• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA DI SMA SWASTA GAJAH MADA MEDAN TAHUN 2015 TESIS. Oleh ERVINA SARI SIREGAR /IKM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA DI SMA SWASTA GAJAH MADA MEDAN TAHUN 2015 TESIS. Oleh ERVINA SARI SIREGAR /IKM"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ERVINA SARI SIREGAR 137032270/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Master Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi S2 Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERVINA SARI SIREGAR 137032270/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph. D Anggota : Dra. Jumirah, Apt, M.Kes

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M. Kes Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

(5)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2015

Ervina Sari Siregar 137032270/IKM

(6)

i

perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa dari usia 10-19 tahun. Masa ini juga disebut sebagai masa transisi atau peralihan yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling yaitu seluruh siswa kelas X dan kelas XI berjumlah 68 orang. Tahapan analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel pengetahuan, sikap, citra tubuh/body image, uang saku, peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya, peran media terhadap perilaku gizi seimbang pada remaja dengan menggunakan uji Chi-Square. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berperilaku gizi seimbang. Hasil uji bivariat menunjukkan ada hubungan pengetahuan, peran keluarga, peran teman sebaya, dan peran media terhadap perilaku gizi seimbang pada remaja. Hasil uji multivariat menunjukkan peran keluarga merupakan faktor dominan perilaku gizi seimbang remaja diikuti pengetahuan, peran media, dan peran teman sebaya.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kecamatan Medan Selayang untuk dapat menyelenggarakan program kesehatan secara berkala yang ditujukan kepada remaja khususnya dengan memberikan penyuluhan secara berkala mengenai gizi seimbang kepada seluruh warga sekolah termasuk keluarga siswa, dan kepada pihak sekolah diharapkan untuk menggiatkan kegiatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS), ekstrakurikuler seperti olahraga dan lainnya, dan berkoordinasi dengan keluarga dan petugas kesehatan setempat untuk memberikan pemahaman mengenai gizi seimbang kepada remaja sehingga remaja sehat dan berprestasi dapat dicapai.

Kata Kunci : Gizi Seimbang Remaja, Peran Keluarga, Peran Media, Pengetahuan

(7)

ii

period of human growth and development after childhood and before adulthood when he is 10 to 19 years old. This period is also called a transition period which is indicated by physical, psychological, and psycho-sociological change.

The objective of the research was to analyze some factors which influenced balanced diet behavior in teenagers at SMA Swasta Gajah Mada, Medan, in 2015.

The research used analytic method with cross sectional design. The samples were 68 Grades X and XI students, taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis, and multivatriate analysis. Bivatriate analysis was used to explain the influence of the variables of knowledge, attitude, body image, pocket money, the role of family, the role of teachers, the role of peers, and the role of media with balanced diet behavior in teenagers by using chi square test. Multivatriate analysis used multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that most of the respondents had balanced diet behavior. The result of bivatriate analysis showed that there was the correlation of knowledge, the role of family, the role of peers, and the role of media with balanced diet behavior in teenagers. The result of multivatriate analysis showed that the role of family was the most dominant factor, followed by knowledge, the role of media, and the role of peers.

It is recommended that the Health Service of Medan and Puskesmas in Medan Selayang Subdistrict provide health program regularly for teenagers by providing counseling regularly about balanced diet for all school personnel, including students’

families. The school management should activate UKS (School Health Expediency), extracurricular like sports, and coordinate with students’ families and local health care providers to give understanding about balanced diet to teenagers so that they will be healthy and have good performance.

Keywords: Teenagers’ Balanced Diet, the Role of Family, the Role of Media, Knowledge

(8)

iii

rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kebijakan dan Administrasi Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Subhilhar, Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sunatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

(9)

iv

Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Rini Juli Yani, S.T, selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Gajah Mada Medan beserta seluruh guru dan administrasi sekolah yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

7. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda D. Siregar (Alm.) dan Ibunda N. Hasibuan, Adikku Rudi Munzirwan Siregar dan Muhammad Zuhri Siregar, serta bapak (Alm) dan ibu mertua serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

9. Teristimewa buat suami tercinta Bahrum Gozali Daulay dan anakku Fauziah Nur Daulay dan Fadlan Khairi Daulay berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.

10. Teman-teman di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

(10)

v

dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2015 Penulis

Ervina Sari Siregar

137032270/IKM

(11)

vi

Kota Pematang Siantar Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, bertempat tinggal di kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak dari pasangan ayahanda Darwin Siregar (Alm.) dan ibunda Nilawaty Hasibuan, anak pertama dari tiga bersaudara.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri 060891 Medan tahun 1986, SMP Negeri 1 Medan tahun 1990, SMA Negeri 1 Medan tahun 1993, Akademi Kimia Analisis Bogor tahun 1997, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia program ekstensi peminatan Gizi Masyarakat tahun 2001 dan tahun 2013 sampai sekarang penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis bekerja dari tahun 2006 sampai sekarang sebagai staf di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

(12)

vii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Remaja ... 12

2.1.1 Tahapan Masa Remaja ... 12

2.1.2 Ciri Masa Remaja dengan Periode Sebelum dan Sesudahnya .. 13

2.1.3 Masalah Gizi pada Remaja ... 15

2.2 Pedoman Gizi Seimbang Remaja ... 17

2.2.1 Pedoman Gizi Seimbang ... 18

2.2.2 Pesan Gizi Seimbang Remaja (10-19 tahun)... 28

2.3 Perilaku Gizi Remaja ... 33

2.3.1 Bentuk Perilaku ... 33

2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 34

2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Gizi Remaja ... 43

2.3.4 Pengukuran Perilaku ... 46

2.4 Landasan Teori Perilaku Kesehatan ... 47

2.5 Kerangka Konsep Perilaku Gizi Seimbang Remaja ... 52

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 54

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 54

3.2.2 Waktu Penelitian ... 54

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

3.3.1 Populasi ... 55

3.3.2 Sampel ... 55

(13)

