BAB II
PENGATURAN KONTRAK KERJA PERUSAHAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
A. Pengertian Dan Subjek Serta Objek Dalam Kontrak Kerja
1. Pengertian Kontrak Kerja
a. Pengertian Kontrak
Istilah kontrak atau perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut overeenscomsrecht. Menurut Salim H.S, perjanjian atau kontrak merupakan
keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbukan akibat hukum.14
Menurut R.Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Hubungan kedua orang yang bersangkutan Kontrak atau persetujuan (contract or agreement) yang
diatur dalam buku III bab kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Indonesia, memiliki pengertian yang sama dengan perjanjian.
Perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana seorang
atau lebih meningkatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kontrak adalah berkenaan
dengan sewa menyewa sesuatu dengan dasar perjanjian yang disepaki kedua belah pihak dalam waktu tertentu, perjanjian dalam perdagangan.
14
mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi.15
Van Dunne menyatakan bahwa Hukum Kontrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak
atau lebih berdasarkan kesepakatan untuk menimbulkan akibat hukum.16 b. Pengertian Kerja
Kerja merupakan sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai
profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan. Kerja dapat juga di artikan sebagai pengeluaran energi untuk kegiatan yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerja adalah perbuatan melakukan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, hal
pencarian nafkah.
Menurut Dr. Franz Von Magnis di dalam Anogara, pekerjaan adalah
“kegiatan yang direncanakan”. Sedangkan Hegel di dalam Anogara menambahkan bahwa “inti pekerjaan adalah kesadaran manusia”.17
Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pekerjaan
memungkinkan orang untuk dapat menyatakan diri secara objektif kedunia ini, sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami kebenaran
dirinya.
15
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermassa, 2008, hlm. 1.
diakses pada
tanggal 22 Juni 2016.
c. Pengertian Kontrak Kerja
Menurut Subekti perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (bahasa Belanda “dierstverhanding”) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain (buruh).18
Dalam pasal 1313 Kitab Undang Undang Perdata hukum perjanjian
diartikan sebagai “Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
Ensiklopedia Indonesia sendiri mengartikan Hukum Kontrak sebagai
rangkaian kaidah-kaidah hukum yang mengatur berbagai persetujuan dan ikatan antara warga-warga hukum.
19
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 14 perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan.20
Dari beberapa pendapat diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa pengertian kontrak kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun
untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban. Setiap perusahaan wajib memberikan kontrak kerja di hari
pertama anda bekerja. Dalam kontrak kerja biasanya terpapar dengan jelas pekerja memiliki hak mendapat kebijakan perusahaan yang sesuai dengan
diakses pada tanggal 22 Juni 2016.
19
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
20
Undang- Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Di dalamnya juga memuat mengenai prosedur kerja dan disiplin.
Dari bunyi pasal 1601a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dikatakan bahwa yang dinamakan kontrak kerja harus memenuhi
persyaratan-persyaratan sebaga3wi berikut :
1) Adanya pekerja dan juga pemberi kerja sebagai pemilik wewenang
Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki kedudukan yang tidak
sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi kerja mempunyai
kewenangan untuk memerintah pekerja, maka kontrak kerja diperlukan untuk menjabarkan syarat , hak dan kewajiban pekerja dan si pemberi kerja.
2) Pelaksanaan Kerja
Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang ditetapkan di perjanjian kerja.
3) Waktu Tertentu.
Pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pemberi kerja.
