• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017 2018 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017 2018 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01

KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG

TAHUN PELAJARAN 2017/ 2018

S K R I P S I

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

NURUL ASFIYAH

NIM 115 14 121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

DAN

KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN

Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini:

Nama : NURUL ASFIYAH

NIM : 11514121

Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

Jurusan : PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Skripsi ini diperbolehkan untuk di publikasikan oleh Perpustakaan IAIN Salatiga.

Salatiga, 26 Juli 2018 Yang Menyatakan,

(4)

Imam Mas Arum, M.Pd. Dosen IAIN Salatiga Persetujuan Pembimbing Hal : Naskah skripsi Lamp : 4 eksemplar Saudari : Nurul Asfiyah

Kepada

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu'alaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :

Nama : Nurul Asfiyah

NIM : 115 14 121

Fakultas / Progdi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / PGMI

Judul : INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO

ALUS DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01

KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG TAHUN

PELAJARAN 2017/2018

Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.

(5)

SKRIPSI

INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI

NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT

KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018

disusun oleh:

NURUL ASFIYAH

NIM: 115 14 121

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Prodi Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 10 September 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dr. Fatchurrohman, S. Ag., M. Pd Sekretaris Penguji : Imam Mas Arum, M. Pd.

Penguji I : Siti Rukhayati, M. Ag Penguji II : Dra. Urifatun Anis, M. Pd.

Salatiga, 10 September 2018 Dekan

Suwardi, M.Pd.

NIP. 19670121 199903 1 002

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(6)

MOTTO

“Kuasailah dunia dengan bahasa, dengan penguasaan ilmu bahasa yang lebih baik, kita juga lebih mudah dalam memahami dan mendalami ilmu-ilmu lain yang tentunya sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Dengan menguasai bahasa, insya

(7)

PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak Ahmad Sabar dan Ibu Asromi tercinta yang senantiasa membimbing, merawat, mendidik dan memberikan kasih sayang sedari kecil sampai sekarang, semoga Allah SWT memberikan kesehatan, umur panjang dan rezeki yang barokah dan bermanfaat untuk beliau.

2. Kakakku tercinta Prastiyono dan Nur Salim yang selalu memberi dukungan lahir batin, semoga Allah SWT selalu menyayangimu.

3. Muhammad Luthfi Hakim S.H yang selalu memberikan do‟a dan dukungan terbaik.

4. Bapak K.H Hisyam Asy‟ari dan Ibu Hj. Rohimatul Ulya (almarhumah) PP Rohmatullah yang kami tunggu-tunggu barokah ilmunya.

5. Bapak Kyai As‟ad Haris Nasution dan Ibu Nyai Fatehah Imam Fauzi PP Al-Manar yang kami tunggu-tunggu barokah ilmunya.

6. Bapak dan Ibu dosen yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran. 7. Teman-teman PPL di MIN Salatiga, KKN Sambeng posko 85.

8. Teman-teman angkatan 2014 PGMI IAIN Salatiga dan keluarga besar Bani Kusmin yang sudah mendo‟akan dan membantu skripsi ini.

(8)

KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مسب

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran dan keadilan.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah “INTERFERENSI BAHASA JAWA NGOKO ALUS DALAM

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS 1 MI NYATNYONO 01 KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Peni Susapti, S.Si., M.Si. selaku Ketua Prodi PGMI IAIN Salatiga.

(9)

berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PGMI IAIN Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.

6. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amin ya robbal „alamin.

Salatiga, 26 Juli 2018 Penulis,

(10)

ABSTRAK

Asfiyah, Nurul. 2018. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2017/2018. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M.Pd.

Kata Kunci: Interferensi, Bahasa Jawa, Ngoko Alus, Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan penyebab interferensi bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01 Ungaran Barat yang terdiri dari 28 siswa. Adapun rumusan masalahnya antara lain: 1) Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang? 2) Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun langkah-langkah dalam penelitian kualitatif ini diantaranya adalah: 1) observasi atau studi lapangan 2) pengamatan 3) pengumpulan data 4) wawancara dan 5) analisis data. Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah hasil pengamatan secara langsung dan hasil wawancara secara langsung. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian kemudian dianalisis.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Interferensi Bahasa Jawa ... 12

1. Pengertian Interferensi ... 12

2. Interferensi Bahasa Jawa ... 15

3. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus ... 22

(12)

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 41

1. Fungsi Bahasa Indonesia ... 47

2. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 49

3. Syarat Seorang pendidik ... 54

4. Belajar Bermakna ... 55

5. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 60

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 62

1. Pendekatan dan Jenis penelitian ... 62

2. Kehadiran Peneliti... 63

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63

1. Lokasi Penelitia... 63

2. Waktu Penelitian ... 63

C. Sumber Data ... 63

1. Data Primer ... 63

2. Data Sekunder ... 64

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 64

1. Obsevasi ... 64

2. Wawancara... 65

3. Dokumentasi ... 65

E. Analisis Data ... 65

1. Reduksi Data ... 65

2. Deduktif ... 66

(13)

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 67

1. Triangulasi Sumber Data ... 68

2. Triangulasi Metode ... 68

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Paparan Data ... 69

1. Gambaran Umum MI Nyatnyono 01 ... 69

a. Sejarah Berdirinya MI Nyatnyono 01 ... 69

b. Visi, Misi, dan Tujuan MI Nyatnyono 01 ... 71

c. Keadaan Siswa ... 72

d. Kurikulum dan Kegiatan Pembelajaran ... 73

e. Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 73

f. Sarana Prasarana ... 74

g. Keuangan dan Pembiayaan ... 75

h. Budaya dan Lingkungan Madrasah ... 75

i. Peran Serta Masyarakat dan Kemitraan ... 75

2. Hasil Temuan Penelitian ... 76

3. Alasan dan Penyebab Terjadinya Interferensi Bahasa ... 86

B. Analisis Data ... 89

1. Analisis terhadap bentuk interferensi bahasa Jawa ngoko alus dalam pembelajaran bahasa Indonesia ... 89

(14)

BAB V PENUTUP

(15)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Pembimbing Skripsi Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Skripsi

Lampiran 4 Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian Lampiran 5 Surat Balasan dari MI Nyatnyono 01 Lampiran 6 Lembar Konsultasi Skripsi

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hak semua anak. Dalam pembukaan Undang-undang dasar, pendidikan mendapat perhatian khusus dan tercantum secara eksplisist pada alenia ke empat. Bahkan pendidikan sudah dianggap sebagai sebuah hak asasi yang harus secara bebas dapat dimiliki oleh semua anak. Semua negara didunia harus dapat menyediakan yang gratis dan sama rata, paling tidak pada level pendidikan dasar.

Setiap pembicara mempunyai ragam bahasa, yang penggunaannya disesuaikan dengan fungsi dan keadaan ketika menggunakan bahasa tertentu. Ragam bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan acara resmi sangatlah berbeda, bahasa digunakan sesuai tempat dan siapa yang menjadi lawan bicaranya. Tidak hanya itu, bahasa juga menunjukkan kepribadian seseorang atau berbudinya seseorang dan sopan santun.

