• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Pembinaan JFA I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pusat Pembinaan JFA I. PENDAHULUAN"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Dalam pembinaan Jabatan Fungsional Auditor, tahun 2003 – 2004 merupakan tahun pengembangan pembinaan yang cukup signifikan, terutama dengan telah disetujuinya inpassing sejumlah 3.881 PNS ke dalam JFA di lingkungan Bawasda. Besarnya jumlah “PFA baru” ini serta lokasi unit kerjanya yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia (pada sejumlah 203 Bawasda Provinsi / Kabupaten / Kota) membutuhkan penyebaran ketentuan dan pemahaman yang sangat luas.

Pusbin JFA, bekerja sama dengan Pusdiklatwas dan seluruh Perwakilan BPKP di daerah berupaya untuk menyebarluaskan pemahaman mengenai ketentuan inpassing JFA serta ketentuan yang berkenaan dengan penerapan JFA di lingkungan Bawasda. Pada tahun 2003 telah diselenggarakan Diklat Inpassing JFA di lingkungan Bawasda yang diikuti oleh Tim Satgas Pembinaan JFA pada Perwakilan BPKP di seluruh Indonesia sebagai pembekalan bagi Perwakilan BPKP untuk membantu pembinaan JFA di lingkungan Bawasda melalui Sosialisasi dan Asistensi penerapan JFA.

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian tahun 2004 yang diselenggarakan di Denpasar pada tanggal 14 s.d 17 Juni 2004, selain diikuti oleh peserta yang mewakili seluruh unit kerja BPKP, sebagaimana biasanya, juga mengundang 20 (dua puluh) unit kerja Bawasda (daftar peserta forum dapat dilihat dalam lampiran Himpunan Tanya Jawab ini), dan bagi peserta Bawasda diberikan materi-materi yang berkaitan dengan inpassing dan penerapan JFA di lingkungan Bawasda.

Sebagaimana telah dinyatakan dalam Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2003 yang lalu, Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian di lingkungan BPKP telah diselenggarakan sejak tahun 1999. Dengan demikian, Forum tahun 2004 adalah merupakan Forum ke 6 (enam) dan Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi 2004 ini juga merupakan Edisi ke 6 (enam) sejak penerbitan edisi pertama tahun 1999.

(2)

Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 diselenggarakan dengan tema “Mengembangkan Profesionalisme JFA sebagai Upaya Mendukung Sinergi Pengawasan di lingkungan APIP” dan diselenggarakan dengan tujuan:

1. Mengangkat, mendiskusikan, dan merumuskan jawaban atau penyelesaian atas permasalahan yang berkenaan dengan JFA, Kepegawaian, dan Kediklatan

2. Memberikan apresiasi atas kerja keras Satgas Pembinaan JFA dalam memfasilitasi pelaksanaan inpassing JFA di lingkungan JFA

3. Menyamakan langkah pembinaan JFA Pasca Inpassing di lingkungan Bawasda

4. Menggali dan mengembangkan pemikiran inovatif untuk pengembangan profesionalisme JFA

5. Meningkatkan pemahaman terhadap ketentuan JFA

Dalam Forum juga diselenggarakan Diskusi Panel Pembinaan JFA di lingkungan Bawasda dengan menampilkan panelis dan judul materi sebagai berikut :

No Panelis Judul Materi

1 Inspektur Provinsi Sulawesi Selatan

Program dan Strategi

Pengembangan JFA di Provinsi Sulawesi Selatan

2 Kepala Bawasda Kabupaten Kulonprogo

Mendongkrak Kinerja dengan Memanfaatkan Momentum Inpassing JFA

3 Kepala Bawas Provinsi Jawa Tengah

Pelaksanaan JFA dan Rancangan SOTK Bawas Provinsi Jawa Tengah

Secara umum, permasalahan yang mengemuka dalam forum dapat dikelompokkan sebagai berikut:

(3)

1. Permasalahan yang solusinya dapat dirumuskan dari ketentuan yang ada. Rumusan pertanyaan dan jawaban yang berkenaan dengan JFA, kemudian dirangkum dan diterbitkan dalam bentuk Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA.