4) Adanya Upah yang diterima
Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha
kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan
termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya (Pasal 1 huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan
Upah).
d. Subjek Kontrak Kerja
Setiap subjek kontrak harus memenuhi suatu kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang membuatnya. Kitab Undang–Undang Hukum Perdata mengatur bahwa yang termasuk dalam subjek kontrak kerja
merupakan orang yang cakap atau dianggap telah mampu untuk melakukan perbuatan hukum tersebut; Badan Hukum, suatu badan atau orang yang
diakui oleh hukum dan mempunyai hak dan kewajiban.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330 menyatakan bahwa orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian
adalah “orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditetapkan
oleh undang-undang dan semua orang-orang yang telah dilarang oleh undang- undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu
Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
pasal 50 di sebutkan bahwa yang menjadi subjek dalam kontrak kerja adalah pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja.
e. Objek Kontrak Kerja
Sasaran pokok suatu perjanjian adalah suatu prestasi. Agar sutau kontrak itu sah, objek kontrak harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu,
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tata susila.Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 13 tahun 2013 pasal 50 dikatakan bahwa objek dalam kontrak kerja adalah harus adanya pekerjaan yang diperjanjikan,pekerjaan
tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603a yang berbunyi :
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikannya dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya’.
Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan ketrampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
B. Hak dan Kewajiban dalam Pembuatan Kontrak Kerja
Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh
individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan . Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melalui pertanggungjawaban atas kewajiban.
Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan / kewajiban untuk dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna
mendapatkan hak yang pantas untuk didapat. Kewajiban pada umumnya mengarah pada suatu keharusan / kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna mendapat pengakuan akan hak yang
Hak dan kewajiban merupakan suatu hal yang terikat satu sama lain , sehingga dalam praktik harus dijalankan dengan seimbang . Jika hak dan
kewajiban tidak berjalan secara imbang dalam praktik kehidupan , maka akan terjadi suatu ketimpangan dalam pelaksanaan kehidupan individu baik dalam
kehidupan bermasyarakat , berbangsa , maupun bernegara .
Ketimpangan akan hak dan kewajiban yang terjadi akan menimbulkan gejolak dalam kehidupan baik dari kalangan individu maupun kelompok .
Gejolak tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan atas tidak berjalannya hak dan kewajiban secara seimbang . Oleh sebab itu, untuk menghindari adanya gejolak
mengenai ketimpangan akan hak dan kewajiban tersebut diperlukan kesadaran secara mendasar pada individu akan kewajiban yang harus dipenuhi guna mendapatkan hak yang pantas dan sesuai atas pelaksanaan kewajiban tersebut.
Dalam melakukan pengangkutan barang melalui laut, antara pengirim dengan pengangkut terlebih dahulu harus mengadakan kesepakatan untuk
mengadakan perjanjian. Perjanjian ini dimaksudkan sebagai suatu tanda pengikat terhadap para pihak dalam pengangutan barang yang akan diangkut. Tentu didalam perjanjian pengangkutan tersebut dimuat hak dan kewajiban serta sanksi
apabila tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut supaya hendaknya janganlah ada salah paham antara para pihak. 21
Hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan pekerja dimuat dalam pasal 52 dan 54 Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003. Adapaun hak yang diperoleh perkerja dalam pembuatan kontrak kerja antara lain:
21
1. Hak atas Pekerjaan
Hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia. Karena, Pertama kerja
melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktivitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau dipikirkan lepas dari tubuh manusia. Karena tubuh adalah
milik kodrati atau asasi setiap orang, dan karena itu tidak bisa dicabut, dirampas, atau diambil darinya, maka kerja pun tidak bisa dicabut, dirampas, atau diambil dari seseorang.
Kedua, kerja merupakan perwujudan diri manusia. Melalui kerja, manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan
lingkungannya yang lebih manusiawi. Melalui kerja manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri. Ketiga, hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia karena kerja berkaitan dengan hak atas
hidup, bahkan hak atas hidup yang layak. Hanya dengan melalui kerjanya manusia dapat hidup dan juga dapat hidup secara layak sebagai manusia.
2. Hak atas Upah yang Adil
Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Karena itu,
perusahaan yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk memberikan upah yang adil. Dengan hak atas upah yang adil sesungguhnya ditegaskan dalam tiga
hal, yaitu :
Kedua, setiap orang tidak hanya berhak memperoleh upah. Ia juga berhak untuk memperoleh upah yang adil, yaitu upah yang sebanding dengan tenaga yang
telah disumbangkannya.
