BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Pengertian Bank
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat,
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Menurut Kasmir (2008), secara sederhana bank dapat diartikan sebagai
“lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa bank lainnya”. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No.10
Tahun 1998, tentang Perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan
Bank Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut dalam menjalankan kegiatan
usahanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bank konvensional dan bank dengan
prinsip syariah.
Bank syariah di Indonesia lahir sejak 1992. Bank syariah pertama di
Indonesia adalah Bank Muamalat Idonesia. Pada tahun 1992 hingga 1999,
perkembangan Bank Muamalat Indonesia, masih tergolong stagnan. Namun sejak
adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 dan 1998, maka para
banker melihat bahwa Bank Muamalat Indonesia (BMI) tidak terlalu terkena
syariah di Indonesia, tahan terhadap krisis moneter. Pada 1999, berdirilah Bank
Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti. Bank Susila
Bakti merupakan bank konvensional yang di beli oleh Bank Dagang Negara,
kemudian di konversi menjadi Bank Syariah Mandiri, bank syariah kedua di
Indonesia.
Pendirian Bank Syariah Mandiri (BSM) menjadi pertaruhan bagi banker
syariah. Bila BSM berhasil, maka bank syariah di Indonesia dapat berkembang.
Sebaliknya, bila BSM gagal, maka besar kemungkinan bank syariah di Indonesia
akan gagal. Hal ini disebabkan karena BSM merupakan bank syariah yang
didirikan oleh Bank BUMN milik pemerintah. Ternyata BSM dengan cepat
mengalami perkembangan. Pendirian Bank Syariah Mandiri diikuti oleh pendirian
beberapa bank syariah atau unit usaha syariah lainnya.
Pengertian bank syariah menurut Ascarya (2011:30) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian
berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah.
Menurut Ali (2008:1) bank syariah terdiri atas dua kata, yaitu (a) bank,
dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuanga yang berfungsi
sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana
dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank-bank syariah di
dan pihak lain untuk penyimpangan dan/atau pembiayaan kegiatan usaha dan
kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.
Penggabungan kedua kata dimaksud, menjadi “bank syariah”. Bank
syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi
pihak yang berlebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan
usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syariah
biasa disebut Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem
perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan system bunga
(riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).
Menurut Ismail (2013:32) bank syariah merupakan bank yang kegiatannya
mengacu pada hukum Islam, dan dalam kegiatannya tidak membebankan bunga
maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank
syariah maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan
perjanjian antar nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan
syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam
syariah Islam.
Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah ditinjau dari
sistem dan prinsipnya, yaitu terdapat dalam pengambilan keuntungan. Dimana
keuntungan utama dari bisnis perbankan konvensional diperoleh dari selisih
bunga simpanan yang diberikan kepada nasabah dengan bunga pinjaman atau
kredit yang di salurkan. Berbeda dengan bank syariah, dalam operasionalnya bank
syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya. Dalam sistem
bentuk transaksi, baik bunga diperoleh dari nasabah yang meminjam uang atau
bunga yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syariah. Bank syariah
memperoleh keuntungan bagi hasil dari penyaluran dana kepada nasabah yang
terdiri dari berbagai macam bentuk akad diantaranya yaitu pembiayaan bagi hasil
(Mudharabah dan Musyarakah), pembiayaan jual beli (Murabahah, Salam,
Istishna) dan pembiayaan sewa (Ijarah, Salam IMBT). Perbedaan tersebut
menjadikan bank syariah semakin diminati oleh kalangan masyarakat.
Tabel 2.1
Perbedaan antara Bank syariah dan Bank Konvensional
No Bank Syariah Bank Konvensional
1 Investasi, hanya untuk proyek atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Return baik yang dibayar kepada nasabah penyimpanan dana return
yang diterima dari nasabah pengguna dana berupa bunga 3 Perjanjian dibuat dalam bentuk
akad sesuai dengan syariah Islam
Perjanjian menggunakan hukum positif
4 Orientasi pembiayaan, tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga falah oriented, yaitu berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Orientasi pembiayaan, untuk memperoleh keuntungan atau dana yang dipinjamkan.
5 Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra.
Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditor dan debitur.