viii

3.5.1 Variabel Penelitian ... 65

3.5.2 Definisi Operasional ... 65

3.6 Metode Pengukuran... 67

3.6.1 Variabel Terikat (Dependent)... 67

3.6.2 Variabel Bebas (Independent) ... 68

3.7 Metode Analisis Data ... 73

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 75

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 75

4.2 Karakteristik Responden di SMA Swasta Gajah Mada Medan ... 75

4.3 Faktor Predisposisi ... 77

4.3.1 Pengetahuan ... 77

4.3.2 Sikap ... 78

4.3.3 Citra Tubuh (Body Image) ... 80

4.4 Faktor Pendukung ... 82

4.5 Faktor Pendorong... 83

4.5.1 Peran Keluarga ... 83

4.5.2 Peran Guru ... 84

4.5.3 Peran Teman Sebaya ... 86

4.5.4 Peran Media ... 88

4.6 Perilaku Gizi ... 90

4.7 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Gizi ... 93

4.8 Hubungan Faktor Pendukung dengan Periaku Gizi ... 94

4.9 Hubungan Faktor Pendorong dengan Perilaku Gizi ... 95

4.10 Faktor Keluarga merupakan Faktor Dominan Perilaku Gizi Seimbang Remaja ... 97

BAB 5. PEMBAHASAN ... 100

5.1 Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Perilaku Gizi Seimbang ... 100

5.2 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Perilaku Gizi Seimbang ... 106

5.3 Pengaruh Faktor Pendorong terhadap Perilaku Gizi Seimbang ... 107

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1 Kesimpulan... 117

6.2 Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119 LAMPIRAN

(14)

ix

2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan IMT/U ... 20

2.2 AKG Zat Gizi Makro dan Air untuk Remaja ... 29

2.3 AKG Vitamin dan Mineral untuk Remaja ... 29

2.4 Anjuran Jumlah Porsi menurut Kecukupan Energi untuk Kelompok Umur 16-18 Tahun per Hari ... 30

3.1 Jumlah Populasi Siswa SMA Swasta Gajah Mada Medan ... 55

3.2 Jumlah Sampel Siswa SMA Swasta Gajah Mada Medan ... 55

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku Gizi Seimbang ... 58

3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan ... 59

3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap ... 60

3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Peran Keluarga ... 61

3.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Peran Guru ... 62

3.8 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Peran Teman Sebaya ... 63

3.9 Hasil Uji Validitas Variabel dan Reliabilitas Peran Media ... 64

3.10 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 73

4.1 Karakteristik Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan ... 76

4.2 Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan tentang Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 77

4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan tentang Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 78

4.4 Distribusi Frekuensi Kategori Sikap tentang Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 78

(15)

x

4.7 Distribusi Frekuensi Citra Tubuh (Body Image) pada Remaja di

SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 81 4.8 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung Perilaku Gizi Seimbang

pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 82 4.9 Distribusi Frekuensi Kategori Peran Keluarga tentang Perilaku Gizi

Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan

Tahun 2015 ... 83 4.10 Distribusi Frekuensi Peran Keluarga terkait Gizi Seimbang pada

Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 84 4.11 Distribusi Frekuensi Kategori Peran Guru tentang Perilaku Gizi

Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan

Tahun 2015 ... 85 4.12 Distribusi Frekuensi Peran Guru tentang Perilaku Gizi Seimbang

pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 86 4.13 Distribusi Frekuensi Kategori Peran Teman Sebaya tentang

Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada

Medan Tahun 2015... 87 4.14 Distribusi Frekuensi Peran Teman Sebaya tentang Perilaku Gizi

Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan

Tahun 2015 ... 88 4.15 Distribusi Frekuensi Kategori Peran Media tentang Perilaku Gizi

Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan

Tahun 2015 ... 89 4.16 Distribusi Frekuensi Peran Media tentang Perilaku Gizi Seimbang

pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 90 4.17 Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja

di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 90

(16)

xi

4.19 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Gizi Seimbang

pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 94 4.20 Hubungan Faktor Pendukung dengan Perilaku Gizi Seimbang

pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 95 4.21 Hubungan Faktor Pendorong dengan Perilaku Gizi Seimbang

pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015 ... 96 4.22 Hasil Analisis Multivariat Faktor Predisposisi, Pendukung, dan

Pendorong dengan Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja di SMA

Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015... 97

(17)

xii

2.1 Tumpeng Gizi Seimbang ... 20

2.2 Piring Makanku : Porsi sekali Makan... 21

2.3 Landasan Teori ... 52

2.4 Kerangka Konsep Penelitian ... 53

(18)

xiii

1 Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner... 124

2 Hasil Uji Statistik ... 137

3 Kuesioner Penelitian ... 149

4 Master Data Penelitian ... 159

5 Surat Iizin Penelitian FKM Universitas Sumatera Utara ... 163

6 Surat Kepala Sekolah SMA Swasta Gajah Mada Medan tentang Izin Penelitian... 164

(19)

i

perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa dari usia 10-19 tahun. Masa ini juga disebut sebagai masa transisi atau peralihan yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling yaitu seluruh siswa kelas X dan kelas XI berjumlah 68 orang. Tahapan analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel pengetahuan, sikap, citra tubuh/body image, uang saku, peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya, peran media terhadap perilaku gizi seimbang pada remaja dengan menggunakan uji Chi-Square. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berperilaku gizi seimbang. Hasil uji bivariat menunjukkan ada hubungan pengetahuan, peran keluarga, peran teman sebaya, dan peran media terhadap perilaku gizi seimbang pada remaja. Hasil uji multivariat menunjukkan peran keluarga merupakan faktor dominan perilaku gizi seimbang remaja diikuti pengetahuan, peran media, dan peran teman sebaya.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kecamatan Medan Selayang untuk dapat menyelenggarakan program kesehatan secara berkala yang ditujukan kepada remaja khususnya dengan memberikan penyuluhan secara berkala mengenai gizi seimbang kepada seluruh warga sekolah termasuk keluarga siswa, dan kepada pihak sekolah diharapkan untuk menggiatkan kegiatan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS), ekstrakurikuler seperti olahraga dan lainnya, dan berkoordinasi dengan keluarga dan petugas kesehatan setempat untuk memberikan pemahaman mengenai gizi seimbang kepada remaja sehingga remaja sehat dan berprestasi dapat dicapai.

Kata Kunci : Gizi Seimbang Remaja, Peran Keluarga, Peran Media, Pengetahuan

(20)

ii

period of human growth and development after childhood and before adulthood when he is 10 to 19 years old. This period is also called a transition period which is indicated by physical, psychological, and psycho-sociological change.