Ketiga, hak atas upah yang adil adalah bahwa pada prinsipnya tidak boleh
ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua karyawan.
3. Hak untuk Berserikat dan Berkumpul
Persoalan upah yang adil berkaitan dengan kepentingan dua pihak yang saling bertentangan: pemilik modal dan pekerja. Sehubungan dengan ini, tidak
dapat pula disangkal bahwa upah yang adil tidak selamanya diberlakukan dalam suatu perusahaan. Karena itu, dalam banyak kasus upah yang adil memang harus juga diperjuangkan oleh pekerja itu sendiri.
4. Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan
Selain hak-hak diatas, dalam bisnis modern sekarang ini semakin dianggap
penting bahwa para pekerja dijamin keamanan, keselamatan, dan kesehatannya. Lingkungan kerja dalam industri modern khususnya yang penuh dengan berbagai risiko tinggi mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan,
keselamatan dan kesehatan bagi para pekerja.
Beberapa hal yang perlu dijamin dalam kaitan dengan hak atas keamanan,
keselamatan, dan kesehatan ini.
Pertama, setiap pekerja berhak mendapat perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan melalui program jaminan atau asuransi keamanan dan
Kedua, setiap pekerja berhak mengetahui kemungkina resiko yang akan dihadapinya dalam menjalankan pekerjaannya dalam bidang tertentu dalam
perusahaan tersebut. Karena itu, perusahaan harus memberikan informasi serinci mungkin tentang kemungkinan-kemungkinan risiko, bentuk, dan lingkupnya serta
kompensasi (bentuk dan jumlahnya) yang akan diterimanya atau keluarganya harus sudah diketahui sejak awal. Ini perlu untuk mencegah perselisihan untuk mencegah kemungkinan perusahaan dituntut oleh pekerja dan keluarganya, juga
di maksudkan untuk mencegah pekerja dicurangi dalam pemberian kompensasi tersebut.
Ketiga, setiap pekerja bebas untuk memilih dan menerima pekerjaan dengan resiko yang sudah diketahuinya itu atau sebaliknya menolaknya.Dengan kata lain, pekerja tidak boleh dipaksa atau terpaksa untuk melakukan suatu
pekerjaan penuh resiko.Karena itu, setelah dia mengetahui resiko dan kompensasinya, ia harus secara terbuka menerima atau menolaknya tanpa paksaan
apa pun.
5. Hak untuk Diproses Hukum secara Sah
Hak ini terutama berlaku ketika seorang pekerja dituduh dan diancam
dengan hukuman tertentu karena diduga melakukan pelanggaran atau kesalahan tertentu. Dalam hal ini, pekerja tersebut wajib diberi kesempatan untuk
mempertanggung jawabkan tindakannya. Ia wajib diberi kesempatan untuk membuktikan apakah ia melakukan kesalahan seperti dituduhkan atau tidak. Konkretnya, kalau ia tidak bersalah ia wajib diberi kesempatan untuk membela
dihadapkannya, atau kalau dia bersalah dia harus diberi kesempatan untuk mengaku secara jujur dan meminta maaf.
6. Hak untuk Diperlakukan secara sama
Dengan hak ini ditegaskan bahwa semua pekerja, pada prinsipnya, harus
diperlakukan secara sama. Artinya, tidak boleh ada diskriminasidalam perusahaan entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama, dan semacamnya, baik dalam sikap dan perlakuan, gaji, maupun perluang untuk jabatan, pelatihan atau
pendidikan lebih lanjut. Tentu saja tetap saja ada perbedaan di sana sini, tetapi perbedaan dalam gaji dan peluang misalnya, harus didasarkan pada kriteria dan
pertimbangan yang rasional, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, misalnya, atas dasar kemampuan, pengalaman, prestasi. Diskriminasi yang didasarkan pada jenis kelamin, etnis, agama, dan semacamnya adalah
perlakuan yang tidak adil. 7. Hak atas Rahasia Pribadi
Kendati perusahaan punya hak tertentu untuk mengetahui riwayat hidup dan data pribadi tertentu dari setiap karyawan, karyawan punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya itu. Bahkan perusahaan harus menerima bahwa ada
hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan dan ingin tetap dirahasiakan oleh karyawan.
