• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM USAHA AGRIBISNIS IKAN PATIN SEKOL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SISTEM USAHA AGRIBISNIS IKAN PATIN SEKOL"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM USAHA AGRIBISNIS IKAN PATIN

TUGAS MK. SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS

Disusun Oleh :

1. Andreas R Simanjuntak (H351130351) 2. Elvin Desi Martauli (H351130151)

3. January Rizki (H351130431)

4. Ni Made Nike Zeamita (H351130161) 5. Ricky Herdiyansyah (H351130381)

6. Timbul Rasoki (H351130261)

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER SAINS AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAFTAR ISI

III. SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS ... 13

3.1 Subsistem Hulu ... 13

3.3.1Gambaran Industri Benih Ikan Patin di Indonesia ... 13

3.3.1.1 Kebutuhan dan Produksi Patin Indonesia... 13

3.1.2 Gambaran Industri Pakan Indonesia ... 15

3.1.2.1 Kebutuhan dan Produksi Pakan Indonesia.. 15

3.1.2.2 Penggunaan Pakan di Daerah ... 15

3.1.2.3 Gambaran Umum Industri Pakan ... 17

3.1.3 Gambaran Umum Penggunaan Teknologi ... 21

3.1.3.1 Penggunaan Teknologi di Indonesia ... 21

3.1.3.2 Industri Alat Pertanian Indonesia ... 26

3.1.4 Vaksin dan Obat-obatan dalam Budidaya Patin... 27

3.2 Subsistem On Farm ... 29

3.2.1 Perkembangan Produksi Usahatani Ikan Indonesia 29 3.2.1.1 Perkembangan Produktivitas Indonesia .... 29

3.2.1.2 Perkembangan Produktivitas Daerah Sentra 30 3.2.2 Perkembangan Luas Lahan Usahatani Indonesia... 32

3.2.3 Analisis Keragaan Usahatani Patin Indonesia ... 33

3.2.3.1 Pola Usahatani Ikan Patin Indonesia ... 33

3.2.3.2 Penggunaan Input Pada Usahatani ... 34

3.2.3.3 Efisiensi Teknis Usahatani ... 37

3.2.4 Faktor Penyebab Gagal Panen ... 37

3.2.5 Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani ... 39

3.3 Subsistem Hirir ... 52

3.3.1 Subsistem Pengolahan ... 54

3.3.2 Subsistem Pemasaran ... 65

3.3.2.1 Dinamika Pasar Ikan Patin Dunia ... 65

3.3.2.2 Dinamika Pasar Ikan Patin Domestik ... 67

3.3.2.2.1 Trend Permintaaan Ikan Patin ... 72

3.3.2.2.2 Trend Harga Ikan Patin ... 76

3.3.2.2.3 Ekspor dan Impor Ikan Patin ... 79

3.3.2.3 Analisis Sistem Tataniaga Ikan Patin ... 86

3.3.2.3.1 Margin dan Rantai Tataniaga ... 87

(3)

3.4 Subsistem Penunjang ... 93

3.4.1 Peran dan Fungsi Lembaga Penunjang ... 93

3.4.2 Kebijakan Ikan Patin di Indonesia ... 101

3.4.3 Peran Lembaga dalam Industri Patin Indonesia ... 103

3.4.4 Peran Lembaga Pembiayaan dalam Industri ... 104

3.4.5 Peran Lembaga Penyuluh dalam Industri ... 105

3.4.6 Peran Lembaga Penelitian dalam Agribisnis Patin ... 108

3.4.7 Gambaran Kelembagaan Petani Ikan Patin ... 110

IV. PENUTUP ... 113

Kesimpulan ... 113

Saran ... 113

(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kawasan Minapolitan Percontohan tahun 2011 ... 4

2. Komposisi Bahan Baku Pakan Rebus Buatan Sendiri ... 18

3. Formulasi Pakan Ikan Patin ... 21

4. Perkembangan Perikanan Budidaya, 2007–2012 ... 29

5. Proyeksi produksi Ikan Patin Nasional 2010-2014 ... 30

6. Produksi Ikan Patin Di Daerah Sentra Produksi ... 31

7. Perkembangan Luas Lahan Perikanan Budidaya Air Tawar ... 32

8. Biaya Investasi Usaha Pembenihan ... 41

9. Biaya Produksi Usaha Pembenihan ... 42

10. Biaya investasi Pemeliharaan Larva Patin ... 45

11. Biaya Produksi Pemeliharaan Larva Patin ... 46

12. Biaya investasi Pendederan Ikan Patin ... 48

13. Biaya Produksi Pendederan Ikan Patin ... 49

14. Biaya investasi Pembesaran Patin di Kolam Tanah ... 51

15. Biaya Produksi Pembesaran Patin di Kolam Tanah ... 52

16. Komposisi gizi ikan patin (Pangasius hypophthalmus) ... 55

17. Perkembangan Produksi Ikan di Bogor Tahun 2007-2010 ... 69

18. Penyediaan ikan untuk konsumsi 2005-2009 ... 71

19. Konsumsi ikan tahun 2005-2009 perkapita secara keseluruhan... 72

20. Nilai Ekspor perikanan dunia ... 80

21. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya 2002-2005 (Ton)... 81

22. Rencana Pengembangan Patin 2006-2009 ... 81

23. Volume impor tepung ikan di Indonesia ... 82

(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pakan ikan patin ... 15

2. Maggot sebagai Penamaan Bagi Larva Black Soldier ... 22

3. Genset, sangat berperan saat listrik mati ... 24

4. Pompa submersible ... 24

5. Pompa air berfungsi untuk mempermudah pengelolaan air ... 25

6. Blower untuk mensupply oksigen kewadah-wadah larva ... 26

7. Penyakit ESC Yang Dialami Ikan Patin ... 28

8. Pola Usahatani Budidaya Ikan Patin ... 34

9. Hasil Pengolahan Ikan Patin Melalui Pengasapan ... 56

10. Abon patin yang siap packing dan sudah di packing ... 58

11. Daging Fillet Ikan Patin ... 50

12. Nugget Ikan Patin ... 62

13. Sossis Ikan Patin ... 63

14. Kerupuk Rambak Kulit Ikan Patin ... 65

15. Peta Rata-Rata Konsumsi Ikan per Provinsi Tahun 2012 ... 71

16. Kebutuhan dan produksi benih ikan patin siam tahun 2005 -2009 74 17. Rantai Pemasaran Benih Ikan Produksi Deddy Fish Farm ... 87

18. Saluran Distribusi Ikan Sungai ... 90

(6)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia dan Negara-negara muda dalam lima puluh tahun terakhir sangat maju pesat. Pada awal kemerdekaan jumlah penduduk Indonesia hanya sekitar 60 juta jiwa tetapi pada saat sekarang ini jumlah penduduk Indonesia lebih kurang 700 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk berarti peningkatan jumlah kebutuhan termasuk kebutuhan pangan, kebutuhan bahan pangan sumber protein hewani seperti ikan juga ikut meningkat.

Salah satu zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita adalah protein. Protein ini didalam tubuh selain untuk mengganti sel-sel yang rusak, juga untuk pertumbuhan. Protein dibedakan menjadi 2 menurut sumbernya yaitu protein nabati yang berasal dari tumbuhan dan protein hewani yang berasal dari hewan baik berupa daging, telur, susu maupun ikan. Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani saat ini merupakan bahan makanan yang murah dan mudah didapat serta mudah dikembangbiakkan. Namun memang diakui bahwa hingga saat ini produksi ikan yang terbesar masih merupakan hasil tangkapan dilaut dan masih sedikit yang merupakan hasil pemeliharaan di kolam.

Produksi ikan periode awal sejarah kehidupan manusia dilakukan melalui usaha berburu. Manusia pada saat itu selalu bermukim dekat dengan sumber air seperti sungai, waduk, danau atau rawa, dengan kondisi seperti itu manusia sangat dengan mudah dapat memenuhi kebutuhan ikan. Hasil buruan atau tangkapan ikan diperairan umum semakin berkurang. Hal ini sebagai akibat adanya peningkatan intensitas penangkapan, perubahan iklim, perubahan badan air dan pencemaran. Sehingga dalam kondisi seperti itu usaha pemeliharaan ikan atau budi daya merupakan alternative pilihan yang potensial untuk memenuhi kebutuhan penduduk terhadap ikan.

(7)

merupakan awal pemeliharaan ikan, artinya bangsa Indonesia telah mengenal budi daya ikan sejak zaman Hindu, sekitar 700 tahun lalu

Usaha budidaya ikan di kolam selain bisa menyediakan sumber protein juga dapat dijadikan mata pencaharian. Maka dalam mengusahakan nya haruslah memperhatikan factor teknis maupun social ekonomis. Sebab tidak jarang orang yang telah mengeluarkan jutaan rupiah untuk membangun suatu uni perkolaman bisa menderita kerugian, karena debit air tidak mencukupi pada musim kemarau atau sering kebanjiran jika musim hujan tiba.

