi penulis yang telah

(5)

2. Dwi Tjahyaning Putranti, drg., MS., selaku Ketua Departemen

Prostodonsia FKG-USU atas kesempatan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

3. Prof. Ismet Danial Nasution, drg.,Ph.D.,Sp.Pros (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K) selaku koordinator

skripsi yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis selama penulisan skripsi di Departemen Prostodonsia FKG-USU.

5. M. Radjab Hasibuan, drg. dan Cut Nurliza, drg., M.Kes. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG-USU.

6. Dwi T. Putranti, drg., MS selaku ketua tim penguji skripsi beserta Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp.Pros (K) dan Ariyani, drg., selaku anggota tim

penguji skripsi atas masukan dan saran yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG-USU terutama di Departemen

Prostodonsia atas masukan dan bimbingan yang bermanfaat serta seluruh pegawai perpustakaan FKG-USU atas bantuannya selama ini.

(6)

10. Seluruh staf tekniker di Unit Uji Laboratorium Dental FKG-USU atas

masukan yang bermanfaat selama pelaksanaan penelitian ini.

11. Teman-teman terbaik penulis terutama Bila, Ulfa, Ofni, Meilysa, Anggun,

Dian P, Linni, Dina, Roza, Mira dan Fania atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini serta seluruh rekan-rekan angkatan 2005 yang namanya tidak mungkin disebutkan satu-persatu.

12. Teman-teman seperjuangan di Departemen Prostodonsia yaitu Nabila, Ofni, Opi, Poetry, Adi Praja, Puspa dan Fery atas bantuan dan dukungan yang

diberikan selama ini.

13 Senior penulis Kak Aida, Kak Ayoe, Kak Lia, Kak Imel, Kak Dhani dan Kak Rida serta rekan-rekan pengurus BKM Al-Ikhlas FKG-USU atas masukan dan

motivasi yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan dan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu untuk kesempurnaan skripsi ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kebaikan dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kedokteran gigi. Penulis berharap Allah SWT

memberikan taufik dan hidayah-Nya. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, September 2009 Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

(8)

2.3.3.2 Aramid ... 17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Perubahan Dimensi Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Ditambah Serat Kaca dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Tidak Ditambah Serat Kaca ….. 33 4.2 Pengaruh Penambahan Serat Kaca pada Resin Akrilik Polimerisasi Panas terhadap Perubahan Dimensi ... 34

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Metodologi Penelitian ... 36

(9)

Panas yang Ditambah Serat Kaca dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Tidak Ditambah

Serat Kaca ... 36 5.2.2 Pengaruh Penambahan Serat Kaca pada Resin

Akrilik Polimerisasi Panas terhadap Perubahan

Dimensi ... 39 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 43 6.2 Saran... 43

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Nilai dan Persentase Perubahan Dimensi Kelompok A dan Kelompok B... 33 2 Rerata Nilai dan Persentase Perubahan Dimensi Kelompok A dan

Kelompok B... 34 3 Analisis Statistik Perubahan Dimensi Kelompok A dan Kelompok B

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Serat Karbon ... 16

2 Serat Kaca Bentuk Anyaman ... 20

3 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil ... 21

4 Ukuran Batang Uji ... 22

5 Model induk dari logam ... 26

6 Kuvet Berisi Tiga Model Induk ... 29

7 Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil ... 29

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kerangka Konsep Skripsi

2 Kerangka Operasional Penelitian

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Prostodonsia Tahun 2009

Yulia Fadilah

Pengaruh Penambahan Penguat Serat Kaca Pada Resin Akrilik Polimerisasi

Panas Terhadap Perubahan Dimensi xii + 49

Serat kaca merupakan salah satu jenis serat yang telah terbukti dapat meningkatkan kekuatan basis gigitiruan resin akrilik dan dapat mencegah terjadinya fraktur. Namun penambahan serat kaca diharapkan tidak mengganggu sifat-sifat fisis

resin akrilik diantaranya ketepatan dimensi. Ketepatan dimensi merupakan sifat fisis resin akrilik yang mempengaruhi kesesuaian basis gigitiruan dengan jaringan rongga

mulut. Berdasarkan hal tersebut timbul permasalahan apakah penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas akan berpengaruh terhadap perubahan dimensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan serat kaca pada

resin akrilik polimerisasi panas terhadap perubahan dimensi.

Rancangan penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Penelitian

(14)

dengan analisis statistik uji-t berpasangan untuk melihat hubungan antara tiap

kelompok.

Hasil penelitan ini menunjukkan nilai rerata perubahan dimensi pada

kelompok yang ditambah serat kaca (-0,492 mm; 0,527 %) lebih besar daripada nilai rerata perubahan dimensi pada kelompok kontrol (-0,321 mm; 0,344%). Perubahan dimensi berbentuk pengerutan pada batang uji. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui

bahwa penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas meningkatkan terjadinya perubahan dimensi. Nilai rerata dan standar deviasi dari perubahan dimensi

pada kelompok yang ditambah serat kaca (-0,492 mm ± 0,22201) juga menunjukkan hasil lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (-0,321 mm ± 0,16501). Berdasarkan hasil uji-t berpasangan terlihat bahwa pada α = 0,05 perubahan dimensi

pada kelompok yang ditambah serat kaca tidak berbeda secara signifikan (p>0,05) dari kelompok kontrol.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca berupa pengerutan (shrinkage) pada batang uji. Pengerutan pada resin akrilik polimerisasi

panas yang ditambah serat kaca lebih besar dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca, namun hasil ini tidak signifikan

sehingga tidak ada pengaruh penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas terhadap perubahan dimensi.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Basis gigitiruan dapat dibuat dari logam atau non logam, namun sampai saat ini kebanyakan basis gigitiruan terbuat dari bahan non logam terutama polimer.

Polimer tersebut dipilih berdasarkan keberadaannya, kestabilan dimensi, karakteristik penanganan, warna, dan biokompatibilitasnya.1 Bahan basis gigitiruan polimer yang

paling umum adalah resin akrilik atau disebut polimetil metakrilat.1,2 Bahan basis gigitiruan dari resin akrilik dapat dibedakan atas resin akrilik swapolimerisasi, resin akrilik polimerisasi sinar tampak dan resin akrilik polimerisasi panas.

Resin akrilik polimerisasi panas adalah bahan basis gigitiruan polimer yang paling banyak digunakan saat ini.

1

1,3,4

Resin akrilik polimerisasi panas ini tersedia

dalam bentuk bubuk dan cairan.1,2 Bahan ini mudah dimanipulasi dan direparasi bila terjadi fraktur, dapat memenuhi kebutuhan estetis karena sifatnya translusen dan stabilitas warna yang cukup baik, tidak toksik, tidak larut dalam cairan mulut,

absorpsi relatif rendah dan harganya relatif murah.1,5,6 Secara umum resin akrilik memiliki kekuatan yang rendah baik kekuatan impak dan daya tahan terhadap fraktur

(16)

monomer sisa yang tinggi dan porositas yang dapat menurunkan kekuatan basis

gigitiruan sehingga memudahkan terjadinya fraktur.

Berbagai pendekatan untuk meningkatkan kekuatan resin akrilik telah

dilakukan beberapa tahun terakhir ini, diantaranya dengan memperkuat resin akrilik secara kimia, menambahkan penguat logam dan penambahan serat.

1,2,6

8

Tujuan utama penambahan serat pada basis resin akrilik adalah untuk mengurangi kemungkinan

terjadinya fraktur dan kerusakan akibat kecelakaan.2 Beberapa serat yang dapat ditambahkan ke dalam resin akrilik antara lain serat karbon, serat aramid, serat

polietilen dan serat kaca.2,5,8,9

Serat kaca memiliki beberapa kelebihan dibandingkan berbagai jenis serat penguat yang tersedia, yaitu serat kaca dapat beradhesi dengan matriks polimer,

biokompatibel, memiliki kualitas estetis yang baik serta dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanis resin akrilik.8-13 Uzun, dkk (1999) menyatakan bahwa serat kaca

yang ditambahkan pada basis gigitiruan dapat meningkatkan kekuatan impak secara signifikan.14 Berdasarkan bentuknya, serat kaca dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu batang, anyaman dan potongan kecil.15 Serat kaca berbentuk potongan kecil

digunakan pada penelitian ini karena pemakaiannya lebih praktis dan lebih tersebar merata pada resin akrilik.14

Ketepatan dimensi adalah suatu hal yang memegang peranan penting dalam

memperoleh adaptasi yang baik antara gigitiruan dengan jaringan pendukung rongga Penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik diharapkan

(17)

proses polimerisasi. Selama pembuatan basis gigitiruan menggunakan bahan ini

perubahan dimensi yang terjadi harus diusahakan seminimal mungkin karena akan mempengaruhi stabilitas dan retensi gigitiruan. Perubahan dimensi resin akrilik

polimerisasi panas yang masih dapat ditoleransi setelah proses kuring berada di antara 0,1 % - 0,4 %.