8. Hak atas Kebebasan Suara Hati
Hak ini menuntut agar setiap pekerja harus dihargai kesadaran moralnya. Ia harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal
tertentu yang dianggapnya tidak baik: melakukan korupsi, menggelapkan uang perusahaan, menurunkan standar dan ramuan produk tertentu demi memperbesar
keuntungan, menutup-nutupi kecurangan yang dilakukan perusahaan atau atasan. Dia tidak boleh dipaksa untuk melakukan hal ini kalau berdasarkan pertimbangan
suara hatinya hal-hal itu tidak baik dan tidak boleh dilakukannya. Sementara itu ada 3 kewajiban pekerja, antara lain : 1. Kewajiban ketaatan
Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi
perintah dan petunjuk dari atasannya. Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Selain itu karyawan tidak wajib juga mematuhi perintah atasannya yang
tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak ada `keberatan. Kemudian, karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan,
tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, ketika ia menjadi karyawan di perusahaan itu.
2. Kewajiban konfidensialitas
Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial dan kareana itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Konfidensialitas berasal dari kata Latin confidere yang
berarti mempercayai. Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia
lagi mengapa karyawan harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi
rahasia itu. Membuka rahasia itu berarti sama saja dengan mencuri. Milik tidak terbatas pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau temuan
seseorang. Dengan kata lain, disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights dari perusahaan. Alasan kedua adalah bahwa membuka rahasia
perusahaan bertentangan dengan etika pasar bebas. 3. Kewajiban loyalitas
Kewajiban loyalitas pun merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan-tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan
ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu yang bertentangan dengannya.
Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang bisa merugikan kepentingan perusahaan.22
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersaing dengan kepentingan perusahaan. Karena bahaya konflik kepentingan potensial itu, beberapa jenis pekerjaan tidak boleh dirangkap.23
Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya berhak untuk memberhentikan karyawan diluar kehendak karyawan, karena alasan mendesak.
Yang dimaksud dengan alasan mendesak dalam hal ini adalah apa yang dimaksud dalam KUH perdata pasl 1603i, yaitu antara lain :
1) Ternyata memberikan keterangan-keterangan palsu pada waktu melamar. 2) Tidak cakap dalam melakukan pekerjaan.
3) Melakukan hal-hal yang tidak baik misalnya mabuk dan menggunakan obat terlarng dalam jam kerja dan kegiatan yang merugikan dan mencemarkan nama baik perusahaan.
4) Mencuri barang atau benda berharga milik perusahaan. 5) Tidak mematuhi perintah atasan.
6) Tidak melakukan kewajiban-kewajiban sebagai karyawan.
Berturut-turut akan dibicarakan tentang kewajiban perusahaan untuk tidak diskriminasi, untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, untuk memberi
imbalan kerja yang pantas dan untuk tidak memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Kewajiban perusahaan biasanya sepadan dengan hak karyawan.
1. Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi.
Diskriminasi adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paruh kedua dari abad ke 20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis
kelamin). Di Indonesia diskriminasi timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi / non-pribumi, dari para warga negara dan agama.
Istilah diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti
membedakan, memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan
karena alasan yang sah. Dalam menerima karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat seperti mempunyai pengalaman kerja sekian tahun, memiliki
ijazah S-1 (malah bisa ditambah dengan IPK minimal 2,75), menguasai bahasa Inggris, baik lisan maupun tertulis. Dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu
karyawan mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Hal-hal diatas adalah alasan yang relevan.
Bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena
alasan yang tidak relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain,
latar belakang terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme / seksisme.
a. Argumentasi etika melawan diskriminasi
1) Dari pihak utilitarisme, dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas,
menjadi sangat mendesak bahwa perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar
bebas. Jika perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain.