(17)

yang satu denagn bahasa yang lain tidak dapat dihindarkan. Bahasa sebagai bagian integral kebudayaan tidak dapat lepas dari masalah di atas. Saling mempengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya kosakata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosakata itu memiliki sifat terbuka.

Dalam masyarakat dwibahasa, pemilihan ragam bahasa itu berjalinan pula dengan pemilihan bahasa apa yang akan kita pakai. Penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seorang pembicara, biasanya menimbulkan interferensi, yaitu penyimpangan dari norma masing-masing bahasa, sebagai akibat pengenalan akan lebih dari satu bahasa, mengingat hal itu, jika kita hendak berbahasa dengan baik, maka kita harus sadar, kita sedang berbahasa apa, dan berusaha sedapat-dapatnya memisahkan kedua bahasa itu.

(18)

Indonesia dan bahasa Jawa secara bergantian. Selain bahasa Indonesia, siswa MI Nyatnyono 01 juga mempelajari bahasa lain, yaitu bahasa Arab dan Inggris. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa di MI Nyatnyono 01 merupakan dwibahasawan yaitu menguasai dua bahasa atau lebih.

Hal yang menghambat penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar ialah kemampuan murid berbahasa Indonesia yang masih belum memadai. Dengan kemampuan Bahasa Indonesia seperti itu, tujuan pendidikan di seokalah dasar yang telah tentukan dalam kurikulum tidaklah akan dapat dicapai seluruhnya. Kemampuan berbahasa Indonesia yang tidak memadai itu biasanya pada kelas-kelas permulaan, disebabkan karena murid sebelum masuk sekolah dasar pada umumnya tidak berbahasa Indonesia, dan baru mengenal Bahasa Indonesia di sekolah, karena situasi kebahasaan disekelilingnya, dalam kehidupan sehari-hari di sekolah di luar pelajaran, di rumah, dan di masyarakat, murid-murid itu lebih banyak menggunakan Bahasa Daerah. Karena itu, kemampuan berbahasa Indonesia mereka tidak banyak ditunjang oleh kegiatan berbahasa di luar kelas.

(19)

dalam berkomunikasi dalam kesehariannya akan mengalami kesulitan dalam memilih dan menggunakan kosakata sewaktu menulis dalam Bahasa Indonesia. Bahasa Daerah sangat berpengaruh dalam komunikasi sehari-hari bagi para siswa, bahkan dalam berkomunikasi secara formal di sekolah para siswa masih sering menggunakan bahasa ibu sebagai alat untuk berkomunikasi sedangkan Bahasa Indonesia dipakai hanya terbatas di kelas saja. Situasi seperti ini, terjadi juga pada siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Interferensi dapat terjadi karena siswa di MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, dalam berkomunikasi baik dalam lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya lebih memilih menggunakan Bahasa Daerah atau berbahasa Jawa sebagai bahasa resmi dalam berkomunikasi. Bahkan pengantar pembelajaran di sekolah pun tak jarang guru menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya, sehingga perilaku guru tersebut mempengarui siswa dalam berkomunikasi. Kebiasaan menggunakan bahasa Jawa menyebakan pemahaman kata-kata dalam Bahasa Indonesia.

(20)

dalam pikirannya tanpa ada yang mengendalikan sehingga bahasa yang digunakan siswa lebih natural dan apa adanya.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang sangat meyakinkan adanya interferensi yang terjadi dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan adanya alih penggunaan atau sering disebut dengan alih kode dan adanya campur kode. Hal tersebut terjadi karena siswa mencampurkan bahasa Jawa ngoko alus dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia.

Penguasaan kita terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kita seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah, karena pertumbuhan bahasa Indonesia itu banyak dipengaruhi oleh bahasa daerah. Sering sekali tanpa kita sadari, kita berbahasa Indonesia kita berbahasa Indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya, kata-kata yang kita gunakan dalam bertutur ialah kata-kata bahasa Indonesia, tetapi struktur kata atau kalimat yang kita gunakan adalah struktur bahasa daerah. Struktur bahasa daerah itu telah mendarah daging dalam tubuh kita, sehingga sering secara kita sadari muncul dalam percakapan kita ketika kita menggunakan bahasa Indonesia.

(21)

dan tahu benar makna tiap kata dalam setiap bahasa. Jangan menganggap bahasa Indonesia itu mudah, yang mudah ialah bahasa ragam santai, bahasa tutur yang kita gunakan sehari-hari, karena bahasa itu tidak terikat kepada kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahasa Indonesia ragam resmi tidaklah mudah. Itu sebabnya, kita diletakkan pada suatu situasi resmi yang terjaga, kita akan merasakan bahwa pekerjaan itu tidaklah mudah. Misalnya bila kita tiba-tiba harus mengucapkan pidato di depan khalayak ramai, atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau bentuk tulisan lai seperti itu, barulah akan terasa kepada kita bahwa menggunakan kata-kata yang tepat maknanya, tidaklah semudah yang sangkakan orang.

Supaya kita dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita harus memperdalam pengetahuan kita tentang bahasa itu. Kita hasus banyak membaca buku-buku yang baik isi dan bahasanya teratur. Tanpa usaha dengan sengaja kearah itu, penguasaan bahasa Indonesia kita tetap tidak akan baik.

Berangkat dari fenomena diatas, yakni interferensi bahasa yang banyak terjadi dilingkungan sekitar kita, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul “Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang

(22)

B. Fokus Penelitian

Dari berbagai uraian diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang?

2. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang? C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bentuk interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

2. Mendiskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1 MI Nyatnyono 01 Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang.

D. Manfaat Penelitian

(23)

1. Secara Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana realitas interferensi bahasa dan menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negri Salatiga (IAIN Salatiga).

2. Secara Praktis

a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk guru

b. Sebagai upaya memotivasi peserta didik agar penggunaan Bahasa Indonesia denagan baik dan benar.

c. Meningkatkan kemampuan belajar siswa khususnya pelajaran Bahasa Indonesia.

E. Penegasan Istilah

Untuk mendapatkan kejelasan dari judul di atas, penulis perlu memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Interferensi

(24)

seberapa jauh seseorang itu mampu mencampuradukkan serta bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam penggunaan bahasa lainnya.

Interferensi merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan uajran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting danpaling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan akan kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam perkembangannya tidak dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan donor. Gejala interferensi dari bahasa yang satu kepada bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi juga tidak lepas dari perilaku penutur bahasa penerima.

2. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi, yang mana bahasa yang telah diakui secara yuridis sebagai bahasa resmi dalam suatu negara. Bahasa resmi sesuai dengan statusnya yang mempunyai fungsi tertentu. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa tidak dapat lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi.

(25)

pada “konggres pemoeda”, 28 Oktober 1928 di Solo, menjadi bahasa Indonesia.

3. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat pulau Jawa terutama Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogyakarta, Jawa Timur dan masyarakat yan berasal dari daerah tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Jawa pula merukan bahasa daerah di Indonesia yang masih hidup dan berkembang. Karena penyebaran penduduk bahasa Jawa dipakai pula dibeberapa daerah luar pulau Jawa.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika pembahasanya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.