Vallittu (1996) menyimpulkan bahwa resin akrilik polimerisasi panas yang

ditambah dengan serat kaca berbentuk batang mengalami perubahan dimensi yang signifikan.

1,2,16,17

18

Polat, dkk (2003) yang meneliti perubahan dimensi resin akrilik yang

ditambah serat kaca pada dua jenis teknik molding menyatakan bahwa terjadi perubahan dimensi pada kedua kelompok namun tidak signifikan.19 Ratwita dan Mahalistiyani (2007) menyimpulkan bahwa terjadi perubahan dimensi yang

signifikan pada resin akrilik yang ditambah dengan serat kaca berbentuk anyaman.5

1.2 Permasalahan

Penggunaan serat kaca sebagai bahan penguat telah banyak diteliti karena bahan ini dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanis resin akrilik serta mencegah

terjadinya fraktur pada basis gigitiruan. Penambahan serat kaca pada resin akrilik diharapkan dapat memperkuat resin akrilik tanpa menurunkan sifat-sifatnya yang lain

(18)

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca dibandingkan perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas

yang tidak ditambah serat kaca.

2. Apakah ada pengaruh penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas terhadap perubahan dimensi dibandingkan dengan resin akrilik

polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca lebih besar daripada perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas

yang tidak ditambah dengan serat kaca.

2. Tidak ada pengaruh penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi

panas terhadap perubahan dimensi dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca dibandingkan dengan perubahan dimensi resin akrilik

polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca.

(19)

1.6 Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dokter gigi tentang perubahan

dimensi resin akrilik polimerisasi panas setelah ditambahkan serat kaca.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan polimer yang proses polimerisasinya dengan pengaplikasian panas. Energi termal

yang diperlukan untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut menggunakan pemanasan air di dalam water bath, jenis resin akrilik polimerisasi panas yang lain menggunakan

proses polimerisasi dengan pemanasan oven gelombang mikro.1

2.1.1 Komposisi

Sebagian besar resin akrilik polimerisasi panas tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan.1,2 Bubuknya dapat transparan, sewarna gigi, atau berwarna pink untuk

menyerupai warna gingiva. Beberapa sediaan bahkan mengandung serat-serat merah agar dapat menyerupai pembuluh darah. Cairannya tersedia dalam botol kecoklatan untuk mencegah premature polymerization yang disebabkan cahaya atau radiasi

ultraviolet pada saat penyimpanan.

Bubuknya mengandung beberapa komposisi, yaitu polimetil metakrilat

sebagai polimer, benzoil peroksida (0,2-0,5 %) sebagai inisiator,

20

1,3,4

merkur i sulfit atau cadmium sulfit sebagai zat pigmen yang tercampur di dalam partikel polimer,3,4 dan dibutil pthalat sebagai plasticizer.

Cairannya mengandung monomer (metil metakrilat), hydroquinone (0,006 %) sebagai inhibitor atau stabilizer untuk mencegah polimerisasi selama penyimpanan

3

1-4

(21)

dibutil pthalat sebagai platicizer,3 dan glikol dimetakrilat (1-2 %) sebagai bahan

untuk memacu ikatan silang (cross-linking agent).1,3,4

2.1.2 Manipulasi

Manipulasi bahan basis gigitiruan resin akrilik meliputi pencampuran bubuk dan cairan sampai menjadi bentuk dough yang akan dimasukkan ke dalam mold

selama proses kuring.6 Perbandingan antara bubuk dan cairan biasanya 3 sampai 3,5 : 1 satuan volume atau 2,5 : 1 satuan berat.4 Jika terlalu banyak cairan yang digunakan

(perbandingan bubuk/cairan rendah) maka pengerutan selama polimerisasi akan lebih besar ( dari 7% menjadi 21 % satuan volume), membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai konsistensi dough dan dapat menimbulkan porositas pada basis

gigitiruan.3,4 Sebaliknya jika cairan yang digunakan terlalu sedikit dapat mengakibatkan resin akrilik bergranul karena tidak semua partikel polimer dapat

dibasahi oleh monomer dan adonan akrilik tidak akan mengalir saat dipress ke dalam

mold.

Setelah bubuk dan cairan dicampur dengan perbandingan yang tepat, adonan

atau campuran akrilik ini akan mengalami 4 fase yaitu :

3,6

1. Sandy

3,4

Mula-mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah

2. Sticky

(22)

3. Dough

Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan liat (dough) konsistensinya sehingga adonan tidah melekat lagi. Fase ini merupakan saat yang tepat untuk

memasukkan adonan ke dalam mold.

4. Rubbery-hard

Bila adonan dibiarkan terlalu lama, maka akan terbentuk adonan menyerupai

karet dan menjadi kaku (rubbery-hard) sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mold.

2.1.3 Kuring

Salah satu teknik kuring mencakup proses pembuatan basis gigitiruan dalam

water bath bertemperatur konstan yaitu 70° C selama 8 jam. Teknik kedua mencakup

pemrosesan resin pada 70° C selama 2 jam dan kemudian meningkatkan temperatur

air sampai 100° C dan diproses selama 1 jam.

Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik kemudian dipanaskan di dalam water bath. Suhu dan lamanya pemanasan harus dikontrol.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring, yaitu :

1

1. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna, gigitiruan

kemungkinan mengandung monomer sisa yang tinggi.

4

2. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer mendidih pada suhu 100,3oC. Resin hendaknya jangan mencapai suhu ini sewaktu masih

(23)

tiba-tiba dimasukkan ke dalam air mendidih, suhu resin bisa naik sampai di atas

100,3°C sehingga menyebabkan monomer menguap. Hal ini menyebabkan gaseous

porosity.

Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan.4 Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai suhu kamar.21 Selama proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-tiba karena selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi

antara gips dan akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila pendinginan dilakukan secara perlahan, maka stress diberi kesempatan keluar dari

akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya resin dikeluarkan dari cetakan dengan hati-hati untuk mencegah patahnya basis gigitiruan, kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik.4

2.1.4 Sifat-sifat

Beberapa sifat resin akrilik polimerisasi panas antara lain: a) Monomer sisa

1,6,7

Meskipun proses kuring akrilik sudah dilakukan secara benar, masih terdapat

monomer sisa sebesar 0,2 sampai 0,5 %. Hal ini mempengaruhi berat molekul rata-rata resin akrilik. Kuring pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat

(24)

b) Porositas

Porositas terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer berberat molekul rendah bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih

bahan tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya gelembung permukaan dan di bawah permukaan yang dapat mempengaruhi sifat fisik, estetis dan kebersihan basis gigitiruan. Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara

komponen bubuk dan cairan dan karena tekanan yang tidak cukup saat polimerisasi. c) Ketepatan dan kestabilan dimensi

Ketepatan dimensi adalah suatu hal yang memegang peranan penting dalam memperoleh adaptasi yang baik antara gigitiruan dengan jaringan pendukung rongga mulut.16,17 Ketepatan dimensi resin akrilik polimerisasi panas dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya ekspansi mold sewaktu pengisian resin akrilik, ekspansi termal dari adonan akrilik, pengerutan yang terjadi sewaktu polimerisasi, pengerutan

termal yang terjadi sewaktu pendinginan dan hilangnya stress yang terjadi saat pemolesan basis resin akrilik.1,6,7,17 Terjadinya perubahan dimensi dapat mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigitiruan di rongga mulut. Metode flasking

yang digunakan, suhu, perbandingan polimer dan monomer, tipe resin akrilik, proses kuring dan penyimpanan juga mempengaruhi terjadinya perubahan dimensi selama

processing.5,19 Kestabilan dimensi resin akrilik polimerisasi panas berhubungan dengan absorpsi air yang dapat menyebabkan ekspansi resin akrilik. Hal ini berpengaruh terhadap dimensi dan stabilitas gigitiruan, oleh karena itu absorpsi air

(25)

d) Absorpsi air

Polimetil metakrilat menyerap air relatif kecil ketika ditempatkan pada lingkungan basah, namun air yang terserap ini menimbulkan efek yang nyata pada

sifat mekanis dan dimensi polimer.