2) Deontologi, berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang yang didikriminasi.Berarti tidak menghormati martabat manusia
yang merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.
3) Teori keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan
dengan keadilan, khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk
memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Pikiran itu sudah dikenal sebagai prinsip moral keadilan distributif.24
b. Beberapa masalah terkait
Tidak bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan
faktor sejarah dan sosio-budaya ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan pendekatan hitam putih. Artinya tergantung dengan tempatnya sehingga
bersifat relativitas.
Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam
menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi
berbeda dengan diskriminasi, favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan karyawan yang
berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang sama, dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa menghindari favoritisme selalu
merupakan pilihan terbaik dari sudut pandang etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme, yang bertentangan dengan keadilan distributif. Tetapi sulit
untuk ditentukan pada saat mana favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika.
Untuk menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai
istilah affirmative action “aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi/mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya di diskriminasi.
Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja a. Beberapa aspek keselamatan kerja
Keselamatan kerja dapat terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan
tempat kerja itu aman kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat
direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan / penyakit.
Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3
dan banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Sedangkan di Amerika Serikat didirikan Occupational Safety and Health Administration (OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang
b. Pertimbangan etika
Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja.
1) The right of survival (hak untuk hidup)
2) Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak
pernah sebagai sarana belaka.
3) Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika
proses produksi tidak berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.
Kebebasan si pekerja adalah faktor yang membenarkan moralitas
pekerjaan beresiko. Si pekerja sendiri harus mengambil resiko dengan sukarela. Tetapi supaya si pekerja sungguh-sungguh bebas dalam hal ini, perlu beberapa syarat :
1. Harus tersedia pekerjaan alternatif.
2. Diberi informasi tentang resiko yang berkaitan dengan pekerjaannya sebelum
si pekerja mulai bekerja.
3. Perusahaan selalu wajib berupaya, agar risiko bagi pekerja seminimal mungkin.
Pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko bagi pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan
kesejahteraan ekonomis mereka (gaji yang lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan konsekuensi gaji yang lebih rendah.
tidak langsung terlihat memaksakan kepada para pekerja jika didukung juga oleh suasana resesi ekonomi saat mencari pekerjaan lain menjadi sulit. Sehingga
membuat para pekerja tidak memiliki alternatif lain dan akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil.
c. Kewajiban memberi gaji yang adil
Motivasi seseorang untuk bekerja tidak lepas dari untuk mengembangkan diri, memberi sumbangsih yang berguna bagi pembangunan masyarakat namun
yang sangat penting adalah untuk memperoleh upah atau gaji. Namun dalam gerakan sosial zaman industri upah yang adil sering menjadi pokok perjuangan
yang utama.
Menurut Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu adil ataufairdiperlukan beberapa hal berikut, yaitu :
a. Peraturan hukum.
Disini yang paling penting adalah ketentuan hukum tentang upah
minimum sebagai salah satu perjuangan sosialisme dalam usahanya memperbaiki nasib kaum buruh. Adanya upah minimum berarti bahwa kebutuhan diakui sebagai kriteria untuk menentukan upah.
b. Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu.
Dalam semua sektor industri, gaji / upah tidaklah sama. Karena itu
Karena perbedaaan daya beli itu di Indonesia upah minimum ditetapkan sebagau upah minimum regional (UMR).
c. Kemampuan perusahan.
Perusahaan kuat yang menghasilkan laba besar, harus memberi gaji yang
lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai marjin laba yang kecil saja. Di sini berlaku pandangan sosialistis tentang hak karyawan mengambil bagian dalam laba. Harus dinilai tidak etis, bila perusahaan mendapat untung
besar dengan menekan gaji karyawan. d. Sifat khusus pekerjaan tertentu.
Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalani oleh orang yang mendapat pendidikan / pelatihan khusus, kadang-kadang malah pendidikan sangat terspesialisasi. Kelangkaan tenaga mereka boleh diimbangi dengan tingkat gaji
yang lebih tinggi.
e. Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan.
