• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor pendorong terdiri dari peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya dan peran media. Hasil statistik dengan uji Chi Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara peran keluarga dengan perilaku gizi seimbang remaja dengan nilai p=0,001. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa peran keluarga merupakan faktor dominan terhadap perilaku gizi seimbang remaja.

Hal ini sejalan dengan penelitian Saifah (2011) ditemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dengan korelasi positif antara peran keluarga dengan perilaku gizi anak usia sekolah. Hasil penelitian Sulistyoningsih (2011) juga mendukung bahwa orangtua masih memegang peranan penting sebagai model bagi anak-anaknya dalam hal perilaku makanan sehat.

Friedman, dkk (2003) dalam Saifah (2011) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat dan merupakan lembaga sosial yang memiliki pengaruh paling besar terhadap anggotanya, menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan dari anggota keluarganya. Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, termasuk dalam hal penyediaan makanan bergizi dan fasilitas prinsip gizi seimbang lainnya seperti tersedia timbangan, air bersih, tempat sampah, permainan menggunakan aktivitas fisik, dan lain-lain.

Pentingnya peran keluarga, sehingga Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meluncurkan program GenRe (Generasi Berencana) yang ditujukan untuk remaja usia (10-24 tahun) dan belum menikah. Artikel Kompas (2014) yang berjudul “Generasi Berencana (GenRe), Menuju Generasi Emas Indonesia” menyatakan bahwa ada sembilan fungsi keluarga yaitu 1) Penanaman nilai-nilai moral, 2) Pendewasaan usia perkawinan 3) Pemahaman yang benar akan seksualitas serta bahaya NAPZA, HIV, dan AIDS, 4) Memiliki keterampilan hidup 5) Ketahanan keluarga berwawasan gender 6) Komunikasi efektif orangtua terhadap remaja, 7) Peran orangtua dalam pembinaan tumbuh kembang remaja, 8) Kebersihan dan kesehatan diri remaja, 9) Pemenuhan gizi remaja.

Fungsi keluarga dalam program GenRe BKKBN, erat kaitannya dengan peran keluarga terhadap perilaku gizi seimbang remaja, terutama fungsi ke 3, 7, 8 dan ke 9, berturut-turut fungsi ketiga pemahaman yang benar akan seksualitas serta bahaya NAPZA, HIV, dan AIDS, yaitu keluarga harus memberikan pemahaman untuk menghindari rokok sesuai dalam tujuh pesan gizi seimbang remaja, fungsi ketujuh peran orangtua dalam pembinaan tumbuh kembang remaja, yaitu bahwa orangtua berperan dalam meningkatkan rasa percaya diri, memotivasi serta mampu mandiri, mengatasi persoalan-persoalan hidup sang remaja, sehingga orangtua bersikap sebagai pendidik, sebagai panutan, sebagai pendamping, sebagai konselor, sebagai komunikator, sekaligus juga sebagai teman dan sahabat, fungsi kedelapan kebersihan dan kesehatan diri remaja yaitu mengajarkan remaja untuk menjaga kesehatannya mulai dari seluruh anggota tubuhnya hingga termasuk kebutuhan istirahat dan olahraganya, fungsi kesembilan Pemenuhan gizi remaja yaitu orangtua penting memberikan pemahaman kepada remaja untuk mengenal pola makan sehat serta tidak terpengaruh oleh pola hidup yang tidak sehat. Sikap hidup remaja termasuk di dalamnya keinginan untuk memiliki tubuh ideal harus diarahkan pada pola makan/diet yang sehat.

Analisis univariat memperlihatkan pendidikan ibu mayoritas tamat SMA (47,1%), demikian juga pendidikan ayah sebesar 51,5%. Walaupun mayoritas pendidikan orangtua responden tidak menempuh perguruan tinggi, akan tetapi orangtua mampu memberikan peran yang baik untuk perilaku gizi seimbang remaja.

Perilaku gizi seimbang remaja makan bersama keluarga paling sedikit satu kali setiap

hari sebesar 76,5%. Pada saat makan bersama banyak terjadi dialog antara orangtua ataupun anggota keluarga lainnya kepada remaja termasuk dalam hal makanan sehat seperti makan sayur baik untuk kesehatan, larangan merokok, jangan jajan sembarangan yang membahayakan kesehatan dan sebagainya. Selain itu peran keluarga positif dapat diketahui dari jawaban responden yang tinggi untuk anjuran sarapan setiap hari dan anjuran makan 3 kali sehari masing-masing 98,5%, diikuti perilaku sarapan dan makan 3 kali sehari berturut-turut sebanyak 52,9% dan 88,2%, dan pernyataan keluarga makan lauk pauk setiap hari sebanyak 88,2%, diikuti perilaku makan lauk hewani sebanyak 88,2% dan lauk nabati sebanyak 77,9%. Peran keluarga positif dengan jawaban terendah yaitu anjuran untuk menimbang berat badan dan tinggi badan minimal setiap 6 bulan sebanyak 63,2%. Peran keluarga negatif untuk jawaban tertinggi yaitu “keluarga saya tidak terbiasa makan buah setiap hari” dengan jawaban tidak sebanyak 22,1%.