Nilai penyerapan air resin akrilik sebesar 0,69 mg/cm

Mekanisme penyerapan ini umumnya disebabkan oleh proses difusi yang terjadi pada massa polimetil metakrilat yang ditembus oleh molekul air dan menempati posisi di antara rantai polimer sehingga memperlemah

ikatan rantai polimer. Terjadinya absorpsi air ini memberikan dua efek penting dalam massa yang terpolimerisasi, yakni menyebabkan massa terpolimerisasi mengalami

ekspansi dan mempengaruhi kekuatan rantai polimer karena bertindak sebagai

plasticizer.

2

e) Retak

. Setiap kenaikan berat

akrilik sebesar 1 % disebabkan oleh absorpsi air menyebabkan terjadinya ekspansi linear sebesar 0,23 %. Penelitian menunjukkan bahwa ekspansi linear yang

disebabkan oleh absorpsi air adalah hampir sama dengan pengerutan yang diakibatkan oleh proses polimerisasi sehingga kedua proses tersebut saling mempengaruhi.

Secara klinis, retak terlihat sebagai garis kecil yang timbul pada permukaan

(26)

f) Fraktur

Fraktur yang terjadi pada gigitiruan dapat diakibatkan oleh benturan (impact) misalnya terjatuh pada permukaan yang keras, atau oleh karena flexural fatigue.

Flexural fatigue terjadi setelah melenturkan bahan secara berulang-ulang. Beban

yang diberikan tidak merusak bila diberikan satu kali, namun bila diberikan berulang kali maka dapat menyebabkan fraktur karena terjadi konsentrasi stress pada satu area.

Fraktur midline pada gigitiruan sering disebabkan oleh flexural fatigue.

Kerusakan akibat impact biasanya terjadi di luar mulut sebagai hasil dari

benturan mendadak pada gigitiruan atau karena jatuhnya gigitiruan pada saat dibersihkan, batuk atau bersin. Menurut penelitian El-Sheikh dan Al-Zahrani, 80,4 % penyebab kerusakan gigitiruan adalah karena benturan (impact) dan 71,4 %

kerusakan gigitiruan adalah karena patahnya basis gigitiruan resin akrilik.23

2.2 Perubahan dimensi

Dimensi adalah parameter atau pengukuran yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sifat-sifat suatu objek, yaitu ukuran seperti panjang, lebar dan tinggi

serta bentuk. Menurut definisi matematika, dimensi adalah parameter yang dibutuhkan untuk menggambarkan posisi dan sifat-sifat objek dalam suatu ruang.

Dalam konteks khusus, satuan ukur dapat pula disebut dimensi.

Perubahan dimensi dapat diukur secara volumetrik dan linear. Perubahan dimensi biasanya dinyatakan dalam persentase panjang atau volume akhir

dibandingkan dengan panjang atau volume mula-mula dari suatu objek Perubahan dimensi linear lebih mudah dan sederhana untuk diukur.

24

7

(27)

juga lebih memberikan efek nyata terhadap adaptasi basis gigitiruan di rongga mulut.1

Biasanya perubahan dimensi volumetrik diukur dengan pengukuran tiga kali perubahan dimensi linear.

Perubahan dimensi juga dapat diukur dengan metode vektor untuk mendapatkan nilai perubahan dimensi secara keseluruhan dari suatu sampel. Penggunaan metode ini biasanya digunakan untuk mengukur perubahan dimensi

secara linear. Pengukuran perubahan dimensi dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan titik acuan pada sampel dan model induk. Nilai vektor diperoleh dengan

menghitung akar dari jumlah jarak titik-titik acuan yang dikuadratkan pada masing-masing sampel dan model induk. Perubahan dimensi diperoleh dari selisih antara vektor model induk dan vektor sampel.

7

Zissis, dkk (1991) melaporkan 60 % artikel yang dipublikasikan tentang alat ukur perubahan dimensi menggunakan metode secara mikroskopis. Alat ukurnya

berupa travelling microscope atau disebut juga optical comparator.

Perubahan dimensi selalu dikaitkan dengan 2 hal yaitu pengerutan dan ekspansi.

26,28,29

26

(28)

berkisar antara 0,2 % - 0,5 %. 16,26,30 Pengerutan yang berkisar antara 0,1% – 0,4 %

tidak terlalu berpengaruh terhadap adaptasi gigitiruan di rongga mulut sehingga masih bisa ditoleransi oleh daya pegas mukosa, namun daya pegas mukosa ini tidak

dapat mengkompensasi bila ketidaksesuaian yang terjadi melebihi 1 mm terutama jika terjadi di daerah posterior palatal. Pengaruh yang besar dari pengerutan linear terdapat pada daerah posterior palatal dari gigitiruan penuh rahang atas yang dapat

menimbulkan celah antara basis gigitiruan dan jaringan pendukung di rongga mulut. Hal ini dapat mengurangi stabilisasi gigitiruan karena kestabilan gigitiruan salah

satunya dipengaruhi oleh adaptasi yang rapat antara basis gigitiruan dan jaringan pendukung rongga mulut. Adaptasi yang rapat juga mempengaruhi retensi gigitiruan yang berhubungan dengan lapisan saliva yang mempengaruhi adhesi antara gigitiruan

dan jaringan lunak rongga mulut.17,31 Selain mengalami pengerutan, resin akrilik juga memiliki sifat mengabsorpsi air yang menyebabkan ekspansi yang nilainya berkisar

antara 0 % - 0,32 %.30

2.3 Penguat

Sebagian besar resin akrilik yang digunakan adalah dalam bentuk yang tidak dimodifikasi. Namun, beberapa tahun belakangan ini produk resin akrilik telah

dikembangkan untuk memperbaiki kekuatan impak, fatigue resistance dan

radiopacity. Beberapa pendekatan untuk memperkuat resin akrilik diantaranya

dengan modifikasi secara kimia, penambahan penguat logam dan penambahan serat

(29)

2.3.1 Kimia

Gigitiruan berbasis resin akrilik dapat dimodifikasi dengan penggabungan

butadiene-styrene rubber dengan metil metakrilat. Modifikasi ini meningkatkan

kekuatan impak sehingga sering disebut resin akrilik high impact. Sebagai hasil dari penggabungan dengan rubber, modifikasi ini juga dapat menurunkan absorpsi air walaupun dalam jumlah yang kecil.

Kelemahan resin akrilik ini adalah kemungkinan terjadinya peningkatan elastisitas yang berlebihan sehingga menjadi terlalu fleksibel dan harganya yang jauh

lebih mahal daripada resin akrilik konvensional.

7

8

2.3.2 Logam

Penggunaan logam untuk ditambahkan ke dalam basis gigitiruan telah dilaporkan untuk mempengaruhi daya tahan resin akrilik terhadap fraktur. Beberapa

bentuk logam yang dapat ditambahkan antara lain berbentuk kawat, batang, lembaran atau anyaman dan pelat. Sifat penguatan oleh logam dipengaruhi oleh ketebalan dan posisinya pada resin. Penggunaan logam berbentuk batang dan kawat sebagai bahan

penguat sering memiliki keterbatasan karena dapat meningkatkan konsentrasi tekanan di sekeliling resin akrilik sehingga dapat mengurangi kekuatan gigitiruan.8

2.3.3 Penambahan serat

(30)

kerusakan saat terjadi kecelakaan.3 Penambahan serat pada basis gigitiruan resin

akrilik dapat secara menyeluruh atau sebagian. Serat yang ditambahkan harus dapat menyatu dalam basis gigitiruan. Pengaruh penambahan serat pada basis gigitiruan

resin akrilik sangat mempengaruhi kekuatan impak, kekuatan transversal, modulus elastisitas dan daya tahan terhadap fraktur basis gigitiruan resin akrilik.9,13 Beberapa serat yang dapat ditambahkan ke dalam basis gigitiruan antara lain serat karbon, serat

aramid, serat polietilen dan serat kaca.9,13

2.3.3.1 Karbon

Salah satu usaha untuk memperbaiki fatigue resistance resin akrilik diperoleh dengan penggunaan serat karbon.9,21 Jika serat diletakkan secara benar maka

kemungkinan akan mempunyai efek yang bermanfaat. Bahan ini mengeraskan gigitiruan, mengurangi derajat kelenturan dan kemungkinan terjadinya fraktur.

