• Tidak ada hasil yang ditemukan

Zulkifli FISIP Dinamika Syiah Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Zulkifli FISIP Dinamika Syiah Di Indonesia"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

DINAMIKA SYIAH

DI INDONESIA

PUSLITBANG BIMAS AGAMA DAN LAYANAN KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT

KEMENTERIAN AGAMA 2017

Editor: Ubaidillah

Penulis:

• Achmad Rosidi • Adang Nofandi • Agus Mulyono • Asnawati • Haidlor Ali Ahmad • Ibnu Hasan Muchtar • Kustini

• M. Adlin Sila • Muchtar

• Muchtar Siswoyo • Nuhrison M. Nuh • Raudatul Ulum • Suhanah

(4)

Dinamika Syiah di Indonesia ii

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Dinamika Syiah di Indonesia Ed. 1, Cet. 1.—

Jakarta: Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan 2017 xx + 490hlm; 14,8 x 21 cm.

ISBN : 978-602-8739-86-3

Hak cipta pada Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan

Cetakan pertama, Nopember 2017

Dinamika Syiah di Indonesia Editor: Ubaidillah

Tim Penulis: Achmad Rosidi, Adang Nofandi, Agus Mulyono, Asnawati, Haidlor Ali Ahmad, Ibnu Hasan Muchtar, Kustini, M. Adlin Sila, Muchtar, Muchtar Siswoyo, Nuhrison M. Nuh, Raudatul Ulum, Suhanah, Wakhid Sugiyarto

Hak penerbit pada Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Jakarta

Desain cover: Surya Abdul Jabbar Setting/Layout: Sugeng Pujakesuma

Penerbit:

Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. M. H. Thamrin No. 6 Jakarta 10340

(5)

Prolog

Prof. Dr. Zulkifli, MA

Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia adalah rumah bagi mayoritas Muslim Sunni (Ahlussunnah Wal Jamaah, biasa disingkat ASWAJA) yang pada umumnya berpegang pada teologi Asy‘ari, fikih Syafi‘i dan tasawuf al-Ghazali. Namun, beranggapan bahwa Muslim Sunni sebagai komunitas yang monolitik adalah keliru karena di dalamnya terdapat variasi kelompok dan bahkan saling berseberangan satu sama lain dalam pandangan dan pemikiran keagamaan, apalagi pemikiran dan afiliasi politik.

Di tengah mayoritas Sunni tersebut terdapat komunitas Syiah yang jumlahnya sangat sedikit; taksirannya beragam mulai dari ratusan ribu hingga jutaan dan semua taksiran tersebut tidak berdasarkan data yang valid. Mungkin jumlahnya tidak lebih dari 1% penduduk Muslim di Indonesia. Walaupun begitu, keberadaan Syiah di Indonesia telah menarik perhatian berbagai kalangan, tidak hanyak dari pemerintah dan otoritas keagamaan tetapi juga dari para ahli dan peneliti, bidang humaniora maupun ilmu sosial.

(6)

Dinamika Syiah di Indonesia xii

khususnya oleh sarjana Barat, mengalami peningkatan setelah kesuksesan revolusi Islam Iran pada 1979 yang dipimpin poleh Ayatollah Ruhollah Khomeini (wafat 1989) dan dilanjutkan dengan pembentukan Republik Islam Iran. Kajian-kajian tersebut banyak yang berusaha melacak pengaruh revolusi tersebut di dunia Islam termasuk Asia Tenggara. Menariknya adalah bahwa setelah lebih dari tiga dekade pasca revolusi Islam Iran ternyata tidak pernah terjadi revolusi di negara Muslim termasuk negara yang mayoritas Syiah. Sesuai dengan posisinya sebagai kelompok minoritas, kajian tentang Syiah di Indonesia masih terbatas, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.

Membincang Syiah di Indonesia dapat menggunakan berbagai perspektif teoretik dengan fokus pada aspek-aspek tertentu. Namun, siapakah yang dimaksud Syiah dalam buku ini? Istilah Syiah bisa merujuk kepada beberapa kelompok, yakni Itsna ‘Asyariyyah, Ismailiyyah, dan Zaidiyyah dan lain-lain. Di Indonesia, sebagaimana di Iran, Syiah dimaksud adalah Itsna ‘Asyariyyah. Syiah Itsna ‘Asyariyyah dapat dipahami sebagai aliran Islam yang meyakini dua belas Imam sepeninggal Rasulullah dan mempraktikkan fikih Ja‘fari— mazhab fikih yang dinisbahkan kepada Imam Ja‘far al-Sadiq, Imam keenam.