Teknologi budidaya ikan terdiri atas suatu rangkaian usaha meliputi pembenihan, pembesaran, pemberian pakan, pengelolaan air, pengendalian hama penyakit, pengelolaan hasil dan pemasaran. Usaha pembesaran ikan memerlukan benih atau ikan yang berusia muda.

Pada era globalisasi, hanya mengandalkan kemampuan memanfaatkan sumber daya secara optimal untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi ternyata tidak cukup. Hal tersebut juga dibarengi dengan peningkatan mutu produk budidaya yang dihasilkan melalui penerapan standarisasi hasil perikanan. Perbaikan mutu produk perikanan harus dumulai dengan perbaikan mutu benih dan induk penghasil benih, selain melakukan kegiatan budi daya secara lebih baik sesuai kaidah yang ditentukan.

Indonesia dikenal memiliki kekayaan sumber daya perikanan yang cukup besar, terutama dalam perbendaharaan jenis jenis ikan. Diperkirakan sekitar 16% spesies ikan yang ada di dunia hidup di perairan Indonesia. Menurut data, total jumlah jenis ikan yang terdapat di perairan Indonesia mencapai 7.000 jenis (spesies). Hampir sekitar 2000 spesies di antaranya merupakan jenis ikan air tawar.

(8)

sebesar 10,5 juta ton atau hampir dua kali lipat dari potensi stok ikan laut Indonesia saat ini.

Ikan air tawar merupakan jenis ikan yang hidup dan menghuni perairan daratan (inland water), yaitu perairan dengan kadar garam (salinitas) kurang dari 5 permil. Menurut kartamihardja, et.al. 2007, luas perairan daratan di Indonesia mencapai 54 juta ha. Angka tersebut mencakup perairan umum daratan dengan luas sekitar 13,85 juta ha (terdiri dari sungai dan paparan banjir seluas 12 juta ha, danau seluas 1,80 juta ha dan waduk seluas 0,05 juta ha). Dari sekitar 2000 spesies ikan air tawar yang terdapat di Indonesia sedikitnya ada 27 jenis yang sudah di budi dayakan. Ikan ikan yang dibudidayakan tersebut merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomi penting. Ikan bernilai ekonomi penting mengandung arti bahwa ikan tersebut merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk diperdagangkan dan di budidayakan di tanah air.

Umumnya pembudidayaan ikan air tawar bernilai ekonomi penting di Indonesia dilakukan di kolam budi daya , baik secara tradisional, semi intensif maupun intensif. Pembudidayaan ikan secara tradisional dan semi intesif umumnya dilakukan di kolam dengan konstruksi sederhana. Jenis jenis ikan budi daya air tawar yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia, selain merupakan jenis ikan endemic (asli perairan Indonesia), sebagian lainnya merupakan ikan introduksi (ikan pendatang yang dimasukkan dari Negara lain).

(9)

kawasan dengan prinsip-prinsip,integrasi,efisiensi dan akselarasi yang disebut

“minapolitan”atau kawasan produksi kelautan dan perikanan yang terintegrasi.

Tabel 1. Kawasan Minapolitan Percontohan (Pilot Project) tahun 2011

No Provinsi Kabupaten/Kota Komoditi

1 Riau Kampar Patin

2 Kepulauan Riau Bintan Kerapu

3 Jambi Muaro Jambi Patin

4 Sumatera Selatan Musirawas Nila, ikan mas

5 Lampung Pasawaran Kerapu

6 Banten Serang Rumput laut

7 Jawa Barat Bogor Lele

8 Jawa Tengah Banyumas,klaten Gurami,nila,lele

9 Yogyakarta Gunungkidul Lele

10 Jawa Timur Blitar,Gresik Ikan hias

11 NTB Sumbawa Rumput Laut

12 NTT Sumba Timur Rumput Laut

13 Kalimantan Selatan Banjar Patin dan Nila

14 Sulawesi Selatan Maros Udang windu

15 Sulawesi Tengah Morowali Rumput laut

16 Gorontalo Pahuwato Udang

17 Bali Bangli Nila

18 Kalimantan Tengah Kapuas Patin

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan

(10)

Produksi ikan patin semula hanya ikan patin lokal tangkapan yang berasal dari perairan umum di beberapa provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Namun, saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah hasil budidaya, terutama sejak diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Wilayah produksi budidaya ikan patin terdapat pada daerah tertentu, seperti di Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Riau Kalimantan Selatan dan Jawa. Dari segi sumber daya yang tersedia, wilayah tersebut cukup potensial untuk pengembangan budidaya ikan patin. Tidak diperoleh informasi mengenai produksi ikan patin dari budidaya dan perairan umum di Indonesia, namun dari hasil wawancara dengan peneliti di beberapa Balai Riset Perikanan Air tawar diperoleh kesan bahwa produksi ikan patin di Indonesia masih tergolong sedikit.

Dalam usaha budidaya ikan patin persyaratan lokasi yang harus dipenuhi untuk mencapai produksi yang menguntungkan meliputi sumber air, kualitas air dan tanah serta kuantitas air. Kriteria persyaratan tersebut berbeda tergantung daripada sistem budidaya yang digunakan. Sebelum menetapkan lokasi usaha, selain harus memenuhi persyaratan tersebut perlu pula dipastikan kelayakan lokasi budidaya ditinjau dari segi gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan predator, gangguan keamanan dan gangguan lalu lintas angkutan air.

Saat ini permintaan pasar ikan patin cukup menjanjikan, terutama pasar local untuk patin Bangkok (warna daging merah) dan pasar ekspor untuk patin jambal (warna daging putih). Sentra pengembangan patin meliputi Provinsi Jambi, Sumatra Selatan, lampung, Jawa Barat dan lainnya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan penelitian yang di lakukan penulis dalam makalah ini adalah unutk : 1. Mengetahui dan memahami serta mempelajari Sistem dan Usaha Agribisnis

Ikan Patin di Indonesia

(11)

serta subsistem penunjang agribisnis yang mengubah nilai fungsi serta nilai guna dari tangan Produsen ke tangan Konsumen akhir

3. Mengetahui serta menganalisis system Komoditi ikan patin di Indonesia 4. Dapat memberikan kontribusi saran dalam pengembangan system usaha

(12)

II GAMBARAN UMUM KOMODITAS

2.1. Profil Ikan Patin

Bagi masyarakat Indonesia, patin merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang cukup digemari. Umumnya ada dua jenis patin yang ada di pasaran saat ini, yaitu patin local dan patin silam. Patin local adalah patin asli Indonesia yang berasal dari sungai-sungai besar di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan patin siam merupakan jenis ikan patin yang di introduksi dari Thailand.

Patin termasuk jenis ikan air tawar yang memiliki nilai bernilai ekonomi penting. Harga jualnya cukup menjanjikan, umumnya di atas harga jual rata-rata ikan konsumsi jenis lain. Dari semua jenis ikan keluarga lele-lelean, rasa daging patin boleh dibilang termasuk yang sangat enak, bahkan tidak sedikit orang yang menjadi fanatic mengonsumsi daging patin, khususnya di Sumateram menu patin yang paling digemari adalah patin asam pedas yang menjadi masakan favorit etnis melayu dan terkenal hingga ke Negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada

perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan ikan ini.

(13)

catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.

Ikan patin didatangkan dari Bangkok (Thailand) ke Bogor pada tahun 1972. Jenis ikan ini mempunyai harapan baik karena pertumbuhannya tergolong cepat dan dapat mencapai ukuran individu yang sangat besar maupun dapat dipelihara secara intensif (Hardjamulia, 1975 dalam Sumantadinata, 1983 dalam Sulistio, 2001). Klasifikasi ikan patin Pangasius hipophthalmus (Saanin, 1984 dalam Sulistio, 2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Pangasidae Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypophthalmus

Secara umum ikan patin memiliki bentuk badan sedikit memipih, tidak bersisik, mulut subterminal dengan empat sungut peraba (barbels). Terdapat patil pada sirip punggung dan sirip dada. Sirip analnya panjang mulai dari belakang anus sampai pangkal sirip ekor (Arifin, 1997 dalam Wibowo, 2001). Sirip punggung mempunyai duri yang bergerigi, mempunyai sirip tambahan (adipose fin), terdapat pula garis lengkung yang berawal dari kepala sampai pangkal sirip ekor, sirip ekor bercagak dengan tepi berwarna putih. Warna badan kelabu kehitaman, sirip anal putih dengan garis hitam di tengah (Sumantadinata, 1983 dalam Wibowo, 2001).