Hasil penelitian peran guru menunjukkan hasil statistik dengan uji Chi Square tidak ada hubungan yang signifikan antara peran guru dengan perilaku gizi seimbang remaja dengan nilai p=0,202. Peran guru dimasukkan sebagai kandidat pada analisis multivariat. Hasil analisis mulvariat peran guru bukan faktor yang memengaruhi perilaku gizi seimbang remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian Saifah (2011) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara peran guru dengan perilaku gizi anak usia sekolah.

Akan tetapi bila dilihat lagi item pertanyaan yang diajukan pada kuesioner bahwa guru sudah memberikan informasi bahwa karbohidrat berfungsi sebagai

sumber tenaga yang diperoleh dari nasi, ubi, jagung, roti, singkong (88,2%), penjelasan/informasi bahwa protein diperoleh dari makanan seperti ikan, tempe, telur, daging, ayam, susu yang berfungsi sebagai zat pembangun (86,8%), penjelasan/informasi kegunaan mengonsumsi sayur-sayuran sebagai zat pengatur dan sumber vitamin dan mineral (85,3%), penjelasan/informasi kegunaan mengonsumsi buah-buahan sebagai zat pengatur dan sumber vitamin dan mineral (83,8%),

Hasil wawancara dengan guru dan beberapa responden bahwa sekolah sudah mempunyai ruang UKS, akan tetapi kegiatan belum dilaksanakan sepenuhnya.

Padahal menurut Notoatmodjo (2010) bahwa bentuk promosi kesehatan di sekolah di Indonesia adalah UKS, yang salah satu programnya adalah program gizi. Pendidikan kesehatan tentang gizi meliputi mengenal berbagai makanan, memilih makanan yang bergizi, kebersihan makanan, dan penyakit-penyakit akibat kekurangan dan kelebihan gizi. Selain itu pemeriksaan kesehatan tentang status gizi yaitu pengukuran berat badan dan tinggi badan secara berkala, usaha perbaikan gizi, dan menciptakan lingkungan sekolah yang sehat misalnya tersedia kantin atau warung sekolah memenuhi standar kesejatan. Pendidikan kesehatan melibatkan siswa, tata usaha, petugas kantin, terutama guru.

Walaupun hasil penelitian tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara peran guru dengan perilaku gizi seimbang pada remaja tetapi secara teori peran guru dianggap penting oleh peserta didik. Hal ini dibuktikan oleh penelitian kualitatif oleh Power et al (2008) dalam Saifah (2011) terhadap remaja awal. Hasil penelitian

menjelaskan bahwa salah satu cara remaja awal tersebut berperilaku sehat adalah dikenalkan oleh guru beberapa makanan sehat di lingkungan sekolah

Peran guru di sekolah sebaiknya berkolaborasi dengan keluarga atau orangtua peserta didik. Hal ini sesuai dengan WHO (1998) yang menyatakan bahwa guru melakukan kolaborasi dengan keluarga anak untuk membahas tentang perilaku gizi anak ketika di rumah dan di sekolah. Selain itu, guru dapat bekerja sama dengan orangtua dalam penyediaan makanan sehat di sekolah.

Pentingnya pendidikan gizi ditegaskan oleh WHO (2009) sebagai organisasi kesehatan dunia menegaskan bahwa salah satu pendekatan yang dilakukan strategi gizi tahun 2010-2019 adalah memasukkan pendidikan gizi ke dalam kurikulum sekolah. Hal ini diperkuat oleh dukungan UNICEF (2005) bahwa terdapat empat komponen yang harus tersedia pada semua sekolah yang mendukung kesehatan berbasis sekolah dan program gizi sukses yaitu a) adanya kebijakan sekolah berhubungan dengan kesehatan; b) sanitasi dan air aman; c) pendidikan kesehatan sebagai dasar utama; d) terjangkau pelayanan kesehatan dan gizi

Uraian di atas menggambarkan sangat penting keterlibatan para guru untuk pelaksanaan pendidikan gizi yang dapat membentuk perilaku sehat berdasarkan prinsip gizi seimbang terhadap semua peserta didik. Guru berperan langsung kepada peserta didik memberikan pendidikan, juga berperan sebagai role model. WHO (1998) mendukung guru sebagai role model bahwa guru berperan sebagai mentors dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi di kelas dan sebagai role model bagi peserta didik. Selain itu, Notoatmodjo (2010) juga mendukung guru sebagai role

model yang baik bagi peserta didiknya. Guru perlu mendapat pelatihan-pelatihan

kesehatan dari petugas kesehatan untuk memaksimalkan peran sebagai role model.