(26)

BAB III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan penegecekan keabsahan data.

BAB IV Paparan dan Analisis Data. Bab ini berisi tentang bentuk-bentuk interferensi penyebab terjadinya interferensi di MI Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Paparan data yang disajikan dengan topik sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian dan analisis data.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Interferensi Bahasa Jawa

1. Pengertian Interferensi

Iterferensi merupakan topik sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual, yang mana dalam hal tersebut berkaitan dengan alih kode dan campur kode. Alih kode adalah penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan dilakukan dengan sadar, sedangkan campur kode adalah digunakannya serpihan-serpihan dari bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa tulis maupun lisan, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan, sementara integrasi tidak dianggap sebagai gejala penyimpangan dikarenakan unsur-unsur bahasa, sumber itu telah disesuaikan dengan bahasa sasarannya dan dianggap sebagai perbendaharaan kata baru. Integrasi dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan jika tidak ada padanan kata dalam bahasa sasaran.

(28)

a. Adanya bahasa sumber atau bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke bahasa lain.

b. Adanya bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber tadi.

c. Adanya unsur bahasa yang terserap atau menyusup (importasi) atau unsur serapan.

Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich untuk menyebut adanya persentuhan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual. Menurut Weinreich (dalam buku Suandi, 2014: 12) menganggap bahwa interferensi sebagai gejala penyimpangan dari norma-norma kebahasaan yang terjadi pada penggunaan bahasa seorang penutur sebagai akibat pengenalannya terhadap lebih dari satu bahasa, yakni akibat kontak bahasa.

Menurut Osgood dan Sebeok (dalam buku Dardjowidjojo 2003: 3)

(29)

artinya penutur mempunyai kesulitan dalam menggunakan bahasa 2 karena dipengaruhi bahasa 1.

Sedangkan menurut Poerwadarminto dalam Pramudya (2006:27) menyatakan bahwa interferensi berasal dari bahasa Inggris “Interference”

yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan. Interferensi secara umum dapat diartikan sebagai percampuran dalam bidang bahasa. Percampuran yang dimaksud adalah percampuran dua bahasa atau saling pengaruh antara kedua bahasa.

Berbeda dengan Osgood dan Poerwadarminto, Hartman dan Strok (dalam buku Dardjowidjojo 2003: 6) mengatakan bahwa tidak menyebut interferensi sebagai pengacauan atau kekacauan, melainkan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa kedua.

(30)

selalu berubah sesuai dengan perubahan zaman. Interferensi dianggap gejala yang sering terjadi dalam penggunaan bahasa.

2. Interferensi Bahasa Jawa

a. Sejarah Singkat Bahasa Jawa

Bahasa Jawa merupakan bahasa pertama penduduk Jawa yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan, daerah-daerah transmigrasi di Indonesia, di antaranya, sebagian Provinsi Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan beberapa tempat di luar negri, yaitu Suriname, Belanda, New Caledonia, dan Pantai Barat Johor. Jumlah penuturnya sekarang 75,5 juta. Di dunia terdapat 6,703 bahasa. Bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dalam hal jumlah penutur terbanyak.

(31)

Latin saja, tetapi juga ditulis dengan huruf arab. Huruf Arab dipakai dan disesuaikan dengan sistem bahasa Jawa dan diubah menjadi huruf Pegon.

Bahasa Jawa Kuno dipakai oleh masyarakat Jawa sejak abad pertama Mesir sampai dengan abad ke-15. Mulai abad pertama sampai dengan keenam bahasa Jawa kuno hanya dipakai secara lisan. Bahasa Jawa Kuno banyak mendapat pengaruh tambahan kosakata Sansekerta. Jumlah kosakata dari bahasa Sansekerta mencapai 45% dari keseluruhan kosakata bahasa Jawa Kuno yang ada. Bahasa Jawa Kuno dipakai sebagai wahana baik lisan maupun tertulis dalam suasana kebudayaan Hindu-Budha-Jawa sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-15. Huruf yang dipakai mula-mula ialah Pallawa kemudian diciptakan huruf Jawa Kuno. Pemakaian bahasa Jawa Kuno tertua tertulis ialah pada Prasasti Sukabumi berangka tahun 726 Saka (25 Maret 804 Masehi). Karya sastra yang paling awal disadur dalam bahasa Jawa Kuno dengan huruf Jawa Kuno pada abad ke-19 ialah Ramayana dan Mahabarata, berasal dari India.

(32)

tumbuh subur dalam upacara suasana keagamaan. Kekawin Ramayana, Sutasoma, dan Bharatayudha berbahasa Jawa Kuno

yang lebih bersuasana budaya Hindu-Budha-Jawa masih sering ditembangkan, didiskusikan, dan diterjemahkan dalam bahasa Bali/Indonesia oleh para sekaha bahasan yang hampir tersebar di seluruh kawasan pulau itu. Hal yang sama dengan kakawin yang sering diulas dan ditembangkan ialah berbagai kindung berbahasa Jawa Pertengahan yang lebih bersuasana budaya Bali-Jawa, diantaranya, Kidung Harsawijaya, Kidung Sunda, Kidung Rangga Lawe, dan Wangbang Wadeya.

(33)

Tersebarnya bahasa Jawa di Suriname, Belanda, dan New Caledonia bersamaan dengan datangnya orang Jawa di sana. Kelompok pertama orang Jawa sebagai tenaga kerja yang datang di Suriname atas prakarsa Belanda pada 9 Agustus 1890. Ratusan kelompok berikutnya datang kemudian. Peristiwa itu berlangsung sampai dengan Desember 1939. Pada tahun 1971, berdasarkan sensus, disebutkan ada 60.000 orang Jawa di Suriname. Menjelang kemerdekaan Suriname tahun 1975 ada 30.000 orang berimigrasi ke Belanda. Sekarang ada sekitar 60.000 orang Jawa di Suriname. Kedatangan orang Jawa di New Caledonia sebagai tenaga kerja dimulai sejak awal ke abad ke-20. Data terakhir pada tahun 1963 ada 3.900 orang Jawa di New Caledonia (Purwadi, 2004: 18).

Bahasa Jawa termasuk rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu rumpun sebelah barat dan timur. Termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia sebelah barat, diantaranya bahasa Indonesia (Melayu), Sunda, Jawa, Bali, Madura, Bugis, bahasa-bahasa di Sulawesi Utara dan di kepulauan Filipina. Karena serumpun, banyak morfem imbuhan pada bahasa-bahasa itu mirip atau sama. Fungsi dan artinya pun kadang-kadang sama (Purwadi, 2004: 25)

(34)

sedang merantau di seluruh kepulauan Nusantara. Bahkan di luar negri pun banyak orang Jawa yang tetap berbahasa Jawa dengan sesamanya.

b. Implementasi Pembelajaran Bahasa Jawa

Komunikasi orang Jawa dalam pergaulan sangat memperhatikan unggah-ungguhing basa. Kepribadian seseorang bisa dicitrakan dalam bentuk kemampuan berbahasa. Penggunaan bahasa secara tepat akan mendatangkan sikap hormat. Pilihan kata yang benar menyebabkan urusan menjadi lancar. Terlebih-lebih krama yang merupakan bahasa Jawa halus, penerapannya memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang memadai.