(14)

yang selalu berubah dan kadang-kadang ukurannya kecil dan bergerigi rudimeter. Salah satu contoh ditemukan 15 atau 40 tapis insang bagian cabang bawah pada lengkung insang pertama. Kandungan oksigen terlarut lebih dari 3 mg/l baik untuk telur dan larva, sedangkan 0,6-9,6 mg/l baik untuk induk (Legendre et al, 1999 dalam Wibowo, 2001

Ada beberapa jenis tipe ikan patin yang ada di Indonesia yakni : a. Patin Bangkok

Pada awalnya, jenis patin yang popular dibudidayakan di Indonesia adalah patin Bangkok atau jamal siam atau patin siam (pangasius hyphopthalmus sinonim pengasius sutchi). Patin jenis ini merupakan jenis patin yang di introduksi dari Thailand, sehingga sering juga disebut dengan lele Bangkok. Patin Bangkok memiliki keunggulan menghasilkan banyak telur, sehingga secara otomatis menghasilkan benih yang banyak. Namun saying warna dagingnya yang merah tidak begitu disukai oleh pasar ekspor.

b. Patin jambal

Patin jambal (Pangasius djambal) merupakan jenis patin local. Patin ini banyak terdapat di beberapa sungai besar di Sumatera dan Kalimantan. Keunggulan patin ini terletak pada ukuran tubunya yang besar dan dagingnya yang berwarna putih, sehingga di sukai oleh pasar ekspor, namun jumlah telurnya tidak begitu banyak, sehingga hasil benihnya pun sedikit.

c. Patin Super Harapan Pertiwi (Pasupati)

(15)

banyak. Daging berwarna putih dan bobot tubuh yang besar diturunkan dari patin jambbal, sedangkan jumlah telur yang relative banyak diturunkan dari patin siam.

d. Patin Kunyit

Selain tiga jenis diatas, ada juga jenis patin local yang popular, yakni patin kunyit (jenis patin local) yang banyak ditemukan di sungai-sungai besar Riau.

e. Pangasius Bocourti

Jenis patin lainya adalah Pangasius bocorti yang merupakan komoditas ekspor di eropa, Amerika Serikat, dan beberpa Negara di Asia. Ikan jenis ini banyak ditemukan di perairan umum dinegara Vietnam dan mirip dengan patin jambal.

Kerabat ikan patin lainnya : a. Pangasius polyuranodo

Memiliki bentuk tubuh tinggi, memiliki tujuh jari-jari lunak dan dua belas jari keras disirip punggungnya. Sirip lemak dibagian punggungnya tergolong kecil. Sirip ekornya bercgak simetris. Panjang tubuh maksimum 50 cm

b. Pangasius macronema

Memiliki sungut yang lebih panjang dari pada panjang kepalanya. Garis tengah tubuh dan perutnya jelas terpisah diawal sirip dada. Gigi veromine-nya terpisah-pisah dan memiliki 37-45 sisir saring tipis di lengkung ingsang pertama.

Pangasius micronemus

(16)

c. Pangasius nasutus

Betuk moncong yang runcing tajam. Kumpulan veromine memiliki lebar tiga kali lebih panjang dari pada panjang tubuhnya. Matanya sangat kecil, enam kali lebih pendek daripada panjang kepala. Letak matanya di atas garis sudut mulut. Saat mulutnya tertutp seluruh gigi-gigi rahang atas terlihat jelas.

d. Pangasius niewanheisii

Dicirikan dengan gigi veromine dan palatine yang bersatu didalam bidang lebar. Tonjolan tulang lengan di pangkal sirip dadanya memanjang sejauh tiga perempat atau dua pertiga panjang sirip dada. Bentuk moncongnya meruncing. Penyebaran ikan ini hanya ada di Kalimantan Timur.

2.2 Sejarah Budi Daya Ikan Patin di Indonesia

Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau noctural. Ia termasuk ikan demersalatau ikan dasar . Secara fisik memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan demersal lain seperti lele dan ikan gabus. Malam hari ia akan keluar dari lubangnya dan mencari makanan renik yang terdiri dari cacing, serangga, udang sungai, jenis-jenis siput dan biji-bijian juga. Dari sifat makannya ikan ini juga tergolong ikan yang sangat rakus karena jumlah makannya yang besar.

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada

(17)

tawar lokal, warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.

Ikan patin banyak di jumpai di Provinsi Riau, Indonesia. Menurut masyarakat setempat, dulunya ikan ini hanya ada di daerah aliran sungai Indragiri, sungai siak, sungai Kampar, dan sungai rokan. Ikan patin yang asli adalah berasal dari sungai dan memiliki aroma khas. Selain itu ikan patin yang dari sungai biasanya memiliki ukuran lebih panjang dan lebih berat. Pada era tahun 1970-an hingga 1980-an, masyarakat riau masih sering menjumpai ikan patin yang panjangnya sampai satu meter lebih.

(18)

III SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS

3.1 Subsistem Hulu

3.1.1 Gambaran Industri Benih Ikan Patin di Indonesia

3.1.1.1 Kebutuhan dan produksi benih ikan patin di Indonesia

Patin termasuk jenis ikan air tawar yang memiliki nilai bernilai ekonomi penting. Harga jualnya cukup menjanjikan, umumnya di atas harga jual rata-rata ikan konsumsi jenis lain. Mahalnya harga jual patin kerena rasa dagingnya yang enak, lezat, dan gurih. Minat peternak dalam membudidayakan patin memang belum sebesar minat membudidayakan ikan mas. Padahal tingkat permintaan konsumen terhadap ikan ini tidak pernah turun, bahkan cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya. Budidaya patin tidaklah sesulit dan serumit yang dibayangkan selama ini. Selain dapat dipelihara dikolam biasa seperti yang umum dilakukan pada pembudidayaan ikan lain-pemeliharaan patin juga dapat dilakukan di berbagai media lain di lokasi yang terbatas. Misalnya didalam bak tembok atau bak fiberglass yang diletakkan di dalam ruangan, didalam tanah yang dilapisi plastic terpal atau di saluran air yang diberi pembatas agar ikan tidak kabur. Namun pemeliharaan di media-media tersebut harus di dukung dengan penguasaan teknik intensifikasi pembudidayaannya.

Dari segi produksi, ada dua hal yang merupakan keunggulan patin. Pertama ikan ini termasuk doyan makan, sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Dapat mencapai pangjang 35-40 cm meskipun baru dipelihara selama enam bulan. Panjang patin dewasa mencapai sekitar 120 cm. ukuran tubuh seperti ini tergolong besar bagi ikan jenis lele-lelean. Bentuk tubuhnya memanjang dengan warna dominan putih berkilauan, seperti perak dan dibagian punggungnya berwarna kebiruan.

Hingga saat ini diketahui antara jumlah produksi dengan jumlah permintaan patin belum seimbang, pasalnya jumlah produksi yang ada menunjukkan kecendrungan selalu lebih rendah daripada jumlah permintaan. Ini artinya peluang usaha pembudidayaan patin masih sangat terbuka lebar.

(19)

kebutuhan ikan dalam negeri, patin juga ditargetkan bisa menjadi komoditas ekspor. Kebutuhan patin di luar negeri dinilai menjanjikan. Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki prospek cerah. Selain harganya cukup tinggi, karena prospek inilah ikan patin mendapat perhatian dan diminati untuk dibudidayakan. perkembangan produksi ikan patin di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2006, produksi patin di Indonesia mencapai 31.490 ton hingga 2012 meningkat menjadi 651.000 ton

Pembenihan produksi ikan patin merupakan kegiatan pokok dan bisa dikatakan merupakan kunci keberhasilan dari kegiata lainnya. Tanpa pembenihan, subsistem yang lainnya tidak akan dapat berjalan. Pasalnya kegiatan pendederan memerlukan benih yang berasal dari kegiatan pembenihan. Pembenihan ini dilakukan selama 2 -3 minggu sejak persiapan induk, pemijahan, sampai menghasilkan benih berukuran 1–2 cm. pembenihan bisa dilakukan di dalam bak tembok (beton) atau di kolam tanah berukuran 100 m. selama pemeliharaan di kolam, induk patin diberikan pakan tambahan yang cukup mengandung protein. Komposisi pakan untuk induk patin terdiri atas 35% tepung ikan, 30 % dedak halus, 25% menir beras, 10% tepung kedelai serta 0,5% vitamin dan mineral. Campuran bahan pakan tersebut dibuat menjadi pasta dan diberikan sebanyak 5% per hari dari bobot induk selama lima hari dalam seminggu. Pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Untuk mempercepat kematangan gonand, dua kali seminggu induk patin diberi pakan ikan rucah atau ikan yang tidak layak konsumsi manusia sebanyak 10% dari bobot induk yang dipelahara.

(20)

3.1.2 Gambaran Industri Pakan di Indonesia

3.1.2.1 Kebutuhan Dan Produksi Pakan Di Indonesia

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam suatu usaha budidaya ikan, mencapai 70 – 80%. Sasaran produksi patin pada tahun 2013 yang mencapai 1,1 juta ton diperkirakan membutuhkan pakan sebesar 1,3 juta ton. Kebutuhan pakan ini akan meningkat menjadi 2,2 juta ton pada tahun 2014 karena target produksi patin juga meningkat menjadi 1,8 juta ton.maka dari itu kebutuhan pakan akan meningkat.

Gambar 1. Pakan ikan patin

Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari biaya operasional dalam pembesaran ikan patin. Berdasarkan hasil penelitian para ahli perikanan, untuk mempercepat pertumbuhan ikan selama pembesaran, setiap hari ikan patin perlu diberikan makanan tambahan berupa pelet sebanyak 3 – 5% dari berat total tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali yaitu, pagi, siang, sore dan malam hari. Porsi pemberian pakan pada malam hari sebaiknya lebih banyak daripada pagi, siang dan sore hari, karena ikan patin lebih aktif pada malam hari.