Hasil penelitian peran teman sebaya menunjukkan hasil statistik dengan uji Chi Square ada hubungan yang signifikan antara peran teman sebaya dengan perilaku

gizi seimbang remaja dengan nilai p=0,005, dan hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa teman sebaya merupakan faktor yang keempat setelah peran keluarga, pengetahuan, peran media yang dapat memengaruhi perilaku gizi seimbang remaja.

WHO (1998) menegaskan bahwa teman sebaya dapat diberdayakan untuk mempengaruhi anak usia sekolah dengan cara mensosialisasikan kebiasaan makanan sehat. Sulistyoningsih (2010) juga menyatakan bahwa teman sebaya di sekolah dapat membentuk pola makan anak. Hayati (2009) dalam Putri (2013) juga mengungkapkan fakta bahwa edukasi oleh teman sebaya dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang jajan sehat pada anak usia sekolah.

Peran teman sebaya positif dengan jawaban tertinggi anjuran teman sebaya untuk berolahraga sebanyak 73,5%, diikuti perilaku berolahraga sedikitnya 3 kali seminggu sebanyak 63,2%, selanjutnya anjuran teman agar sarapan setiap hari sebanyak 63,2%, diikuti perilaku sarapan pagi sebanyak 52,9% dan pernyataan untuk variabel teman sebaya “saya sering tidak sarapan karena melihat banyak kawan tidak sarapan dari rumah”sebanyak 64,7%. Data menunjukkan disatu sisi teman sebaya berperan dalam memberikan nasehat/promosi kesehatan untuk sarapan pagi tetapi teman sebaya juga berperan sebagai modeling/contoh bagi remaja sehingga timbul

sifat meniru apa yang dilakukan oleh temannya. Dapat disimpulkan bahwa teman sebaya dapat berperan sebagai promosi kesehatan juga sebagai contoh dalam perilaku kesehatan.

Hasil penelitia peran media menunjukkan hasil statistik dengan uji Chi Square ada hubungan yang signifikan antara peran media dengan perilaku gizi seimbang remaja dengan nilai p=0,037. Hasil analisis multivariat diperoleh bahwa peran media merupakan faktor ketiga setelah peran keluarga dan pengetahuan yang dapat rmemengaruhi perilaku gizi seimbang remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian Putri (2013) terhadap remaja putri di SMA Negeri 10 Padang pada tahun 2013, bahwa terdapat hubungan antara faktor media dan periklanan dengan perilaku makan (p=0,016). Penelitian Saifah (2011) juga menyatakan bahwa media massa merupakan faktor dominan terhadap perilaku gizi anak usia sekolah

Peran media memberikan pengaruh yang besar pada perilaku gizi remaja, bahkan seluruh responden (100%) menyatakan bahwa mereka mengetahui manfaat makanan bergizi melalui media elektronik, dan melalui media cetak (97,1%), anjuran menggosok gigi minimal dua kali sehari (98,5%), anjuran minum air puth 8 gelas per hari (95,6%), makan ikan dan protein lainnya (tempe, telur, daging) baik bagi pertumbuhan tubuh sehingga rajin dikonsumsi (88,2%), bahaya merokok bagi kesehatan (88,2%), tayangan olahraga sehingga termotivasi untuk berolahraga (85,3%),

Temuan penelitian didukung oleh pendapat Romli (2010) bahwa media sebagai proses penyampaian pesan, ide, atau informasi kepada orang lain dengan

menggunakan sarana tertentu guna mempengaruhi atau merubah perilaku penerima pesan. Notoatmodjo (2010) berpendapat bahwa media massa dapat merupakan media untuk promosi kesehatan.