Resin akrilik dengan serat karbon memiliki beberapa kelemahan diantaranya sulit dipoles dan memiliki estetis yang buruk karena warnanya yang hitam.

21

8,9,21,32-35

Ikatan antara serat dan resin akrilik juga sulit diperoleh, jika ikatan antara resin

(31)

2.3.3.2 Aramid

Penambahan serat aramid telah menunjukkan peningkatan kekuatan impak secara signifikan dan meningkatkan daya tahan terhadap fraktur basis gigitiruan resin

akrilik.15 Kekurangan pemakaian serat aramid yaitu tidak praktis karena sulit untuk dipoles dan warnanya yang kuning mengurangi estetisnya di rongga mulut.8,32-34 Serat

ini dapat menyebabkan permukaan yang kasar pada gigitiruan sehingga dapat menyebabkan iritasi mukosa dan ketidaknyamanan pasien serta seringnya terjadi penyebaran serat aramid yang tidak merata di dalam matriks resin.8,37

2.3.3.3 Polietilen

Diantara semua serat yang dapat ditambahkan ke dalam basis gigitiruan resin akrilik, serat polietilen memiliki sifat yang paling baik untuk ditambahkan ke dalam

basis gigitiruan resin akrilik karena pemakaian serat polietilen dapat meningkatkan kekuatan impak paling tinggi diantara serat yang lain yaitu 18870,79 N/m, serta terjadinya proses adhesi yang baik antara polimer dan serat. Selain itu, pada saat

kontak awal antara poli metil metakrilat dan serat polietilen terjadi penyatuan yang sangat baik sehingga mengurangi terjadinya porositas. Basis gigitiruan yang ditambah

dengan serat polietilen juga memiliki estetis yang lebih baik dari serat yang lain karena polietilen termasuk polimer yang memiliki sifat-sifat yang mendekati poli metil metakrilat, salah satunya sifat optik polietilen yang hampir sama dengan poli

(32)

2.3.3.4 Kaca

2.3.3.4.1 Pengertian

Salah satu jenis serat yang dapat ditambahkan ke dalam resin akrilik untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik resin akrilik adalah serat kaca atau disebut juga

fiberglass.8 Serat kaca merupakan material yang terbuat dari serabut-serabut yang

sangat halus dari kaca atau gelas.38 Serat kaca dapat beradhesi dengan matriks polimer di dalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan ikatan yang baik dengan

resin akrilik, oleh karena itu serat kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat.13,38

2.3.3.4.2 Komposisi

Komposisi serat kaca secara kimia antara lain mengandung 55,2 % SiO2,

14,8% Al2O3, 7,3 % B2O3, 3,3 % MgO, 18,7 % CaO, 0,2 % K2O, serta

masing-masing 0,3 % Na2O3, Fe2O3 dan F2.39

Konsentrasi serat kaca yang ditambahkan pada resin akrilik juga dapat mempengaruhi kekuatan resin tersebut. Kekuatan transversal basis gigitiruan akan

lebih baik jika ditambahkan serat kaca sebesar 1 %. Konsentrasi serat kaca yang tinggi akan bertindak sebagai benda asing di dalam polimer dan mengganggu

kehomogenan matriks resin sehingga dapat melemahkan resin akrilik.12 Stipho (1998) menyimpulkan kekuatan transversal resin akrilik yang ditambah 1 % serat kaca berbentuk potongan kecil akan meningkat dari 76409 Kpa menjadi 90681 Kpa.

(33)

dan 83468 Kpa. Resin akrilik yang ditambah dengan serat kaca berkonsentrasi 10 %

dan 15 % memiliki kekuatan transversal lebih rendah daripada resin akrilik yang tidak ditambah serat kaca yaitu 72551 Kpa dan 65905 Kpa.33

2.3.3.4.3 Bentuk

Serat kaca mempunyai beberapa bentuk diantaranya adalah bentuk batang,

anyaman dan potongan kecil. a. Batang

15,32

Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang terdiri atas 1000 - 200000 serabut serat kaca. Diameternya berkisar antara 3 - 25 µ m.40 Walaupun beberapa penelitian menyatakan bahwa penggabungan serat kaca

berbentuk batang dengan basis gigitiruan poli metil metakrilat akan meningkatkan kekuatan basis gigitiruan secara signifikan, tetapi terdapat beberapa kekurangan dari

proses ini yaitu penanganan yang lebih sulit dan penyerapan serat dengan resin yang tidak adekuat.15 Vallitu (1996) menyatakan, serat kaca berbentuk batang yang ditambahkan ke dalam resin akrilik polimerisasi panas dapat menyebabkan perubahan

dimensi yang signifikan. b. Anyaman

18

(34)

bentuk anyaman mengalami perubahan dimensi terbesar bila resin akrilik ditambah

tiga lembar serat kaca.5

Gambar 2. Serat kaca bentuk anyaman

c. Potongan kecil

41

Penggunaan serat kaca berbentuk potongan kecil telah banyak dilakukan dalam beberapa penelitian. Serat kaca bentuk ini memiliki banyak kelebihan

diantaranya kemudahan penggunaannya di klinik. Hal ini disebabkan proses pencampuran antara serat kaca dan resin yang lebih sederhana serta ukuran serat yang

kecil memudahkan untuk dimanipulasi dan dimasukkan ke dalam adonan resin akrilik.15 Stipho (1998) menyatakan bahwa kekuatan transversal tertinggi diperoleh dari penambahan serat kaca sebanyak 1 % dari total berat polimer dan monomer.33

Lee, dkk (2001) menyatakan bahwa resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca berbentuk potongan kecil berukuran 3 mm meningkatkan kekuatan

(35)

Gambar 3. Serat kaca bentuk potongan kecil43

Penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik sering menimbulkan kesulitan dalam hal penyatuan serat ke dalam matriks polimer, tetapi masalah ini dapat diatasi

dengan mengubah viskositas campuran antara resin akrilik dan serat kaca dengan cara meningkatkan kandungan monomer ke dalam campuran sehingga serat lebih mudah meresap ke dalam resin akrilik.19 Salah satu cara penambahan serat kaca bentuk

potongan kecil ke dalam resin akrilik polimerisasi panas adalah dengan merendam serat kaca yang akan digunakan ke dalam sejumlah monomer selama beberapa menit

untuk meningkatkan penyatuannya ke dalam resin akrilik. Serat kaca kemudian dikeluarkan dari monomer dan ditiriskan. Serat kaca kemudian dimasukkan ke dalam campuran resin akrilik dan diaduk sampai merata, setelah mencapai fase dough

(36)

10 mm

2,5 mm BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratoris.

3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah resin akrilik polimerisasi panas yang

ditambah dan yang tidak ditambah serat kaca. Sampel dibuat dalam bentuk batang uji dengan ukuran 65 mm x 10 mm x 2,5 mm.44 (spesifikasi ADA no.12)

Gambar 4. Ukuran batang uji

3.3 Besar Sampel

Pada penelitian ini besar sampel minimal diestimasi berdasarkan rumus sebagai berikut : (Daniel, 1995)

z

n : jumlah sampel masing-masing kelompok

σ : varians populasi yang dapat diestimasi dari simpangan baku penelitian σ

(37)

Z : harga standar normal pada α tertentu yang digunakan pada penelitian ini.