(7)

pada 1955 dan juga dalam karya masterpicenya The Venture of Islam (3 jilid). Konsep kesetiaan ‘Alawi merujuk kepada kesetiaan dan kesalehan kepada Ali bin Abi Talib, khalifah keempat dalam Islam Sunni dan Imam pertama dalam Islam Syiah, dan keturunannya sebagai refleksi dari dinamika perkembangan awal Islam. Konsep tersebut kemudian berkembang lebih inklusif sebagai sikap dan praktik keagamaan yang dikaitkan dengan kesetiaan dan penghormatan kepada kaum ‘Alawi baik di kalangan Syiah maupun Sunni. Dengan demikian, kesalehan ‘Alawi melampaui batas-batas identitas sektarian Sunni dan Syiah. Dalam definisi Hodgson, loyalisme ‘Alawi adalah:

... kompleksitas yang bervariasi dari sikap-sikap religius yang khusus yang dikaitkan dengan kesetiaan kepada kaum ‘Alawi—bukan hanya penghormatan kepada kaum ‘Alawi sendiri, tetapi juga tentang ide-ide tertentu yang dimuliakan berkenaan dengan diri Muhammad dan anggapan tentang ajaran rahasia yang disalurkan secara khusus kepada ‘Ali dan sebagainya—apakah sikap-sikap tersebut muncul di kalangan kaum Jama‘i-Sunni atau di kalangan mereka yang, dengan penolakannya yang tegas terhadap jama‘ah, menyatakan dirinya sebagai Syi‘ah dalam arti yang sebenarnya (Hodgson 2002: 182).

(8)

Dinamika Syiah di Indonesia xiv

bentuk ritual dan praktik kesalehan dan ketakwaan. Namun, perlu digarisbawahi bahwa konsep kesalehan ‘Alawi tidak berkenaan dengan aspek teologis dan praktik keagamaan yang wajib (ibadah mahdah) seperti shalat, zakat, puasa, dan haji ke tanah suci, tetapi hanya mencakup aspek-aspek ritual dan praktik keagamaan yang dianjurkan dan sudah menjadi tradisi keagamaan masyarakat. Demikian juga, aspek-aspek legal-formalistik dan politik dikeluarkan (Zulkifli 2016). Contoh yang paling banyak dikaji adalah perayaan ‘Asyura, Mawlid Nabi, dan tarekat. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, studi Maryam (2012) mengikuti kerangka konseptual di atas.

Kerangka konseptual kedua dan paling banyak digunakan adalah identitas atau lebih spesifiknya identitas sektarian. “Identitas ialah pemahaman kita tentang siapa kita dan siapa orang lain dan, secara timbal balik, pemahaman orang lain tentang dirinya dan tentang yang lainnya (termasuk kita). Ia secara praktis mensintesis hubungan kesamaan dan perbedaan” (Jenkins 2008:18). Lebih dari itu, berdasarkan identifikasi tersebut, orang bertindak dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan identitasnya (Jenkins 2008: 111). Konsepsi dasar esensialis siapa Syiah dan Siapa Sunni tentu menyangkut kesamaan dan perbedaan antara keduanya dan menyangkut tindakan serta hubungan satu dengan yang lain.

(9)

denominasi yang diekspresikan dalam ibadah dan ritual keagamaan sebagai satu kesatuan yang terpadu. Secara sederhana, identitas sektarian tersebut bersifat tunggal, meskipun tidak selalu antagonistik. Meskipun dalam retorika muncul istilah Susyi atau Sunni-Syiah yang menggambarkan identitas ganda seperti yang pernah dikemukakan oleh intelektual Syiah Indonesia terkenal Jalaluddin Rakhmat dalam realitas sosial keagamaan kenyataan tersebut sulit untuk dibuktikan (Zulkifli 2016).

(10)

Dinamika Syiah di Indonesia xvi

dengan institusi masyarakat. Hasil dari identitas resistensi ini adalah formasi komunitas Syiah, yakni komunitas resistensi.

Sejarah dan perkembangan Syiah di Indonesia pada dasarnya adalah sejarah komunitas resistensi terutama pada era Orde Baru dan sekarang masih berlangsung bila berhadapan dengan kelompok anti-Syiah dari mayoritas Sunni. Komunitas Syiah sendiri menyebut kelompok anti-Syiah sebagai Wahabi atau Nasibi. Seiring dengan proses demokratisasi gerakan anti-Syiah semakin gencar dalam berbagai bentuk framing dan mobilisasi sumber daya. Di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur terjadi kekerasan sektarian terhadap penganut dan lembaga pendidikan Syiah. Puncaknya adalah deklarasi ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) di Bandung 20 April 2014 yang dipelopori oleh Athian Ali dan didukung oleh tokoh-tokoh anti-Syiah dari NU, Muhamadiyah, PERSIS, Al-Irsyad dan lain-lain. Kemudian berdiri cabang-cabang ANNAS di daerah-daerah. Gerakan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yakni perseteruan pribadi, kepentingan politik, dan ekonomi, baik dari faktor domestik maupun internasional. Konflik Syria ikut mempengaruhi peningkatan sentimen anti-Syiah di Indonesia (IPAC 2016).