Media massa juga dapat membawa pengaruh negatif remaja. Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa persentase responden yang melihat iklan mie instan sehingga suka mengonsumsinya (51,5%), adanya iklan makanan ringan/jajanan/fast food sehingga suka jajan (61,8%). Perilaku ini kurang mendukung gizi seimbang, karena fast food dipandang negatif. Menurut WHO (2006) disebabkan kandungan gizi di

dalamnya yang tidak seimbang yaitu lebih banyak mengandung karbohidrat, lemak, kolesterol dan garam. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan serta memberikan cita rasa. Jika makanan ini sering dikonsumsi secara terus menerus dan berlebihan, akan berakibat pada terjadinya pada peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (gizi lebih).

Khomsan (2010) menyatakan bahwa konsumsi fast food sekali kali adalah wajar dan tidak menimbulkan masalah. Namun bila berprinsip tiada hati tanpa fast food maka tidak ada garansi untuk dapat mempertahankan kesehatan dari ancaman penyakit degeneratif. Fast food tidak sama dengan junk food (makanan sampah). Junk Food adalah makanan yang kaya kalori tetapi miskin gizi sedangkan fast food adalah

makanan bergizi tinggi. Junk food seperti berbagai jenis keripik atau chips yang

umumnya disukai anak-anak. Chips terbuat dari umbi-umbian (kentang) dan serealia (jagung) digoreng dengan minyak dan ditambah garam dan penyedap,

Menonton televisi termasuk dalam gaya hidup sedentaris (sedentary life style) yaitu gaya hidup santai dan meminimalisasikan aktivitas fisik. Menonton televisi tergolong ke dalam aktivitas ringan yang berarti tidak banyak energi yang terpakai.

Menonton televisi dalam waktu yang lama dapat berkontribusi terhadap kejadian overweight. Hal ini semakin memperbesar kejadian gizi lebih jika konsumsi energi

pangan terus meningkat sehingga terjadilah ketidakseimbangan energi di dalam tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang mendukung ditarik kesimpulan bahwa media mempunyai pengaruh dalam pembentukan perilaku gizi seimbang remaja. Pengaruh yang ditimbulkan dapat positif maupun negatif. Pengaruh negatif dapat dikurangi dengan melakukan advokasi kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dinas Informasi dan Komunikasi untuk menyeleksi tayangan iklan makanan dan minuman.

Perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan sebagian besar berperilaku gizi seimbang, akan tetapi masih ada di antara remaja yang kurang berperilaku gizi seimbang. Keterlibatan semua pihak termasuk Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kecamatan Medan Selayang untuk dapat menyelenggarakan program kesehatan secara berkala yang ditujukan kepada remaja khususnya, keluarganya, dan warga sekolah terkait gizi seimbang sangat diharapkan, sehingga remaja yang merupakan aset bangsa dapat menjadi remaja yang sehat dan berprestasi.

117 6.1 Kesimpulan

1. Peran Keluarga merupakan faktor dominan yang berperan terhadap perilaku gizi seimbang remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015.

2. Ada pengaruh pengetahuan, peran keluarga, peran teman sebaya, dan peran media terhadap perilaku gizi seimbang remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015.

3. Tidak ada pengaruh sikap, citra tubuh/body image, uang saku, dan peran guru terhadap perilaku gizi seimbang remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015.

6.2 Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kecamatan Medan Selayang untuk dapat menyelenggarakan program kesehatan secara berkala yang ditujukan kepada remaja khususnya, keluarganya dan warga sekolah terkait gizi seimbang remaja dalam bentuk penyuluhan, pelayanan kesehatan, penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan serta program lainnya.

2. Bagi keluarga siswa diharapkan untuk dapat memberikan pemahaman tentang gizi seimbang baik melalui promosi kesehatan, model/contoh dalam hal perilaku

makanan sehat untuk remaja, penyediaan makanan bergizi, penyediaan alat timbangan serta pengukur tinggi badan di rumah

2. Bagi sekolah

a) Bagi pihak sekolah juga diharapkan untuk mengoptimalisasikan kegiatan UKS di sekolah tentunya bekerjasama dengan puskesmas setempat, sehingga dengan kegiatan UKS ditambah kurikulum sekolah mengenai gizi seimbang siswa dapat memperoleh informasi yang tepat tentang perilaku gizi seimbang khususnya dan informasi lainnya yang berhubungan dengan kesehatan remaja.

b) Bagi pihak sekolah juga diharapkan untuk dapat mengarahkan siswa agar tidak jajan sembarangan (kurang menyehatkan) sekaligus mengawasi pedagang jajanan di sekitar sekolah

c) Bagi pihak sekolah diharapkan berkoordinasi dengan keluarga/orangtua siswa untuk bersama-sama memberikan pemahaman mengenai gizi seimbang sehingga siswa yang merupakan aset bangsa dapat menjadi remaja yang sehat berprestasi