BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang pada
tubuh seseorang yang tidak dikenal, baik yang masih hidup ataupun sudah mati.
Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun
perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat, amat penting dalam
penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses
peradilan.
Selain hal tersebut, peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi
adalah terutama mengindentifikasi jenazah yang tidak dikenal, telah rusak,
membusuk, hangus terbakar dalam kasus kecelakaan massal, bencana alam,
ataupun huru-hara yang dapat mengakibatkan banyak korban meninggal, yang
dapat berupa mayat yang masih utuh, potongan tubuh manusia atau kerangka.
1
Dalam analisis forensik terdapat identifikasi barang bukti untuk
memperkirakan identitas (ras, umur, jenis kelamin) atau menghubungkan
seseorang dengan tempat kejadian perkara (TKP). Analisis terhadap barang bukti
fisik mencakup obyek material berupa tubuh, senjata, jejak cairan tubuh, sidik jari,
rambut, serat, dan lain-lain.
2
Sejarah identifikasi dalam ilmu forensik bermula pada saat
diperkenalkannya suatu metode yang disebut Bertillon System pada tahun 1879.
Metode ini memungkinkan pihak kepolisian mengidentifikasi korban atau
tersangka dengan berpatokan pada ukuran tubuh mereka. Metode Bertillon ini
mendasarkan proses identifikasinya atas 11 bagian tubuh yang ukurannya tidak
akan berubah secara signifikan ketika seseorang beranjak dewasa.
Kemudian, pada tahun 1910, diperkenalkan cara identifikasi seseorang
melalui sidik jari. Sejak saat itu pula mulai dilakukan proses pengambilan sidik
jari para tersangka oleh pihak kepolisian dan metode identifikasi dengan
menggunakan sidik jari ini dinilai cukup akurat menurut data statistik.
3
Metode pengidentifikasian manusia terus mengalami perkembangan
seiring dengan digunakannya tipe golongan darah (A, B, AB, atau O) sebagai alat
identifikasi. Namun, pengidentifikasian dengan metode ini dinilai tidak seakurat
metode sidik jari karena tipe golongan darah yang hanya empat jenis ini tidak
dapat digunakan sebagai alat pengenal bagi 7 miliar individu yang berbeda.
Penemuan molekul DNA (deoxyribonucleic acid) telah membawa suatu
lompatan besar pada dunia forensik. Molekul ini dapat ditemukan pada darah atau
jaringan tubuh lainnya seperti sperma, tulang, dan rambut. Penggunaan DNA
untuk identifikasi tersangka kejahatan menjadi perhatian publik pada kasus
pembunuhan yang melibatkan pemain football terkenal AS, O.J. Simpson, pada
tahun 1995.
3
Agar identitas seseorang dapat dipastikan secara positif maka diperlukan
minimal satu dari metode identifikasi primer dan atau didukung dengan minimal 2
dari metode identifikasi sekunder.
3
2
1. Data sidik jari, gigi, dan DNA adalah metode identifikasi primer
2. Data medik, properti dan ciri fisik adalah metode identifikasi sekunder.
Telah sering terjadi bencana di Indonesia akhir-akhir ini, baik yang
sengaja ditimbulkan atau akibat kelalaian manusia maupun karena faktor alam
seperti kejadian meledaknya bom di Kuta, Bali, tahun 2002 dan di Hotel J. W.
Marriott, Jakarta tahun 2003, gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004, jatuhnya
pesawat C-130 Hercules Alpha 1325 TNI AU di Magetan, Jawa Timur tahun
2009 hingga penggerebekan teroris di Klaten Jawa Tengah bulan Juni 2010.
2
Sumatera Utara juga telah mengalami banyak bencana antara lain beberapa
kasus jatuh pesawat yaitu jatuhnya pesawat Garuda GA 152 di Sibolangit pada
tanggal 26 September 1997, jatuhnya pesawat Mandala Airlines Penerbangan RI
091 di Medan pada tanggal 5 September 2005, jatuhnya pesawat Cassa 212-200 di
Bahorok pada tanggal 30 September 2011 dan kejadian terakhir yaitu jatuhnya
pesawat Hercules C-130 dengan nomor A-1310 di Medan pada tanggal 30 Juni
2015 yang lalu serta gempa dan tsunami di pulau Nias tahun 2004.
1
Kejadian-kejadian tersebut di atas menimbulkan korban manusia
meninggal yang jumlahnya relatif besar dan harus diidentifikasi. Dan ketika
diperiksa, sering tubuh korban-korban tersebut telah mengalami pembusukan atau
rusak berat ataupun hanya merupakan potongan tubuh yang akan semakin
memperberat tugas dokter untuk mengidentifikasinya.