2. Permasalahan yang solusinya telah diatur dalam ketentuan yang ada, namun untuk pelaksanaannya diperlukan adanya kesepakatan forum. Hal-hal yang disepakati dalam forum, yang berkenaan dengan JFA, kemudian dirangkum dan diterbitkan dalam bentuk Surat Edaran Kepala Pusbin JFA perihal Penegasan Hasil Forum.

3. Permasalahan yang belum secara memadai diatur dalam ketentuan yang ada dan memerlukan pengaturan lebih lanjut. Terhadap permasalahan yang berkenaan dengan JFA dilakukan kajian lebih lanjut oleh Tim Revisi Ketentuan JFA.

Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA sebagai salah satu hasil Forum Komunikasi menghimpun permasalahan dan solusi yang telah dirumuskan dan disajikan dalam bentuk pertanyaan dan jawaban yang dapat dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan seputar JFA. Pertanyaan dan Jawaban yang dihimpun dalam buku ini pada dasarnya berkenaan dengan permasalahan JFA yang dialami oleh unit-unit kerja di lingkungan BPKP. Namun demikian, buku ini juga dapat dijadikan rujukan bagi unit-unit pengawasan di lingkungan APIP apabila mengalami permasalahan serupa. Jawaban yang diberikan dalam buku ini mengacu pada Himpunan Peraturan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya di Lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dan Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE-06.04.00-22/K/1999 serta ketentuan terkait lainnya.

Dengan diterbitkannya Buku Himpunan Tanya Jawab Edisi Tahun 2004 ini, maka secara keseluruhan, telah diterbitkan 6 (enam) edisi Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA, yaitu Edisi Tahun 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2004.

(4)

II. DASAR HUKUM

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional

Pegawai Negeri Sipil;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002.

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;

5. Keputusan MENPAN Nomor 19 Tahun 1996 tanggal 2 Mei 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya;

6. Keputusan Bersama Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara, Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; Nomor 10 Tahun 1996, Nomor 49/SK/K/1996 dan Kep-386/K/1996 tanggal 6 Juni 1996 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan dan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya;

7. Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan No. KEP-13.00.00-125/K/1997 tgl 5 Maret 1997 tentang Pelaksanaan JFA dan Angka Kreditnya di Lingkungan Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah;

8. Surat Edaran Kepala BPKP Nomor SE-06.04.00-22/K/1999 tanggal 11 Januari 1999 tentang Organisai, Mutasi, Tata Usaha, dan Tata Kerja Penetapan Angka Kredit bagi Pejabat Fungsional Auditor di Lingkungan BPKP;

9. Surat Edaran Deputi Bidang Administrasi Nomor Se-06.04.00-1485/DI/1999 tanggal 23 Desember 1999 tentang Pelaksanaan Jabatan Fungsional Auditor di Lingkungan BPKP;

10. Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara No. K.26-30/V-64-3/74 tanggal 16 April 2003 tentang Inpassing JFA di lingkungan Unit Pengawasan Intern Pemerintah Daerah

(5)

11. Surat Kepala BPKP No. S-772/K/JF/2003 tanggal 21 Juli 2003 tentang Petunjuk Teknis Inpassing JFA di lingkungan Unit Pengawasan Intern Pemerintah Daerah

III. TUJUAN

Penerbitan Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA di Lingkungan BPKP Edisi Tahun 2004 bertujuan untuk:

1. Memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan dan permasalahan yang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan dan pengembangan JFA;

2. Memberikan acuan/panduan bagi Pejabat Fungsional Auditor, Tim Penilai Angka Kredit, maupun pejabat lainnya dalam menerapkan ketentuan dalam JFA; dan

3. Meningkatkan keseragaman dalam memahami ketentuan-ketentuan JFA.

IV. TANYA JAWAB

Permasalahan yang dibahas dalam himpunan tanya jawab ini terdiri dari 62 pertanyaan yang dikelompokkan sebagai berikut:

• Pendidikan Formal 4 Pertanyaan

• Pendidikan dan Pelatihan 6 Pertanyaan

• Pengawasan 13 Pertanyaan

• Pengembangan Profesi 4 Pertanyaan • Penunjang Pengawasan 2 Pertanyaan • Organisasi, Mutasi, dan Tata Usaha JFA 11 Pertanyaan • Pembinaan JFA pada Bawasda 21 Pertanyaan

A. PENDIDIKAN FORMAL

Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pendidikan, sub unsur “Mengikuti Pendidikan Sekolah dan Mencapai Gelar/Ijazah” yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.