Menurut Purwadi (2004: 4) kewibaan bahasa Jawa menjadi lebih terhormat secara formal dan mendapat pengakuan secara legal dari negara. Terbukti bahwa bahasa Jawa menjadi salah satu kurikulum muatan lokal Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, sehingga peserta didik sejak dini sudah mengenal dasar-dasar struktur gramatika bahasa Jawa. Bahkan ada beberapa Perguruan Tinggi Negri yang membuka jurusan Bahasa dan Sastra Jawa.

(35)

Jawa halus, berarti sudah memulai hubungan yang penuh tata krama. Masing-masing pihak terjaga perasaannya dan emosi mudah terkendali.

Bahasa merupakan alat komunikasi dalam pergaulan sehari-hari. Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga masih harus memperhatikan siapa orang yang diajak berbicara. Berbicara kepada orang tua berbeda dengan berbicara pada anak kecil atau yang seumur. Kata-kata atau bahasa yang ditunjukan pada orang lain itulah yang disebut: unggah-ungguhing basa.

c. Unggah-ungguhing Basa

Unggah-ungguhing basa merupakan alat untuk menciptakan jarak sosial, namun di sisi lain unggah-ungguhing basa juga merupakan produk dari kehidupan sosial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa struktur masyarakat merupakan faktor pembentuk dari struktur bahasa. Atau dapat juga dikatakan struktur bahasa merupakan pantulan dari struktur masyarakat. Struktur bahasa yang mengenal unggah-ungguhing basa merupakan pantulan dari struktur masyarakat yang mengenal tingkatan-tingkatan sosial atau stratifikasi sosial. Makin rumit unggah-ungguhing basa, pasti makin rumit juga stratifikasi sosialnya.

(36)

ngoko dan krama, lalu diantara kedua tataran pokok itu terdapat banyak variasi.

Dalam unggah-unggihing basa, ada pula basa Ngoko yang disusun dari kata-kata ngoko semua, adapun kata: aku, kowe, dan ater-ater: dak-, ko-, di-, juga panambang: -ku, -mu, -e, -ake, tidak

berubah. Adapun gunanya untuk bercakap-cakap atau berbicara: 1) Orang tua kepada anak, cucu, atau pada anak muda lainnya. 2) Percakapan orang-orang sederajat, tidak memperhatikan

kedudukan dan usia, jadi seperti kanak-kanak dengan temannya. Pada awal revolusi basa ngoko seringkali dipakai dalam pertemuan atau rapat. Mereka menyebut bahasa ini Basa Jawa Dipa. Namun saat ini dalam pertemuan atau rapat, yang sering dipakai adalah Bahasa Indonesia, dan jika terpaksa menggunakan Bahasa Jawa mereka kembali menerapkan unggah-ungguhing basa dalam pertemuan seperti dahulu, yaitu

menggunakan bahasa krama. Sebab orang yang diajak berbicara dalam petemuan itu dianggap orang yang harus dihormati. 3) Atasan pada bawahannya, juga menggunakan basa ngoko.

(37)

4) Dipakai pada saat ngunandika, sebab yang diajak berbicara adalah diri sendiri tentu saja tidak perlu penghormatan.

3. Interferensi Bahasa Jawa Ngoko Alus

Bahasa Jawa Ngoko alus, bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, yang berasal dari tanah Jawa itu sendiri. Menurut Suryaningrum, Bahasa Jawa Ngoko Alus untuk menekankan tuturan pada topik yang dipentingkan, untuk mengutip kalimat, untuk ngudarasa, merayu mitra tutur, untuk mengembalikan situasi non-formal ke formal, untuk menyakinkan mitra tutur, untuk melakukan transliterasi, untuk memberi informasi, untuk berdoa, dan untuk memperlancar komunikasi.

Bahasa Jawa Ngoko alus menurut Haryana (2001: 5) bahasa ngoko yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah terbiasa serta yang dianggap sesama atau satu strata sosial. Ciri khas dari ngoko alus yakni gaya bahasa yang digunakan lebih halus dan dengan tujuan tidak menyakiti hati dan menghormati lawan bicaranya. Sebagai contoh: “Mau Bu Brata ngutus aku supaya nyaosake layang

marang panjenengan”, yang apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Tadi Bu Brata menyuruh saya supaya memberikan

surat kepadamu”. Bahasa Jawa Ngoko alus pun apabila didengar lebih

enak di telinga, meski dengan kata yang sederhana.

(38)

mengajar di sekolah. Berdasarkan pada Undang- undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan pada Bab III tentang Bahasa Negara pasal 25 ayat 3 disebutkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana di maksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi, dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Amanat undang-undang tersebut secara tersurat mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam pelaksanaan pembelajaran karena merupakan bagian dari pelaksanaan pendidikan. Namun, faktanya dalam pelaksanaan pembelajaran fenomena interferensi ini sangat sulit dihindari. Tak lain adalah fenomena interferensi bahasa Jawa ngoko alus dalam bahasa Indonesia. Sebab, bahasa Jawa sebagai bahasa pertama orang Jawa, dengan begitu sangatlah mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia pun menjadi bahasa kedua bagi penggunanya. Hal ini dapat dilihat dalam tuturan berikut.

(1) Anak-anak yang sudah membaca langsung nulis soal di buku PR (2) Riza, kamu kenapa ndak mau ndengerin bu guru?

(39)

Proses pembentukan kata nulis, ndengerin, nanya, dan njawab terjadi kerena dipengaruhi oleh kaidah morfofonemik bahasa Jawa. Kaidah tersebut yaitu apabila afiks n- melekat pada kata dasar berawalan dengan fonem /t/ maka akan luluh seperti berikut.

n-+tutup = nutup ”menutup”

n-+timba = nimba “menimba”

Berdasarkan hal tersebut, proses pembentukan kata nulis, ndengerin, nanya, dan njawab sebagai berikut.

n-+tulis = nulis “menulis”

n-+dengar (denger)+ -in = ndengerin “mendengarkan”

n-+tanya = nanya “bertanya”

n-+jawab = njawab “menjawab”

Wujud interferensi tersebut jika dibiarkan secara terus menerus dalam konteks pembelajaran, bukan tidak mungkin bahasa Indonesia akan diabaikan. Bisa jadi, penutur akan berprinsip “asal orang yang

diajak bicara mengerti”. Kejadian seperti ini akan membawa peran bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan menjadi tidak bermatabat.

Dalam konteks lain, wujud interferensi bahasa Jawa ngoko alus ke dalam bahasa Indonesia justru sengaja dilakukan dengan tujuan menghormati mitra tutur. Cermati kata berikut.

(40)

(3) Bu guru saya haus, kalau minum di kelas angsal bu?

