• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku makan merupakan respon kebiasaan atau perilaku yang berhubungan dengan konsumsi makanan meliputi jenis makanan, jumlah dan waktu mengonsumsi makanan (Dieny, 2014). Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal (Permenkes RI No. 41 Tahun 2014). Perilaku gizi seimbang remaja adalah respon kebiasaan atau perilaku yang berhubungan dengan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam

jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip gizi seimbang dan 7 pesan gizi seimbang remaja (10-19 tahun).

Penelitian pada remaja di Turki dalam Dieny (2014) ditemukan bahwa hanya 1,9% remaja yang memiliki pola konsumsi sesuai dengan panduan piramida makanan (food guide pyramid), 31 % memiliki kebiasaan mengonsumsi fast food paling sedikit

satu kali sehari dan 60,8 % suka melewatkan waktu makan. Penelitian Jumirah, dkk (2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan juga menyatakan tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah.

Sumbangan energi yang berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya 26,32%, sedangkan sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS ada sebanyak 44,74%.

Teori yang mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan termasuk gizi antara lain teori Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2012) bahwa perilaku dibentuk dari tiga faktor. Faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan misalnya kemampuan ekonomi. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat misalnya petugas kesehatan dan tokoh masyarakat.

Faktor predisposisi (predisposing factors) yang memengaruhi perilaku gizi seimbang remaja yaitu pengetahuan, sikap, dan citra tubuh (body image). Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo. 2012).

Penelitian Lukmanto dan Kristanti (2013) tentang pengetahuan gizi dan perilaku makan remaja di SMP Gloria 1 Surabaya menyatakan bahwa pengetahuan gizi remaja pria dan wanita secara keseluruhan cukup baik (82,5%). Penelitian perilaku konsumsi gizi seimbang dan status gizi pada remaja putri di SMAN 1 Tarutung Tahun 2012 yang dilakukan Natalia, dkk (2012) diperoleh pengetahuan dan sikap remaja putri sedang tetapi memiliki pola konsumsi tidak beragam.Citra tubuh (body image) adalah persepsi seseorang terhadap penampilan bentuk tubuhnya (Dieny, 2014). Banyak remaja sering tidak puas dengan penampilan dirinya. Penelitian Diana (2011) pada remaja putri di SMAN 1 Medan bahwa ada hubungan citra tubuh dengan perilaku makan.

Faktor pendukung (enabling factors) yaitu ekonomi/uang saku. Menurut Khomsan (2007) dari sudut pandang ekonomi, remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk makanan tertentu. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun elektronik. Pada penelitian Putri (2014) tentang perilaku makan remaja di

SMAN 10 Padang Tahun 2013 diperoleh 74,1% remaja yang melakukan perilaku makan yang sehat adalah berasal responden yang menghabiskan uang sakunya untuk makan sekitar Rp 10.000- Rp 20.000,-/hari

Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya, dan peran media. Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan. Hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya kebiasaan makan bersama (Khomsan, 2007). Data yang diperoleh dari National Longitudinal Study of Adolescent Health dalam Story, M dan Stang, J

(2005) bahwa frekuensi makan keluarga sebagai pendekatan pengukuran hubungan antara orangtua dan anak atau keterhubungan keluarga dan menemukan bahwa remaja yang makan malam dengan orangtua setidaknya lima hari seminggu, lebih mungkin untuk mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih kecil kemungkinannya untuk merokok, penggunaan obat-obatan, seks di usia muda, atau terlibat perkelahian dibandingkan dengan remaja yang tidak makan dengan orangtua lima hari seminggu atau lebih. Penelitian Saifah (2011) menyatakan terdapat hubungan bermakna dengan korelasi positif antara peran keluarga dengan perilaku gizi anak usia sekolah.

Peran guru sebagai tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar mempunyai pengaruh terhadap anak-anak didiknya yang kadang-kadang lebih dituruti daripada orang tua. Materi pelajaran gizi yang diberikan harus menyajikan kenyataan atau masalah yang dibutuhkan murid (Dewi, dkk, 2011 dalam Maulana, dkk, 2012). Penelitian kualitatif oleh Graham, et al (2000) dalam Saifah (2011) dari

hasil wawancara mendalam terhadap 12 guru SD di Melbourne, disimpulkan bahwa setiap guru merasa terlibat dalam memberikan nasehat gizi pada anak sekolah

Pengaruh teman sebaya pada masa remaja sangat besar dalam terjadinya perilaku makan yang tidak baik seperti yang telah dijelaskan di atas. Remaja lebih sering berada di luar rumah dan bersama dengan teman sebaya sehingga memungkinkan remaja untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Karena remaja cenderung untuk mengikuti tren dan budaya yang sama dengan teman sebaya (Putri, 2014).

Media, baik media cetak maupun media elektronik juga sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku makan pada remaja. Adanya iklan-iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup di masyarakat. Penelitian Saifah (2011) bahwa peran media massa terhadap perilaku gizi anak usia sekolah sebagian besar baik dan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan perilaku gizi anak usia sekolah. Media massa dapat memberi pengaruh positif maupun negatif terhadap anak sehingga orangtua harus dapat memberi arahan yang benar pada saat menonton TV.

Berdasarkan teori dan hasil penelitian yang terdahulu maka diperoleh kerangka pikir di bawah ini :

Gambar 2.3 Landasan Teori