The objective of the research was to analyze some factors which influenced balanced diet behavior in teenagers at SMA Swasta Gajah Mada, Medan, in 2015.

The research used analytic method with cross sectional design. The samples were 68 Grades X and XI students, taken by using purposive sampling technique. The data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis, and multivatriate analysis. Bivatriate analysis was used to explain the influence of the variables of knowledge, attitude, body image, pocket money, the role of family, the role of teachers, the role of peers, and the role of media with balanced diet behavior in teenagers by using chi square test. Multivatriate analysis used multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that most of the respondents had balanced diet behavior. The result of bivatriate analysis showed that there was the correlation of knowledge, the role of family, the role of peers, and the role of media with balanced diet behavior in teenagers. The result of multivatriate analysis showed that the role of family was the most dominant factor, followed by knowledge, the role of media, and the role of peers.

It is recommended that the Health Service of Medan and Puskesmas in Medan Selayang Subdistrict provide health program regularly for teenagers by providing counseling regularly about balanced diet for all school personnel, including students’

families. The school management should activate UKS (School Health Expediency), extracurricular like sports, and coordinate with students’ families and local health care providers to give understanding about balanced diet to teenagers so that they will be healthy and have good performance.

Keywords: Teenagers’ Balanced Diet, the Role of Family, the Role of Media, Knowledge

(21)

1 1.1 Latar Belakang

Istilah adollescence atau remaja berasal dari kata latin yang berarti “tumbuh”

atau “tumbuh menjadi dewasa”, sehingga memiliki arti yang lebih luas, meliputi kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Dieny, 2014). Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa dari usia 10-19 tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia mencapai kematangan seksual (Jafar, 2012).

Masa ini juga disebut sebagai masa transisi atau peralihan yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial (Dieny, 2014)

Perubahan yang terjadi, membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi (Khomsan, 2007). Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar dari pada masa anak-anak, ditambah lagi pada masa ini remaja sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga (Arisman, 2007). Tidak jarang asupan nutrisi tidak terpenuhi karena pola makan remaja yang kurang baik.

Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi (Kemenkes RI, 2014). Pola makan menurut Sri Handayani dalam

(22)

Sulistyoningsih (2011) adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Agar tubuh tetap sehat, dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular (PTM) terkait gizi, maka pola makan masyarakat dalam hal ini remaja perlu ditingkatkan kearah konsumsi gizi seimbang (Kemenkes RI, 2014).

Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip gizi seimbang yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang yaitu keanekaragam pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi (Kemenkes RI, 2014).

Beberapa masalah gizi yang sering dialami remaja akibat konsumsi gizi yang tidak seimbang adalah kekurangan berat badan (underweight), kelebihan berat badan (overweight), anemia zat besi, dan lain-lain (Dieny, 2014). Data Riskesdas (2010) dan Riskesdas (2013) memperlihatkan kecenderungan status gizi (IMT/U) prevalensi remaja sangat kurus di Indonesia umur 16-18 tahun relatif naik dari 1,8 % menjadi 1,9%, remaja kurus naik dari 7,1% menjadi 7,5%, dan remaja gemuk naik dari 1,4 % menjadi 7,3% (Riskesdas 2013).

Data Riskesdas (2013) prevalensi remaja pendek, kurus, dan gemuk pada usia 16-18 tahun di Indonesia tahun 2013 adalah pendek 31,4% (7,5 % sangat pendek dan 23,9% pendek), kurus 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus), gemuk 7,3% (5,7%

(23)

gemuk dan 1,6% obesitas) dan Sumatera Utara berada di atas angka nasional untuk prevalensi pendek dan gemuk, serta di bawah angka nasional untuk prevalensi kurus.

Prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia berdasarkan data Depkes tahun 2005 dalam Dieny (2014) sebesar 26,5%. Penelitian Rahmawati, dkk (2012) pada remaja putri di SMAN 2 Kota Bandar Lampung bahwa terdapat hubungan asupan energi, asupan protein, asupan vitamin C, asupan zat besi dengan kejadian anemia.

Sejalan dengan ini, untuk mengatasi masalah gizi, saat ini pemerintah telah menetapkan Pedoman Gizi Seimbang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 pada tanggal 24 Juli 2014 seperti tersebut di atas. Pedoman Gizi Seimbang ini bertujuan untuk memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal (Kemenkes RI, 2014).

Pedoman Gizi Seimbang berisi tujuh pesan gizi seimbang remaja (10-19 tahun) yang harus diperhatikan yaitu pertama biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga, kedua biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya, ketiga perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan, keempat biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah, kelima batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang manis, asin dan berlemak, keenam biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan pagi dan sebelum tidur, ketujuh hindari merokok (Kemenkes RI, 2014).

(24)

Prinsip Nutrition Guide for Balance Diet hasil kesepakatan konferensi pangan sedunia (FAO) di Roma tahun 1992 merupakan dasar diterapkan Pedoman Gizi Seimbang di Indonesia yang dimulai dalam kebijakan Repelita V tahun 1995 dan menjadi bagian dari program perbaikan gizi karena diyakini akan mampu mengatasi beban ganda masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi. Namun, Pedoman Gizi Seimbang kurang disosialisasikan sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat cenderung tetap menggunakan slogan 4 Sehat 5 sempurna yang diperkenalkan oleh Bapak Gizi Indonesia Prof. Poerwo Soedarmo. Padahal slogan yang telah dimulai tahun 1952 tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. Pedoman gizi seimbang secara resmi baru dapat diterima masyarakat pada tahun 2009, sesuai dengan Undang-Undang kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang menyebutkan secara eksplisit “Gizi Seimbang” dalam program perbaikan gizi (Kemenkes RI, 2014).

Hasil penelitian Riskesdas (2010) dalam Kemenkes (2014) menunjukkan konsumsi pangan masyarakat belum sesuai dengan pesan gizi seimbang, pertama masih banyak penduduk yang tidak cukup mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.

Berdasarkan Riskesdas (2013), 93,5% penduduk usia di atas 10 tahun mengonsumsi sayuran dan buah-buahan masih di bawah anjuran. Kedua, kualitas protein yang dikonsumsi rata-rata perorang perhari masih rendah karena sebagian besar berasal dari protein nabati seperti serelia, dan kacang-kacangan. Ketiga, konsumsi makanan dan minuman berkadar gula tinggi, garam tinggi, dan lemak tinggi, baik pada

(25)

masyarakat perkotaan maupun pedesaan masih cukup tinggi, dan keempat konsumsi cairan pada remaja masih rendah.