(6)

Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai topik ini antara lain adalah mengenai:

Kuliah Matrikulasi dalam program S2 Dalam Negeri

Dalam Surat Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor: SE-91/JF.1/2003 tanggal 31 Januari 2003 perihal Penegasan Hasil Rakor JFA Kepegawaian dan JFA Tahun 2002 dinyatakan bahwa terhadap kegiatan persiapan (misalnya Kursus Bahasa) atau keharusan mengikuti program “antara” (pre requisite), sebelum mengikuti pendidikan S2/S3 di luar negeri, dapat diberikan angka kredit sub unsur “Mengikuti Diklat Kedinasan serta memperoleh STTPL”, berdasarkan waktu / jam pelatihan yang diikuti, sepanjang memperoleh sertifikat mengikuti / lulus dan kegiatan tersebut dilakukan sebelum memasuki kegiatan pembelajaran dalam pendidikan S2/S3 tersebut. Perlakuan ini merupakan kesepakatan dari hasil pembahasan dalam Rakor JFA Kepegawaian dan JFA Tahun 2002.

Dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 diajukan pertanyaan apakah perlakuan pemberian angka kredit pada kegiatan persiapan atau program “antara” sebelum mengikuti pendidikan S2/S3 tersebut pada Surat Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor: SE-91/JF.1/2003 tersebut di atas dapat berlaku juga bagi keikutsertaan PFA dalam Kuliah Matrikulasi (plus ujian) pada program pendidikan S2 di dalam negeri (PFA mengikuti pendidikan S2 dengan biaya sendiri di dalam negeri).

Dari hasil pembahasan, disepakati bahwa pendidikan yang dimaksud dalam SE-91/JF-1/2003 adalah dalam rangka tugas belajar di mana yang bersangkutan dibebastugaskan dari kegiatan rutin untuk tugas belajar. Dengan kata lain, keikutsertaan yang bersangkutan dalam program “antara” dimaksud adalah merupakan ”penugasan” dari pimpinan yang dapat dinilai terpisah dari penugasannya dalam mengikuti pendidikan S2/S3. Kegiatan mengikuti matrikulasi dalam rangka pendidikan di luar jam dinas, sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat diberikan angka kredit tersendiri, mengingat yang bersangkutan tetap dapat memperoleh angka kredit dari penugasan dalam jam dinas.

(7)

Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan pendidikan Formal beserta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:

1. Pertanyaan :

Apakah ijazah S 2 dengan spesialisasi Perpajakan hanya dapat diterbitkan di Fakultas Ekonomi, karena ada seorang pegawai yang memiliki ijazah S2 berupa Magister dalam Ilmu Administrasi yang diterbitkan oleh FISIP UI yang dalam transkrip nilai mencantumkan mata kuliah Perpajakan?

Apakah angka kredit dari ijazah S 2 berupa Magister dalam Ilmu Administrasi yang diterbitkan oleh FISIP UI tersebut di atas, yang sebelum lulus UPI IV telah diberi angka kredit sebagai kelompok penunjang sebesar 5, setelah pegawai ybs lulus UPI IV dapat dilakukan koreksi (menjadi Unsur Utama) ?