3.1.2.2 Penggunaan Pakan Di Daerah (Jawa Dan Luar Jawa)

(21)

kunin telor yang menempel diperut. Umr 2-7 hari, larva patin dibeli pakan telur Artemia sp. Umur 7-15 hari, larva patin diberi pakan cacing sutera atau Tubifex sp. Sementara itu benih patin umur 15-30 hari, sudah dapat diberi pakan pelet berbentuk tepung dengan kandungan protein 40 %. Pakan buatan ( pelet ) merupakan makanan teraik dan mutlak diberikan bagi ikan patin yang dibudidayakan secara insentif. Pkan buatan pabrik atau pelet mmemang memiliki kwalitas yang terjamin dengan kandungan nutrisi yang lengkap sehingga sangat baik untuk perkembangan dan pertumbuhan patin yang optimal. Namun yang menjadi pertimbangan jika menggunakan pakan buatan pabrik akan relatif mahal. Untuk menekan biaya produksi yang mahal ikan patin dapat diberi pakan buatan sendiri serta pakan tambahan yang lain.

Salah satu pakan ikan patin selain pakan buatan pabrik atau pelet ikan atin dapat diberi magot. Saat ini pabrik pakan ikan magot sudah ada di kalimantan barat tepatnya di Desa Kenanam Kecamatan Sekayam Kabupaten Sanggau. Pakan ikan berbahan baku magot tersebut sesuai dengan program kementrian kelautan yaitu memanfaatkan limbah mnjadi brnilai untuk masyarakat dan yang pertama di indonesia.

Selain itu Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikan Provinsi Jambi sebagai percontohan untuk pengembangan pakan ikan patin. Yang menjadi permasalahan di Jambi yaitu mahalnya biaya produksi karena biaya transprtasi hal ini dikarenanproduksi ikan rucak ( ikan campur) sebagai bahan baku pelet yang biasanya diperoleh dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat sangat minim. Begitu pula dedak, bahan pakan lainnya. Sehingga harus memesan dari Palembang dan Lampung.

Jambi merupakan salah satu sentra patin di Indonesia berinisiatif untuk mendukung program pengembangan pakan ikan patin dengan bekerjasama dengan PT. Sinta Prima Feedmill untuk menyediakan pakan ikan patin (direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto, 21 juni 2013 dalam jaringan news.com)

(22)

menjadi pakan. Begitu pula kooran ternak sudah dimanfatkan menjadi pakan ikan (anonim, 2013)

3.1.2.3 Gambaran Umum Industri Pakan a. Produsen

Seperti yang dituturkan kepala dinas kelautan dan perikanan provinsi kalimantan barta, Gatot rudiyo (11-10-13) kebutuhan pakan saat ini berasaldari jawa. Produsen nya juga berada disana, sehingga petani sering kesulitan pasokan, dan harga pakan mencapai Rp.15.000 perkilogram. Dengan menggunakan magot, harga pakan akan bisa murah mencapai rp. 5.000 perkilogrmnya. Saat ini pabrik pakan magot di kalimantan barat baru mampu mmproduksi 2,5 ton perbulan atau 50 ton pertahun. Sedangkan kebutuhan pakan khusus daerah kalbar bisa mencapai 900 ribu ton pertahun (anonim, 2013 oktber 12, budidaya-ikan.com/kalbar-miliki-pabrik-pakan-ikan-magot-pertama-di-indonesia/)

Pemberian pakan pada sistem karamba dan fence yang dilakukan di kabupaten OKI adalah sebagai berikut :

- Sistem Karamba :

Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem karamba dilakukan sejak benih ditebar sampai saat ikan dipanen dengan jumlah pakan disesuaikan dengan umur ikan. Pemberian pakan dilakukan hanya satu kali pada sore hari. Dengan padat penebaran 1.250 ekor per karamba, pakan yang diberikan pada benih berumur 1-2 bulan adalah sebanyak 30 kg per bulan dan pada umur 3-6 bulan sebanyak 300 kg per bulan

- Sistem fence :

(23)

yang diberikan hanya pakan ramuan sendiri. Bahan baku untuk pembuatan pakan ramuan sendiri mudah diperoleh dan banyak terdapat di sekitar lokasi pembesaran ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri dilakukan setiap pagi dan pemberian pakan dilakukan sekali sehari pada sore hari.

Pakan rebus :

Bahan baku pembuatan pakan rebus terdiri atas ikan asin kualitas rendah (below standard = BS), tepung katul dan dedak halus dengan komposisi sebagaimana terdapat pada Tabel. Jumlah bahan baku yang disediakan adalah untuk pemberian pakan bagi 10 ribu ekor ikan.

Tabel 2. Komposisi Bahan Baku Pakan Rebus Buatan Sendiri

Bahan Baku

Komposisi menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)

4 bulan 5 bulan 6-7 bulan 8-10 bulan

a. Ikan asin BS 14 21 42 49

b. Tepung katul 30 45 90 105

c. Dedak halus 40 60 120 140

Jumlah 84 126 252 294

(24)

dimakan oleh ikan, sedangkan sisanya 25% tidak termakan dan terbuang oleh arus air sungai yang mengalir.

Program pembuatan pakan berbasis bahan lokal untuk pakan patin di Kampar diakui membantu petani, karena harga yang murah membuat petani tidak harus mengeluh untuk membeli pakan apalagi pakan tersebut mudah didapatkan. Karena selama ini selain harganya yang cukup mahal kadang kitapun harus menunggu cukup lama. biasanya pembudidaya membeli pakan untuk budidaya patin ini dari pabrik dengan harga Rp 9000/kg, sehingga petani harus mengeluarkan uang yang sangat besar untuk membeli pakan, apalagi dalam budidaya ikan ini 70 persen kebutuhan adalah untuk pakan.

b. Karakteristik produk

Ikan patin dapat diberi berbagai jenis pakan, mulai dari pakan buatan pabrik (pellet), makanan alami, buatan olahan sendiri dan lainnya yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Namun memiliki khasiat yang sama. Kriteria pakan alami yang baik untuk larva ikan, adapun kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bentuk serta ukuran pakan alami harus sesuai dengan lebar mulut larva ikan 2. Pakan alami harus mudah kita kembangbiakan untuk persiapan pasokan 3. Kandungan nutrisi dalam pakan alami tersebut harus tinggi

4. Pakan alami tidak beracun dan tidak juga mengeluarkan racun

Beberapa jenis pakan alami untuk larva yang biasa diberikan dan memenuhi kriteria di atas, serta sudah banyak pembudidaya mengembangbiakannya adalah seperti Kutu air (moina serta dapnia), Artemia, Infusoria, Rotifera, Tetraselmis, Chlorella, Diatomae, Cacing sutra (cacing tubifex).

Pakan yang baik yaitu memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Mempunyai gizi yang tinggi

(25)

4. Mudah dicerna 5. Harga relative murah 6. Tidak mengandung racun

c. Produksi pakan

Menurut KKP RI, Untuk mengatasi penyediaan pakan buatan (Pellet) dengan

jumlah dan kualitas yang baik. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan pellet yaitu :

1. Pellet harus mudah dicerna oleh ikan.

2. Mempunyai kandungan gizi yang cukup, terutama kandungan proteinnya harus diatas 25, selain itu harus juga mengandung lemak. Vitamin, mineral, zat kapur dan karbohidrat.

3. Pellet harus mempunyai daya apung serta tidak cepat hancur di air. 4. Pellet harus dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.

Cara pembuatan pellet,yaitu

a.Memprsiapkan bahan baku, menyusun jumlah setiap komponen dan menimbang dengan susunan formulasi seperti tabel 3.

2 Tepung Kedelai 36,6 14.30 5 5 5

3 Bungkil Kelapa 18.46 15.73 15 15 15

4 Tepung Jagung 10.40 0.53 10 10 10

5 Dedak Halus 15.58 6.8 30 35 30

6 Tepung Tapioka 2.6 2.6 15 10 10

7 Vitamin 1 1 1

(26)

b. Mencampur bahan-bahan seperti tepung ikan, tepung kedelai, bungkil kelapa, dedakhalus,tepung jagung satu wadah hingga merata, pada wadah yang terpisah dicampurpula dengan vitamin mix dan mineral mix. Kemudian kedua wadah tersebutdicampurkan hingga merata.

c. Buat perekat dari tepung sagu dengan volume air 500 ml untuk 1 Kg pakan setelah merata dan kental kemudian dicampurkan dengan campuran bahan baku seperti pada huruf b diatas kemudian diaduk sampai merata.

d. Membentuk adonan pakan diatas menjadi gumpalan-gumpalan untuk memudahkan dalam proses pencetakan pellet.

e. Pencetakan pelet dengan mesin/alat pellet disesuaikan dengan piringannya dengan diameter pellet yang dikehendaki.

f. Pengiriman pellet bisa dengan menggunakan oven 600C selama 24 jam atau

diangin-anginkan/dijemur hingga kering.

g. Mengemas pakan dan menyimpannya ditempat dingin dan kering.

d. Harga

Harga pakan buatan (pelet) dipasaran umumm mencapai Rp. 7.500,- perkilogramnya. Harga ini relatif tinggi bila digunakan untuk usaha pemudidayaan. Karena untuk hitung-hitungannya tidak masuk dalm perhitungan usaha. Menurut Hasan, pembudidaya patin didaerah muaro jambi, idealnya harga pakan Rp.4.000 dengan harga ikan perkilogramnya Rp.12.000,- sehingga pembudidaya mendapatkan untung (Edwin, 2013)

3.1.3 Gambaran Umum Penggunaan Teknologi Pada Industri Ikan Patin Di Indonesia

3.1.3.1 Penggunaan Teknologi Pada Industri Ikan Patin Di Indonesia

(27)

maggot. Sehingga perlu dukungan pemerintah daerah melalui pembuatan kebijakan, terkait ketersediaan limbah produksi minyak kelapa sawit atau ampas minyak kelapa sawit. Pengusaha minyak kelapa sawit diharapkan tidak menjual limbah tersebut dengan harga tinggi sehingga dapat dimanfaatkan oleh pembudidaya atau oleh pabrik pakan, untuk memproduksi maggot.