Penelitian Jumirah, dkk (2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan juga menyatakan tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah. Sumbangan energi yang berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya 26,32%. Sedangkan sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS ada sebanyak 44,74%.

Pedoman Gizi Seimbang telah disosialisasikan kepada masyarakat, namun masih banyak masalah dan kendala dalam sosialisasi gizi seimbang sehingga harapan untuk merubah perilaku gizi masyarakat khususnya remaja ke arah perilaku gizi seimbang belum sepenuhnya tercapai. Konsumsi pangan belum seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya, dan perilaku hidup bersih dan sehat belum memadai (Amelia, 2014).

Perilaku gizi remaja tidak terlepas dari perilaku makan remaja. Menurut Proverawati (2011) bahwa perilaku makan khas pada remaja antara lain kebiasaan suka makanan jajanan yang kurang bergizi seperti goreng-gorengan, coklat, permen dan es, sehingga makanan yang beraneka ragam tidak dikonsumsi, kemudian remaja sering makan di luar rumah bersama teman-teman, sehingga waktu makan tidak teratur, akibatnya mengganggu sistem pencernaan (gangguan maag atau nyeri lambung), selanjutnya remaja sering tidak makan pagi karena tergesa-gesa beraktivitas sehingga mengalami lapar dan lemas, kemampuan menangkap pelajaran menurun, keluar keringat dingin, kesadaran menurun sampai pingsan.

(26)

Hal ini sejalan dengan Arisman (2007) yang mengutip pendapat Johnson, dkk (1944) yang menyatakan tidak sedikit survei yang mencatat ketidakcukupan asupan gizi para remaja, mereka bukan hanya melewatkan waktu makan (sarapan) dengan alasan sibuk, tetapi juga terlihat sangat senang mengunyah junk food. Data yang diperoleh dari naskah akademik Pekan Sarapan Nasional (2013) bahwa 30% (16,9%- 59%) anak sekolah tidak sarapan; 23,7% anak hanya sarapan dengan karbohidrat dan minum; hampir separoh anak (44,6%) sarapan berkualitas rendah. Penelitian Muchtar, dkk (2012) pada remaja di SMA Negeri 1 Pahundut, Kota Palangkaraya juga menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara zat asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dari sarapan dengan kemampuan konsentrasi pada pukul 08.30.

Remaja putri menurut Proverawati (2011) juga sering menghindari beberapa jenis bahan makanan seperti telur dan susu. Susu dianggap minuman anak-anak atau dihubungkan dengan kegemukan. Akibatnya akan kekurangan protein hewani, sehingga tidak dapat tumbuh atau mencapai tinggi secara optimal. Selain itu standar langsing tidak jelas untuk remaja. Banyak remaja putri menganggap dirinya kelebihan berat badan atau mudah menjadi gemuk sehingga sering diet dengan cara yang kurang benar seperti membatasi atau mengurangi frekuensi makan dan jumlah makan, memuntahkan makanan yang sering dimakan, sehingga lama-lama tidak nafsu makan yang sangat membahayakan bagi remaja. Penelitian Sada (2011) bahwa terdapat hubungan antara body image dengan status gizi menurut IMT pada remaja. Penelitian

(27)

Diana (2011) pada remaja putri di SMAN 1 Medan juga menyatakan bahwa ada hubungan citra tubuh (body image) dengan perilaku makan remaja.

Teori yang mengungkap determinan perilaku anatara lain adalah teori Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2012) bahwa perilaku dibentuk dari tiga faktor. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau

tindakan misalnya kemampuan ekonomi. Faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat misalnya petugas kesehatan dan tokoh masyarakat.

Faktor predisposisi (predisposing factors) dalam perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap, dan citra tubuh (body image). Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Notoatmodjo (2012) menyatakan secara teori perubahan perilaku melalui proses perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), praktik (practice) atau “KAP” (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lain juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori di atas, bahkan dalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya.

Seseorang telah berperilaku positif meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif. Penelitian Natalia, dkk (2012) diperoleh pengetahuan dan sikap remaja putri

(28)

tentang gizi seimbang adalah sedang dengan pola konsumsi yang tidak beragam.

Citra tubuh (body image) menurut Dieny (2014) adalah persepsi seseorang terhadap penampilan bentuk tubuhnya. Banyak remaja sering tidak puas dengan penampilan dirinya sehingga berpengaruh pada perilaku makannya. Suatu studi di Amerika Serikat dalam Khomsan (2007) hampir 70% remaja wanita yang diteliti mengungkapkan keinginan mereka untuk mengurangi berat badannya karena merasa kurang langsing, padahal hanya 15% yang kegemukan (obesitas).

Faktor pendukung (enabling factors) dalam perilaku gizi seimbang adalah ekonomi. Menurut Khomsan (2007) dari sudut pandang ekonomi, remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk makanan tertentu. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun elektronik. Pada penelitian Putri tentang perilaku makan remaja di SMAN 10 Padang Tahun 2013 diperoleh 74,1% remaja yang melakukan perilaku makan yang sehat adalah berasal responden yang menghabiskan uang sakunya untuk makan sekitar Rp 10.000- Rp 20.000,-/hari.

Faktor pendorong (reinforcing factors) dalam perilaku gizi seimbang adalah peran keluarga, peran guru, peran teman sebaya, dan peran media. Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan. Hal ini mungkin dilandasi oleh ada atau tidak adanya kebiasaan makan bersama (Khomsan, 2007). Penelitian Saifah (2011) menyatakan terdapat hubungan bermakna dengan korelasi positif antara peran keluarga dengan perilaku gizi anak usia sekolah.

Kemudian peran guru sebagai tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar

(29)

mempunyai pengaruh terhadap anak-anak didiknya yang kadang-kadang lebih dituruti daripada orang tua. Materi pelajaran gizi yang diberikan harus menyajikan kenyataan atau masalah yang dibutuhkan murid (Dewi, dkk, 2011 dalam Maulana, dkk, 2012).