Contoh tersebut menunjukkan bahwa interferensi bahasa Jawa ngoko alus ke dalam bahasa Indonesia bukanlah pengacauan, tetapi salah satu upaya atau strategi pewujudan kesantunan berbahasa. Rahardi (2005:67) menyatakan, santun berbahasa sangat penting diperhatikan dalam kehidupan sosial untuk menghindari konflik yang mungkin terjadi setiap interaksi komunikasi. Bahasa santun berfungsi dalam dua cara, semuanya berhubungan dengan budaya, yaitu (1) melalui apa yang dikatakan dan apa rujukannya atau yang disebut semantik, dan (2) melalui apa yang dilakukan dalam konteks atau dikenal dengan istilah pragmatik. Namun, dalam hal ini lebih dikaitakan dengan sosiolinguistik.

Ngalim (2013:78) menjelaskan bahwa kesantunan berbahasa merupakan salh satu wujud perilaku berbahasa (language behavior) yang disepakati oleh komunitas pemakai bahasa tertentu, dalam rangka saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain. Tujuan mempelajari kesantunan berbahasa adalah bagaimana kesantunan didefinisikan sebagai wujud komunikasi yang respek terhadap hubungan antara penutur dengan mitra tutur sehingga penggunaan strategi komunikasi dikenal oleh masyarakat sebagai sebuah kekuatan penuturan yang sekaligus dilakukan secara khusus.

(41)

sopan-santun berbahasa atau ini lazim diungkapkan dengan kata ganti orang, sistem sapaan, dan penggunaan gelar. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si alamat/pendengar diwujudkan dalam seleksi kata data/atau sistem morfologi kata-kata tertentu. Beberapa aturan atau maksim dalam prinsip kesantunan, yaitu (1) maksim kebijakan yang mengutamakan kearifan bahasa, (2) maksim penerimaan yang mengutamakan keuntungan untuk orang lain dan kerugian untuk diri sendiri, (3) maksim kemurahan yang mengutamakan kesalutan/rasa hormat pada orang lain dan rasa kurang hormat pada diri sendiri, (4) maksim kerendahan hati yang mengutamakan pujian pada orang lain dan rasa rendah hati pada diri sendiri, (5) maksim kecocokan yang mengutamakan kecocockan pada orang lain, dan (6) maksim kesimpatisan yang mengutamakan rasa simpati pada orang lain. Dengan menerapkan prinsip kesopanan ini, orang tidak lagi menggunakan ungkapan-ungkapan yang merendahkan orang lain sehingga komunikasi akan berjalan dalam situasi yang kondusif ( Harjawiyana, 2001: 23)

(42)

4. Interferensi Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia

Dari segi pengembangan bahasa, interferensi merupakan suatu mekanisme yang sangat penting untuk memperkaya dan mengembangkan suatu bahasa untuk mencapai taraf kesempurnaan bahasa, sehingga dapat digunakan dalam segala bidang kegiatan. Bahkan Hocket (dalam buku Suandi 2014: 19) mengatakan bahwa interferensi merupakan suatu gejala terbesar, terpenting dan paling dominan dalam bahasa.

Kontribusi utama interferensi yaitu bidang kosakata. Bahasa yang mempunyai latar belakang sosial budaya, pemakaian yang luas dan mempunyai kosakata yang sangat banyak, akan banyak memberi kontribusi kosakata kepada bahasa-bahasa yang berkembang dan mempunyai kontak dengan bahasa tersebut. Dalam proses ini bahasa yang memberi atau memengaruhi disebut bahasa sumber atau bahasa donor, dan bahasa yang menerima disebut bahasa penyerap atau bahasa resepien, sedangkan unsur yang diberikan disebut unsur serapan atau inportasi.

(43)

yang berdwibahasa. Mereka menggunakan bahasa Indonesia di samping bahasa daerahnya masing-masing. Pengaruh bahasa Indonesia terhadap bahasa Jawa baik lisan maupun tulisan merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan.

Interferensi dapat terjadi pada saat penutur menggunakan bahasa pertama ketika sedang berbicara dalam bahasa kedua, pemakaian bahasa ibu pada saat berbicara dengan bahasa Indonesia mengakibatkan adanya penyimpangan struktur bahasa. Penyimpangan struktur tersebut dapat mengakibatkan terjadinya interferensi. Adapun faktor yang membelakangi timbulnya interferensi antara lain:

(44)

b. Penutur ingin menunjukkan nuansa kedaerahan pada percakapannya. Ada suatu kenyamanan ketika bertutur memakai bahsa daerah dengan orang yang berasal dari daerah yang sama. Dengan menggunakan bahasa daerah, percakapan akan dirasakan akrab oleh penutur.

Selain faktor-faktor di atas menurut Weinrich ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi:

1. Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

2. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

(45)

3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa sumber, cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.

Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa penerima.

4. Menghilangya kata-kata yang jarang digunakan

(46)

interferensi, yaitu penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.

Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat dintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.

5. Kebutuhan akan sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan adanya kata yang bersinonim, pemakaian bahas dapat mempunyai variasi kosakata yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.

(47)

6. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pemakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan.

7. Terbawanya kebiasaan bahasa ibu

Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam menggunakan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.

Ada tiga unsur penting yang mengambil peranan dalam terjadinya proses interferensi yaitu:

(48)

dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur bahasa itu kerapkali dipinjam untuk kepentingan komunikasi antarwarga masyarakat.

2. Bahasa sasaran atau bahasa penyerap (recipient). Bahasa penyerap adalah bahasa yang menerima unsur-unsur asing itu dan kemudian menyelaraskan kaidah-kaidah pelafalan dan penulisannya ke dalam bahasa penerima tersebut.

3. Unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud di sini adalah beralihnya unsur-unsur dari bahasa asing menjadi bahasa penerima.

Interferensi merupakan gejala umum dalam sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih dalam masyarakat tutur yang multilingual. Hal ini merupakan suatu masalah yang menarik perhatian ahli bahasa. Mereka memberikan pengamatan dari sudut pandang yang berbeda-beda. Berdasarkan pengamatan para ahli tersebut muncullah berbagai macam jenis interferensi.

Secara umum, interferensi menjadi lima macam, yaitu:

1. Interferensi kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh dwibahasawan. Dalam tutur-fenomena atau pengalaman baru.

(49)

3. Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi belum dapat diterima sebagai bagaimana bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu. 4. Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan

artikulasi.

5. Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan sintaksis.

Interferensi menurut Jendra (2007: 144), dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang menimbulkan berbagai macam interferensi. Interferensi tersebut dapat dilihat dari pandangan (1) bidang unsur serapan, (2) asal usul unsur serapan, (3) arah unsur serapan, dan (4) pelakunya.

(50)

a) Interferensi Fonologi atau Bunyi

Interferensi terjadi bila penutur itu mengidentifikasi fonem sistem bahasa pertama (bahasa sumber atau bahasa yang sangat kuat memengaruhi seorang penutur) dan kemudian memakainya dalam sistem bahasa kedua (bahasa sasaran). Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, dia menyesuaikan pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama.

Menurut Weinreich tipe interferensi dalam bidang fonologi penutur Jawa disebut sebagai interferensi overdiferensiasi.