Jawaban :

Berdasarkan Keputusan Deputi Kepala BPKP Bidang Administrasi No. Kep-05.02.06-33/DI/2000 tanggal 6 Januari 2000 tentang Pemberian Ijin Pendidikan di luar Kedinasan dan Penyesuaian Ijazah di lingkungan BPKP, Ijazah yang dapat digunakan untuk penilaian angka kredit JFA sebagai unsur utama adalah ijazah yang berasal dari disiplin ilmu Ekonomi jurusan Akuntansi dan Manajemen. Mengacu pada ketentuan tersebut, berarti ijazah yang berasal dari disiplin ilmu lainnya tidak termasuk pendidikan formal dari Unsur Utama dan oleh karenanya hanya dapat diberikan angka kredit sebagai unsur penunjang. Keputusan ini merupakan penetapan Kualifikasi Pendidikan bagi PFA di lingkungan BPKP yang sampai saat ini belum diubah. Dengan demikian, Magister Ilmu Administrasi yang berasal dari disiplin ilmu Sosial dan ilmu Politik, berdasarkan keputusan tersebut, adalah merupakan unsur penunjang. Perluasan terhadap Kualifikasi Pendidikan Auditor yang tercantum dalam keputusan dimaksud, masih dalam kajian Biro Kepegawaian dan Organisasi.

2. Pertanyaan :

Seorang PFA mengikuti kuliah S 2 dalam negeri jurusan Manajemen dengan Gelar yang akan diperoleh Magister Management (MM). Sebelum

(8)

mengikuti S 2 tersebut yang bersangkutan diwajibkan mengikuti Kuliah Matrikulasi dan ada ujiannya. Setelah mengikuti kuliah matrikulasi dan lulus, kepadanya diberikan sertifikat kelulusan dengan jumlah hari kuliah sekian hari. Bolehkah kepadanya diberikan Angka Kredit unsur Pendidikan apabila ybs mengajukan angka kreditnya.

Jawaban :

Pendidikan yang dimaksud dalam SE-91/JF-1/2003 adalah dalam rangka tugas belajar di mana yang bersangkutan dibebastugaskan dari kegiatan rutin untuk tugas belajar. Dengan kata lain, keikutsertaan yang bersangkutan dalam program antara dimaksud adalah merupakan ”penugasan” dari pimpinan yang dapat dinilai terpisah dari penugasannya dalam mengikuti pendidikan S2/S3. Kegiatan mengikuti matrikulasi dalam rangka pendidikan di luar jam dinas, sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat diberikan angka kredit tersendiri, mengingat yang bersangkutan tetap dapat memperoleh angka kredit dari penugasan dalam jam dinas.

3. Pertanyaan :

Angka kredit bagi peserta diklat diberikan bagi yang mengikuti atau lulus diklat. Namun selama ini bagi PFA yang telah menyelesaikan materi kuliahnya tetapi tidak disetujui skripsinya ( DO D-IV STAN karena tidak disetujui skripsinya ) tidak diberikan angka kreditnya, sedangkan yang duduk mengikuti PKS satu hari saja memperoleh angka kredit.

Jawaban :

Pada prinsipnya, pemberian angka kredit terhadap suatu kegiatan didasarkan pada tercapainya Norma Hasil sesuai dengan tujuan dilaksanakannya kegiatan tersebut. Mengingat yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan pendidikan dan memperoleh ijazah sesuai dengan tujuan diselenggarakannya pendidikan DIV STAN, sehingga tidak terpenuhi Norma Hasil, maka kepada yang bersangkutan tidak dapat diberikan angka kredit. Hal ini disebabkan selama mengikuti pendidikan DIV STAN yang bersangkutan bertatus sebagai PNS yang dibebaskan sementara dari JFA,

(9)

sehingga semua kegiatan yang dilakukan selama pembebasan sementara tersebut tidak dapat diberikan angka kredit

Namun demikian, skripsi yang telah disusun oleh yang bersangkutan dapat diajukan kepada pimpinan unit kerja untuk dipertimbangkan sebagai karya tulis / karya ilmiah. (Lihat Buku Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA tahun 2001 Bab IV, pertanyaan nomor 2 hal. 3 dan pertanyaan nomor 66 hal. 32).