Gambar 2. Maggot sebagai Penamaan Yang Ditujukan Bagi Larva Lalat Black Soldier

Menurut Januardani (2011) teknik pengembangan maggot, yaitu:

1. Masukkan 3 Kg PKM (Palm Kernel Meal) bungkil kelapa sawit (barang buangan pabrik kelapa sawit) yang telah dihaluskan kedalam tong, kemudian tambahkan 6 literair aduk hingga rata

2. Tutup bagian atas medium dengan daun pisang

3. Tutup tong dengan kawat untuk menghindari pemangsa seperti tikus atau burung 4. Tempatkan bambu yang telah dibelah diatas kawat untuk sirkulasi udara dalam

tong

5. Tutup tong dengan platik terpal untuk melindungi medium dari hujan dan evaporasi (penguapan) yang menyebabkan medium menjadi kering

6. Setelah 2 minggu pindahkan media kultur kedalam fiber yang ditutup dengan kain sehingga soldier fly tidak bisa meletakkan telurnya lagi dimedium tersebut

7. Maggot akan mencapai ukuran yang sama setelah 2 minggu selanjutnya bisa dilakukan pemanenan

8. Panen dilakukan dengan cara mencuci medium kultur di air mengalir

(28)

10. Hasil konversi PKM dan Maggot adalah 3:1 ( 3 kg PKM akan menghasilakn 1 kg Maggot)

Alsintan Pada Usahatani Ikan Patin

Ada beberapa alat dan mesin yang digunakan dalam pembenihan dan pemeliharaan larva. Alat mesin merupakan sarana penunjang yang sangat vital dalam proses pembenihan ikan patin. Peralatan mesin atau listrik yang dibutuhkan dalam usaha pembenihan ikan patin diantaranya sumber listrik, genset, blower/aerator, pompa air dan water heater.

1. Sumber listrik

Sumber listrik sangat vital dalam usaha pembenihan hal ini karena semua alat yang digunakan untuk mendukung kelangsungan hidup telur dan pemeliharaan larva benih ikan patin secara insentif harus memperoleh pasokan listrik. Pasokan listrik dapat berasal dari PLN atau generator.

Sumber listrik digunakan untuk semua peralatan yang menggunkan energi litrik. blower, aerator, heater dan alat pendukung tidak berfungsi karena listrik mati penetasan telur dan pemeliharaan larva tentu kan terganggu dan bisa menyebabkan kematian pada telur atau larva patin karena kekurangan supply oksigen. Sumber listrik juga penting untuk penerangan. Alat penrangan digunakan tentu pada malam hari atau pada saat cuaca mendung. Kapasitas listrik yang digunakan untuk alat pembenihan minimal 900 watt.

2. Genset

(29)

Gambar 3. Genset, sangat berperan saat listrik mati

3. Pompa air

Pompaair berfungsi untuk mempermudah pengelolaan air pada unit pembenihan dan pemeliharaan larva patin. Pompa air digunakan sebagai penyedot air dari tempat penampungan air keakuarium, bak fiberglass, bak terpal plastik, atau dari tempat lainnya.

(30)

Gambar 5. Pompa air berfungsi untuk mempermudah pengelolaan air 4. Blower/aerator

Pembenihan dan pemeliharaan larva ikan patin secara insentif membutuhkan supply oksigen yang cukup. Untuk itu dibutuhkan alat penyupllay oksigen berupa blower/ aerator. Alat ini merupakan pompa udara yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Supllay oksigen terlarut dari blower/aerator sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen terlrut selama penetasan telur dan pemeliharaan larva patin. Selain itu, blower/aerator digunakan untuk penetasan telur Artemia sp.harga produk ini bisa mencapai Rp.500.000,-/ unit

5. water heater

(31)

Gambar 6. Blower berfungsi untuk mensupply oksigen kewadah-wadah larva

3.1.3.2 Gambaran Industri Alat-Alat Pertanian Di Indonesia

Sampai bulan Juni 2013, Lembaga Sertifikasi Produk BPMA Kementerian Pertanian telah menerbitkan 53 Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI (SPPT-SNI) dari 53 model alat/mesin pertanian (alsintan). Empat diantaranya merupakan hasil keputusan sidang komisi teknis (komtek) tahun 2013, yaitu satu sertifikat hasil keputusan sidang komtek pertama dan tiga sertifikat diputuskan dari sidang komtek kedua bulan Juni lalu. Daftar alat/mesin pertanian yang telah mendapatkan SPPT SNI dapat diunduh di sini. Daftar ini memuat jenis, merek dan model alsintan, SNI yang dijadikan acuan, produsen atau distributor alsintan yang disertifikasi, tanggal terbit dan tanggal berakhir sertifikat.

(32)

Model alsintan yang lulus evaluasi berhak untuk diterbitkan Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI.

3.1.4 Vaksin Dan Obat-Oabatan Yang Digunakan Dalam Penanganan Budidaya Ikan Patin

Peyedian obat-obatan untuk mengantisipasi terjadi gangguan pada kesehatan ikan. Obat-obatan tersebut antaranya, antibiotik, garamdapur, methelyn blue, dan alium permangad. Methelyn blue biasa digunakan untuk persapan penetsan telur dan pemeliharaan larva. Bahan ini berfungsi sebagai zat pembunuh bakteri dan jarad renik lainnya. Gram daput digunakan untuk menyucihamakan air akuarium dan membunuh bakteridan jasad renik dari tubuh ikan. Antibiotik yang sering digunakan untk ikan patin oxytetrasiklin dan endrofloxaxin, antibiotik ini berguna untuk mecegah timbulna berbagai penyakit.

Namun dalam budidaya patin bukannya tanpa ancaman penyakit. Terbukti ditemukan pertama kali kasus kematian massal pada usaha pembesaran dan pendederan ikan patin di Desa Tangkit, Kecamatan Sungai Gelam, Jambi yang disebabkan bakteri Edwardsiella ictaluri. Bakteri yang menyebabkan penyakitEnteric Septicemia (ESC) itu menjadi problem baru dalam budidaya ikan patin.

Infeksi bakteri Edwardsiella ictaluri sangat patogen pada ikan patin.Infeksi E. ictaluri biasanya terjadi pada ukuran kecil (0.2 gram) sampai dengan ukuran konsumsi (300 gram) selama periode musim hujan dari Maret hingga Mei. Gejala klinis infeksi bakteri E. ictaluripada budidaya ikan patin seperti abdomen membesar dan pendarahan atau kemerahan pada sekitar anus, terdapat bintik putih pada organ dalam misalnya antisipasi terjadi dan/atau perut bengkak (dropsy) Kerugian yang besar bagi para pembudidaya dengan mengakibatkan kematian mencapai 80–100%.

(33)

penyakitESC. Vaksinasi ikan patin dengan bakteri E. Ictaluridilakukan dengan metode perendaman dan penyuntikan serta melalui pemberian pakan bervaksin.

Vaksinasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan ketahanan tubuh yang bersifat spesifik melalui pemberian vaksin (imunisasi aktif dan pasif). Aplikasi vaksin untuk pencegahan ESC ini merupakan yang pertama di Indonesia. Pernah dikembangkan di Amerika Serikat, akan tetapi beda isolat. Vaksin patin yang dikembangkan di AS menggunakan isolat yang sudah dimodifikasi atau dimutasi gen. Untuk proses pembuatan inaktif vaksinmelalui 2 tahap, yaitu reaktivasi bakteri dan kultur bakteri. Terkait respon pembudidaya terhadap vaksin ini, Ia sebutkan pembudidaya patin sangat menunggu kehadiran vaksin ini. Sekarang sudah mulai diproduksi massal oleh salahsatu perusahaan obat swasta asal Indonesia. Untuk harga, sangat terjangkau bagi para pembudidaya ikan patin. Yaitu di kisaran harga Rp 75.000 untuk perendaman 15.000 benih. Pembudidaya akan jauh lebih besar mendapatkan keuntungan dengan penerapan vaksin ini.