Pengaruh teman sebaya pada masa remaja sangat besar dalam terjadinya perilaku makan yang tidak baik seperti yang telah dijelaskan di atas. Remaja lebih sering berada di luar rumah dan bersama dengan teman sebaya sehingga memungkinkan remaja untuk mengonsumsi makanan cepat saji. Karena remaja cenderung untuk mengikuti tren dan budaya yang sama dengan teman sebaya (Putri, 2014).

Adanya iklan-iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup di masyarakat. Penelitian Saifah (2011) bahwa peran media massa terhadap perilaku gizi anak usia sekolah sebagian besar baik dan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan perilaku gizi anak usia sekolah.

Media massa dapat memberi pengaruh positif maupun negatif terhadap anak sehingga orangtua harus dapat memberi arahan yang benar pada saat menonton TV ataupun paparan media lainnya

Gizi dan kesehatan remaja merupakan hal penting dalam menentukan kualitas bangsa. Remaja yang tumbuh dalam lingkungan kondusif dan mendukung merupakan sumber daya manusia yang menjadi aset bangsa tak ternilai. Peran orangtua, pihak sekolah, tenaga kesehatan maupun masyarakat diperlukan dalam memberikan perhatian, bimbingan serta teladan (Dieny, 2014)

(30)

Sekolah Menengah Atas Swasta Gajah Mada Medan merupakan salah satu sekolah di kota Medan dengan tingkat sosial ekonomi siswa rata-rata menengah ke bawah. Hasil wawancara dengan kepala sekolah SMA Gajah Mada Medan diperoleh informasi bahwa hampir setiap upacara ada yang pingsan karena tidak sarapan. Hal ini sejalan dengan hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 bahwa terdapat 5 siswa dari 12 siswa yang tidak sarapan (41,67%), mereka lebih memilih jajan di kantin sekolah yang menyediakan berbagai jajanan baik sebelum masuk sekolah atau pada saat jam istirahat. Kemudian hasil pengukuran status gizi (IMT/U) yang dilakukan pada 12 siswa SMA Gajah Mada Medan terdapat 2 orang dengan status gizi kurus (16,67%), 2 orang dengan status gizi sangat gemuk (16,67%) dan 8 orang dengan satus gizi normal (66,7%). Kemudian hanya 6 orang dari 12 siswa (50%) yang menyatakan pernah mendengar, melihat atau mendapatkan informasi tentang Pedoman Gizi Seimbang. Pada umumnya siswa membawa bekal air minum tetapi tidak membawa bekal makanan ke sekolah. Selain itu seluruh siswa belum mengonsumsi makanan secara seimbang terutama untuk sayur dan buah.

Melihat kenyataan ini penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai analisis faktor perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor apa saja yang memengaruhi perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015

(31)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, citra tubuh/body image), faktor pendukung (uang saku), faktor pendorong (peran keluarga, peran guru,

peran teman sebaya, peran media) terhadap perilaku gizi seimbang pada remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya remaja tentang perilaku gizi seimbang

2. Sebagai masukan dan informasi bagi lintas sektor terkait (Institusi Kesehatan, Institusi Pendidikan) dan pihak sekolah untuk melaksanakan upaya-upaya pencegahan berupa edukasi terkait perilaku gizi seimbang remaja

(32)

12 2.1 Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Dieny, 2014; Hurlock, 2002). Masa remaja, ”jalan panjang” yang menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9 tahun dan berakhir di usia 18 tahun, memang sebuah dunia yang “lenggang”; dan rentan dalam artian fisik, psikis, sosial dan gizi (Arisman, 2007). Pada fase ini fisik seorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial dan psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi (Khomsan, 2007).

WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.

Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah (Narendra, dkk, 2002)

2.1.1 Tahapan Masa Remaja

Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik, dan sosial (Narendra, 2002), yaitu :

(33)

a. Masa remaja awal (10-14 tahun).

Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan, dan pematangan fisik. Penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting b. Masa remaja menengah (15-16 tahun).

Masa remaja menengah ditandai hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.

c. Masa remaja akhir (17-20 tahun).

Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem pribadi

2.1.2 Ciri Masa Remaja dengan Periode Sebelum dan Sesudahnya

Menurut Hurlock (2002), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya, yaitu :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru

(34)

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa.

Kalau remaja berprilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa sering dimarahi. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan perubahan sikap menjadi ambivalen yaitu menginginkan menuntut kebebasan tetapi sering takut bertanggung jawab.

d. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan orang lain sehingga terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.

e. Masa remaja adalah masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran mereka di tengah masyarakat.

(35)

f. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun orang lain.

h. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

2.1.3 Masalah Gizi pada Remaja

Masalah makan dan gizi yang sering timbul pada remaja adalah : a. Makan tidak teratur

Pada masa remaja aktifitasnya tinggi, baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Mereka sering makan dengan cepat lalu ke luar rumah. Tidak jarang mereka makan di luar rumah, dengan resiko mereka makan dengan komposisi gizi yang tidak seimbang. Banyak iklan makanan dengan sasaran remaja, antara lain restoran cepat saji. Oleh karena itu sebaiknya di rumah disediakan sayur dan buah segar, untuk menjaga agar kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Pola makan remaja sering kacau. Tidak jarang mereka makan pagi dan siang dijadikan satu,

(36)

remaja perempuan cenderung sering melakukan diet dibanding remaja laki-laki.

Padahal untuk memenuhi kebutuhan pada puncak pacu tumbuh, mereka memerlukan makan lebih sering atau dalam jumlah yang banyak, agar pertumbuhannya optimal. Tetapi hati-hati pada saat pertumbuhan mulai melambat, karena kebiasaan makan berlebihan dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang merugikan antara lain obesitas. Kebiasaan merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-obatan terlarang merupakan masalah remaja yang dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizinya. Keadaan ini tergantung pada jumlah dan lama pemakaian dan status kesehatan remaja yang bersangkutan Narendra (2002).

b. Kekurangan gizi dan kelebihan berat badan (overweight) serta kegemukan (obesitas)

Pola makan yang baik perlu dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi. Asupan berlebih menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, dan rentan terhadap penyakit (Sulistyoningsih, 2011; Narendra 2002)

c. Anoreksia nervosa

Remaja dengan gangguan anoreksia nervosa pada umumnya disebabkan kesalahan dalam menginterpretasikan penampilannya dengan cara menurunkan berat badannya. Asupan energi berkurang tetapi pengeluaran meningkat melalui olahraga yang berlebihan, bahkan kadang-kadang melalui rangsangan sendiri