4. Pertanyaan :

Seorang PFA mengikuti pendidikan S2 lulus tahun 2000. Ijazah S2 diusulkan untuk mendapat angka kredit dengan DUPAK periode Juli-Desember 2000, lengkap dengan persyaratan lainnya (surat izin) di Deputi Pengawasan Perminyakan. Tanpa ijazah S2, PFA ybs naik pangkat ke Gol. IV/a TMT 1 April 2000. Pada Pengajuan DUPAK periode Januari-Juni 2003 angka kredit unsur pendidikannya dikurangi senilai: 25 oleh Tim Penilai BPKP Pusat, dengan penjelasan PFA tersebut harus mengikuti UPI IV. Ketentuan UPI IV baru berlaku tahun 2002. Apakah boleh SK PAK yang sudah ditandatangani Deputi dianulir?

Jawaban :

Dalam Surat Edaran Sekretaris Utama Nomor: SE-1460/SU/02/2003 tanggal 15 Agustus 2003, tentang Pedoman Penyelenggaraan Ujian Penyesuaian Ijazah (UPI)-IV dinyatakan sebagai berikut:

o Untuk menghindari kerancuan berbagai dokumen kedinasan, maka gelar akademik dapat dicantumkan dalam dokumen kedinasan, setelah diperoleh Surat Keterangan Peningkatan Pendidikan.

o Pencantuman gelar akademik oleh pejabat fungsional tertentu dalam SK PAK dilakukan setelah diperoleh Surat Keterangan Peningkatan Pendidikan.

Mengingat dalam SK Kenaikan Pangkat ke dalam golongan ruang IV/a, yang bersangkutan belum dicantumkan gelar S-2 dan tidak terdapat Surat Peningkatan Pendidikan, maka ijazah S2 tersebut belum diakui secara kedinasan dan terhadap yang bersangkutan diberlakukan ketentuan UPI IV sesuai SE-1460 tersebut di atas, sehingga dengan demikian angka kredit

(10)

perolehan gelar S-2 sebesar 25 tersebut belum dapat diberikan dan oleh karena itu SK PAK dimaksud harus dikoreksi. Pada dasarnya SK PAK dapat dikoreksi sepanjang dilakukan oleh Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit (bukan oleh Tim Penilai Pusat).

B. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT)

Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pendidikan, sub unsur “Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kedinasan serta Memperoleh STTPL” yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.

Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai topik ini antara lain adalah sebagai berikut:

Saat Pengakuan Angka Kredit Diklat

Sesuai dengan prinsip Norma Hasil, perlakuan saat pemberian angka kredit atas kegiatan Diklat selama ini adalah menganut prinsip saat tercapainya Norma Hasil sesuai dengan tujuan diselenggarakan diklat. Untuk Diklat yang tujuannya hanya mengikuti dan tidak ada evaluasi berupa ujian (Misalnya Diklat Matrikulasi atau Diklat Teknis Substantif), maka angka kredit dapat diberikan saat seorang PFA telah selesai mengikuti diklat (dengan memperoleh ”Sertifikat Mengikuti Diklat”). Sedangkan untuk Diklat yang mewajibkan adanya kelulusan (Misalnya Diklat Sertifikasi JFA), maka angka kredit diberikan setelah PFA yang bersangkutan lulus dan memperoleh Sertifikat Kelulusan (STTPP).

Dalam setahun terakhir, berkembang wacana untuk memberikan angka kredit diklat saat PFA selesai mengikuti diklat, baik untuk diklat yang mensyaratkan kelulusan maupun tidak. Wacana ini berkembang mengingat seorang PFA mungkin tidak langsung lulus pada kesempatan pertama ujian, mungkin mengulang sampai waktu 2 tahun, atau bahkan mungkin terpaksa harus

(11)

mengulang mengikuti diklat yang sama karena tidak lulus pada 4 kali kesempatan ujian dalam waktu 2 tahun.