7 Penyelesaian sengketa, diupayakan diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri setempat.
2.1.2 Fungsi Bank Syariah
Menurut Ali (2013:39-43) bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi,
menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutukan dana dari bank, dan juga
memberikan pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
1. Penghimpunan Dana Masyarakat.
Fungsi bank syariah yang pertama yaitu menghimpun dana dari
masyarakat yang kelebihan dana. Bank syariah menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah
dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad al-mudharabah.
Al-wadiah adalah akad antara pihak pertama (masyarakat) dengan pihak
kedua (bank), di mana pihak pertama menitipkan dananya kepada bank,
dan pihak kedua, bank menerima titipan untuk dapat memanfaatkan titipan
pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan dalam Islam.
Al-Mudharabah merupakan akad antara pihak yang memiliki dana kemudian
menginvestasikan dananya atau disebut juga dengan mudharib, yang mana
pihak mudharib dapat memanfaatkan dana yang di investasikan oleh
shahibul maal untuk tujuan tertentu yang diperbolehkan dalam syariah
Islam.
2. Penyaluran Dana Kepada Masyarakat
Fungsi bank syariah yang kedua yaitu menyalurkan dana kepada
masyarakat yang membutuhkan (user of fund). Masyarakat dapat
semua ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Menyalurkan dana
merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Bank syariah
akan memperoleh return atas dana yang disalurkan. Return atau
pendapatan yang diperoleh bank atas penyaluran dana ini tergantung pada
akadnya.
Bank syariah menyalurkan dana kepada masyarakat dengan
menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad
kemitraan atau kerja sama usaha. Dalam akad jual beli, maka return yang
diperoleh bank atas penyaluran dananya adalah dalam bentuk margin
keuntungan. Margin keuntungan merupakan selisih antara harga jual
kepada nasabah dan harga beli bank. Pendapatan yang diperoleh dari
aktivitas penyaluran dana kepada nasabah yang menggunakan akad kerja
sama usaha adalah bagi hasil.
3. Pelayanan Jasa Bank
Fungsi bank syariah disamping menghimpun dana dan
menyalurkan dana kepada masyarakat, bank syariah memberikan
pelayanan jasa perbankan kepada nasabahnya. Pelayanan jasa bank syariah
ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
menjalankan aktivitasnya. Pelayanan jasa kepada nasabah merupakan
fungsi bank syariah yang ketiga. Berbagai jenis produk pelayanan jasa
yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang
(transfer), pemindahbukuan, penagihan surat berharga, kliring, letter of
Aktivitas pelayanan jasa merupakan aktivitas yang diharapkan oleh
bank syariah untuk dapat meningkatkan pendapatan bank yang berasal dari
fee atas pelayanan jasa bank. Beberapa bank berusaha untuk meningkatkan
teknologi informasi agar dapat memberikan pelayanan jasa yang
memuaskan nasabah. Pelayanan yang dapat memuaskan nasabah ialah
pelayanan jasa yang cepat dan akurat. Harapan nasabah dalam pelayanan
jasa bank ialah kecepatan dan keakuratannya. Bank syariah
berlomba-lomba untuk berinovasi dalam meningkatkan kualitas produk layanan
jasanya. Dengan pelayanan jasa tersebut, maka bank syariah mendapat
imbalan berupa fee yang disebut fee based income.
2.1.3 Produk Bank Syariah
Produk- produk bank syariah muncul karena didasari oleh operasionalisasi
fungsi bank syariah (Baraba, 2000). Dalam menjalankan operasinya bank syariah
memiliki empat fungsi sebagai berikut:
1) Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang
di percayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar
prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank
2) Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana/
shahibul maal sesuai dengan arahan investasi yang di kehendaki oleh
pemilik dana.
3) Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
Dari keempat fungsi operasional tersebut kemudian di turunkan menjadi
produk-produk bank syariah, yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke
dalam :
1) Produk pendanaan
Produk-produk pendanaan bank syariah ditujukan untuk mobilisasi dan
investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang
adil sehingga keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua pihak.
Tujuan mobilisasi dana merupakan hal penting karena Islam secara tegas
megutuk penimbunan tabungan dan menuntut penggunaan sumber dana
secara produktif dalam rangka mencapai tujuan sosial ekonomi Islam.
Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tidak dengan prinsip bunga
(riba), melainkan dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat islam
terutama wadi’ah (titipan), qard (pinjaman), mudharabah (bagi hasil),
dan ijarah. Bentuk Produk Pendanaan yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1
Bentuk Produk Pendanaan
Sumber : Ascarya (2011:113) Giro
-wadi’ah
-Qardh
Tabungan -Wadi’ah
-Qardh
-Mudharabah
Deposito / Investasi
- Mudharabah
Obligasi / Sukuk
2) Produk Pembiayaan
Produk-produk pembiayaan bank syariah, khususnya pada bentuk
pertama, ditujukan untuk menyalurkan investasi dan simpanan masyarakat
ke sektor riil dengan tujuan produktif dalam bentuk investasi bersama
(investment financing) yang dilakukan bersama mitra usaha (kreditor)
menggunakan pola bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dan dalam
bentuk investasi sendiri (trade financing) kepada yang membutuhkan
pembiayaan menggunakan pola jual beli (mudharabah, salam, dan
istishna) dan pola sewa (ijarah, dan ijarah muntahiyabittamlik). Produk
pembiayaan bank syariah dapat mengguanakan empat pola yang berbeda.
1. Pola bagi hasil, untuk investment financing
a. Musyarakah
b. mudharabah
2. Pola jual beli, untuk trade financing
a. Murabahah
b. Salam
c. Istishna
3. Pola sewa, untuk trade financing
a. Ijarah
b. ijarah muntahiyabittamlik
3) Produk Jasa Perbankan
Produk-produk jasa perbankan dengan pola lainnya pada umumnya
menggunakan akad-akad tabarru’ yang dimaksudkan tidak untuk mencari
keuntungan, tetapi dimaksudkan sebagai fasilitas pelayanan kepada
nasabah dalam melakukan transaksi perbankan. Oleh karena itu, bank
sebagai penyedia jasa perbankan golongan ini yang bukan termasuk akad
tabarru’ adalah akad sharf yang merupakan akad pertukaran uang dengan
uang dan ujr yang merupakan bagian dari ijarah (sewa)yang dimaksudkan
untuk mendapatkan upah (ujroh) atau fee. Produk-produknya adalah dana
talangan (Qardh), anjak piutang (Hiwalah), L/C, transfer,inkaso, kliring,
RTGS, dan sebagainya (Wakalah), jual beli valuta asing (sharf), gadai
(Rahn), payroll (ujr/wakalah), safe deposit box (wadiah yad amanah /
ujr), investasi terikat(channeling) (Mudharabah muqayyadah), pinjaman
sosial (Qardhul hasan). (Ascarya, 2011:129)
2.1.4 Pembiayaan
Menurut Muhammad (2002:17), pembiayaan adalah pendanaan yang
diberikan oleh suatu pihak untuk mendukung investasi yang direncanakan.
Pendanaan tersebut diadakan berdasar kesepakatan antara lembaga keuangan
dan pihak peminjam untuk mengembalikan utangnya setelah jatuh tempo
dengan imbalan atau bagi hasil. (Rivai, 2011:15)
Menurut Kasmir (2008;289) Pembiayaan adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetuajuan atau kesepakatan
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil”.
Menurut Ali (2013:105) pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah
dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip
syariah. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan
yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya
kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan
pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi
pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan
pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan dalam akad pembiayaan.
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit yang
diberikanoleh bank konvensional. Dalam perbankan syariah, return atas
pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain sesuai
dengan akad-akad yang disediakan di bank syariah. Dalam Undang-Undang
Perbankan No. 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank
syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional dalam
meyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan. Bank syariah
pembiayaannya, bukan merupakan utang piutang, tetapi merupakan investasi yang
diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Di dalam perbankan syariah, pembiayaan
yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan pada prinsip syariah.
Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum Islam.
2.1.4.1Pembiayan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah merupakan akad pembiayaan antara bank
syariah sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib untuk
melakasanakan kegiatan usaha, dimana bank syariah memberikan modal sebanyak
100% dan nasabah menjalankan usahanya (Ismail, 2013:168). Hasil usaha atas
pembiayaan mudharabah akan dibagi antara bank syariah dan nasabah dengan
nisbah bagi hasil yang telah disepakati pada saat akad. Dalam pembiayaan
mudharabah, terdapat dua pihak yang melaksanakan perjanjian kerja sama yaitu:
1. Bank syariah.
Bank yang menyediakan dana untuk membiayai proyek atau usaha yang
memerlukan pembiayaan. Bank syariah menyediakan dana 100% disebut
2. Nasabah / pengusaha.
Nasabah yang memerlukan modal dan menjalankan proyek yang dibiayai
oleh bank syariah. Nasabah pengelola usaha yang dibiayai 100% oleh bank
syariah dalam akad mudharabah disebut dengan mudharib (ali, 2013:168).
Berikut ini gambar mengenai pembiayaan Mudharabah:
Gambar 2.2
Pembiayaan Mudharabah
Bank syariah memberikan pembiayaan mudharabah kepada nasabah atas
dasar kepercayaan. Bank syariah percaya penuh kepada nasabah untuk
menjalankan usaha. Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam transaksi
pembiayaan mudharabah, karena dalam pembiayaan mudharabah, bank syariah
tidak ikut campur dalam menjalankan proyek usaha nasabah yang telah diberi
modal 100%. Bank syariah hanya dapat memberikan saran tertentu kepada
mudharib dalam menjalankan usahanya untuk memperoleh hasil usaha yang
1.Akad Pembiayaan Mudharabah
3. Modal 0% 2. Modal 100%
4. Pengelola Usaha
% Nisbah Bagi Hasil % Nisbah Bagi Hasil
Sumber : Ismail (2013:173) MUDHARABAH
NASABAH
SHAHIBUL MAAL BANK SYARIAH
KERJA SAMA USAHA
5. PENDAPATAN
optimal. Dalam hal pengelolaan nasabah berhasil mendapatkan keuntungan, maka
bank syariah akan memperoleh keuntungan dari hasil yang diterima. Sebaliknya,
dalam hal nasabah gagal menjalankan usahanya dan mengakibatkan kerugian,
maka seluruh kerugian di tanggung oleh shahibul maal. Mudharib tidak
menanggung kerugian sama sekali atau tidak ada kewajiban bagi mudharib untuk
ikut menanggung kerugian atas kegagalan usaha yang dijalankan.
2.1.4.2Pembiayaan Musyarakah
Al-musyarakah merupakan akad kerja sama usaha, dimana masing-masing
pihak menyertakan modalnya sesuai dengan kesepakatan, dan bagi hasil atas
usaha bersama diberikan sesuai dengan kontribusi dana atau sesuai dengan
kesepakatan bersama. Musyarakah disebut juga dengan syirkah, merupakan
aktivitas berserikat dalam melaksanakan usaha bersama antara pihak-pihak terkait.
Dalam syirkah, dua orang atau lebih mita menyumbang untuk memberikan
modal guna menjalankan usaha atau melakukan investasi untuk suatu usaha. Hasil
usaha dalam syirkah akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati oleh
pihak-pihak terkait.
Menurut Ascarya (2011:171) musyarakah dikenal sebagai skim
pembiayaan yang cocok untuk investasi kolektif dalam kehidupan ekonomi
modern. Bank syariah menggunakan musyarakah dengan berkontribusi modal
pada proyek baru atau yang sudah berdiri. Bank syariah juga ikut menanggung
bagian biaya proyek dalam rasio sesuai rasio modalnya.
Bank syariah dengan menggunakan musyarakah sebagai skim investasi
lama. Bank syariah pada umumnya menjadi partner aktif dan berpartisipasi dalam
menentukan metode produksi dan tujuan dari pendiri usaha. Bank syariah
berbagai keuntungan atau kerugian dengan nasabah tanpa membebani nasabah
dengan utang atau kewajiban financial lainnya ketika nasabah harus membayar
dalam situasi apapun. Berikut ini gambar pembiayaan Musyarakah:
Gambar 2.3 Pembiayaan Musyarakah
2.1.4.3Pembiayaan Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Bank-bank Islam yang
mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk
operating lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya, bank-bank
1.Akad Pembiayaan Musyarakah
3. Modal 30% 2. Modal 70%
4. Pengelola Usaha
Bagi Hasil 60% Bagi Hasil 40%
Modal 30% Modal 70%
Sumber : Ismail (2013:181) SHAHIBUL MAAL 2
NASABAH
SHAHIBUL MAAL 1 BANK SYARIAH
KERJA SAMA USAHA
5.PENDAPATAN
tersebut lebih banyak menggunakan ijarah al-muntahia bit-tamlik karena lebih
sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu bank pun tidak direpotkan untuk
mengurus pemeliharaan asset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.
Berikut ini gambar pembiayaan Ijarah:
Gambar 2.4 Pembiayaan Ijarah
Menurut Karim (2006:138) Ijarah didefenisikan sebagai hak untuk
memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa
Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian,
dalam akad Ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak
guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Menurut Ascarya (2011:168) Ijarah atau operating lease cocok untuk
misalnya pesawat terbang dan kapal adalah asset-aset yang dibiayai berdasarkan
ijarah karena biayanya yang mahal dan lamanya waktu pembuatan. Bank syariah
menyediakan ijarah atau untuk peralatan industri mesin-mesin pertanian sera
alat-alat transportasi. Semua ini dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak.
Bank dapat mengambil manfaat dari skim pembiayaan ini dengan tetap
meguasai kepemilikan asset dan pada waktu yang sama menerima pendapatan
sewa. Penyewa juga mengambil manfaat dari skim ini dengan terpenuhinya
kebutuhannya yang mendesak dan mencapai tujuan dalam waktu yang wajar tanpa
harus mengeluarkan biaya modal yang besar.
2.1.5 Profitabilitas
Profitabilitas sebagai salah satu acuan dalam mengukur besarnya laba
menjadi begitu penting untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan
usahanya secara efisien. Efisiensi sebuah usaha baru dapat diketahui setelah
membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut.
Return on Assets (ROA) menunjukkan kemampuan manajemen bank
dalam menghasilkan laba dari pengelolaan asset yang dimiliki (Yuliani, 2007).
Menurut Dendawijaya (2009 : 119) ROA digunakan untuk mengukur
profitabilitas bank, karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas
perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank, diukur dengan
asset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat. Semakin besar
semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan asset (Dendawijaya,
2009:118).
Menurut Karya dan Rakhman, tingkat profitabilitas bank syariah di
Indonesia merupakan yang terbaik diukur dari rasio laba terhadap asset (ROA),
baik untuk kategori bank yang full fledge maupun untuk kategori Unit Usaha
Syariah. Husnan dan Pudjiastuti (2002: 120), menyatakan bahwa rasio rentabilitas
ekonomi mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi
perusahaan. Karena hasil operasi yang ingin diukur, maka dipergunakan laba
sebelum pajak. Aktiva yang digunakan untuk mengukur kemampuan memperoleh
laba operasi adalah aktiva operasional (Aristya, 2010). ROA merupakan rasio
yang juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh laba bank syariah (Muhammad, 2005:265). ROA dihitung
berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan total aktiva. ROA dirumuskan
sebagai berikut:
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pengaruh
Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Terhadap Tingkat Profitabilitas
(Return On Asset). Atau Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah,
Musyarakah dan Ijarah terhadap kemampu labaan, atau Faktor – faktor yang
mempengaruhi Profitabilitas bank syariah di Indonesia. Atau pengaruh
1. Muhammad Busthomi Emha (2014)
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Busthoni Emha berjudul
“Analisis Pengaruh Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, dan Ijarah terhadap
Kemampu Labaan Bank Muamalat di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pembiayaan mudharabah, musyarakah, dan ijarah terhadap
kemampu labaan. Hasil penelitiannya Koefisien regresi menunjukkan besarnya
pengaruh variabel independen terhadap variable dependen. Pembiayaan
musyarakah memiliki pengaruh yang positif terhadap laba bersih. Pembiayaan
mudharabah memiliki pengaruh yang positif terhadap laba bersih. Pembiayaan
ijarah memiliki pengaruh yang positif terhadap laba bersih.
Berdasarkan hasil uji t, pendapatan mudharabah, musyarakah, ijarah,
secara serempak berpengaruh signifikan terhadap laba bersih. Dari variabel
mudharabah, musyarakah, ijarah, pendapatan musyarakah memiliki pengaruh
besar terhadap pengaruh tingkat laba bersih. Koefisien regresi untuk variabel
pendapatan musyarakah semakin besar maka akan menaikkan besarnya tingkat
laba bersih. Kualitas investasi pada mudharabah dapat didasarkan atas tingkat
kesesuaian antara realisasi bagi hasil dengan proyeksinya, kondisi keuangan, dan
propek usaha. Untuk koefisien regresi untuk variabel pembiayaan ijarah memiliki
tanda negatif yang berarti apabila pendapatan ijarah semakin besar maka akan
2. Indriani Laela Qodriasari (2014)
Penelitian yang di lakukan Indriani Laela Qodriasari berjudul “Analisis
Pengaruh Pendapatan Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, Murabahah dan
Sewa Ijarah terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Periode
tahun 2011-2013. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan bahwa dari fungsi keuntungan Cobb-Dauglas menunjukkan
bahwa fungsi tersebut dapat memaksimumkan keuntungan yang ditunjukkan
dengan garis singgung positif (ke kanan). Sedangkan dari hasil analisis di atas
diperoleh bahwa variabel pendapatan pembiayaan mudharabah, musyarakah,
murabahah, dan ijarah memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
profitabilitas bank umum syariah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pendapatan pembiayaan-pembiayaan tersebut tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas keenam bank umum syariah yang diteliti. Dari hasil analisis data
menunjukkan bahwa dari keenam bank yang diteliti tidak ada produk dalam hal
ini pendapatan pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah, dan ijarah
yang unggul atau menonjol.
Pendapatan pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah
tidak memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas bank umum syariah dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pertama, pada tahun 2011-2013
terdapat kenaikan NPF di bank syariah karena meningkatnya kredit macet; kedua,
sedikitnya data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hanya dari tahun
3. Russely Inti Dwi Permata (2014)
Penelitian yang dilakukan Russely Inti Dwi berjudul “Analisis
Pengaruh Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah terhadap tingkat
Profitabilitas (Return On Equity) (studi Bank Umum Syariah Yang Terdaftar di
Bank Indonesia Periode 2009-2012)”. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap
tingkat ROE pada Bank Umum Syariah secara parsial dan simultan. Hasil
Penelitian Pembiayaan mudharabah dan musyarakah memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat ROE secara simultan. Pembiayaan
mudharabah berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat ROE secara
parsial. Pembiayaan musyarakah berpengaruh signifikan dan positif terhadap
tingkat ROE secara parsial. Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan
bagi hasil yang dominan dalam mempengaruhi tingkat ROE.
Pengaruh negatif tersebut dapat disebabkan oleh resiko dari
pembiayaan mudharabah ini yang cukup besar dibandingkan pembiayaan
musyarakah, sehingga kesuksesan usaha tersebut juga mempengaruhi
keuntungan yang didapatkan oleh pihak bank. Untuk pembiayaan musyarakah
memberikan pengaruh positif terhadap tingkat ROE. Hal ini dapat dilihat dari
pembagian penyertaan modal yang dibagi oleh masing-masing pihak,
sehingga resiko yang diambil tidak besar, meskipun keuntungan yang
4. Slamet Riyadi (2014)
Penelitian Slamet Riyadi berjudul “Pengaruh pembiayaan bagi hasil,
pembiayaan jual beli, FDR, dan NPF terhadap profitabilitas bank umum syariah di
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan dalam penelitian yaitu Pembiayaan bagi hasil, jual beli, FDR, dan
NPF berpengaruh secara simultan terhadap ROA bank umum devisa. Pembiayaan
bagi hasil berpengaruh secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap
ROA bank umum devisa. Hal ini dapat diartikan apabila penyaluran pembiayaan
bagi hasil mengalami kenaikan maka akan berpengaruh pada ROA, begitu pula
sebaliknya. Pembiayaan jual beli secara parsial tidak berpengaruh terhadap ROA
bank umum syariah devisa. Hal ini dapat diartikan bahwa berapapun kenaikan
atau penurunan penyaluran pembiayaan jual beli tidak akan berpengaruh positif
signifikan terhadap ROA.
5. Dhika Rahma Dewi (2010)
Penelitian Dhika Rahma Dewi berjudul “Faktor – faktor yang
mempengaruhi Profitabilitas bank syariah di Indonesia”. Penelitian ini
bertujuan untuk : Menganalisis pengaruh CAR terhadap ROA Bank Syariah
di Indonesia. Menganalisis pengaruh FDR terhadap ROA Bank Syariah di
Indonesia. Menganalisis pengaruh NPF terhadap ROA Bank Syariah di
Indonesia. Menganalisis pengaruh REO terhadap ROA Bank Syariah di
Indonesia. Hasil pembahasan Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak berpengaruh
signifikan terhadap ROA pada Bank Syariah di Indonesia. Financing to
Syariah di Indonesia. Non Performing Financing (NPF) berpengaruh signifikan
negatif terhadap ROA pada Bank Syariah di Indonesia. Rasio Efisiensi
Operasional (REO) berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA pada Bank
Syariah di Indonesia.
6. Atika Ria Pratika (2009)
Penelitian Atika Ria Pratika berjudul “pengaruh pembiayaan tehadap kinerja keuangan pada perbankan syari’ah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji pengaruh pembiayaan mudharabah, musyarakah, murabahah
terhadap ROA pada BUS dan UUS di Indonesia. Hasil Pembahasan
mudharabah berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Musyarakah tidak
berpengaruh terhadap ROA. Murabahah berpengaruh positif signifikan
terhadap ROA.
Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Emha
Sewa Ijarah
Judul Variabel Hasil Penelitian
4 Riyadi
CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. NPF berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Musyarakah tidak berpengaruh terhadap
ROA. Murabahah
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan telaah pustaka di atas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1 Pengaruh pembiayaan Mudharabah Terhadap ROA
Setiap bank pasti menghimpun dana dan mengalokasikan dananya
untuk kegiatan lain yang menghasilkan keuntungan. Salah satu
pengalokasian dana tersebut adalah pembiayaan mudharabah. Pembiayaan
mudharabah merupakan akad pembiayaan antara bank syariah sebagai
shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib untuk melakasanakan
kegiatan usaha, dimana bank syariah memberikan modal sebanyak 100 %
dan nasabah menjalankan usahanya. Penelitian (Permata, 2014)
pembiayaan mudharabah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
tingkat ROE. Pengaruh ini dapat dilihat dari besarnya penyertaan modal
pihak bank pada pembiayaan mudharabah ini 100%, sehingga juga
menentukan besar keuntungan dari usaha tersebut.Jika dilihat dari
perolehan keuntungannya, pihak bank menerima 100%, tetapi resiko yang
ditanggung juga besar jika usaha tersebut mengalami kerugian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1 : pembiayaan mudharabah berpengaruh terhadap Return On
Asset (ROA).
2.3.2 Pengaruh pembiayaan Musyarakah Terhadap ROA
Pada penelitian (Permata, 2014) musyarakah sebagai pembiayaan bagi
hasil yang menyalurkan dananya untuk pembiayaan investasi.Pembiayaan
ROE. Al-musyarakah merupakan akad kerja sama usaha, dimana
masing-masing pihak menyertakan modalnya sesuai dengan kesepakatan, dan bagi
hasil atas usaha bersama diberikan sesuai dengan kontribusi dana atau
sesuai dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis II : pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap Return On
Asset (ROA).
2.3.3 Pengaruh pembiayaan Ijarah Terhadap ROA
Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atas barang atau
jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. Yang menjadi
indikator perhitungan adalah jumlah pendapatan ijarah. Menurut (Emha,
2014) pembiayaan ijarah memiliki tanda negatif yang berarti apabila
pendapatan ijarah semakin besar maka akan menurunkan besarnya tingkat
laba bersih. Hal ini sesuai dengan teori.
Menurut Muhammad (2002) ketika bank akan mengeksekusi kredit
macetnya, bank tidak memperoleh hasil yang memadai, karena jaminan
yang tidak sebanding dengan besarnya kredit yang diberikan. Resiko
kredit muncul manakala bank tidak dapat memperoleh kembali tagihannya
atas pinjaman yang diberikan. Selanjutnya, bahwa pembiayaan yang
bermasalah (macet), bank mempunyai kewajiban melakukan Penyisihan
Pencadangan Aktiva Produktif (PPAP) sebesar 100% dari modal yang
ada potensi risiko yang harus ditanggung oleh modal bank sediri. Hal ini
mengandung konsekuensi bahwa atas aktiva ini harus dibentuk PPAP
(Muhammad, 2002).
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis III : pembiayaan ijarah berpengaruh terhadap Return On Asset
(ROA).
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut:
H1: pembiayaan mudharabah berpengaruh terhadap Return On Asset
(ROA).
H2: pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap Return On Asset
(ROA).
H3: pembiayaan ijarah berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA) Mudharabah (X1)
Ijarah (X3 ) Musyarakah (X2 )
ROA