Kalau pekerjaan tidak mempunyai sifat khusus, seperti menuntut pengalaman lebih ama / mengandung resiko tertentu, maka gaji / upah harus sama. Sehingga berlaku prinsip equal pay for equal work.
f. Perundingan upah / gaji yang fair.
Perundingan langsung antara perusahaan dan para karyawan merupakan
bila perundingan gaji itu dilakukan untuk suatu sektor industri sehingga dihasilkan kesepakatan kerja bersama.25
g. Senioritas dan imbalan rahasia.
Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari
pengalamannya bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk
pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang. Pembayaran
khusus / kenaikan gaji yang dirahasiakan terhadap teman-teman sekerja pun tidak etis karena tidak mengadakan kontrol sosial dan akan merusak suasana kerja. Jelas, disini berlaku prosedur yang terbuka dan demokratis untuk menjamin mutu
etis sebuah sistem.
C. Akibat Hukum Berakhirnya Suatu Kontrak
Berakhirnya perikatan diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata. Yang
diartikan dengan berakhirnya perikatan adalah selesainya atau hapusnya sebuah perikatan yang diadakan oleh dua pihak yaitu kreditor dan debitor tentang sesuatu
hal. Pihak kreditor adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitor adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Bisa
berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang, sewa menyewa, dan lain-lain.26
1. Karena pembayaran.
Disebutkan dalam KUH Perdata tentang faktor penyebab berakhirnya suatu kontrak, antara lain :
Pembayaran tidak selalu diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang diperjanjikan juga memenuhi unsur
pembayaran.
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan.
Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak jarang
prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab
berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan cicilan, apabila pihak yang berhutang dapat membayar semua jumlah pinjamannya sebelum jatuh tempo, maka perjanjian
dapat berakhir sebelum waktunya.
3. Karena pembaharuan utang (novasi).
Pembaharuan utang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, sebab munculnya perjanjian baru menyebabkan perjanjian lama yang diperbaharui berakhir. Perjanjian baru bisa muncul karena berubahnya pihak dalam perjanjian,
26
misalnya perjanjian novasi dimana terjadi pergantian pihak debitur atau karena berubahnya perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian sewa, karena pihak
pembeli tidak mampu melunasi sisa pembayaran. 4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi.
Perjumpaan hutang terjadi karena antara kreditur dan debitur saling mengutang terhadap yang lain, sehingga utang keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka masing-masing.
5. Karena percampuran utang (konfusio).
Berubahnya kedudukan pihak atas suatu objek perjanjian juga dapat
menyebabkan terjadinya percampuran hutang yang mengakhiri perjanjian, contohnya penyewa rumah yang berubah menjadi pemilik rumah karena dibelinya rumah sebelum waktu sewa berakhir sementara masih ada tunggakan sewa yang
belum dilunasi.
6. Karena pembebasan utang.
Pembebasan hutang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar hutang, sehingga dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan hutang, maka hal yang disepakati
dalam perjanjian sebagai syarat sahnya perjanjian menjadi tidak ada padahal suatu perjanjian dan dengan demikian berakhirlah perjanjian.
7. Karena musnahnya barang yang merupakan objek terutang.
diperjanjikan tidak ada, sehingga berimplikasi pada berakhirnya perjanjian yang mengaturnya.
8. Karena batal atau pembatalan.
Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkan perjanjian
berakhir, misalnya karena pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara pembatalan yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya perjanjian. Terjadinya pembatalan suatu
perjanjian yang tidak diatur perjanjian hanya dapat terjadi atas dasar kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata atau dengan
putusan pengadilan yang didasarkan pada Pasal 1266 KUHPerdata. 9. Karena berlakunya suatu syarat batal.
Dalam Pasal 1265 KUH Perdata diatur kemungkinan terjadinya
pembatalan perjanjian oleh karena terpenuhinya syarat batal yang disepakati dalam perjanjian.
10.Karena lewatnya batas.
Berakhirnya perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian.27