(37)

agar muntah, atau menggunakan laksansia atau diuretik. Tidak jarang gangguan psikologis ini menetap dan tidak bisa diatasi sendiri Narendra (2002).

d. Bulimia Nervosa

Bulimia nervosa lebih sering pada dewasa, jarang menyebabkan penurunan status gizi yang sering seperti pada anoreksia nervosa. Pada umumnya penderita bulimia mempertahankan berat badan normal atau mendekati normal, dengan cara memuntahkan secara periodik makan yang dimakan. Mereka cenderung mempunyai pendapat yang tidak realistis terhadap makanan yang diperlukan oleh tubuh. Keadaan ini akan menjadi masalah yang serius bila menjadi suatu obsesi, sehingga dapat mempengaruhi sekolah/pekerjaannya Narendra (2002)

e. Anemia gizi

Anemia gizi yaitu kekurangan salah satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin antara lain zat besi, vitamin B12, asam folat, protein, dan vitamin C. Penelitian di Indonesia menyatakan penyebab utama anemia gizi pada remaja karena kurangnya asupan zat besi (Sulistyoningsih, 2011)

2.2 Pedoman Gizi Seimbang Remaja

Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu “Ghidza”. Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

(38)

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Proverawati, 2011).

2.2.1 Pedoman Gizi Seimbang

Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konfrensi Pangan Sedunia di Roma tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 sehat 5 sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi (Kemenkes RI, 2014)

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes RI) No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Pasal 1 Permenkes RI No. 41 Tahun 2014 menyatakan bahwa Pedoman Gizi Seimbang bertujuan untuk memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat badan normal. Pedoman Gizi Seimbang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, tenaga kesehatan, dan pihak lain yang terkait dalam penyelenggaraan gizi seimbang (Kemenkes RI, 2014)

Prinsip gizi seimbang terdiri dari 4 (empat) pilar pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang

(39)

masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat pilar tersebut (Kemenkes RI, 2014) adalah :

1. Mengonsumsi makanan beragam

Makanan beragam maksudnya selain keanekaragaman jenis pangan juga termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan dilakukan secara teratur.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih

Perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap sumber infeksi.

3. Melakukan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga merupakan salah satu upaya menyeimbangkan antara pengeluaran dan pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh.

4. Mempertahankan dan memantau berat badan (BB) normal.

Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya BB normal. Pemantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari “pola hidup” dengan “gizi seimbang” sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Batasan berat normal remaja ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). IMT/U mengukur status gizi remaja berdasarkan standar antropometri penilaian status gizi anak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(40)

Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 dengan menghitung nilai Z-score IMT/U:

IMT/U = Berat Badan (Kg) ÷ Tinggi Badan (m ), selanjutnya berdasarkan nilai 2 Z-score status gizi dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasaran IMT/U Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score) Indeks Massa Tubuh

menurut Umur (IMT/U) Anak Umur

5-18 Tahun

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Sangat Gemuk >2SD

Sumber : Kepmenkes RI Nomor 1995/ Menkes/SK/XII/2010

Untuk memudahkan penerapan gizi seimbang di masyarakat, Kemenkes RI (2014) telah membuat visualisasi tentang tumpeng gizi seimbang yang menggambarkan empat prinsip gizi seimbang (gambar 2.1) dan piring makanku : porsi sekali makan (gambar 2.2)

Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang

(41)

Gambar 2.2 Piring Makanku: Porsi sekali Makan

Pedoman gizi seimbang berisi sepuluh pesan umum gizi seimbang berlaku untuk masyarakat umum dari berbagai lapisan dalam kondisi sehat (Kemenkes RI, 2014), yaitu 1) syukuri dan nikmati anekaragam makanan, 2) banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan, 3) biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi, 4) biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok, 5) batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak, 6) biasakan sarapan, 7) biasakan minum air putih yang cukup dan aman, 8) biasakan membaca label pada kemasan pangan, 9) cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir, 10) lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal, yang diuraikan sebagai berikut:

1. Syukuri dan nikmati anekaragam makanan

Cara menerapkan pesan ini adalah dengan mengonsumsi lima kelompok pangan setiap hari atau setiap kali makan. Kelima kelompok pangan tersebut adalah makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan, dan minuman. Mengonsumsi

(42)

lebih dari satu jenis untuk setiap kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan) setiap kali makan akan lebih baik. Setiap orang diharapkan selalu bersyukur dan menikmati makanan yang dikonsumsinya, karena dengan bersyukur dan menikmati makan anekaragam makanan akan mendukung terwujudnya cara makan yang baik-tidak tergesa-gesa. Dengan ini makanan dapat dikunyah, dicerna, dan diserap oleh tubuh lebih baik

2. Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan

Secara umum sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin, mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat dalam tubuh. Berbeda dengan sayuran, buah-buahan juga menyediakan karbohidrat terutama berupa fruktosa dan glukosa. Sayur tertentu juga menyediakan karbohidrat, seperti wortel dan kentang sayur. Sementara buah tertentu juga menyediakan lemak tidak jenuh seperti buah alpukat dan buah merah. Oleh karena itu konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Badan kesehatan dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 21/2 porsi atau 21/2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 11/2 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Bagi orang Indonesia dianjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan 400-600 g perorang perhari bagi

(43)

remaja dan orang dewasa. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah tersebut adalah porsi sayur

3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi

Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein nabati dan pangan sumber protein hewani. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein hewani meliputi daging ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa, dll), daging unggas (daging ayam, daging bebek dll), ikan termasuk seafood, telur dan susu serta hasil olahnya. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti kedele, tahu, tempe, kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kacang hitam, kacang tolo, dan lain-lain. Pangan hewani mempunyai asam amino yang lebih lengkap dan mempunyai mutu zat gizi yaitu protein, vitamin dan mineral lebih baik, karena kandungan zat-zat gizi tersebut lebih banyak dan mudah diserap tubuh. Tetapi pangan hewani mengandung tinggi kolesterol (kecuali ikan) dan lemak. Lemak dari daging dan unggas lebih banyak mengandung lemak jenuh. Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung proporsi lemak tidak jenuh yang lebih banyak dibandingkan pangan hewani. Juga mengandung isoflavon, yaitu kandungan fitokimia yang turut berfungsi mirip hormon estrogen (hormon kewanitaan) dan anti oksidan serta anti kolesterol. Oleh karena itu dalam mewujudkan gizi seimbang kedua kelompok pangan ini (hewani dan nabati) perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna. Kebutuhan pangan