Penutur dari Jawa selalu menambahkan bunyi nasal yang homorgan di muka kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya pada kata: /mBandung/, /mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/, /nyJambi/ dalam pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata bunyi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia.

b) Interferensi Morfologi atau Tatabahasa

(51)

Misalnya awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya tertabrak, kejebak seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya

terlalu kecil. Tipe lain interferensi ini adalah interferensi

struktur, yaitu pemakaian struktur bahasa pertama dalam bahasa kedua.

c) Interferensi Sintaksis atau Kosakata

Interferensi ini terjadi karena pemindahan morfem atau kata bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua. Bisa juga terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni memperluas makna kata yang sudah ada sehingga kata dasar tersebut memperoleh kata baru atau bahkan gabungan dari kedua kemungkinan di atas.

Contoh kalimat bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa-Indonesia dalam berbahasa Jawa-Indonesia. Bunyi kalimat itu adalah “Di sini toko Laris yang mahal sendiri” (diangakt dari Djoko

Kentjono 1982 dalam buku Jendra 2007: 150).

Kalimat bahasa Indonesia itu berstruktur bahasa Jawa, sebab dalam bahasa Jawa bunyinya adalah

Ning kene toko Laris sing larang dhewe”.

(52)

Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan saja (Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda tangani saja)

d) Interferensi Semantik atau Tatamakna

Interferensi dalam tata makna dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Interferensi perluasan makna atau expainsive interference, yakni pereistiwa penyerapan unsur-unsur kosakata ke dalam bahasa lainnya.

2. Interferensi penambahan makna atau additive, yakni penambahan kosakata baru dengan makna yang agak khusus meskipun kosakata lama masih tetap dipergunakan dan masih mempunyai makna lengkap.

3. Interferensi penggantian makna atau resplasive interference, yakni interferensi yang tejadi karena penggantian kosakata yan disebabkan adanya perubahan makna.

2) Jenis Interferensi Ditinjau dari Asal-Usul Unsur Serapan

Ditinjau dari asal-usul serapannya interferensi dapat dibedakan menjadi dua macam.

(53)

b. Penyusupan bukan sekeluarga, merupakan interferensi yang terjadi antarbahasa yang tidak sekeluaraga. Misalnya penyusupan bahasa Iggris ke bahasa Indonesia, atau sebaliknya.

Kedua macama interferensi di atas memiliki nilai yang kurang menguntungkan. Dikatakan demikian karena pada hakikatnya interferensi bersifat pengacauan atau penyimpangan. Bentuk interferensi seperti di atas sebaliknya dihindari penggunaannya.

3) Jenis Interferensi Ditinjau dari Arah Unsur Serapan

Komponen interferensi seperti yang telah dijelaskan sebelumya meliputi tiga unsur bahasa, yaitu bahasa sumber atau bahasa donor, bahasa penyerap atau peneriam, dan unsur serapan itu sendiri. Setiap bahasa secara teoretis akan sangat mungkin berkedudukan sebagai bahasa sumber, demikian juga sebaliknya. 4) Jenis Interferensi Ditinjau dari Segi Pelakunya

Ditinjau dari segi pelakunya interferensi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi perlakuan dan interferensi perkembangan.

a. Interferensi perlakuan, merupakan interferensi yang terjadi pada pelaku bahasa perseorangan.

(54)

bahasa asing pada tingkat permulaan. Interferensi perkembangan ini perlu mendapatkan perhatian khusus, agar kekacauan tersebut tidak terus terjadi. Pencegahan dan penanggulangan gejala interferensi seyogyanya dilakukan oleh setiap pengajar bahasa demi pembinaan dan pengembangan bahasa yang dijadikan bahasa pelajaran tersebut.

Dennes dkk. (dalam buku Suandi 2014: 23 ) yang mengacu pada pendapat Weinrich mengidentifikasi atas empat jenis. Berikut diuraikan keempat jenis interferensi tersebut.

(1) Peminjaman unsur suatu bahasa ke dalam tuturan bahasa lain dan dalam peminjaman itu ada aspek tertentu yang ditransfer. Hubungan antar bahasa yang unsur-unsurnya dipinjam disebut bahasa sumber, sedangkan bahsa penerima disebut bahasa peminjam.

(2) Penggantian unsur suatu bahasa dengan padanannya ke dalam suatu tuturan bahasa yang lain. Dalam penggantian itu ada aspek dari suatu bahasa disalin ke dalam bahasa lain yang disebut subtitusi.

(55)

(4) Perubahan fungsi morfem melalui jati diri antara suatu morfem bahasa B tertentu dan morfem bahasa A tertentu, yang menimbulkan perubahan fungsi morfem bahasa B berdasarkan satu model tata bahasa A.

Yusuf membagi peristiwa interferensi menjadi empat jenis, yaitu:

1) Interferensi bunyi, interferensi ini terjadi karena pemakaian bunyi satu bahasa ke dalam bahasa yang lain dalam tuturan dwibahasawan.

2) Interferensi tatabahasa, interferensi ini terjadi apabila dwibahasawan mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama kemudian menggunakannya dalam bahasa keduanya.

3) Interferensi kosakata , interferensi ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya terjadi pada kata dasar, tingkat kelompok kata maupun frasa.

4) Interferensi tata makna, interferensi ini bisa terbagi menjadi tiga bagian, yaitu (a) interferensi perluasan makna, (b) interferensi penambahan makna, dan (c) interferensi penggantian makna.

(56)

1) Mentransfer unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. 2) Adanya perubahan fungsi dan kategori yang disebabkan

oleh adanya pemindahan.

3) Penerapan unsur-unsur bahasa kedua yang berbeda dengan bahasa pertama.

4) Kurang diperhatikannya struktur bahasa kedua mengingat tidak ada equivalensi dalam bahasa pertama.

B. Pembelajaran Bahasa Indonesia

(57)

muslim sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran islam. Dengan itu berarti Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim sekaligus berarti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pendidik yang berhasil. Apa yang telah dilakukan oleh Rasul dalam membentuk manusi, kita rumuskan sekarang dengan pendiidkan Islam. Cirinya ialah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Untuk itu, perlu adanya usaha, kegiatan, cara, alat, dan lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya.

(58)

Berkenaan dengan pendidikan bahwasanya pendidikan itu juga perlu adanya tanggung jawab. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Memasuki pembahasan mengenai pemelajaran Bahasa Indonesia. Bahasa menurut Dardjowidjojo (2003:16) adalah suatu sistem simbol lisan yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama. Sistem pada definisi ini merujuk pada adanya elemen-elemen berserta

hubungan satu sama lainnya yang akhirnya membentuk suatu konsisiten yang sifatnya hierarkhis. Dalam bidang fonologi, misalnya, elemen-elemen ini adalah bunyi-bunyi yang terdapat pada bahasa yang bersangkutan. Elemen bunyi ini tentunya berebeda dari satu bahasa ke bahasa yang lain.

(59)

dalam arti bahwa perpaduan antara bunyi satu dengan bunyi yang lain tidak acak tetapi mengikuti aturan tertentu.

Sistem dalam bahasa adalah sistem yang terdiri dari simbol-simbol. Kerena bahasa adalah lisan, maka simbol-simbol ini juga

simbol-simbol lisan. Simbol-simbol ini bersifat arbiter, yakni tidak ada keterkaitan antara simbol-simbol ini dengan benda, keadaan, atau peristiwa yang diwakilinya. Tidak ada alasan mengapa benda yang dipakai untuk duduk dinamakan kursi, yang dikirimkan lewat pos dinamakan surat, dan yang diminum namanya air, begitu pula keadaan yang tidak sehat dinamakan sakit, dan perbuatan mengambil milik orang lain dinamakan mencuri. Semua kata ini tidak mempunyai alasan mengapa demikian wujudnya.

