• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Sistem hukum di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan Sistem hukum di Indonesia"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem peradilan merupakan suatu cara yang telah dipakai untuk mendapatkan suatu keadilan secara substansial maupun secara formil, yang dapat menjawab suatu tantangan kebutuhan di dalam masyarakat, sistem peradilan telah dikenal sejak zaman abad pertengahan ataupun sebelumnya dan peradilan tidak hanya merupakan suatu kebutuhan masyarakat saja, melainkan juga merupakan kebutuhan suatu Negara, sebab siatem peradilan adalah salah satu prasyarat tegaknya pemerintahan dalam rangka menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara para warga negara. Dengan sistem peradilan yang berjalan dengan baik dapat memenuhi kebutuhan warga masyarakat maupun Negara dalam meyelesaikan sengketa ataupun permasalahan baik secara individu maupun antara warga negara dengan negara, Sistem peradilan yang baik akan menghasilkan produk hukum atau hasil putusan yang baik pula yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang berperkara pada khususnya dan bagi kelangsungan pemerintahan pada umumnya.

(2)

barat yang sangat kental mempengarui sistem hukum di indonesia yakni dari Jerman dan Belanda, dengan kita mereduksi sistem hukum barat maka mempengarui sistem peradilan yang dipakai oleh bangsa Indonesia yaitu aliran Civil law / Eropa kontinental, termasuk sistem peradilan pidana di Indonesia. 1

Dalam abad pertengahan yakni sekitar (500 M – 1400 M ) pada perkembangannya lebih condong dengan paham religius legal system yakni banyak dipengarui dominasi gereja dan munculnya agama islam, sehingga dalam perkembangannya di Indonesia berkembang adanya beberapa agama dengan agama islam sebagai mayoritas, sehingga Indonesia menganut paham pluralitas yang tidak semua negara paham tersebut bisa diterapkan.2

Sistem peradilan dalam istilah modern saat ini dikenal dengan istilah Yudikatif yang keberadaannya setara dengan Eksekutif dan legislatif, bahkan Yudikatif inilah yang benar-benar memiliki kekuasaan yang bebas artinya tanpa campur tangan dari manapun / tidak dapat diintervensi oleh siapapun dalam penerapan hukumnya sehingga dapat menghasilkan prodak hukum / putusan yang baik yang dapat memenuhi rasa keadilan bagi warga negara, serta sebagai sarana penyelesaian sengketa, dalam sistem hukum pidana yang merupakan peninggalan dari bangsa Belanda yang masih dapat mengakomodir permasalahan-permasalahan hukum pidana pada saat ini, serta membuka opini untuk penyempurnaan sistem hukum pidana tersebut dalam suatu rumusan perundang-undangan yang lebih lengkap dan sesuai dengan perkembangan zaman serta sesuai dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat Indonesia untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik dalam rangka tercapainya tujuan hukum secara Nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia ke-4

Dalam makalah ini penulis akan lebih fokus pada sejarah perkembangan sistem hukum di Indonesia, yang merupakan peninggalan penjajahan Belanda hingga saat ini dan masih mengakomodir kebutuhan hukum di Indonesia, serta perkembangan kebutuhan hukum baru yang juga membutuhkan rumusan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan sistem peradilan saat ini, dan

1 Agus Raharjo, Sejarah Hukum, Power Point, hal. 6

(3)

sebagai mana yang telah kita ketahui bahwa dalam peradilan hukum pidana yang saat ini sedang dilakukan pembahasan oleh legislatif untuk mengkodifikasi Kitab Undang-Undang Hikum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan sistem peradilan hukum sebelum dikodifikasi ? 2. Bagaimana sistem peradilan hukum saat ini ?

3. Apakah kemanfaatannya sistem peradilan hukum dalam pemerintahan negara Indonesia ?

4. Perkembangan sistem peradilan hukum di masa mendatang

C. Tujuan

1. Agar kita mengerti dan memahami sejarah sistem peradilan hukum di Indonesia

2. Agar kita memahami perkembangan sistem peradilan hukum saat ini 3. Agar kita memahami dan merasakan kemanfaatan sistem peradilan hukum bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam cita-cita hukum Nasional

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemikiran Hukum Pada Zaman Romawi dan Yunani

Bahwa dalam peradaban sejarah hukum kita mengenal dengan zaman Romawi dan zaman Yunani, dimana zaman itu merupakan pangkal tolak pengkajian hukum dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir, yang dapat menimbulkan suatu teori-teori hukum untuk kelangsungan hukum bagi manusia, pemikiran hukum mendasar pada kehidupan pada zamannya yang merupakan suatu pandangan tertentu pada pertumbuhan ilmu pengetahuan yang merupakan bersumber dari alam, maka pada zaman itu banyak muncul pemikir-pemikir hukum alam yang dapat dipandang sebagai kebenaran dari akal pikiran yang bekerja sesuai dengan alam yang tetap / tidak berubah serta abadi, bahwa kelangsungan hidup manusia bersama dengan alam sehingga hukum yang mengatur manusia merupakan bagian dari alam, dengan kata lain bahwa perilaku manusia berkolaborasi dengan alam.

Perkembangan pemikiran yang dapat kita pelajari saat ini tentang hukum alam yakni pemikiran ANAXIMANDER HERAKLEITOS,PARMENIDES yang memberikan pemikirannya bahwa hukum yang mengatur manusia merupakan bagian dari hukum alam, dan dalam pemikirannya pun hukum itu adalah untuk keadilan, sehingga keadilan menurutnya akan bisa ditegakkan jika perilaku manusia adalah sesuai dengan hukum alam, kemudian berkembang konsep pemikiran yang lebih maju lagi pada zamannya yaitu apa yang diberikan pemikiran oleh SOLON (640-560 SM)3 dimana pemikiran SOLON sudah mulai berkembang dan pada zamannya yang mulai ditandainya masyarakat perbudakan, bahwa masyarakat sudah memahami sistem jual beli dan hutang pitang, sehingga masyarakatpun berkembang dan timbulah perbudakan semakin merajalela, dan banyaknya kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, dan ketidak adilan dimana-mana, dengan adanya fenomena di dalam masyarakat yang seperti itu maka timbulah pemikiran oleh

(5)

SOLON untuk melakukan pemutihan uang untuk membebaskan rakyat pada saat itu dari perbudakan dan utang kepada tuan tanah / orang kaya, kemudian SOLON juga mulai berfikir untuk kelangsungan negara dengan menetapkan konsep keadilan sosial sebagai dasar negara, ini merupakan negarawan pertama yang telah menetapkan konsep keadilan supaya tidak terjadi diskriminasi. Kemudian untuk mencapai hal tersebut SOLON berfikir untuk menyusun suatu Undang-Undang Dasar sebagai landasan yang merupakan cikal bakal demokrasi.

ARISTOTELES (384 – 322 SM )4 bahwa manusia adalah Zoon Politicon yang artinya bahwa manusia adalah mahluk sosial pada pemikirannya Aristoteles memiliki terobosan bagi hukum yakni pembedaan prinsip materi dan prinsip bentuk, kemudian pembedaan hukum alam dan hukum positif serta keadilan, di dalam prinsip materi dan prinsip bentuk dapat dibedakan menjadi hukum formal dan hukum material , sedangkan disisi keadilan Aristoteles membedakannya menjadi menghukum dan membagi, perkembangannya saat ini dalam sistem peradilan hukum pidana yang dimaksud hukum formal yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sedangkan yang dimaksud hukum material yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ilmu pengetahuan hukum Romawi sudah lahir pada bagian akhir dari masa Republik (200 – 100 SM ) susunan ketatanegaraan Republik juga menentukan bentuknya. Susunan ketatanegaraan pada masa itu ditentukan oleh tiga badan yaitu magistrat, senat dan badan musyawarah rakyat. Tidak satupun dari tiga badan itu bertugas menghasilkan perundang-undangan secara tepat dan berkesinambungan dalam arti modern. Artinya, tidak satupun badan tersebut menjadi pemberi arah dalam pembentukan dan pengembangan hukum.5

Para pakar Comparativ law (perbandingan hukum) termutakhir, tidak lagi membedakan adanya dua sistem hukum di dunia, yang hanya dipandang dalam kaca mata barat yaitu common law system (Anglo-American legal system) yang didominasi hukum tak tertulis dan precedent (putusan pengadilan terdahulu) dan kedua Civil law (Continental Europe legal system) yang dodominasi oleh hukum

4 Agus Raharjo, Sejarah Hukum, Power point, hal. 11

(6)

perundang-undangan, melainkan dewasa ini sudah dikenal pembedaan sistem hukum yang lebih variatif, salah satunya pembedaan berikut :

a. Civil law, berlaku di benua Eropa dan di negara-negara mantan jajahannya b. Common law, berlaku di Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara

berbahasa Inggris (Commonwealth)

c. Customary law, di beberapa negara Afrika, Cina dan India d. Muslim law, di negara-negara muslim terutama di Timur Tengah

e. Mixed system, di Indonesia salah satunya, dimana berlaku sistem hukum perundang-undangan, hukum adat dan hukum islam.6

B. Perkembangan Peradilan islam abad pertengahan

Pada zaman Khalifah Umar Bin Khattab, kehakiman dibebaskan sama sekali dari kekuasaan politik, hal ini berlaku terus sampai Daulah Ummaiyah, sekalipun selama masa Bani Ummaiyah kekuasaan politik kadang-kadang juga mencampuri urusan kehakiman. Dalam masa Dinasti Abbasiyah, kekuasaan politik telah mencampuri urusan-urusan kehakiman,sehingga para hakim memutuskan perkara dibawah pengaruh kekuasaan khalifah. Hal tersebut membuat para ulama’ menjauhi bahkan menolak jabatan sebagai hakim yang menyebabkan terjadinya kekacauan-kekacauan dalam bidang hukum karena tidak ada satu pedoman khusus yang dapat dipedomani dalam memutuskan sebuah perkara. Hal ini mendorong Abdullah bin Muqaffa’ (seorang Muslim Iran yang pernah menjadi sekretaris negara, w. 756M ) menulis risalah yang disampaikan kepada Abu Ja’far Al-Manshur, agar beliau menyusun satu peraturan umum yang berlaku untuk seluruh daerah negerinya. Khalifah memenuhi permintaan ini dan memerintahkan Imam Malik bin Anas untuk menyusun satu kitab pedoman dalam penetapan hukum bagi ummat Islam. Perubahan lain yang terjadi yaitu para hakim tidak lagi berijtihad dalam memutuskan perkara, tetapi mereka cukup berpedoman saja pada kitab-kitab mahzab empat atau mahzab-mahzab lain, dengan demikian syarat hakim harus mujtahid sudah ditiadakan.

(7)

Sehingga para hakim pada waktu itu memutuskan perkara sesuai dengan mazhab-mazhab yang dianut para penguasa, atau disesuakan oleh madzhab yang dianut masyarakat setempat. Di Iraq umpamanya para hakim memutuskan perkara dengan mazhab Abu Hanifah, di Syam dan Magribi para hakim memutus perkara dengan mazhab Maliki, dan di Mesir para hakim memutus perkara dengan Mazhab Syafi’i. Kemudian apabila yang berperkara tidak sesuai dengan madzab hakim, maka perkara itu akan diserahkan kepada hakim lain yang sesuai dengan madzab yang berperkara tersebut. Madzab yang empat inilah yang mewarnai putusan pada masa itu.

Perubahan-perubahan lain yang lahir dalam dunia peradilan pada masa Bani Abbasiyah ini antara lain :

1. Dibentuknya lembaga Qadly al-Qudat (Mahkamah Agung) yang merupakan instansi tertinggi dalam peradilan.

Qadly al-Qudat adalah suatu lembaga pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung pada masa sekarang) pada masa Harun al-Rasyid yang berkedudukan di ibu kota negara.Pejabat Qadly al-Qudat yang pertama ialah al-Qadhi Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim, penyusun kitab Al-Kharraj, dan pejabat Qadly al-Qudat yang lainnya adalah Muhammad Ibn Hasan al Syaibaniy.Qadly al-Qudat memiliki tugas-tugas sebagai berikut :

(8)

di Mesir setiap mazhab memiliki seorang Qadly al-Qudat yang wewenangnya hanya terbatas di kalangan pengikut mazhabnya saja.7

2. Pengaturan tempat persidangan untuk Mahkamah

Persidangan-persidangan pengadilan pada waktu itu dilaksanakan di suatu majelis yang luas, yang memenuhi syarat kesehatan dan dibangun di tengah-tengah kota, dengan menentukan pula hari-hari yang dipergunakan untuk persidangan memeriksa perkara. Para hakim tidak dibenarkan memutuskan perkara di tempat-tempat yang lain. Dan dalam waktu yang sama diadakan beberapa perbaikan, seperti menghimpun putusan-putusan secara teliti dan sempurna.

3. Luasnya wewenang hakim

Perbedaan masa Abbasiyah dengan masa sebelumnya adalah ketika masa Khulafa’ al-Rashidin dan masa Ummayah mereka memegang kekuasaan Yudikatif dan ekskutif, maka pada masa ini khalifah tidak lagi terlibat dalam urusan peradilan. Dalam artian khalifah tidak lagi mengurus dan memeriksa perkara-perkara yang diajukan oleh umat Islam ke pengadilan. Setiap perkara-perkara yang masuk ke pengadilan, maka para hakim yang ditunjuk oleh khalifah-lah yang akan mengusut perkara tersebut. Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa pada saat itu khalifah Abbasiyah sedang giat-giatnya memikirkan persoalan politik, baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga tidak memiliki kesempatan lagi untuk membina peradilan secara langsung. Sehingga yang terjadi adalah khalifah tidak lagi memiliki kemampuan ijtihad dan keahlian dalam hukum Islam sebagaimana keahlian yang dimiliki oleh Khulafa’ al-Rashidin yang disamping sebagai seorang khalifah juga seorang ahli hukum.

Pada awalnya dinasti Abbasiyah berusaha mengendalikan setiap putusan yang dijatuhkan oleh peradilan, akan tetapi pada masa-masa berikutnya karena berbagai faktor, campur tangan itu akhirnya ditinggalkan. Khalifah akhirnya hanya membuat regulasi yang sifatnya umum dan formalitas belaka, seperti

(9)

pengangkatan hakim-hakim daerah yang setiap hakim itu pada akhirnya memiliki otorita dan independenitas yang tinggi.

4. Penyebaran hakim di beberapa wilayah

Pada awalnya, di tiap-tiap daerah diangkat seorang hakim. Sesudah pemerintahan Abbasiyah bertambah luas, maka di tiap-tiap wilayah diangkat beberapa orang hakim yang mewakili mazhab-mazhab yang berkembang di daerah tersebut. Maka di tiap-tiap daerah diangkatlah hakim dari Mazhab Hanafi, Maliki, Shafi’i, dan Hanbali. Pada masa itu, di samping Lembaga Pengadilan, dibenarkan pula adanya hakam-hakam (badan arbitrase) yang memutuskan perkara antara orang-orang yang mau menyerahkan perkara-perkara kepadanya atas dasar kerelaan kedua belah pihak.

Di samping itu ada lagi wilayah al-hisbah (kewenangan) dengan hakimnya yang bergelar Al-Muhtashib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah umum dan wilayah al-Madhalim (penyelewengan dan penganiayaan) yang dipisahkan dari wilayah peradilan.Mahkamah Madhalim di ketuai oleh khalifah jika di ibukota negara, dan oleh gubenur jika di ibukota wilayah, atau oleh Qadhil Qudhah atau hakim-hakim lain yang mewakili khalifah atau gubenur. Para hakim waktu mengadili memakai jubah dan surban hitam sebagai lambang dari daulah Abbasiyah. Jubah dan surban hitam waktu itu khusus untuk para hakim.

C. Sistem peradilan di Indonesia saat ini

(10)

sistematis dan terstruktur tentang tujuan negara Indonesia yang selanjutnya sebagai tujuan pencapaian hukum di Indonesia. Dan di dalam UUD1945 terdapat adanya pembukaan dan pasal demi pasal, dan sudah sangat jelas sekali bahwa sebagai mana dalam pasal 1 ayat 3 telah disebutkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum, artinya bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara harus berdasar pada hukum yang berlaku di Indonesia, yang terdiri dari Pancasila dan UUD 1945.

Dengan ditetapkannya bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum, maka berkembanglah sistem hukum di Indonesia yang tentunya banyak kita adopsi dari pemerintahan hindia-Belanda, dan dengan kita sadari bahwa untuk melaksanakan hukum dan untuk mendapatkan tujuan dari hukum, yang salah satunya untuk mendapatkan kepastian hukum dan rasa keadilan maka kita haruslah menggunakan sistem hukum yang baik, dan dalam hukum untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan maka kita dikenal dengan sistem peradilan, Di Indonesia ada beberapa sistem peradilan yang berlaku yaitu Sistem peradilan hukum pidana, sistem peradilan hukum perdata, Sistem peradilan TUN, Sistem peradilan Agama dan Sistem peradilan Militer, masing-masing sistem peradilan tersebut memiliki fungsi dan wewenang sendiri-sendiri tergantung permasalahan hukum yang timbul, sehingga dapat memperjelas dan mempermudah dalam pelaksanaannya, didalam masing-masing sistem peradilan ini memiliki status dan derajat yang sama.

(11)

Sistem peradilan saat ini masih banyak di pengarui oleh peninggalan Hindia-Belanda,pada pemerintahan hindia-Belanda berlaku dua sistem hukum acara pidana bagi orang-orang golongan Eropa dan golongan priyayi pribumi Indonesia ditetapkan sistem akusatur, sedangkan bagi pribumi Indonesia ditetapkan sistem inkuisitur, dengan hukum acara pidana yang berbeda yaitu HIR untuk bumi putera Indonesia, pada saat jaman Jepang di Indonesia, sistem hukum kolonial tersebut khusus HIR yang diberlakukan HIR untuk pribumi Indonesia , pada masa penjajahan Jepang bahwa polisi-polisi yang telah di tinggalkan oleh bangsa Belanda maka diisi oleh Bumiputra Indonesia sehingga lebih mudah mengadakan perubahan hukum yaitu mengadakan penyatuan sistem peradilan dengan Kitab Undang-Undang Acara Pidana yang berlaku bagi golongan Eropa dengan HIR yang diberlakukan bagi semua golongan umum pada pemerintahan Indonesia yang kemudian dikeluarkan Undang-Undang No. 1 Drt tahun 1951 di berlakukan di seluruh Indonesia.

(12)

dengan hukuman mati.Di lain pihak terdapat ketentuan dalam pasal 295 HIR butir 3e, pengakuan sebagai salah satu alat bukti yang sah.8

Dalam tujuan hukum melalui sistem peradilan yang ada di Indonesia sulit kita jumpai adanya perfect justice dalam suatu putusan pengadilan, pada hukum formil yang ada hanya bisa untuk mendapatkan kepastian hukum, sementara dalam penegakan hukum yang baik, selain unsur kepastian hukum juga dibutuhkan kemanfaatan dan keadilan, kemanfaatan dan keadilan inilah yang masih sulit kita dapatkan dalam sistem peradilan di Indonesia, untuk mendapatkan keadilan kita harus berfikir secara fiosofis, untuk mendapatkan kemanfaatan kita harus berfikir secara sosiologis, dan untuk kepastian hukum iti sendiri maka kita harus menerapkan pemikiran yang bersifat Normatif, ketiga cara berfikir inilah yang harus kita integrasikan dalam sistem peradilan kita untuk mendapatkan perfect justice. Pemikiran-pemikiran inilah yang belum dapat kita terapkan secara menyeluruh terutama bagi aparat penegak hukum ataupun praktisi hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat) dalam menyelesaikan perkara dalam masyarakat untuk mendapatkan perfect justice, dan masih menggunakan hukum formil peninggalan kolonial Hindia Belanda, padahal kita tahu bahwa hukum itu bukan hanya sebatas undang-undang, melainkan kita juga harus memperhatikan adanya aturan yang tidak tertulis yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat (living law) yang dapat kita gali untuk tujuan hukum itu sendiri.

D Pandangan perkembangan sistem peradilan di masa yang akan datang

Sistem peradilan yang dilakukan secara formil yang kita pakai saat ini, benar-benar dapat memberikan kepastian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak,namun dalam sistem penegakan hukum kita bahwa kepastian hukum saja tidak cukup untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat, melainkan harus ada rasa keadilan, secara formil bahwa keadilan itu pun sudah tercantum secara eksplisit di dalam suatu putusan hakim, yakni dalam putusan tersebut berbunyi “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “ artinya bahwa proses peradilan di Indonesia dilakukan

(13)

demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka konsekwensi dari tidak mencantumkannya rumusan dalam putusan pengadilan tersebut, maka dapat menjadikan putusan pengadilan yang bersangkutan batal demi hukum, ini artinya eksistensi dari putusan pengadilan itu tidak diakui keabsahannya.

Dalam tatanan hukum di Indonesia di perlukan elemen hukum yang baik, yaitu yang dapat menghasilkan produk hukum yang baik dan dilaksanakan dengan baik penegakan hukumnya pun baik, untuk mendapatkan hal tersebut maka ada tiga elemen yang harus ada yakni Substansi, kulture dan aparatur negara, ketiga elemen ini saling berkaitan sehingga masing-masing elemen harus berjalan dengan baik untuk mendapatkan sistem hukum yang baik, jika sistem hukum saat ini managemennya hukumnya tidak baik maka akan menghasilkan sistem peradilan yang kotor dan jauh dari yang kita harapkan. Dalam baru-baru ini sedang dibahas kembali mengenai rencana KUHP dan KUHAP, dengan disahkannya nanti maka sistem hukum kita terutama dalam sistem peradilan pidana bisa lebih maju, karena sudah tidak menggunakan perundang-undangan peninggalan kolonial Hindia Belanda, namun harus kita cermati bahwa KUHP dan KUHAP yang baru tersebut secara subtansinya jauh lebih baik dalam arti memang undang-undang tersebut lahir tanpa ada intervensi ataupun ada muatan politis atau adanya unsur kepentingan dari pihak-pihak tertentu, atau memang benar-benar lahir dari budaya dan hukum yang berkembang serta hidup di dalam masyarakat sehingga dapat mengakomodir kebutuhan hukum masyarakat Indonesia.