(α = 0,05 maka Zα = 1,96).

d : penyimpangan yang ditolerir (d = 0,15)

n = (1,96)2 x (0,29) (0,15)

2

= 14,35

2

= 15

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas :

1. Resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah dengan serat kaca

2. Resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah dengan serat kaca

3.4.2 Variabel Terikat : perubahan dimensi

3.4.3 Variabel Terkendali :

1. Bentuk, ukuran dan berat serat kaca 2. Teknik penambahan serat kaca

(38)

8. Tekanan pres hidrolik

9. Suhu dan waktu proses kuring 10. Ukuran model induk

3.5 Defenisi Operasional

1. Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin akrilik yang memerlukan

energi panas untuk polimerisasi yang didapat dari pemanasan air.

a. Resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca adalah resin

akrilik polimerisasi panas yang pada saat pencampuran antara polimer dan monomernya ditambah dengan serat kaca.

b. Resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca adalah

resin akrilik polimerisasi panas yang pada saat pencampuran antara polimer dan monomernya tidak ditambah dengan serat kaca.

2. Perubahan dimensi adalah selisih antara nilai vektor sampel dengan nilai vektor model induk. Nilai vektor adalah akar dari jumlah jarak titik-titik acuan yang dikuadratkan pada masing-masing sampel dan model induk.

3. Bentuk, ukuran dan berat serat kaca yang ditambahkan adalah berbentuk potongan kecil dengan ukuran kira-kira 3 mm dan ditimbang sebanyak 0,13 gr untuk

3 buah sampel yaitu setara dengan 1 % dari total berat polimer dan monomer dengan perbandingan 0,13 gr : 9 gr : 3,6 ml.

4. Teknik penambahan serat kaca adalah serat kaca sebanyak 0,13 gr

(39)

ke dalam campuran polimer dan monomer dengan perbandingan 9 gr : 3,6 ml hingga

homogen. Jumlah ini digunakan untuk pembuatan 3 buah sampel.

5. Jenis resin akrilik polimerisasi panas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah merek QC-20, proses kuring dilakukan dengan pemanasan air menggunakan

water bath.

6. Jenis gips keras yang digunakan pada penelitian ini adalah merek Moldano,

pencampuran gips keras dan akuades dilakukan di dalam mangkuk karet dan pengadukannya dengan bantuan spatula. Perbandingan adonan gips keras adalah

perbandingan jumlah gips keras dan akuades untuk kuvet bawah 200 gr : 100 ml dan kuvet atas 250 gr :150 ml.

7. Waktu pengadukan gips adalah waktu yang diperlukan untuk mengaduk

adonan gips yaitu diaduk dengan spatula selama 15 detik kemudian dengan vakum mikser selama 30 detik.

8. Tekanan pres hidrolik adalah tekanan yang digunakan untuk menutup kuvet sebelum dilakukan proses kuring, yaitu 1000 psi untuk penutupan percobaan sebanyak 2 kali dan 2200 psi untuk penutupan akhir.

9. Suhu dan waktu proses kuring adalah suhu dan waktu yang digunakan untuk proses kuring menggunakan water bath, dimulai pada suhu 70°C dibiarkan

selama 120 menit selanjutnya suhu dinaikkan menjadi 100° C dibiarkan selama 60 menit.

(40)

Gambar 5. Model induk dari logam

3.6 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009. Lokasi penelitian :

1. Laboratorium Prostodonsia FKG USU. 2. Unit UJI Laboratorium Dental FKG USU 3. Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan

3.7 Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1 Alat Penelitian

1. Model induk dari logam ukuran 65 mm x 10 mm x 2,5 mm sebanyak 6 buah.

2. Travelling microscope dengan ketelitian 0,01 mm (Shimadzu, Japan)

3. Timbangan digital (Sartorius AG Gottingen, Germany)

4. Mangkuk karet dan spatula

5. Vibrator (Pulsar-2 Fili Manfredi, Italy) 6. Pot porselen, pipet dan gelas ukur

7. Pres hidrolik (OL 57 Manfredi, Italy) 8. Kuvet (Smic, China)

(41)

10.Masker

11.Vakum mikser (Mixyvac Fili Manfredi, Italy)

12.Water bath model 1H (Fili Manfredi Pulsar-2, Italy)

13.Mikromotor (Strong, Korea) 14.Straight handpiece (Strong, Korea)

15.Bur fraser

3.7.2 Bahan Penelitian

1. Resin akrilik polimerisasi panas (QC 20, England)

2. Serat kaca bentuk potongan kecil dengan ukuran kira-kira 3 mm (Taiwan

Glass, Taiwan)

3. Vaselin

4. Plastik selopan

5. Gips keras (Moldano, China)

6. Cold mould seal (QC 20, England)

7. Akuades

(42)

3.8 Cara Penelitian

3.8.1 Pembuatan Sampel Kelompok A dan B

Sampel yang dibuat terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok sampel resin

akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca (Kelompok A) dan sampel resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca (Kelompok B).

3.8.1.1 Pembuatan Mold Kelompok A dan B

a. Gips keras dicampur dengan akuades dengan perbandingan 200 gr : 100

ml untuk pengisian kuvet bawah.

b. Adonan gips keras diaduk dengan spatula selama 15 detik, kemudian dengan vakum mikser selama 30 detik.

c. Adonan gips keras dimasukkan ke dalam kuvet bawah yang telah disiapkan di atas vibrator.

d. Model induk dari logam diletakkan pada adonan gips keras dalam kuvet bawah, satu kuvet berisi tiga buah model induk.(Gambar 6)

e. Setelah agak mengeras lalu gips dirapikan dan didiamkan sampai

mengeras selama 60 menit.

f. Permukaan gips keras diolesi dengan vaselin dan kuvet atas disatukan

dengan kuvet bawah dan diisi dengan adonan gips keras dengan perbandingan 250 gr : 150 ml di atas vibrator, kemudian kuvet ditekan perlahan-lahan dengan tutup kuvet.

g. Setelah adonan gips pada kuvet atas mengeras, kuvet dibuka, model induk

(43)

h. Setelah mold dibersihkan, permukaan gips pada kuvet bawah dan kuvet

atas diolesi dengan cold mould seal dan didiamkan selama 20 menit (sesuai petunjuk pabrik).

Gambar 6. Kuvet berisi tiga model induk

3.8.1.2 Pengisian Akrilik pada Mold

3.8.1.2.1 Pengisian Akrilik pada Mold Kelompok A

(44)

b. Polimer dicampur dengan monomer yang telah disiapkan di dalam pot

porselin dengan perbandingan 9 gr : 3,6 ml kemudian ditambah dengan serat kaca yang sebelumnya sudah direndam di dalam monomer sebanyak 2 ml selama 1 menit,

kemudian diaduk perlahan-lahan dan dilakukan pada suhu kamar.

c. Setelah adonan mencapai fase dough kemudian adonan dimasukkan ke dalam mold yang berada pada kuvet bawah.

d. Resin akrilik ditutup dengan plastik selopan kemudian kuvet atas dipasangkan, selanjutnya kuvet ditekan perlahan-lahan dengan pres hidrolik dengan

tekanan 1000 psi. Kuvet dibuka kembali dan kelebihan akrilik dibuang menggunakan lekron. Prosedur ini diulang dua kali, kemudian plastik selopan dilepas dan kuvet ditutup kembali lalu dilakukan penekanan akhir dengan tekanan 2200 psi.

e. Baut kuvet dipasang untuk mempertahankan kuvet atas dan bawah rapat dan dibiarkan 15 menit.

3.8.1.2.2 Pengisian Akrilik pada Mold Kelompok B

Prosedur pengisian akrilik pada kelompok A sama dengan pengisian akrilik

pada kelompok B tetapi pada kelompok B tidak dilakukan penambahan serat kaca.

3.8.1.3 Kuring Kelompok A dan B

Water bath diisi dengan air, suhu dan waktunya diatur. Proses kuring dimulai

pada suhu 70°C dipertahankan selama 120 menit, kemudian suhu dinaikkan menjadi 100°C dan dipertahankan selama 60 menit. Setelah itu kuvet dikeluarkan dari water

(45)

3.8.1.4 Penyelesaian Kelompok A dan B

Sampel dikeluarkan dari kuvet, lalu kelebihan akrilik dirapikan untuk menghilangkan bagian yang tajam dengan bur fraser

3.8.2 Penentuan Perubahan Dimensi

Pengukuran perubahan dimensi dilakukan dengan menggunakan Travelling

microscope dengan ketelitian 0,01 mm.(Gambar 8) Sebelum dilakukan pengukuran,

sampel direndam dalam akuades selama 48 jam. Pengukuran perubahan dimensi

dilakukan dengan metode vektor.

Sampel dan model induk diberi tanda pada keempat titik sudutnya yang digunakan sebagai titik acuan pengukuran. Titik tersebut dinamakan titik A, B, C, dan

D. Jarak antara AB, BC, CD dan DA diukur pada setiap sampel dan model induk. Perhitungan hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus vektor :

║V ║ = √ AB2 + BC2 + CD2 + DA

AB = jarak antara titik A dan B, BC = jarak antara titik B dan C, CD = jarak antara titik C dan D dan DA adalah jarak antara titik D dan A, v = vektor. Penentuan

perubahan dimensi diperoleh dari selisih antara vektor sampel dan vektor model induk. Perubahan dimensi diukur dengan rumus :

2

19,27

Keterangan :

(46)

Gambar 8. Travelling microscope

3.9 Analisis Data

Untuk melihat adanya perbedaan perubahan dimensi, data dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji-t berpasangan.

(47)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Perubahan Dimensi Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang

Ditambah Serat Kaca dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Tidak Ditambah Serat Kaca

Perubahan dimensi pada kelompok A dan B diperoleh dengan menghitung

selisih antara ukuran batang uji resin akrilik polimerisasi panas dengan ukuran model induk dari logam yang dikalkulasikan dengan menggunakan vektor. Perubahan

dimensi dapat berupa ekspansi ataupun pengerutan. Perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas setelah ditambah dengan serat kaca dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. NILAI DAN PERSENTASE PERUBAHAN DIMENSI KELOMPOK A DAN KELOMPOK B

No

Kelompok A Kelompok B

(48)

Tabel 2. RERATA NILAI DAN PERSENTASE PERUBAHAN DIMENSI KELOMPOK A DAN KELOMPOK B

Kelompok Perubahan Dimensi (mm) Persentase (%)

A -0,492 0,527

B -0,321 0,344

Dari tabel 2 dapat terlihat bahwa rerata nilai dan persentase perubahan

dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca adalah -0,492 mm atau 0,527 %. Rerata nilai dan persentase perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca adalah -0,321 mm atau 0,344 %.

Batang uji memiliki ukuran yang lebih kecil daripada ukuran model induk atau mengalami pengerutan yang ditunjukkan oleh tanda negatif (-). Rata-rata perubahan

dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca lebih besar daripada resin akrilik yang tidak ditambah serat kaca dengan perbedaan 0,171 mm.

4.2Pengaruh Penambahan Serat Kaca pada Resin Akrilik Polimerisasi

Panas terhadap Perubahan Dimensi

Pengaruh penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas

(49)

Tabel 3. ANALISIS STATISTIK PERUBAHAN DIMENSI KELOMPOK A DAN KELOMPOK B MENGGUNAKAN UJI-T BERPASANGAN

Kelompok

Perubahan Dimensi (mm)

P

N X ± SD

A 15 -0,492 ± 0,22201

0,056

B 15 -0,321 ± 0,16501

Dari Tabel 3 dapat terlihat bahwa hasil rerata dan standar deviasi untuk kelompok A adalah -0,492 ± 0,22201 dan untuk kelompok B adalah -0,321 ±

0,16501. Dari hasil uji-t berpasangan terlihat bahwa p = 0,056 (p>0,05), hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca dan resin akrilik

polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca sehingga tidak ada pengaruh penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas terhadap perubahan

(50)

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Metodologi Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelititan ini adalah eksperimental laboratoris yaitu kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengetahui

suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara

memberikan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian hasil dari perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).46

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Perubahan Dimensi Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Ditambah Serat Kaca dan Resin Akrilik Polimerisasi Panas yang Tidak Ditambah Serat Kaca

Pada tabel 1 terlihat nilai perubahan dimensi terbesar terdapat pada kelompok

resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca yaitu -0,99 mm atau 1,062%. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rerata perubahan dimensi untuk

kelompok A (-0,492 mm) lebih besar daripada nilai rerata perubahan dimensi untuk kelompok B (-0,321 mm). Persentase perubahan dimensi untuk kelompok A (0,527 %) juga lebih besar daripada kelompok B (0,344 %). Hal ini menunjukkan

(51)

ditambah dengan serat kaca lebih besar daripada resin akrilik yang tidak ditambah

dengan serat kaca.

Pada penelitian ini perubahan dimensi terbesar terdapat pada kelompok resin

akrilik yang ditambah serat kaca. Nilai rerata perubahan dimensi pada kelompok yang ditambah serat kaca juga menunjukkan hasil yang lebih besar daripada kelompok tanpa serat kaca. Hal ini mungkin disebabkan meningkatnya pengerutan pada saat

polimerisasi yang terjadi disebabkan kandungan monomer yang lebih tinggi pada campuran antara serat kaca dan resin akrilik. Kandungan monomer yang tinggi dalam

campuran resin akrilik dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pengerutan polimerisasi.3,16 Peningkatan kandungan monomer disebabkan sebelum dicampurkan ke dalam resin akrilik, serat kaca direndam terlebih dahulu di dalam monomer untuk

meningkatkan penyatuannya dengan resin akrilik.43

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Vallittu (1996) yang

menunjukkan bahwa penambahan serat kaca berbentuk batang pada resin akrilik polimerisasi panas menimbulkan pengerutan yang lebih besar pada resin akrilik yang

disebabkan besarnya pengerutan polimerisasi di dalam serat kaca, namun nilai perubahan dimensi pada penelitian Vallitu menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan jenis serat kaca yang digunakan. Vallittu

Teknik ini memiliki kelemahan yaitu jumlah monomer yang terserap tidak dapat dikendalikan sehingga

(52)

waktu kuring serta proses pendinginan penelitian ini dengan penelitian Vallittu.

Proses kuring yang digunakan Vallittu adalah dengan air mendidih selama 45 menit dan kemudian kuvet didinginkan di air yang dingin.18 Pengontrolan suhu dan waktu

kuring serta proses pendinginan mempengaruhi terjadinya perubahan dimensi.

Penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik sering menimbulkan kesulitan dalam hal penyatuan serat ke dalam matriks polimer, tetapi masalah ini dapat diatasi

dengan mengubah viskositas campuran antara resin akrilik dan serat kaca dengan cara meningkatkan kandungan monomer ke dalam campuran sehingga serat lebih mudah

meresap ke dalam resin akrilik.

5,19

19,42,47,48

Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan rasio polimer dan monomer di dalam campuran yang dapat mengakibatkan perubahan sifat fisis resin akrilik yang dihasilkan. Salah satunya

dapat menambah kemungkinan terjadinya perubahan dimensi akibat terjadinya pengerutan saat polimerisasi.

Ketika monomer terpolimerisasi untuk membentuk polimetil metakrilat, kepadatan massa bahan berubah dari 0,94 menjadi 1,19 g/cm

15,16,19

3

. Perubahan kepadatan ini menghasilkan pengerutan volumetrik sebesar 21 %. Nilai ini menyebabkan

pengerutan linear umumnya kurang dari 1 %,1,16 namun dari beberapa penelitian nilai pengerutan linear berada antara 0,2 - 0,5 %.16,30 Pengerutan yang dapat ditolerir

jaringan pendukung rongga mulut dilaporkan berada diantara 0,1 - 0,4 %.17 Penambahan serat kaca yang memiliki kandungan monomer yang lebih besar dalam campurannya menghasilkan pengerutan resin akrilik yang lebih besar yaitu pada

(53)

0,127 % sehingga kemungkinan masih dapat ditolerir oleh jaringan lunak rongga

mulut karena nilainya tidak melebihi 1 mm. Perubahan dimensi yang tidak melebihi 1 mm masih dapat ditoleransi oleh daya pegas mukosa.

Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan dimensi yang terjadi berupa pengerutan pada batang uji. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya meningkatnya pengerutan polimerisasi. Faktor lain disebabkan oleh penambahan

serat kaca ke dalam resin akrilik dapat mengakibatkan pengurangan kuantitas air yang dapat diabsorpsi oleh polimer sehingga absorpsi air semakin kecil.

31

43

5.2.2 Pengaruh Penambahan Serat Kaca pada Resin Akrilik Polimerisasi Panas terhadap Perubahan Dimensi

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa rerata persentase perubahan dimensi pada

kelompok A (0,527 %) lebih besar daripada perubahan dimensi pada kelompok B (0,344 %). Tabel 3 memperlihatkan hasil analisis statistik uji-t berpasangan yang

menunjukkan bahwa pada α = 0,05 diperoleh nilai kelompok A yang tidak signifikan dari kelompok B (p>0,05). Hal ini berarti penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas tidak mempengaruhi perubahan dimensi secara signifikan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chai dkk (2004). Penelitian tersebut menggunakan serat kaca untuk memperkuat

(54)

Penelitian yang dilakukan oleh Polat dkk (2003) juga menunjukkan hasil yang

sesuai dengan penelitian ini. Polat, dkk (2003) menggunakan serat kaca berbentuk potongan kecil dengan konsentrasi 5 % dengan ukuran 8 mm. Sampel yang diukur

setelah kuring, setelah pengeringan, setelah perendaman dalam air selama 15 hari dan 30 hari menunjukkan perubahan dimensi yang tidak signifikan. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa penambahan serat kaca tidak mempengaruhi ketepatan

dimensi basis gigitiruan resin akrilik.

Penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi panas tidak

mempengaruhi terjadinya perubahan dimensi secara signifikan. Hal ini kemungkinan karena pada penelitian ini serat kaca yang digunakan berbentuk potongan kecil yang sifatnya tersebar merata di dalam matriks polimer dan penyatuannya yang baik

dengan resin akrilik.

19

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ratwita dan Mahalistiyani

(2007) yang menggunakan serat kaca berbentuk anyaman, secara signifikan mempengaruhi perubahan dimensi. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perbedaan cara penambahan serat kaca ke dalam matriks polimer yang hanya

secara mekanis. Serat kaca yang berbentuk lembaran langsung ditempatkan di atas adonan resin akrilik tanpa proses penyatuan secara kimiawi. Hal ini dapat

menyebabkan peresapan serat kaca ke dalam resin akrilik yang terjadi kurang sempurna dan berpotensi menimbulkan celah di antara serat dan resin sehingga berpengaruh terhadap perubahan dimensi sampel. Bentuk dan ukuran serat kaca juga

mungkin mempengaruhi perubahan dimensi yang terjadi. Penelitian ini menggunakan

(55)

karena ukurannya yang kecil sehingga tidak terlalu mempengaruhi dimensi sampel,

sedangkan penelitian Ratwita dan Mahalistiyani menggunakan serat kaca yang berupa anyaman dalam bentuk lembaran yang ukurannya lebih besar dapat

mempengaruhi dimensi sampel yang dihasilkan.5

Perubahan dimensi selalu dikaitkan dengan 2 hal yaitu pengerutan dan

ekspansi.

Perbedaan perubahan dimensi juga mungkin disebabkan oleh perbedaan suhu dan waktu kuring. Penelitian Ratwita dan Mahalistiyani menggunakan suhu 100°C selama 1 jam yang berbeda dengan

penelitian ini.

26

Pada resin akrilik polimerisasi panas perubahan dimensi terutama dipengaruhi oleh pengerutan polimerisasi dan absorpsi air.30 Resin akrilik dilaporkan memiliki kecenderungan untuk menyerap air yang nilainya 0,69 mg/cm2.1,26

Diperkirakan bahwa setiap 1 % penambahan berat karena penyerapan air, resin akrilik mengalami ekspansi linear sebesar 0,23 %.1,6 Beberapa penelitian melaporkan

bahwa ekspansi oleh karena absopsi air dapat mengkompensasi seluruh, sebagian atau melebihi besarnya pengerutan yang terjadi pada basis gigitiruan resin akrilik.26,30 Pada penelitian ini kelompok yang ditambah serat kaca mengalami pengerutan yang

lebih besar. Hal ini mungkin juga disebabkan absorpsi air yang kecil sehingga tidak dapat mengkompensasi besarnya pengerutan yang terjadi pada resin akrilik

(56)

dengan kuantitas 1 % akan menghasilkan kekuatan resin akrilik yang paling

maksimal dibandingkan menggunakan serat kaca dengan kuantitas yang lebih dari 1 % sehingga perlu dipelajari pengaruhnya terhadap perubahan dimensi. Hasil

penelitian ini menunjukkan penambahan serat kaca tidak mempengaruhi perubahan dimensi secara signifikan sehingga tidak ada pengaruh penambahan serat kaca berbentuk potongan kecil sebanyak 1 % pada resin akrilik polimerisasi panas

(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perubahan dimensi resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca berupa pengerutan (shrinkage) pada batang uji. Pengerutan pada resin akrilik

yang ditambah serat kaca (0,527 %) lebih besar dibandingkan dengan resin akrilik polimerisasi panas yang tidak ditambah serat kaca ( 0,344 %).

2. Tidak ada pengaruh penambahan serat kaca pada resin akrilik polimerisasi

panas terhadap perubahan dimensi.

6.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan serat kaca terhadap sifat-sifat resin akrilik yang lain.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik penambahan serat kaca ke dalam resin akrilik yang lebih baik untuk mencegah meningkatnya monomer sisa

(58)

DAFTAR RUJUKAN

1. Anusavice, Kenneth J. Phillips buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi. Trans.

Johan Arif Budiman, Susi Puwoko. Lilian Juwono, eds. Edisi 10. Jakarta : EGC, 2003 : 197,198,207,210.

2. Ferracane, JL. Materials in dentistry: principles and applications. 2nd

3. Manappallil, JJ. Basic dental materials. 1

ed.

Philadelphia : Lippincott Wiliams & Walkins,2001 : 262-265.

st

4. Combe, EC. Notes of dental materials. 5

ed. New Delhi : Jaypee Brothers

Medical Publishers, 1998 : 106.

th

5. Ratwita, DF. Mahalistiyani, R. Dimensional change of acrylic resin plate after

the reinforcement of glass fibre. Dent J 2007 ; 40 (2) : 61-64.

ed. Edinburgh : Churchill Livingstone, 1986 : 258-262.

6. Combe EC. Sari dental material. Trans. Slamat Tarigan. Jakarta : Balai pustaka, 1992 : 267-276.

7. Craig RG, Powers JM, Wataha JC. Dental material : properties and

manipulation. 7th

8. Jagger, D. Harrison, A. Complete dentures-problems solving. London : British

Dental Association, 1999 : 9.

ed. India : Mosby, 2000 : 264.

9. Febriani, M. Pengaruh penambahan serat pada basis gigi tiruan resin akrilik

(studi pustaka). Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi 2003 ; 1(2) :

(59)

10. Vallitu, PK. Acrylic resin fiber composite. Part II. The effect of polymerization

shrinkage of polymethylmethacrylate applied to fibre roving on transverse

strength. J Prosthet Dent 1994; 71(5) : 616.

11. Nirwana, I. Soekartono, RH. Sitotoksisitas resin akrilik hybrid setelah

penambahan glass fiber dengan metode berbeda. Dent J 2005 ; 38 : 59.

12. Stipho, HD. Repair of acrylic resin denture base reinforced with glass fiber. J

Prosthet Dent 1998 ; 80 : 549.

13. Mahalistiyani, R. Ratwita, DF. Pengaruh bahan penguat serat gelas terhadap

kekuatan transversa lempeng akrilik. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi 2006;

21(4) : 140-5.

14. Uzun, G. Hersek, N. Tincer, T. Effect of five woven fiber reinforcements on the

impact and transverse strength of a denture base resin. J Prosthet Dent 1999; 81 :

616-20.

15. Lee SI, Kim CW, Kim YS. Effect of chopped glass fiber on the strength of heat –

cured PMMA resin. J Korean Acad Prosthodont 2001 ; 39(6) :590-591, 596.

16. Van Noort R. Introduction to dental materials. 3rd

17. Consani RLX, Domitti SS, Mesquita MF, Consani S. Effect of packing types on

the dimensional accuracy of denture base resin cured by the conventional cycle in

relation to post-pressing times. Braz Dent J.2004; 15 (1): 63-67.

ed. Edinburgh : Mosby

Elsevier, 2007 : 220.