(60)

Sebaliknya, kalimat Inggris How old are you? yang ditujukan kepada seorang wanita terasa normal bagi kita, tetapi dianggap kurang layak oleh penutur Inggris karena dalam tatabahasa Inggris maslah umur, terutama bagi wanita, adalah masalah pribadi yang tidak layak untuk dipertanyakan.

Waktu kita mendengarkan orang lain berbicara, kita rasanya dengan begitu saja dapat memahami apa yang dia katakan. Kita tidak menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi-bunyi yang melewati udara itu sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat komplek. Hal ini kita rasakan apabila kita mendengarkan orang yang berbicara dalam bahasa asing. Kecuali bila bahasa asing kita telah sangat baik, biasanya kita benar-benar menyimak tiap kata yang dia keluarkan untuk dapat memahaminya. Bahkan yang sering terjadi ialah bahwa belum lagi kita menangkap dan memahami suatu deretan kata yang diucapkan, pembicara tadi telah berlanjut dengan kata-kata yang lain sehingga akhirnya kita ketinggalan. Hasilnya adalah bahwa kita tidak dapat memahami, atau tidak memahami dengan baik, apa yang kita katakan.

(61)

penutur bahasa membantu kita dalam proses persepsi. Faktor lain yang membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran adalah pengetahuan kita tentang sintaksis maupun semantik bahasa kita. Suatu bunyi yang terucap dengan tidak jelas dapat diterka dari wujud kalimat di mana bunyi itu terdapat. Bila dalam mengucapkan kalimat Dia sedang sakit kita terbatuk persis pada saat kita akan mengucapkan kata sakit, sehingga kata ini kedengaran seperti /keakit/, pendengar kita akan dapat menerka bahwa kata yang terbatukkan itu adalah sakit dari konteks di mana kata itu dipakai atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh pembicara.

Menurut Iskandarwassid, dkk (2015: 264) mengatakan bahwa, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesia berfungsi antara lain sebagai bahasa resmi negara, bahasa pengantar resmi lembaga pendidikan, bahasa resmi berhubungan pada tinkat nasional, dan bahasa media massa. Melalui peningkatan mutu pembelajaran bahasa Indonesia akan menghantarkan ke pintu gerbang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(62)

penguasaan kebahasaan, aspek kesastraan, dan aspek keterampilan berbahasa yang meliputi: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. 1. Fungsi Bahasa Indonesia

Sesuai dengan kedudukan bahasa Indonesia sebahagi bahasa nasional dan bahasa negara, maka fungsi bahasa Indonesia adalah: a. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa.

b. Sarana peningkatan pengetahuan dan ketampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya. c. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa

Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

d. Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk berbagai keperluan masalah.

e. Sarana pengembangan penalaran.

Dengan demikian, fungsi bahasa Indonesia menyangkut pengembangan sikap, logika, dan keterampilan. Sementara ditinjau dari sudut perkembangan psikologis, maka bahasa Indonesia mempercepat proses sosialisasi diri dan alat untuk pernyataan diri, yang pada proses berikutnya memantapkan konsep diri atau percaya diri. Artinya, pada saat-saat usia tertentu akan terlayani kebutuhannya.

(63)

akhirnya kemampuan menggunakan bahasa Indonesia baik ragam tulis maupun ragam lisan.

Adapun hal-hal dapat diperhatikan yang berkenaan dengan pelaksanaan yakni: butir pembelajaran kebahasaan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Pelaksanaannya di kelas butir pembelajaran ini, diintegrasikan ke dalam butir pembelajaran lain yang dapat dilakukan secara bersamaan. Keterampialn menyimak ini tentunya dapat dipadukan baik dengan keterampilan berbicara, membaca dan menulis bahkan dengan aspek-aspek kebahasaan yang terdapat pada pada wacana yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Carthy dalam Tarigan dan Tarigan yang menyatakan bahwa kegiatan menyimak dan berbicara berhubungan erat dengan bahasa lisan. Sedangkan membaca dan menulis berhubungan erat dengan bahasa tulis. Kegiatan membaca nyaring merupakan perkecualian mencakup kedua kegiatan tersebut.

(64)

Pendekatan ini banyak keuntungannya, diantarannya waktu yang digunakan cukup efektif, siswa akan melihat materi dalam konteks yang saling berhubungan, karena pada dasarnya bahasa merupakan sebuah sistem, butir pembelajaran bukan kotak-kotak lepas yang terpisah dari satuannya.

2. Aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pengajaran bahasa Indonesia aspek yang terkandung diantaranya adalah:

a. Mendengarkan

Mendengarkan ialah mengarahkan perhatian dengan sengaja kepada suara, atau menangkap pikiran orang berbicara dengan alat pendengaran kita, dengan tepat dan teratur.

Mendengar dan mendengarkan itu berbeda. Mendengar dapat dilakukan setiap orang yang alat pendengarannya normal, dengan kata lain jika orang itu tidak tuli. Sedangkan mendengarkan membutuhkan kecakapan yang harus dipelajari dengan latihan-latihan yang berulang-ulang, kecakapan yang tidak dikuasai dengan cukup oleh setiap orang.

Untuk mendengarkan dengan baik, kita harus: 1) Mengerti akan kata-kata yang dipakai.

2) Memahami dan mengenal bentuk kalimatnya.

(65)

b. Membaca

Membaca dan mendengarkan keduanya termasuk penguasaan bahasa basif. Tujuan membaca ialah menangkap bahasa yang tetulis dengan tepat dan teratur. Mendengarkan itu berlangsung dengan spontan, dan diajarkan denagn spontan pula. Sedangkan membaca ialah menangkap pikiran dan perasaan orang lain denagan perantaraan tulisan (gambar dari bahasa yang dilisankan). Jadi pada mendengarkan, dengan langsung kita tangkap melalui tanda-tanda, kita harus menguasai teknik membaca. Dalam pengajaran membaca tugas kita ialah:

1) Mengajarkan teknik membaca

2) Mengajarkan membaca yang sebenarnya, yaitu menangkap pikiran dan perasaan orang lain melalui bahasa tulisan. c. Bercakap-cakap

Bercakap-cakap ialah termasuk kepada penguasaan bahasa aktif. Yang dimaksud dengan bercerita ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang teratur, dengan memakai bahasa lisan. Sesungguhnya kedua pengertian itu memang berbeda, dan digunakan untuk pengejaran yang berbeda maksud serta pelaksanaannya.