(44)

hewani 2-4 porsi (setara dengan 70-140 gr/2-4 potong daging sapi ukuran sedang atau 80-160 gr/ 2-4 potong daging ayam ukuran sedang atau 80-160 gr/2-4 potong ikan ukuran sedang) sehari. Dan pangan protein nabati 2-4 porsi sehari (setara dengan 100 -200 gr/4-8 potong tempe ukuran sedang atau 200-400 gr/4-8 potong tahu ukuran sedang) tergantung kelompok umur dan kondisi fisiologis (hamil, menyusui, lansia, anak, remaja, dewasa)

4. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok

Makanan pokok adalah pangan yang mengandung karbohidrat yang sering dikonsumsi atau telah menjadi bagian dari budaya makan berbagai etnik di Indonesia sejak lama. Contoh pangan karbohidrat adalah beras, jagung, singkong, ubi, talas, garut, sorgum, jewawut, sagu dan produk olahannya. Di samping mengandung karbohidrat, makanan pokok juga mengandung vitamin B1 (tiamin) dan vitamin B2 (riboflavin) dan beberapa mineral. Cara mewujudkan pola konsumsi makanan pokok yang beragam adalah dengan mengonsumsi lebih dari satu jenis makanan pokok dalam sehari atau sekali makan

5. Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 30 tahun 2013 tentang pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih dari 50 g (4 sendok makan), natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan lemak/ minyak total lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orang per hari akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.

(45)

Informasi kandungan gula, garam dan lemak serta pesan kesehatan yang tercantum pada label pangan dan makanan siap saji harus diketahui dan mudah dibaca oleh konsumen. Masyarakat perlu diberi pendidikan membaca label pangan, mengetahui pangan rendah gula, garam dan lemak serta memasak dengan mengurangi garam dan gula. Di lain pihak para pengusaha pangan olahan wajib mencantumkan informasi nilai gizi pada label pangan agar masyarakat dapat memilih makanan sesuai kebutuhan setiap anggota keluarganya. Gula yang dikonsumsi melampaui kebutuhan akan berdampak pada peningkatan berat badan, bahkan jika dilakukan dalam jangka waktu lama secara langsung akan meningkatkan kadar gula darah dan berdampak pada terjadinya diabetes type 2, bahkan secara tidak langsung berkontribusi terhadap penyakit seperti osteoporosis, penyakit jantung dan kanker

6. Biasakan sarapan pagi

Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi sampai jam 9 pagi untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian (15-30%

kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat aktif, dan produktif.

Pekan sarapan nasional (PESAN) yang diperingati setiap tanggal 14-20 Februari diharapkan dapat dijadikan sebagai momentum setiap tahun untuk selalu meningkatkan dan mendorong masyarakat agar melakukan sarapan yang sehat sebagai bagian dari upaya mewujudkan gizi seimbang

(46)

7. Biasakan minum air putih yang cukup dan aman

Air merupakan salah satu zat gizi makro esensial, yang berarti bahwa air dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak untuk hidup sehat, dan tubuh tidak dapat memproduksi air untuk memenuhi kebutuhan ini. Sekitar dua pertiga dari berat tubuh kita adalah air. Sekitar 78% berat otak adalah air. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kurang air tubuh pada anak sekolah menimbulkan rasa lelah (fatigue), menurunkan atensi dan konsentrasi belajar. Minum yang cukup atau hidrasi tidak hanya mengoptimalkan atensi atau konsentrasi belajar anak tetapi juga mengoptimalkan memori anak dalam belajar. Air yang dibutuhkan tubuh selain jumlahnya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan juga harus aman yang berarti bebas dari kuman penyakit dan bahan-bahan berbahaya

8. Biasakan membaca label pada kemasan pangan

Label adalah keterangan tentang isi, jenis, komposisi zat gizi, tanggal kadaluarsa dan keterangan penting lain yang dicantumkan pada kemasan (Depkes dalam Kemenkes 2014). Semua keterangan yang rinci pada label makanan yang dikemas sangat membantu konsumen untuk mengetahui bahan-bahan yang terkandung dalam makanan tersebut. Selain itu dapat memperkirakan bahaya yang mungkin terjadi pada konsumen yang beresiko tinggi karena punya penyakit tertentu.

9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir

Tanggal 15 Oktober adalah Hari Cuci Tangan Sedunia Pakai Sabun yang dicanangkan oleh PBB. Pentingnya mencuci tangan secara baik dan benar

(47)

memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga secara keseluruhan serta mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke makanan yang akan dikonsumsi dan juga agar tubuh tidak terkena kuman. Data Riskesdas (2013) proporsi penduduk ≥ 10 tahun berperilaku cuci tangan dengan benar di Sumatera Utara sebesar 32,9

10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Aktivitas fisik sehari-hari adalah berjalan kaki, berkebun, menyapu, mencuci, mengepel, naik turun tangga, dan lain-lain. Latihan fisik adalah semua bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana dengan tujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani.

Bukti ilmiah sangat kuat menunjukkan bahwa aktivitas fisik menurunkan resiko kematan dini (meninggal lebih cepat daripada umur rata-rata untuk kelompok penduduk spesifik), dari penyebab kematian utama seperti penyakit kanker dan jantung koroner. Berdasarkan Riskesdas (2013) proporsi penduduk ≥ 10 tahun dengan aktivitas fisik aktif di Sumatera Utara sebesar 76,5. Selain aktivitas fisik, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencegah berbagai penyakit tidak menular. Cara mempertahankan berat badan normal adalah dengan mempertahankan pola konsumsi makanan dengan susunan gizi

(48)

seimbang dan beraneka ragam serta mempertahankan kebiasaan latihan fisik/

olahraga tertentu.