(11)

organisasi Syiah, yakni IJABI yang berdiri 1 Juli 2000 dan ABI yang berdiri pada 25 Juli 2010, menegaskan karakter project identity tersebut tidak hanya dalam konteks hubungan dengan mayoritas Sunni tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui kedua organisasi tersebut komunitas Syiah memproyeksikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat Muslim dan sekaligus warga bangsa Indonesia dan NKRI dan berperan aktif dalam membangun masyarakat dan menjaga keutuhan NKRI.

(12)

Dinamika Syiah di Indonesia xviii

Daftar Pustaka

Castells, Manuel 1997 The Power of Identity. Oxford: Blackwell Publishers.

Dicky Sofjan (ed) 2013 Sejarah dan Budaya Syiah di Asia Tenggara. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM.

Formichi, Chiara and Michael Feener (eds) 2015 Shi‘ism in Southeast Asia: ‘Alid Piety and Sectarian Constructions. London: Hurst & Company.

Hodgson, Marshall GS 2002 The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia, Masa Klasik Islam. Terjemahan Mulyadhi Kertanegara, Buku kedua Peradaban Khalifah Agung. Jakarta: Penerbit Paramadina.

IPAC 2016 The Anti-Shi‘a Movement in Indonesia. IPAC Report no. 27.

Jenkins, Richard 2008 Social Identity. London and New York: Routledge.

Maryam, Siti 2012 Damai dalam Budaya: Integrasi Tradisi Syiah dalam Komunitas Ahlusunah Waljamaah di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Kementerian Agama RI.

Zulkifli 2013 The Struggle of the Shi‘is in Indonesia. Canberra: ANU E Press.

(13)

EPILOG

Prof. Dr. Zulkifli, MA

Dalam buku ini dijelaskan bahwa salah satu yang melatarbelakangi penelitian tentang dinamika Syiah di Indonesia adalah adanya reaksi keras terhadap perkembangan Syiah. Hal ini juga sejalan dengan salah satu temuan dalam buku ini, yakni berbagai bentuk framing dalam aktivisme anti-Syiah yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek: religius, sosial, dan politik. Inti framing anti-Syiah adalah bahwa: pertama, Syiisme adalah aliran sesat dan menyesatkan; kedua, karena Indonesia dianggap sebagai bumi Sunni kehadiran Syiah menjadi sumber konflik; ketiga, Syiah merupakan ancaman terhadap NKRI. Sebagai gerakan sosial, framing anti-Syiah tersebut diikuti dengan upaya mobilisasi sumber daya untuk menghadang perkembangan Syiah di Indonesia dan yang menjadi target tentu saja individu maupun institusi-institusi dan kegiatan-kegiatan Syiah. Berkenaan dengan hal itu, dalam ringkasan buku ditulis: “adanya upaya mobilisasi tuduhan sesat terhadap mazhab Syiah telah menyebabkan kaum Muslim yang tidak mengerti apa-apa tentang mazhab Syiah turut membenci Syiah bahkan turut bergerak dalam aksi-aksi penolakan dan kekerasan terhadap komunitas Syiah.” Hal inilah, menurut temuan buku ini, yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan sektarian terhadap Syiah di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Berbagai bentuk framing tersebut tidak terbukti dalam realitas di lapangan. Dalam hal tuduhan terhadap Syiah sebagai anti NKRI, misalnya, justru terbukti sebaliknya. Pada

(14)

Dinamika Syiah di Indonesia 488

1 Juni 2017 IJABI menegaskan sikapnya sebagai komitmen keislaman dan kebangsaan dalam Deklarasi Pancasila:

Hari ini kami berkumpul memperingati kelahiran Pancasila, wujud ungkap syukur kami atas anugerah Allah Azza wa Jalla, anugerah sebuah negeri Bhinneka Tunggal Ika.