(66)

anak-anak supaya dapat melahirkan perasaan dan pikirannya denagan teratur secara lisan. Sedangkan guru dalam hal ini hanyalah memimpin dan memberi petunjuk-petunjuk seperlunya. Bercerita kecuali merupakan mata pelajaran, juga merupakan bentuk mengajar yang dapat digunakan terhadap berbagai mata pelajaran. Di SD/MI kerap kali bercerita itu dihubungkan dengan mata pelajaran budi pekerti. Pengajaran budi pekerti di SD/MI umumnya dilaksanakan atau merupakan pengajaran bercerita. Dalam pengajaran bercerita guru yang aktif bercerita, para siswa mendengarkan. Tujuan pengajaran bercerita tergantung kepada isi dan cara melaksanakan atau menyajikan bahannya.

d. Menulis/Mengarang

(67)

1) Memperkaya perbendaharaan bahasa aktif dan pasif.

2) Melatih melahirkan pikiran dan perasaan dengan lebih teratur secara tertulis (melatih ekspresi jiwa dalam bentuk tulisan).

3) Latihan memaparkan pengalaman-pengalam dengan tepat. 4) Latihan-latihan pengguanaan ejaan yang tepat (ingin

menguasai bentuk bahasa).

Guru sebagai fasilitator, dituntut untuk dapat memilih buku pegangan siswa yang sejalan dengan silabus. Artinya, guru tidak baik jika mentah-mentah menggunakan buku teks (pegangan siswa) tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran di kelas, guru harus memilih dan memilah bahan mana yang sesuai dengan tuntutan silabus. Pemilihan bahan yang terdapat pada buku teks harus berdasar kepada silabus dan buku pegangan guru. Jadi sangat disesalkan andaikata masih terdapat guru yang hanya mengenal buku teks/buku siswa, dan tidak mengenal silabus ataupun buku pegangan guru.

(68)

seharusnya dilakukan pada tahap persiapan, sebelum proses pembelajaran dimulai.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bukan pembelajaran butir per butir satuan-satuan bahasa. Bukan pula pembeljaran yang hanya mengetengahkan teori bahasa ataupun teori sastra. Pembelajaran bahasa harus diarahkan untuk mendidik manusia Indonesia seutuhnya, dalam hal ini siswa MI, agar mereka dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar, yang digunakannya untuk menyampaikan kebaikan dan kebenaran. Sehingga peran bahasa Indonesia bukan hanya sebagai alat komunikasi namun sekaligus menjadi isi komunikasi.

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi bukan hanya sebagai pencerdas bangsa melainkan digunakan pula untuk keperluan pembinaan dan pengembangan pribadi muslim yang beriman, berilmu dan dapat beramal baik. Hal itu tentunya sesuai dengan tuntunan kewajiban sebagai seorang muslim yang hidup dan kehidupannya merujuk kepada Al-Quran. Mengingat Al-Quran merupakan sumber rujukan utama bagi manusia yang memiliki kesempurnaan baik ditinjau dari segi bahasa maupun isinya.

Hal tersebut secara tegas dituangkan dalam surat Al Jasiyah yang berbunyi:

نوُنِقوُي ِمموَقِّل ٌةَمحمَرَو ىًدُهَو ِساَّنلِل ُرِئاَصَب اَذَه

(69)

Artinya: “Al-Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini” (Q.S Al Jasiyah : 20)

3. Syarat Seorang Pendidik

Pendapat Highet (dalam buku Zakiah 2014: 39) bahwa seorang guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat diantaranya adalah: a. Mencintai jabatannya sebagai guru.

b. Menguasai benar-benar mata pelajaran yang diajarkannya. c. Gemar pada mata pelajaran yang diajarkannya.

d. Mempunyai rasa cinta, adil, dan tanggung jawab akan anak didiknya.

e. Mengetahui pengetahuan akan keadaan anak didiknya.

f. Mempunyai pengetahuan yang luas tentang segala sesuatu, terutama yang ada hubungannya dengan mata pelajaran yang diajarkannya.

g. Mempunyai rasa humor.

Disamping itu, seorang guru yang baik haruslah mempunyai: 1. Ingatan yang kuat.

2. Pribadi dan kemauan yang keras. 3. Ramah-tamah.

4. Berlaku sabar, tenag dan berwibawa.

(70)

4. Belajar Bermakna

Menurut Mursell (dalam buku Zakiah Darajat 2014: 41), khususnya dalam masalah “apa dan bagaimana belajar yang bermakna” dapat

dijadikan bekal dalam rangka pengembangan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pokok-pokok pikiran Mursell tersebut adalah: a. Harus bertujuan dan pelajaran itu ada maknanya bagi anak didik. b. Belajar itu haruslah bersifat menemukan dan pengalam baru

konsep-konsep dalam belajar.

c. Hasil belajar itu haruslah merupakan pemahaman.

d. Hasilnya haruslah menguasai meteri yang dipelajari secara optimal.

Selanjutnya Mursell mengemukakan enam prinsip yang harus ditempuh untuk mencapai succesful teaching tersebut:

a. Prinsip Contex. Setting of material dari bahan yang diajarkan itu haruslah demikian rupa hingga merupakan bahan yang baik dan berhubungan dengan bagian-bagian lainnya.

b. Prinsip Focus. Bahan itu haruslah menjadi “center of interest” bagi anak didik.

c. Prinsip Socialization. Hubungan sosial guru-murid haruslah sedemikian rupa, secara demokratis.

(71)

“readiness” murid, kematangan murid, pelajaran itu haruslah

fleksible dan jangan bersifat memforser.

e. Prinsip Sequence. Memperhatikan urutan psychologis, jangan hanya urutan logis.

f. Prinsip Evaluation. Guru mengadakan penilaian terhadap hasil yang diajarkannya, dan murid mengadakan penilaian terhadap apa yang dicapainya. Penilaian bagian dari belajar.

Menjadi pembimbing dalam kegiatan belajar mengajar, perlu adanya kreatifitas agar pembelajaran terasa indah dan menyenangkan. untuk mengubah keadaan menjadi indah serta menyenangkan dengan kreatifitas sendiri, bukan dari orang lain. Islam telah menggariskan yang berhubungan dengan proses perubahan itu, yaitu dalam Al Quran surat Ar Ra‟ad yang berbunyi:

اوُرِّ يَغُ ي َّٰتََّح ٍمموَقِب اَم ُرِّ يَغُ ي َلَ َهَّللٱ َّنِإ

اَم

ممِهِسُفنَأِب

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu

kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Q.S Ra‟d : 11).

Gambar

Tabel Interferensi bahasa, percakapan siswa yang peneliti amati.
Gambar kamu kuk
Gambar Saiful apik

Referensi

Dokumen terkait

Penulis akan membahas makna dari verba wakaru, shiru, dan rikai suru serta bagaimana penggunaan rikai suru, wakaru, dan shiru dalam kalimat bahasa Jepang dan

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

[r]

barang, data sales, data suplier, data pelanggan serta laporan yang tersedia.. - Pengisian jatuh tempo atau pembayaran bon ke suplier dan bon hutang

Manual Prosedur Usulan Kegiatan Penelitian ini disusun untuk memberikan panduan dalam melaksanakan kegiatan penelitian bagi dosen di Program Studi D3 Instrumentasi

peunteun rata-ratana 2,9. 2) Katitén tina hasil nulis pangalaman pribadi siswa kelas VII SMP Bina Dharma. 3 Bandung sanggeus ngagunakeun modél field trip kagolong

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya

[r]