(34)

3.2 Sub Sistem On Farm

3.2.1 Perkembangan Produksi Dan Produktivitas Usahatani Ikan Patin Di Indonesia

Perkembangan budidaya air tawar terhadap lima komoditas utama yaitu gurame, ikan mas, lele, nila dan patin menunjukkan tren positif selama lima tahun terakhir. Produksi ikan patin meningkat cukup tinggi selama tiga tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena pasar ikan patin baik di dalam dan luar negeri sudah terbuka serta teknik budidaya yang tidak rumit sehingga banyak bermunculan para pembudidaya patin diberbagai daerah. Kenaikan rata-rata ikan patin selama lima tahun terakhir sebesar 68,73 persen. Lonjakan produksi ikan patin tertinggi terjadi antara tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 36.755 ton menjadi 102.021 ton (Tabel 4).

Tabel 4. Perkembangan Perikanan Budidaya, 2007–2012 Jenis

Ikan

2 007 2 008 2 009 2 010 2 011 2012* Kenai

kan

(%)

Patin 36 757 102 021 109 685 147 888 229 267 300 300 68.73

Lele 91 736 114 371 144 755 242 811 337 577 407 700 39.50

Nila 206 906 291 037 323 389 464 191 567 078 684 400 29.37

Mas 264 351 242 322 249 279 282 695 332 206 375 200 6.36

Gurame 35 709 36 636 46 254 56 889 64 252 69 500 16.20

JUMLA

H

635 459 786 386 873 363 1 194 474 1 530 379 1 837 100 24.92

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2012

3.2.1.1 Perkembangan produksi dan produktivitas usahatani nasional

(35)

mencapai 1.883.000 ton pada tahun 2014 dengan peningkatan 14,2 kali lipat dari tahun 2009. Kenaikan produksi rata-rata tiap tahunnya ditargetkan mencapai 70 persen atau sama dengan meningkatan produksi ikan patin sebesar 1420 persen dari tahun 2009 hingga 2014.

Tabel 5. Proyeksi produksi Ikan Patin Nasional 2010-2014

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan 2011

Sumber : Data Kementrian Kelautan dan Perikanan

3.2.1.2 Perkembangan produksi dan produktivitas usahatani pada beberapa daerah sentra produksi ikan patin

Dilihat dari semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi Riau, maka Kabupaten Kampar merupakan penghasil produk perikanan budidaya dengan peringkat tertinggi yang didukung adanya potensi yang besar dalam pengembangan komoditas unggulan terutama disektor perikanan budidaya khususnya ikan patin. Sekitar 90 persen produksi perikanan budidaya provinsi Riau berasal dari kabupaten Kampar makatidak salah jika disebut Kampar adalah nyawa perikanan budidaya Riau.

Produksi ikan patin Sumsel merupakan terbanyak di Indonesia yang pada tahun 2011 saja mencapai produksi 2/3 dari jumlah penghasilan sebesar 3.686.000 ton. Dan hingga saat ini produksi ikan patin Sumsel masih menjadi nomor satu di Indonesia.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah salah satu Kabupaten di wilayah

Tahun Jumlah Produksi

(Ribu Ton)

2011 383

2012 651

2013 1.107

2014 1.883

Kenaikan rata-rata 2009-2014 (%) = 70%

(36)

yang dilalui oleh aliran Sungai Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah lokasi penting pengembangan budidaya patin.

Untuk provinsi Kalimantan Timur, komoditas ikan patin dikembangkang di Kutai Barat (Kubar) dan Malinau. Sementara, pembudidayan ikan patin di provinsi Kalimantan Tengah dikembangkan di Desa Batanjung, Kecamatan Kapuas Kuala, Kabupaten Kapuas.

Rencana pemerintah untuk pembangunan minapolitan ikan patin dan nila di Kalimantan Selatan dilakukan di Kabupaten Banjar yang memiliki potensi dengan 3 sungai utama yaitu Sungai Martapura, Sungai Riam Kanan dan Sungai Riam Kiri. Luas areal budidaya yang dapat dimanfaatkan di Sungai Martapura sekitar 427.133 Ha, di Sungai Riam Kanan seluas 161.132 Ha, dan di Sungai Riam Kiri luas seluas 191.132 Ha.

Tabel 6. Produksi Ikan Patin Di Daerah Sentra Produksi Ikan Patin Provinsi

Riau 6391 3349 14206 16618 20115 78,65 214,74

Jambi 4635 8096 10077 10907 12429 30,33 168,16

Sumsel 2333 1631 38543 47365 55583 568,33 2282,47 Jawa barat 6891 10525 21580 12853 13081 29,78 89,83 Kalimantan

Tengah

806 1573 2793 5309 7975 78,25 889,45

Kalimantan Selatan

1769 4062 6080 6619 15536 80,72 778,24

Kalimantan Timur

4109 3417 3658 4060 4385 2,30 6,72

(37)

Dari tabel X dapat diamati bahwa persentase kenaikan rata-rata tertinggi adalah provinsi sumatera selatan (568,33%) dan kedua tertinggi adalah provinsi kalimantan selatan (80,72). Sementara jika ditinjau dari kenaikan dari tahun 2006 hingga 2010, persentase kenaikan tertinggi tetap dimiliki provinsi sumatera selatan. Posisi kedua diisi oleh provinsi kalimantan tengah dengan persentase sbesar 889,45%.

3.2.2 Perkembangan Luas Lahan Pada Usahatani Ikan Patin Di Indonesia

Ikan patin umumnya dibudidyakan dengan media keramba dan kolam. Budidaya kolam yang menjadi penyumbang produksi ikan patin terbesar memiliki luas lahan yang cenderung menurun. Berdasarkan informasi dari petugas statistik di kabupaten/kota dan provinsi hal ini disebabkan karena adanya peralihan jenis budidaya dari kolam tanah/semen menjadi kolam terpal yang dapat diisi ikan dengan kepadatan tinggi. Hal ini juga membuat tidak adanya data yang akurat mengenai luas lahan secara nasional dalam produksi ikan patin.

Tabel 7. Perkembangan Luas Lahan Perikanan Budidaya Air Tawar 2007

2011 dalam hektar

106 776 101 813 153 316 148 278 126 382 6.97

- Budidaya

121 229 142 621 127 679 138 715 151 630 6.28

Jumlah 229 063 245 313 282 681 288 375 279 867 5.35

(38)

Usahatani pembudidayaan ikan patin belakangan umumnya mneggunakan kolam terpal. Walaupun masih ada yang menggunakan kolam semen, sebagian besar telah menggunakan kolam terpal karena kolam terpal memiliki kelebihan diantaranya 1. Dapat diterapkan di lahan terbatas

2. Dapat diterapkan di lahan yang daya serapnya terhadap air sangat tinggi (contoh : Pasir)

3. Dapat diterapkan di daerah sulit air (Mengguakan kolam tadah hujan) 4. Pembuatannya praktis

5. waktu produksinya singkat (kolam semen harus lama dikeringkan setelah panen, terpal tidak perlu lama untuk mnunggu melakukan produksi kembali)

6. Ikan Patin yang diproduksi tidak berbau lumpur

7. Survival rate ikan mencapai 95% (pengawasan mudah) 8. Biaya pembuatan kolam terpal lebih murah

3.2.3 Analisis Keragaan Usahatani Ikan Patin Di Indonesia

Budidaya ikan patin meliputi beberapa kegiatan, secara garis besar budidaya ikan patin dibagi menjadi 2 kegiatan yaitu pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Sedangkan kegiatan pemebesaran adalah upaya untuk menghasilkan ikan ukuran konsumsi.

3.2.3.1 Pola Usahatani Ikan Patin di Indonesia

(39)

Pada akhir bulan ketiga, pembesaran dangan pakan yang intensif (pelet). Pada akhir bulan keempat, dilakukan peyeleksian dan pemisahan untuk ikan patin yang memiliki besar yang berbeda.

Ikan patin dapat dipanen setelah 7 - 9 bulan. Untuk melihat hasil yang diperoleh, dari benih yang ditebarkan pada waktu awal dengan berat 8-12 gram/ekor, setelah 7 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor.

Kegiatan Bulan

Ke-I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Pembibitan Pindah ke Jaring Pembesaran Penyeleksian Pemanenan

Gambar 8. Pola Usahatani Budidaya Ikan Patin

3.2.3.2 Penggunaan Input Pada Usahatani Ikan Patin di Indonesia Lahan

Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2–5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

1. Kolam pemeliharaan induk

(40)

2. Kolam pemijahan

Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Sebagai patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m 2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Pada kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya.

3. Kolam pendederan

Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25-500 m 2 dan pendederan lanjutan 500-1000 m 2 per petak. Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan.

Pembibitan

1. Menyiapkan Bibit

(41)

2. Perlakuan dan Perawatan Bibit

Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus di dalam sangkar terapung. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang banyak mengandung protein. Upaya untuk memperoleh induk matang telur yang pernah dilakukan oleh Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Palembang adalah dengan memberikan makanan berbentuk gumpalan (pasta) dari bahan-bahan pembuat makanan ayam dengan komposisi tepung ikan 35%, dedak halus 30%, menir beras 25%, tepung kedelai 10%, serta vitamin dan mineral 0,5%. Makanan diberikan lima hari dalam seminggu sebanyak 5% setiap hari dengan pembagian pagi hari 2,5% dan sore hari 2,5%. Selain itu, diberikan juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad

Pemeliharaan Pembesaran 1. Pemupukan

Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyak-banyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50–700 gram/m 2

2. Pemberian Pakan

(42)

indukan yang diberikan sebagai pakan akan berpengaruh terhadap matang fisiologis dari indukan yang akan dipijahkan sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan.

3. Pemeliharaan Kolam dan Tambak

Selama pemeliharaan, ikan dapat diberi makanan tambahan berupa pellet setiap hari dan dapat pula diberikan ikan-ikan kecil/sisa (ikan rucah) ataupun sisa dapur yang diberikan 3-4 hari sekali untuk perangsang nafsu makannya.

3.2.3.3 Efisiensi Teknis Usahatani Ikan Patin di Indonesia

Efisiensi teknis yang tinggi mencerminkan prestasi dalam manajerial usahatani cukup tinggi, penguasaan informasi dan pengambilan keputusan dalam mengelola faktor-faktor penting yang mempengaruhi produksi usaha budidaya berada pada level memuaskan (Tajerin, 2007). Menurut Hasanuddin (2011), pada pengelolaan usahatani ikan patin sangat tergantung akan pengalaman yang dimiliki petani, lama pendidikan formal yang diikuti petani, keikutsertaan dalam kelompok tani, ada tidaknya penyuluhan, dan serta status kepemilikan usahatani. Dengan semakin tingginya hal-hal tersebut, usaha pembudidayaan ikan patin akan mencapai efisien teknis. Sebaliknya, dengan mengurangi hal-hal tersebut dan dipengaruhi oleh cuaca, iklim, hama dan penyakit, serta kesalahan pemodelan dapat mengurangi efisiensi yang dimiliki petani.

3.2.4 Faktor-faktor penyebab kegagalan panen ikan patin di Indonesia

Umumnya, penyebab gagal panen dalam budidaya patin adalah penyakit. Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan infeksi. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.

(43)

Penyakit Disebabkan Oleh Parasit

Penyakit white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air). Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan pengobatan berulang-ulang selama tiga kali dengan selang waktu sehari.

Penyakit Disebabkan Oleh Jamur

Penyakit jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2 –3 g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut-turut.

Penyakit Disebabkan Oleh Bakteri

Penyakit bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang adalah Aeromonas sp. dan Pseudo-monas sp. Ikan yang terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada, perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan.

Penyakit Disebapkan Oleh non-infeksi

(44)

berjamur dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gajala keracunan dapat diidentifikasi dari tingkah laku ikan. – Ikan akan lemah, berenang megap-megap dipermukaan air. Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal. Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (I) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1-2 bulan. Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat. Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik-bintik putih. Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput lendir tersebut.

3.2.5 Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Ikan Patin

Agar suatu kegiatan usahatani ikan patin berjalan secara berkelanjutan, perlu dilakukan perhitungan analisis usahanya sehingga dapat diketahui besar kecilnya tingkat keuntungan, jumlah modal yang dibutuhkan, pengembalian investasi, maupun titik impas dari usaha tersebut. Dengan perhitungan ini dapat diketahui kelayakan suatu usaha baik dari segi ekonomis, teknis, maupun finansial. Analisis usaha ikan patin terbagi menjadi tiga, yaitu usaha pembenihan (produksi larva), pendederan (produksi benih), dan pembesaran (patin konsumsi).

A. Usaha Pembenihan Patin (Produksi Larva)

(45)

analisis usaha pembenihan ikan patin berdasarkan harga pada bulan Oktober 2009 (Mahyudin, 2010) dengan proses produksi larva sebanyak empat kali dalam satu bulan. Adapun asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Induk yang dipijahkan sebanyak 1 ekor induk betina seberat 3 kg dan 2 ekor jantan (@ 2 kg/ekor) atau seberat 4 kg. Harganya Rp 75.000/kg untuk induk betina siap pijah dan induk jantan harganya Rp 40.000/kg. Induk patin digunakan sebanyak 10 kali pemijahan sebelum diapkir.

b. Tempat pemijahan dan pemeliharaan larva/benih milik sendiri c. Lama produksi larva ikan patin selama 7 hari

d. Harga 1 botol ovaprim 10 ml Rp 200.000 e. Hasil panen larva sebanyak 300.000 ekor f. Harga jual larva Rp 7/ekor.

1. Biaya Investasi

(46)

Tabel 8. Biaya Investasi Usaha Pembenihan

No. Keterangan Jumlah (Rp)

i Bangunan hatchery atau ruangan tertutup ukuran 5 m x 5 m 15.000.000 ii Satu unit penetasan telur

2 buah corong penetasan (@ Rp 300.000) 600.000 1 buah bak fiberglass bulat volume 1.000 liter 1.200.000 Rak kayu untuk tempat corong tetas 250.000 Bak filter ukuran 2,5 m x 1 m x 1 m 1.000.000

Pipa paralon untuk sirkulasi air 400.000

1 buah tong plastik volume 200 liter untuk tandon air 200.000 Tenaga kerja untuk pembuatan unit pembenihan 150.000 iii Satu set peralatan perikanan (hapa,seser,waring, ember dan

baskom)

700.000

iv 1 buah pompa air 125 watt 250.000

v 1 buah blower 60 watt 800.000

vi 1 buah genset 800 watt 800.000

Total 21.350.000

2. Biaya Produksi

(47)

Tabel 9. Biaya Produksi Usaha Pembenihan

No. Keterangan Jumlah (Rp)

i Induk ikan patin

1 ekor induk patin betina (3 kg x Rp 75.000/kg : 10 kali pemijahan)

22.500

2 ekor induk patin jantan (4 kg x Rp 40.000/kg : 10 kali pemijahan

16.000

ii Hormon perangsang ovaprim

1ekor induk betina (1,5 ml x Rp 200.000 : 10 ml) 30.000 2 ekor induk jantan (0,8 ml x Rp 200.000 : 10 ml 16.000 iii HCG 1 ampul (1 ampul berisi 1.500 IU) 70.000

iv Aquabidest atau air mineral 10.000

v 1 botol larutan fisiologis (NaCl) 10.000

vi 2 buah spuit jarum suntik 6.000

vii Tenaga Kerja 200.000

viii Listrik 30.000

Total 410.500

3. Pendapatan dan Keuntungan

(48)

pembenih selama 7 hari produksi larva patin adalah 1.689.500 atau dalam satu tahun akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 81.096.000.

4. Analsisis Kelayakan Usaha

Indikator yang sering digunakan untuk melihat kelayakan usaha, yaitu titik impas/break even point (BEP), revenue cost ratio (R/C ratio) dan pay back period (PBP). Adapun perhitungannya sebagai berikut :

a. BEP

BEP merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui batas nilai produksi atau volume produksi suat usaha mencapai titip impas yaitu tidak untung dan tidak rugi. Usaha dinyatakan layak apabila nilai BEP produksi lebih besar dari jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Sedangkan nilai BEP harga harus lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini.

1) BEP produksi = total biaya produksi / harga jual per ekor = Rp 410.500 / Rp 7

= 58.643 ekor

Semua biaya produksi akan tertutupi bila terjual larva patin minimal sebanyak 58.643 ekor.

2) BEP harga = total biaya produksi / total produksi larva = Rp 410.500 / 300.000

= Rp 1,3 / ekor

Pada saat harga jual larva patin mencapai Rp 1,3 / ekor, usaha pembenihan patin tersebut tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian (impas).

b. R/C ratio

(49)

> 1). Semakin tinggi nilai R/C ratio maka tingkat usaha keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi.

R/C ratio = total pendapatan / total biaya produksi = Rp 2.100.000 / Rp 410.500

= 5,115

Artinya, setiap penambahan biaya sebesar Rp 1.000 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 5.115. dengan demkian, usaha pembenihan (produksi larva) patin sangat layak diusahakan.

c. PBP

analisis PBP bertujuan untuk mengetahui waktu tingkat pengembalian investasi yang telah ditanamkan pada suatu usaha pembenihan patin.

PBP = total investasi / keuntungan 1 tahun x 1 tahun = Rp 21.350.000 / Rp 81.096.000 x 1 tahun = 0,26 tahun

Hasil analisis ini menggambarkan bahwa sleuruh modal investasi usaha pembenihan patin ini akan kembali dalam kurun waktu 0,26 tahun atau 3,1 bulan.

B. Usaha Pemeliharaan Larva Patin

Pemeliharaan larva patin dilakukan dari ukuran larva yang baru menetas sampai dihasilkan benih patin ukuran 1 inchi. Usaha pemeliharaan larva patin dilakukan di ruangan tertutup (hatchery) selama 30 hari atau 1 bulan dan harga diperhitungkan pada bulan Oktober 2009. Adapun asumsi usahanya adalah sebagai berikut.

1. Usaha dilakukan pada hatchey atau ruangan tertutup berukuran 7 m x 7m. Hatchey yang digunakan milik sendiri.

2. Wadah pemeliharaan larva/benih berupa bak terpal plastik ukuran 2 m x 1 m x 0,8 m sebanyak 12 buah.

3. Lama pemeliharaan 1 bulan (30 hari)

(50)

5. Harga larva patin Rp 7/ekor

6. Pakan berupa artemia, cacing sutera, dan pakan Hiprofit (kode 581)

7. Tingkat kelangsungan hidup hidup (SR) 50% atau hasil panen sebanyak 100.000 ekor (ukuran 1 inchi/ekor)

8. Harga jual benih patin ukuran 1 inchi Rp 100 / ekor Tabel 10. Biaya investasi Pemeliharaan Larva Patin

No. Keterangan Jumlah (Rp)

I Bangunan hatchery atau ruangan tertutup ukuran 7 m x 7 m 24.500.000 ii 12 bak terpal plastik untuk pemeliharaan larva-benih,

ukuran bak 2 m x 1 m x 0,8 m (@ Rp 200.000)

iv 1 buah pompa air 125 watt 250.000

V 1 buah blower 60 watt 800.000

2 buah kompor untuk penghangat ruangan (@ Rp 150.000) 300.000

vi 1 buah genset 800 watt 850.000

Instalasi air 150.000

vii Instalasi aerasi (pipa paralon, slang plastik, batu aerasi, atau kran udara)

250.000

viii Instalasi listrik 700.000

ix 10 m selang plastik untuk penyiponan 60.000 X 4 seser atau serokan halus (@ Rp 12.000) 48.000 xi 4 ember plastik diameter 40–50 cm (Rp 15.000) 60.000

(51)

2. Biaya Produksi

Adapun biaya produksi untuk usaha pemeliharahaan larva/benih dalam setiap periode pemeliharaan 91 bulan) adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Biaya Produksi Pemeliharaan Larva Patin

No. Keterangan Jumlah (Rp)

I Larva patin sebanyak 200.000 ekor (Rp 7/ekor) 1.400.000 ii Pakan larva/benih patin

2 kaleng artemia 500 gr (@ Rp 400.000) 800.000

40 l cacing sutera (@ Rp 7.000) 280.000

Pakan hiprofit (581) 10 kg 130.000

Pakan hiprofit (582) 15 kg 195.000

iii 50 kg garam dapur untuk penetasan telur artemia dan pengelolaan kualitas air media pemeliharaan larva/benih

65.000

iv Obat-obatan 50.000

V 50 liter minyak tanah (Rp 7.000/l) 350.000

vi 2 sachet elbayu (@ Rp 10.000) 20.000

vii Kantong plastik untuk packing benih ukuran 5 kg ditambah karet ikat

125.000

viii Gas oksigen 50.000

ix Tenaga Kerja pengelola 400.000

X Listrik 100.000

Total 3.965.000

3. Pendapatan dan keuntungan

(52)

Keuntungan yang didapat dari usaha pemeliharaan larva hingga mencapai benih patin ukuran 1 inchi.

Keuntungan = Pendapatan–Total biaya produksi = Rp 10.000.000–Rp 3.965.000 = Rp 6.035.000

Adapun keuntungan selama 1 bulan yang diperoleh adalah Rp 6.035.000 atau dalam satu tahun akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 72.420.000.

4. Analisis Kelayak Usaha a. BEP

1. BEP Produksi = total biaya produksi / harga jual per ekor = Rp 3.965.000 / Rp 100

= 39.650 ekor

Semua biaya produksi akan tertutupi bila terjual benih patin minimal 39.650 ekor 2. BEP Harga = total biaya produksi / Total Produksi benih

= Rp 3.965.000 / 100.000 ekor = Rp 39,65/ekor

Pada saat harga jual benih patin mencapai Rp 39,65/ekor, usaha pemeliharaan larva-benih patin tersebut tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian (impas).

b. R/C ratio

R/C ratio = Total pendapatan / total biaya produksi = Rp 10.000.000 / Rp 3.965.000

(53)

Artinya, setiap penambahan biaya sebesar Rp 1.000 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.522. dengan demikian usaha pemeliharaan larva-benih ikan patin sangat layak diusahakan.

c. PBP

PBP = total investasi / keuntungan 1 tahun x 1 tahun = Rp 30.828.000 / Rp 72.420.000 x 1 tahun = 0,4 tahun

Hasil analisis ini menggambarkan bahwa seluruh modal investasi usaha pemeliharaan larva-benih patin ini akan kembali dalm kurun wakti 0,4 tahun atau 4,8 bulan.

C. Usaha Pendederan Ikan Patin

Usaha pendederan dilakukan untuk membesarkan benih ikan patin dari ukuran 1 inchi menjadi patin ukuran 2 – 3 inchi. Adapaun harga yang digunakan adalah harga yang berlaku bulan Okteber 2009 dengan asumsi:

1. Usaha dilakukan pada kolam berukuran 300 m2, tinggi air kolam 70 cm, dan kolam yang digunakan milik sendiri

2. Lama pemeliharaan 1 bulan

3. Skala usaha yaitu padat tebar dengan 30.000 ekor

4. Benih patin yang ditebar ukuran 1 inchi, dimana hargnya Rp 100/ekor 5. Tingkat kelangsungan hidup (SR) 90 %

6. Harga jual benih patin ukuran 2 inchi Rp 175/ekor

Tabel 12. Biaya investasi Pendederan Ikan Patin

No. Keterangan Jumlah (Rp)

(54)

Tabel 13. Biaya Produksi Pendederan Ikan Patin

No. Keterangan Jumlah (Rp)

i Benih patin ukuran 1inchi sebanyak 30.000 ekor (@ Rp 100)

3.000.000

ii Pakan pelet dengan kandungan protein minimal 38 % sebanyak 35 kg (@ Rp 11.500/kg)

402.500

iii Pupuk kandang 125 kg 70.000

iv Kapur 25 kg 40.000

v Obat-obatan (antistres + vitamin) 50.000

vi Garam dapur (30 kg) 40.000

vii Kantong plastik untuk packing benih ukuran 5 kg (@ Rp 21.000)

105.000

viii Gas Oksigen 40.000

ix Upah untuk panen benih 100.000

x Tenaga kerja untuk pengelola ikan selama 1 bulan 200.000

Total 4.047.500

3. Pendapatan dan Keuntungan

Pendapatan = SR x benih yang ditebar x harga jual per ekor = 90 % x 30.000 x Rp 175

= Rp 4.725.000

Keuntungan = pendapatan–biaya produksi = Rp 4.725.000 x Rp 4.047.500 = Rp 677.500

(55)

4. Analisis Kelayakan Usaha a. BEP

BEP Produksi = total biaya produksi / harga jual per ekor = Rp 4.075.500 / Rp 175

= 23.129 ekor

Semua biaya produksi akan tertutupi bila terjual benih patin minimal sebanyak 23.129 ekor.

BEP Harga = total biaya produksi / total produksi benih = Rp 4.075.500 / 27.000 ekor

= Rp 150/ekor

Pada saat harga jual benih mencapai Rp 150/ekor, usaha pendederan patin tersebut tidak mendapatkan keuntungan maupun kerugian (impas).

b. R/C ratio

R/C ratio = total pendapatan / total biaya produksi = Rp 4.725.000 / Rp 4.075.500

= 1,167

Artinya, setiap penambahan biaya sebesar rp 1.000 akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.167. dengan demikian, usaha pendederan ikan patin ini layak diusahakan.

c. PBP

Gambar

Tabel 1. Kawasan Minapolitan Percontohan (Pilot Project) tahun 2011
Gambar 1. Pakan ikan patin
Tabel 3. Formulasi Pakan Ikan Patin
Gambar 4. Pompa submersible, merupakan pompa celup yang kedap air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desain dalam penelitian ini menggunakan Desain kuantitif, artinya penelitian dilakukan pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen

Batik tulis dikerjakan dengan menggunakan canting, yaitu alat yang terbuat dari tembaga yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menampung cairan malam (lilin

Berdasarkan hasil pengolahan horizontal tingkat dua dengan metode AHP, maka diperoleh bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi promosi KPR

Penukaran kata sifat dengan kata benda, kata benda dengan kata benda dan kata kepunyaan dengan kata benda (JJx-NNx, NNx-NNx dan PRP$-NNx) Dari keseluruhan hasil

Hal ini mengindikasikan beberapa hal, diantaranya adalah bahwa: Penyerahan tampuk kepe- mimpinan (suksesi) perusahaan keluarga menjadi berita utama karena disajikan di halaman 1

Memberikan gambaran tentang pengaruh kesiapan kerja dan konsep diri terhadap kecemasan menghadapi wawancara kerja pada mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi

Tabel 6 menunjukkan hasil dari pengukuran tinggi dan jarak dimana dari hasil pengukuran tersebut diperoleh hasil bahwa tinggi tiang dan jarak antar tiang PJU