Sebagai bagian dari anak bangsa yang mencintai negeri ini, Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) senantiasa ingin berperan aktif dalam ikhtiar menjaga tegaknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia, di atas Pancasila

sebagai fondasinya dan Undang Undang Dasar 1945

sebagai pilarnya. (

www.ijabi.or.id/komitmen/deklarasi-pancasila diakses 22 Agustus 2017)

Demikian juga penegasan ABI:

Menegaskan kembali sikap dan prinsip Ormas Islam Ahlulbait Indonesia yang mengakui dan menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, ABI memandang bahwa Pancasila dan NKRI adalah final dan tidak boleh diganggu gugat.

(

www.ahlulbaitindonesia.or.id/berita/ahlul-bait-indonesia-menolak-separatisme-di-indonesia diakses 22

Agustus 2017)

(15)

sebagaimana terjadi pada aktivis anti-Syiah--telah menutup peluang untuk memahami dan menerima eksistensi Syiah secara jujur dan terbuka tetapi menganggapnya sebagai ancaman yang menakutkan.

Hanya dengan sikap jujur dan terbuka eksistensi Syiah, sebagai saudara sesama Muslim dan sebagai warga negara dan bangsa Indonesia, dapat memperoleh pengakuan religius, legal, sosial, dan politik. Konstruksi identitas Syiah sangat dipengaruhi oleh pengakuan atau pengabaian dari mayoritas Sunni, masyarakat, dan negara. Pengakuan terhadap identitas Syiah berarti pengakuan terhadap identitas yang distingtif dan seluruh pandangan, tindakan, dan kegiatan kelompok tersebut (Zulkifli 2014). Pengakuan tersebut terjadi pada level mikro (interaksi keseharian), level meso (institusional), dan level makro (masyarakat dan negara).

(16)

Dinamika Syiah di Indonesia 490

Terlepas dari aktivisme anti-Syiah yang digerakkan oleh kelompok kecil tersebut di atas dan proses saling pengakuan masih menjadi dambaan, sesungguhnya relasi Sunni Syiah di Indonesia secara umum berlangsung harmonis. Demikian temuan penting penelitian dalam buku ini. Selain integrasi dalam bentuk ritual dan tradisi kesalehan ‘Alawi, terjadi dialog dan kerja sama antara kelompok Syiah dan Sunni yang tergabung dalam organisasi Islam seperti NU, Muhamadiyah, dan Al-Washliyah. Demikian juga dialog dan kerja sama terjalin antara lembaga-lembaga pendikan Islam Syiah dan Sunni. Pemerintah dan ulama dituntut untuk berperan aktif dalam memfasilitasi dan memastikan berlangsungnya dialog dan kerja sama tersebut. Interaksi yang harmonis tersebut menggambarkan wajah ramah Islam Nusantara yang moderat dan menjunjung tinggi prinsip Rahmatan lil Alamin.

Daftar Pustaka

Tully, James 2004 “Recognition and Dialogue: The Emergence of A New Field” Critical Review of International Social and

Political Philosophy 7, 3: 84-106.

Zulkifli 2014 “Education, Identity, and Recognition: The Shii Islamic Education in Indonesia” Studia Islamika:

Indonesian Journal for Islamic Studies 21, 1: 77-108.

www.ahlulbaitindonesia.or.id/berita/ahlul-bait-indonesia-menolak-separatisme-di-indonesia diakses 22 Agustus

2017.

www.ijabi.or.id/komitmen/deklarasi-pancasila diakses 22

(17)
(18)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Buku ini orang asing akan mengetahui beberapa makanan tradisional dari Jawa Barat, bahan dan untuk orang orang yang ingin belajar dalam masakan , ada beberapa

Untuk membuat pola penyebaran singkapan, metoda yang digunakan kebalikan dari metode problema tiga titik, yaitu dari mengetahui kedudukan lapisan batuan yang

Pada item 20, responden menyatakan sangat setuju sebesar 53.8%dan responden lainnya menyatakan setuju sebesar 30.8% jika karyawan memiliki semangat dalam perantauan, dan

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) yang dilakukan pada UMKM pembibitan dan penggemukan sapi potong di kecamatan Kedungpring kabupaten Lamongan untuk menjawab permasalahan belum

Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis tertarik memilih penelitian berupa kajian penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam terciptanya Kepastian Hukum

Nariyan pa ang halimbawang ipinamalas ng mga Kastila: pag-iwas sa pagpaparumi ng kamay sa paggawa, pagkuha ng maraming utusan sa bahay, na para bang alangan sa kanilang kalagayan ang

Sama halnya dengan DRH, WNW merasa ia adalah orang sunda karena keturunan Sunda (orang sunda genetik), bahasa sehari-hari yang digunakan untuk berkomunikasi

[r]