Pemeriksaan sidik jari dapat dilakukan sebagai tes awal identifikasi karena
spesifik, mudah dilakukan, dan murah sehingga dapat membantu proses
identifikasi lebih lanjut. Sidik jari juga merupakan salah satu metode identifikasi
primer.
Sidik jari yang ditemukan di TKP juga merupakan barang bukti yang
sangat penting dan pengidentifikasiannya dapat dipergunakan untuk
mengkonfirmasi keberadaan seseorang di TKP.
4
Jenis kelamin adalah salah satu informasi yang penting untuk
mengidentifikasi seseorang. Jika jenis kelamin seseorang telah dapat ditentukan
dengan pasti maka akan semakin mempermudah kita untuk mengidentifikasi
seseorang dikarenakan di dunia ini hanya terdapat dua jenis kelamin yaitu
laki-laki dan perempuan. Sehingga dalam konteks ini, penentuan jenis kelamin
berdasarkan keragaman pola sidik jari dan kepadatan alur sidik jari menjadi
relevan dan telah banyak dilakukan penelitian yang mengamati hubungan antara
jenis kelamin dan sidik jari.
4
Jantz menemukan adanya hubungan antara jenis kelamin dan perbedaan
ras dengan kepadatan alur sidik jari. Moore menyatakan bahwa perempuan
memiliki epidermal sidik jari yang lebih halus dibandingkan dengan laki-laki dan
Okajima menemukan bahwa indeks alur sidik jari bentuk garpu lebih tinggi pada
sidik jari perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki.
5
Penelitian tentang penentuan jenis kelamin berdasarkan kepadatan alur
sidik jari telah banyak lakukan oleh para peneliti di luar negeri antara lain oleh
Sudesh Gungadin di India pada tahun 2006
6
7
, Vinod C. Nayak MD dkk untuk
20133. Di dalam penelitiannya, Vinod C. Nayak MD dkk mendapatkan bahwa
kepadatan rata-rata alur sidik jari ≤ 12 alur/25 mm 2 cenderung berasal dari
laki-laki dan kepadatan rata-rata alur sidik jari > 12 alur/25 mm2 cenderung dari
perempuan.2
Hasil penelitian Sudesh Gungadin di India pada tahun 2006 didapatkan
bahwa kepadatan rata-rata alur sidik jari ≤ 13 alur/25 mm
2
cenderung berasal dari
laki-laki dan kepadatan rata-rata alur sidik jari > 14 alur/25 mm2 cenderung dari
perempuan. Hasil penelitian Intira Suthiprapha dkk pada orang Thailand pada
tahun 20104 didapatkan bahwa persentasi terbanyak laki-laki yaitu 31,54% dengan
15 alur/25 mm2 dan sebanyak 26,92% pada perempuan dengan 16 alur/25 mm2.
Lalit Kumar dkk untuk daerah Uttarakhand di India pada tahun 20133
mendapatkan hasil penelitian yaitu bahwa kepadatan rata-rata alur sidik jari ≤ 12
alur/25 mm2 cenderung berasal dari laki-laki dan kepadatan rata-rata alur sidik jari
> 14 alur/25 mm2
Karena belum banyak dilakukan penelitian yang membahas tentang
hubungan antara jenis kelamin dan sidik jari di Indonesia maka untuk itu penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tersebut khususnya untuk daerah Kota Madya
Medan di mana penulis sekarang sedang menjalani tugas sebagai seorang peserta
PPDS Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di FK USU
Medan, Sumatera Utara.
cenderung dari perempuan. Dari penelitian-penelitian tersebut
didapatkan bahwa jumlah alur sidik jari pada perempuan kecenderungan lebih
Penelitian ini akan dilakukan dengan meminta keikutsertaan partisipan
yaitu para mahasiswa/i yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di RSUPH. Adam Malik
1.2Rumusan Masalah
dan RSUD dr. Pirngadi Medan.
Apakah jenis kelamin dapat ditentukan berdasarkan kerapatan alur sidik jari?
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menentukan jenis kelamin berdasarkan kerapatan alur sidik jari.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk menentukan jenis kelamin dari kerapatan alur sidik jari berdasarkan suku
asli Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai alat bantu untuk menentukan identifikasi jenis kelamin manusia
dari barang bukti berupa sidik jari yang diperoleh dari mayat ataupun sisa
tubuh manusia yang termutilasi, terbakar ataupun telah mengalami
pembusukan yang mana hanya menyisakan jari-jari tangan yang dapat
diperiksa ataupun dari ditemukannya sidik jari di TKP.