2.2.2 Pesan Gizi Seimbang Remaja (10-19 tahun)

Pedoman gizi seimbang juga berisi pesan gizi seimbang untuk remaja terdiri dari tujuh pesan yaitu pertama biasakan makan tiga kali sehari (pagi, siang dan malam) bersama keluarga, kedua biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya, ketiga perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan, keempat biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah, kelima batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang manis, asin dan berlemak, keenam biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan pagi dan sebelum tidur, ketujuh hindari merokok (Kemenkes, 2014), yang dijabarkan sebagai berikut :

a. Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam) bersama keluarga

Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selama sehari dianjurkan agar anak makan secara teratur 3 kali sehari dimulai dengan sarapan atau makan pagi, makan siang, dan makan malam. Kebutuhan gizi remaja sesuai dengan Permenkes RI no.75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) Remaja dapat dilihat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3 berikut :

(49)

Tabel 2.2 AKG Zat Gizi Makro dan Air untuk Remaja Kelompok

umur

BB (Kg)

TB (Cm)

Energi (Kkal)

Protein (g)

Lemak total

(g)

Karbohidrat (g)

Serat (g)

Air (mL) Laki-laki

16-18 tahun

56 165 2675 66 89 368 37 2200

Perempuan 16-18 tahun

50 158 2125 59 71 292 30 2100

Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013

Tabel 2.3 AKG Vitamin dan Mineral untuk Remaja

Kelompok umur

Vit A (mcg)

Vit D(mcg)

Vit E(mg)

Vit K(mcg)

Folat (mcg)

Vit B12 (mcg)

Vit C(mg)

Ca (mg)

Mg (mg)

Fe (mg)

Zn (mg) Laki-laki

16-18 thn 600 15 15 55 400 2,4 90 1200 250 15 17

Perempuan

16-18 thn 600 15 15 55 400 2,4 75 1200 220 26 14

Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013

Selalu makan bersama keluarga menurut Kemenkes RI (2014) dapat menghindarkan anak-anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi. Penelitian Jumirah, dkk (2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan bahwa status gizi siswa sebagian besar normal (22 orang dari 38 siswa), tingkat kecukupan energi dan protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah. Sumbangan energi yang berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya 26,32%, sedangkan sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS ada sebanyak 44,74%. Konsumsi vitamin A siswa pada umumnya cukup, tetapi konsumsi vitamin C dan besi sebagian besar masih rendah. Makan pagi pada anak sekolah sebaiknya dilakukan pada jam 06.00 atau sebelum jam 07.00 yaitu sebelum terjadi hipoglikemia atau kadar gula darah sangat rendah. Bagi anak sekolah sarapan yang cukup terbukti

(50)

dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina. Karena itu sarapan merupakan salah satu perilaku penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Sarapan yang baik terdiri dari pangan karbohidrat, pangan lauk pauk, sayuran, atau buah-buahan dan minuman. Konsumsi ikan, telur dan susu bagi kelompok usia 10-19 tahun sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian Muchtar, dkk (2012) pada remaja di SMA Negeri 1 Pahundut, Kota Palangkaraya menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara zat asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak) dari sarapan dengan kemampuan konsentrasi pada pukul 08.30.

Berikut anjuran jumlah porsi kecukupan energi untuk remaja (Kemenkes RI, 2014) :

Tabel 2.4 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi untuk Kelompok Umur16-18 tahun per hari

Bahan Makanan Anak Remaja 16-18 tahun Laki-laki

2675 kkal

Anak Remaja 16-18 tahun Perempuan

2125 kkal

Nasi 8 p 5 p

Sayuran 3 p 3 p

Buah 4 p 4 p

Tempe 3 p 3 p

Daging 3 p 3 p

Minyak 6 p 5 p

Gula 2 p 2 p

Sumber :Kemenkes RI, 2014

Keterangan:

Nasi 1 porsi =3/4 gelas = 100 g=175 kkal Sayuran 1 porsi =1 gelas =100 gr=25 kkal

Buah 1 porsi = 1 buah pisang ambon=50 gr=50 kkal

(51)

Tempe 1 porsi =2 potong sedang = 50 gr=80 kkal Daging 1 porsi = 1 potong sedang =35 gr = 50 kkal Ikan segar 1 porsi = 1/3 ekor = 45 gr = 50 kkal Susu sapi cair 1 porsi= 1 gelas = 200 gr =50 kkal Susu rendah lemak 1 porsi = 4 sdm = 20 gr = 75 kkal Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gr = 50 kkal

Gula = 1 sdm = 20 gr = 50 kkal

*) sdm : sendok makan

**) sdt : sendok teh P : porsi

b. Biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya

Protein merupakan zat gizi yang berfungsi untuk pertumbuhan, mempertahankan sel atau jaringan yang sudah terbentuk, dan untuk mengganti sel yang sudah rusak, oleh karena itu protein sangat diperlukan dalam masa pertumbuhan.

Protein hewani memiliki kualitas lebih baik dibanding protein nabati karena komposisi asam amino lebih komplit dan asam amino esensial lebih banyak. Daging dan unggas selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber zat besi yang berkualitas sehingga sangat bagus bagi anak dalam masa pertumbuhan. Penelitian Rahmawati, dkk (2012) pada remaja putri di SMAN 2 Kota Bandar Lampung bahwa terdapat hubungan asupan energi, asupan protein, asupan vitamin C, asupan zat besi dengan kejadian anemia.

Gambar

Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasaran IMT/U  Indeks  Kategori Status Gizi  Ambang Batas (Z-Score)  Indeks Massa Tubuh
Gambar 2.3 Landasan Teori
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian Faktor  Pendukung :

Referensi

Dokumen terkait

Prosentase penyampaian relaas, pbt dan penyitaan tepat waktu dan

Arsitektur rumah Betawi dikawasan Batu Ampar telah memiliki empat jenis rumah adat Betawi. Seperti,Rumah panggung, rumah bapang / kebaya, rumah Joglo, dan

Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan dan menerangkan kinerja

Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin merosot pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa.

 Untuk keperluan reviu angka dasar dalam rangka penyusunan Pagu Indikatif 2019, K/L diminta menyusun ulang prakiraan maju pada level detil dengan bantuan aplikasi KPJM yang

[r]

Dari 10 kecamatan yang ada di wilayah Jakarta Selatan, terdapat 4 kecamatan yang memiliki peluang untuk menarik investor menanamkan modalnya di sektor pariwisata antara lain, yaitu

Postur kerja yang tidak alami misalnya postur kerja selalu berdiri, jongkok, membungkuk, mengangkat, dan mengangkut dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan