TUGAS LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL
DOSEN
: Dr. SONY WARSONO, MAFIS.,Ak
CASE 2: HUBUNGAN PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN ASING
(FENOMENA: DIVIDEN DI FREEPORT)
Disusun oleh
:ABDUL AZIZ MUHSYI
14/375258/EE/06821
MARZULLY NUR
14/375334/EE/06896
MUHAMMAD YASFI
14/375346/EE/06908
VYAKANA NATAKHARISMA
14/375385/EE/06947
SITI ISTIQOMAH
14/375374/EE/06936
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan. PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. PT Freeport Indonesia dikuasai oleh Freeport McMoran dengan 90,64% saham dan sisanya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya yang ditandatangani pada tahun 1967 berdasarkan UU 11/1967 mengenai PMA. Berdasarkan KK ini, Freeport memperoleh konsesi penambangan di wilayah seluas 24,700 acres (atau seluas +/- 1,000 hektar. 1 Acres = 0.4047 Ha). Masa berlaku KK pertama ini adalah 30 tahun. Kemudian pada tahun 1991, KK Freeport di perpanjang menjadi 30 tahun dengan opsi perpanjangan 2 kali @ 10 tahun. Jadi KK Freeport akan berakhir di tahun 2021 jika pemerintah tidak menyetujui usulan perpanjangan tersebut. Berdasarkan kontrak karya ini, luas penambangan Freeport bertambah (disebut blok B) seluas 6,5 juta acres atau seluas 2,6 juta Ha da. Dari blok B ini yang sudah dilakukan kegiatan eksplorasi 500 ribu acres atau sekitar 203 ribu ha.
Keputusan tidak lagi memberikan dividen pada 2014 kepada para pemegang saham lantaran Freeport fokus menyelesaikan proyek undergrond. Proyek tersebut membutuhkan investasi besar senilai US$ 15 miliar. Meskipun tidak memberikan dividen, Freeport mengklaim tetap memberikan kontribusi yang positif kepada Pemerintah Indonesia berdasarkan hasil kinerja operasi pada 2014 lalu. Yakni, berupa pembayaran royalti emas, tembaga, dan perak senilai US$ 118 juta, serta pembayaran pajak dan non pajak senilai US$ 421 juta. Berdasarkan laporan keuangan tahunan Freeport McMoRan 2014, Freeport Indonesia memperoleh pendapatan senilai US$ 3,07 miliar, atau turun 25% dari tahun sebelumnya senilai US$ 4,09 miliar. Sedangkan laba usaha mencapai US$ 719 juta, atau turun dari tahun 2013 senilai US$ 1,4 miliar. Akan tetapi, pada tahun buku kinerja Freeport McMoran 2012, 2013, dan 2014, Freeport McMoran tetap saja membagikan dividen ke pemegang saham. Pada 2012 membagikan US$ 1,25 per saham, tahun 2013 sebesar US$ 2,25 per saham, dan tahun 2014 sebesar US$ 1,25 per saham. Dengan tidak disetorkannya dividen kepada pemerintah Indonesia, hal itu tentu berdampak pada berkurangnya pemasukan ke APBN. Patut dicatat, dari 2009-2011 setoran dividen Freeport Indonesia ke pemerintah berkisar antara Rp 1,5 triliun sampai Rp 2 triliun per tahun. Dengan saham minoritas maka posisi RI sebagai pemegang saham sangat lemah dan tidak signifikan dalam RUPS.
Berdasarkan Sumber data Investment and Banking Research Agency (Inbra) menunjukkan, selama tiga tahun terakhir (2011-2013) pendapatan Freepot memang menurun tapi tidak sampai rugi, bahkan tetap untung meski cenderung menurun. Total pendapatan Freeport turun dari USS 4,5 miliar tahun 2011 menjadi USS 3,7 miliar tahun 2013. Akibatnya, laba usaha juga menurun dari USS 3 miliar menjadi USS 1,5 miliar selama periode yang sama. Khusus tahun 2013, ketika terjadinya musibah kecelakaan tambang di Freeport, laba kotor malah bertambah USS 171 juta atau naik 12,6% dibanding tahun sebelumnya. Ini karena produksi dan penjualan tembaga, emas dan perak tetap naik dengan kontributor terbesar adalah tembaga sebesar 62% menyusul kemudian emas (23%), dan perak (1%). Perkembangan tiga tahun ini menunjukkan bahwa Freeport Indonesia tidak rugi tapi labanya menurun. Sementara itu, dalam peringkat korporasi nasional di luar sektor jasa keuangan dan perbankan yang secara rutin dimonitor oleh Inbra, tercatat, dengan pendapatan sebesar USS 3,7 miliar, tersebut yang setara Rp 45,7 triliun, Freeport tercatat menjadi perusahaan ke 7 terbesar di Indonesia tahun 2013. Posisinya itu hampir seperlima penghasilan Astra International tapi lebih kecil dari 2 raksasa rokok dan raksasa mie instan.
jauh di bawah Pertamina, korporasi terbesar Indonesia yang pendapatannya 20 kali dari Freeport Indonesia. Secara implisit hal ini menunjukkan jika Freeport memang penting bagi AS dan karena itu perusahaan ini pasti sangat berat hati untuk meninggalkan RI. Sebaliknya, Indonesia juga membutuhkan Freeport yang berkontribusi untuk keuangan negara melalui pajak serta tersedianya lapangan kerja bagi warga setempat karena itulah hubungan antara keduanya justru perlu diperkuat dengan renegosiasi agar semakin saling menguntungkan kedua pihak. Dasar hukum yang menjadi pegangan pemerintah dalam melakukan renegosiasi kontrak tambang adalah Undang-Undang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan Peraturan Pemerintah No 45/2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Sektor Kementerian ESDM. Renegosiasi kontrak tambang merupakan amanat dari Undang-Undang No 4/2009 tentangan Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Namun, hingga kini sebagian pembahasan renegosiasi tersebut masih cukup alot. Ada enam hal yang sedang di renegosiasikan terkait kontrak pertambangan, yaitu menyangkut luas wilayah, jangka waktu, jumlah royalti, pembangunan smelter, penggunaan jasa dalam negeri, dan divestasi. Dari keenam hal tersebut, ada tiga hal yang disinyalir sangat sulit untuk mencapai titik temu, yaitu masalah luas wilayah, jangka waktu dan royalti
Adanya renegosiasi mendorong perusahaan tambang melakukan transparansi dalam melaporkan produksi dan penjualan hasil tambang. Alotnya negosiasi antara pemerintah dan perusahaan tambang karena manajemen dipegang perusahaan tambang, sehingga tidak transparan. biasanya perusahaan jika tidak mau membayar pajak besar akan mengecilkan angka produksi dan membesarkan biaya produksi di laporan keuangan. Hal itu sangat berbeda dengan sektor migas, di mana seluruh produksi dan pengeluaran perusahaan diaudit langsung BP Migas.
masalahnya, masa pemberlakuannya, yakni tahun 2021 atau 2041, ketika tidak ada yang bisa memastikan masih seberapa besar deposit tembaga, emas dan perak yang tersisa di bumi Papua ketika 30% sahamnya dimiliki negara. Di sisi lain, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak bisa mengaudit karena FI bukan badan usaha milik negara (BUMN). Negara Indonesia hanya sebagai pemilik 9,36% saham di FI sedangkan mayoritasnya dimiliki oleh Freeport McMoran Copper and Gold Co (FCX) yang tercatat di Bursa Saham New York (NYSE).
Renegosiasi kontrak karya antara Pemerintah Indonesia dan Freeport Indonesia menemui babak baru dengan akan dilakukannya amandemen atas kontrak., Pemerintah Indonesia memastikan ingin terlibat dalam pengelolaan PT Freeport Indonesia (PTFI). ada enam poin yang diminta pemerintah. Pertama, Freeport harus mengubah sistem manajemen perusahaan agar lebih independen dalam pengambilan keputusan meski Freeport Indonesia berbadan hukum di Indonesia, namun dalam pengambilan keputusan selalu minta persetujuan induknya, yakni Freeport McMoRan, Amerika Serikat (AS). Kedua, pemerintah ingin ikut menempatkan wakilnya dalam jajaran direksi Freeport. Meski saat ini hanya memiliki 9,36 saham di Freeport, ke depan, Indonesia akan memiliki 30 persen saham Freeport saat kewajiban divestasi dijalankan Freeport. Ketiga, selain membangun smelter di Gresik, Freeport juga harus bersedia membangun smelter di Papua. Keempat, perusahaan tersebut harus menyediakan dana khusus berupa corporate social responsibility (CSR) untuk masyarakat sekitar tambang.Kelima, Freeport juga harus meningkatkan penggunaan produk dari dalam negeri, sebesar 5% tiap tahun. Saat ini, dari belanja barang dan jasa serta belanja modal yang mencapai US$ 1 miliar per tahun di PT Freeport, baru 40 persen yang untuk barang lokal.Keenam, Freeport juga harus membenahi sistem keamanan operasi tambang agar kecelakaan kerja tak terulang lagi.
Menuntaskan renegosiasi kontrak karya merupakan bagian dari perbaikan iklim investasi pertambangan Indonesia yang dinilai paling buruk. Kebijakan transparansi global akan mendorong industri pertambangan global untuk lebih transparan. Tahun 2011, Kongres AS mengeluarkan Dodd-Frank Act (UU Reformasi Wall Street dan Perlindungan Konsumen) yang mewajibkan calon emiten pertambangan di, bursa New York (NYSE) mengungkapkan jenis dan jumlah pembayaran mereka ke pemerintah. Di Uni Eropa aturannya bahkan lebih keras dan sudah diterapkan jauh lebih awal dari AS. Ketika krisis moneter terjadi pada Oktober 2008, Senat AS menyampaikan hasil survei tentang tatakelola sumber daya alam (SDA) di 14 negara, termasuk Indonesia, ke Kongres AS. Dalam laporan yang bertajuk The Petro leum and Poverty Paradox, ada satu rekomendasi penting, yakni mengharuskan perusahaan tambang untuk lebih transparan dan akuntabel. Transparansi terutama dalam hal laporan penghasilan dan pembayaran (pajak, fee, royalty) ke pemerintah. Sebaliknya, pemerintah juga wajib melaporkan apa yang sudah diterima dari perusahaan tambang. Aspek ini menjadi ranahnya Extracted Industry Transparancy Initiative (EITI) yang sudah punya jaringan di Indonesia. Perusahaan tambang juga perlu meningkatkan transparansi dalam penyampaian produksi dan kinerja keuangan secara berkala, mencakup pula kewajiban keuangan seperti pembayaran pajak atau royalti dan operasional yang ramah lingkungan. Dengan demikian kontribusinya kepada host country meningkat secara proporsional.
Menanti kewajiban Freeport Indonesia untuk memenuhi pembayaran royalti sebesar 3,75% ke Pemerintah RI adalah sebuah jangka waktu yang cukup lama, yakni 2021. Ini memang penting. Tapi hal yang tak kalah pentingnya adalah menyelesaikan kewajiban terkini.
http://industri.kontan.co.id/news/freeport-indonesia-tak-membagi-dividen-lagi
http://www.ima-api.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2006:menagih dividen-freeport&catid=47:media-news&Itemid=98&lang=en
http://ptfi.co.id/id/media/facts-about-feeport-indonesia
http://alghiff.blogspot.com/2012/04/dampak-negatif-kontrak-karya-freeport.html
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/09/091353726/Pemerintah.Minta.Jatah.Dire ksi.di.Freeport
http://katadata.co.id/berita/2015/01/26/pemerintah-minta-saham-divestasi-freeport-dijual-murah
https://saripedia.wordpress.com/tag/laba-pt-freeport-indonesia/
http://investors.fcx.com/investor-center/financial-information/annual-reports-and proxy/default.aspx