(14)

tetap harus ada pembenahan sistem hukum yang dapat mengatur untuk lebih sistematis dan jelas untuk kepastian hukum, dalam perkembangannya sekarang ini juga kita kenal dengan Restoratif justice / keadilan Restoratif, Restoratif justice itu sudah bukan hanya di kenal sebagai teori saja melainkan sudah menjadi hukum, bahkan hal ini sudah masuk dalam deklarasi PBB ke 11 di Bangkok, itu artinya Restoratif justice itu sudah bersifat universal, maka dari itu pandangan saya di Indonesia pun dapat melaksanakan Restoratif justice tersebut sebagai upaya penyelesaian perkara di luar persidangan, hal tersebut lebih mencirikan negara demokratis seperti Indonesia ini, namun Restoratif justice ini perlu regulasi yang jelas untuk menjadi suatu sistem hukum yang dapat diakomodir ke dalam sistem peradilan di Indonesia untuk dapat tercapainya kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

(15)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam hukum di Indonesia banyak mengadopsi hukum tertua yaitu dari Romawi dan dari Yunani sebagi history of law untuk perkembangan di Indonesia, pada perkembangannya Indonesia dalam abad pertengahan juga dipengaruhi oleh sistem hukum yang religius banyak munculnya agama yang berkembang, dan berbagai kerajaan hindu budha, dan munculnya agama islam yang sampai dengan saat ini menjadi agama masyoritas, dalam agama islam sendiri dikenal dengan masa dinasti abbasiyah didalam bidang peradilan juga mengalami perkembanga,hal tersebut dapat dilihat dengan berkembangnya kreasi-kreasi baru dalam bidang peradilan, diantaranya adalah pengangkatan Qadhil qudhah, terdapatnya wilayatul madhalim, wilayatul hisbat, dan penggunaan pakaian dalam persidangan. Kemudian pengangkatan hakim yang pada mulanya hanya satu orang pada tiap satu daerah dari pengikut mazhab mayoritas di negeri itu, namun seiring dengan berkembangnya wilayah, dinamika masyarakat bertambah, maka hakim pun diangkat beberapa orang dalam setiap wilayah yang terdiri dari berbagai mazhab yang dianut oleh masyarakat setempat.

Sistem hukum yang berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh hukum kolonial Hindia Belanda yang pernah menjajah di Indonesia, sehingga dalam mengkodifikasi pun, mengkodifikasi hukum Hindia Belanda sehingga sistem peradilan mengikuti sistem peradilan dari wilayah Eropa, misalnya dalam sistem peradilan hukum pidana maupun perdata, namun pada perkembangannya saat ini di Indonesia yang awalnya menganut Eropa kontinental / Civil law sekarang lebih pada Mixed system dimana memperlakukan sistem perundang-undangan, hukum adat dan juga hukum islam.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

37 DAK Bidang Kesehatan Pelayanan Kesehatan Dasar -Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas/ Puskesmas Pembantu dan Jaringannya Lokasi Kegiatan :

23.677.850.000 (DUA PULUH TIGA MillAR ENAM RATUS TUJUH PULUH TUJUH JUTA DELAPAN RATUS LIMA PULUH RIBU RUPIAH).. Untuk keg i atan-kegiatan sebagai ber i kut : Kode dan Nama Fungsi

 Isi formulir ini dengan melakukan rekapitulasi data nama korban dan nama makanan atau minuman dari formulir yang dipilih ( salah satu dari formulir 12 – formulir 17) Daftar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar pengaruh luas lahan, benih, pupuk dan tenaga kerja terhadap produksi bawang merah lokal Palu di Desa Oloboju Kecamatan Sigi

Continuous Improvement Culture 1 OPEX PROCESS EXCELLENCE CULTURE EXCELLENCE PDCA Tools PDCA Methodology Mind Set PEOPLE EXCELLENCE.. OPEX :

Pembangunan pertanian secara umum telah dan akan terus memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah, baik secara langsung dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto

Dari pengukuran ini dapat diperoleh nilai parameter khas batuan yang disebut sebagai permeabilitas yang apabila dikombinasikan dengan prinsip dan formula pada Dinamika Fluida