(60)

19. Polat TN, Karacaer O, Tezvergil A, Lassila LV, Vallittu PK. Water sorption,

solubility and dimensional changes of denture base polymers reinforced with

short glass fibers. J Biomater Appl 2003; 17:321-35.

20. Phillips RW. Skinners science of dental materials. 8th

21. Mc Cabe JF. Anderson’s applied dental materials. 6

ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1982 : 179.

th

22. Tuna SH, Keyf F, Gumus HO, Uzun C. The evaluation of water

sorption/solubility on various acrylic resins. European J Dent 2008 ; 2 : 191-6.

ed. Oxford : Blackwell

Scientific Publications, 1985 : 83-86.

23. El-Sheikh AM, Al-Zahrani SB. Causes of denture fracture : a survey. Saudi Dent J 2006 ; 18(3) : 150-153.

24. Anonymous. Dimensi. 2008. <http://en.wikipedia.org/wiki/Dimensi> (9 September 2008).

25. Sadamori S, Ishii T, Hamada T, Razak A. A comparison of three dimensional

change in maxillary complete dentures between conventional heat polymerizing

and microwave polymerizing techniques. Dent J 2007; 40 (1) : 6-10.

26. Wong D, Cheng LYY, Chow TW, Clark RKF. Effect of processing method on the

dimensional accuracy and water sorption of acrylic resin dentures. J Prosthet

Dent 1999; 81: 300-4.

27. Salim S, Sadamori S, Hamada T. The dimensional accuracy of rectangular

acrylic resin specimens cured by three denture base processing methods. J

(61)

28. Zissis A, Huggett R, Harrison A. Measurement methods used for the

determination of dimensional accuracy and stability of denture base materials. J

Dent 1991; 19: 199-206.

29. Chen JC, Lacefield WR, Castleberry DJ. Effect of denture thickness and curing

cycle on dimensional stability of acrylic resin denture bases. Dent Mater 1988; 4:

20-4.

30. Pow EHN. Linear dimensional change of heat cured acrylic resin complete

dentures after reline and rebase. Thesis. Hongkong : University of Hongkong,

1995 : 15-30.<

2009)

31. Consani RLX, Domitti SS, Rizzatti Barbosa CM, Consani S. Effect of commercial

acrylic resins on dimensional accuracy of the maxxilary denture base. Braz Dent

J 2002; 13(1): 57-60.

32 Uzun G, Keyf F. Effect of woven, chopped and longitudinal glass fibers

reinforcement on the transverse strength of a repair resin. J Biomater Appl 2001;

15 :351-6.

33. Stipho DH. Effect of glass fiber reinforcement on some mechanical properties of

auto polymerizing polymethyl metacrylate. J Prosthet Dent 1998; 78: 580-4.

34. Nakamura M, Takahashi H, Hayakawa I. Reinforcement of denture base resin

with short- rod glass fiber. Dent Mater J 2007; 26(5): 733-8.

(62)

36. Anonymous. Carbon fiber cloth.

37. Foo SH, Lindquist TJ, Aquilino SA, Schneider RL, Williamson DL, Boyer DB.

Effect of polyaramid fiber reinforcement on the strength of 3 denture base

polymethyl methacrylate resins. J Prostho 2001; 10(3): 148-153.

38. Anonymous. Fiberglass

39. Hyer MW. Stress analysis of fiber-reinforces composite material. Singapore :

McGraw Hill Book Co, 1998 : 19.

40. Obukuro M, Takahashi Y, Shimizu H. Effect of diameter of glass fibers on

flexural properties of fiber-reinforced composites. Dent Mater J 2008 ; 27(4) :

541-8.

41. Anonymous. Fiber glass woven.< www_sakai-grp_co_jp-img_en-ara01_jpg.mht>

(3 Juni 2009)

42. Miettinen VP, Narva KK, Vallittu PK. Water sorption, solubility and effect of

post-curing of glass fibre reinforced polymers. Biomaterials 1999; 20: 1187.

43. Tacir IH, Kama JD, Zortuk M, Eskimez S. Flexural properties of glass fibre

reinforced acrylic resin polymers. Australian Dent J 2006; 51 (1): 52-56.

44. American Dental Association. Guide to dental materials and devices. 17th

45. Daniel, WW. Biostatistic : a foundation for analysis in the health science. 6 ed. Chicago : ADA, 1974-1975 : 206-7.

th

ed.

(63)

46. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta, 2005 :

156.

47. Ozen J, Sipahi C, Caglar A, Dalkiz M. In vtro citotoxicity of glass and carbon

fiber-reinforced heat-polymerized acrylic resin denture base material. Turk J

Med Sci 2006: 36: 121-6.

48. Vallittu, PK. Flexural properties of acrylic resin polymers reinforced with

unidirectional and woven glass fibers. J Prosthet Dent 1999; 81: 318-26.

49. Chai J, Takahashi Y, Hisama K. Shimizu H. Water sorption and dimensional

stability of three glass fiber-reinforced composites. Int J Prosthodont 2004; 17:

(64)

Basis Gigitiruan

Pengertian Bentuk Komposisi

Batang Potongan Kecil Anyaman

Tanpa Penguat

Komposisi Sifat-sifat Manipulasi Kuring

Ketepatan dan

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA PADA RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI

Fraktur

(65)
(66)

Lampiran 2

Kerangka Operasional Penelitian

PENGARUH PENAMBAH SERAT KACA PADA RESIN AKRILIK

POLIMERISASI PANAS TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI

Model Induk dari logam (65 mm x 10 mm x 2,5 mm)

monomer→ dicampur ke

dalam campuran polimer dan monomer dengan perbandingan 2,5 : 1

dough

Kuring Pengisian akrilk

pada mold

Penyelesaian

Sampel direndam dalam akuades selama 48 jam

Ukur Perubahan

(67)

Data Analisis Data

(68)
(69)
(70)

Lampiran 3

Analisis Statistik Menggunakan Uji-T Berpasangan

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Pair 1 A -.4920 15 .22201 .05732

B -.3213 15 .16501 .04260

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

(71)

Lampiran 4

Hasil Perhitungan Perubahan Dimensi

(72)
(73)

26

64,83 9,42 65,05 9,44 8612,281 92,64

27

64,60 9,82 64,78 9,77 8561,493 92,52

28

65,12 10,18 64,69 10,22 8633,491 92,92

29

64,71 10,14 64,66 9,89 8568,931 92,57

30

65,15 9,73 65,30 10,19 8707,121 93,31

Keterangan :

No. 1 -15 = Resin akrilik polimerisasi panas yang ditambah serat kaca

(74)

2. Vektor Model Induk

KELOMPOK A KELOMPOK B

(75)

6

92,70 93,19 -0,49 92,52 92,85 -0,33

7

93,16 93,72 -0,56 93,05 93,19 -0,14

8

92,15 92,85 -0,70 93,49 93,72 -0,23

9

92,96 93,14 -0,18 92,34 92,85 -0,51

10

92,62 92,98 -0,36 92,91 93,19 -0,28

11

92,16 93,15 -0,99 93,31 93,72 -0,41

12

92,41 92,85 -0,44 93,03 92,85 0,18

13

92,55 93,14 -0,59 92,92 93,19 -0,27

14

92,88 93,19 -0,31 92,57 92,85 -0,28

15

Gambar

Gambar 1.  Serat karbon36
Gambar 2.  Serat kaca bentuk anyaman41
Gambar 8. Travelling microscope
Tabel 1.    NILAI DAN PERSENTASE PERUBAHAN DIMENSI KELOMPOK   A DAN KELOMPOK B
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PERANCANGAN ARSITEKTUR 4.

sebanyak 7 responden (50,0%) melahirkan anak kedua.. HUBUNGAN PENGGUNAAN STAGEN TERHADAP DIASTASIS RECTUS ABDOMINIS DI RUMAH BERSALIN GEMOLONG SRAGEN. 0,238 &gt; 0,05),

[r]

Mengenal tata cara ibadah hají Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif Kegiatan Pembelajaran Indikator

[r]

[r]

Mengetahui Guru bidang studi FIQIH Kepala