Wacana ini telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004. Dalam pembahasan terdapat peserta yang pro (setuju) dan kontra (tidak setuju) terhadap wacana memberikan angka kredit untuk semua diklat saat selesai mengikuti diklat. Pendapat yang ”Setuju” mengajukan argumen bahwa angka kredit terlalu lama kalau diberikan setelah kelulusan, sedangkan PFA yang bersangkutan telah menghabiskan waktu yang relatif lama untuk mengikuti diklat dan ujian. Bahkan bagi PFA yang tidak lulus dan harus mengulang kembali mengikuti diklat yang sama, yang bersangkutan tidak memperoleh angka kredit sama sekali. Pendapat yang ”Tidak Setuju” menyatakan bahwa untuk diklat yang mengharuskan adanya kelulusan, Norma Hasil baru tercapai setelah yang bersangkutan memperoleh kelulusan sesuai dengan tujuan diklat, sebagaimana penugasan pengawasan lainnya diberikan angka kredit setelah tercapainya Norma Hasil. Pemberian angka kredit sebelum tercapainya Norma Hasil (kelulusan) juga dapat mengakibatkan berkurangnya semangat PFA untuk segera mencapai kelulusan, dan bagi yang mengulang mengikuti diklat (tidak lulus dalam 4 kali ujian atau 2 tahun) dapat mengakibatkan diberikannya dua kali angka kredit untuk diklat yang sama, sedangkan diklat itu sendiri tidak diselesaikan dengan baik (tidak mencapai Norma Hasil).

Adanya perbedaan pendapat antara yang ”Setuju” dan ”Tidak Setuju”, sebagaimana diuraikan di atas, kemudian dalam Forum diselesaikan melalui Voting. Dari 34 unit kerja BPKP diseluruh Indonesia yang mengikuti Voting diperoleh hasil 19 Unit Kerja (55,9 %) menyatakan Tidak Setuju angka kredit diberikan sebelum tercapai Norma Hasil, dan 15 Unit Kerja (44,1 %) menyatakan Setuju angka diklat diberikan saat selesai mengikuti diklat tanpa harus menunggu sertifikat kelulusan (tanpa menunggu tercapainya Norma Hasil). Berdasarkan hasil Voting tersebut di atas, maka disepakati bahwa

angka kredit atas kegiatan diklat yang mewajibkan adanya kelulusan tetap diberikan saat telah diperolehnya sertifikat kelulusan, sesuai prinsip pemberian angka kredit JFA yang didasarkan pada pencapaian Norma Hasil.

(12)

Perbedaan Diklat dan PKS

Dalam penerapan JFA sering timbul pertanyaan mengenai perbedaan antara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dengan Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) terutama berkenaan dengan adanya pelatihan-pelatihan dan workshop yang diikuti oleh PFA, apakah dianggap sebagai Diklat atau PKS?

Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS dan SK MENPAN No. 19/1996, suatu kegiatan dapat disebut Pendidikan dan Pelatihan (diklat) apabila terdapat proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Dalam suatu diklat terdapat unsur Pendidikan (yang bersifat meningkatkan kemampuan teoritis) dan Pelatihan (yang bersifat meningkatkan kemampuan praktis). Bukti keikutsertaan / kelulusan dalam suatu diklat ditandai dengan diterbitkannya Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau yang lazim disebut sertifikat oleh pihak penyelenggara diklat.

Berdasarkan Keputusan Kepala BPKP No. Kep-1246/K/SU/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Pedoman PKS di lingkungan BPKP, Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS) adalah sebagai pelatihan secara teratur / terjadual untuk

meningkatkan kemampuan pegawai dalam rangka menunjang tugas-tugas unit kerja, yang penyelenggara dan pesertanya berasal dari pegawai unit kerja yang bersangkutan.

Dalam Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), penekanan lebih pada unsur Pelatihan (praktis) dan bukan Pendidikan (teoritis). Oleh karena itu, materi PKS lebih difokuskan pada hal-hal praktis dengan adanya Pemrasaran (penyaji) yang memaparkan kondisi-kondisi yang ada dalam praktek dan Moderator sebagai pengendali berjalannya diskusi. Bukti keikutsertaan PKS tidak perlu ditandai dengan sertifikat, cukup dengan bukti kehadiran dan notulensi.

Dengan demikian, apabila suatu pelatihan memenuhi pengertian sebagai Diklat sebagaimana tersebut di atas, maka terhadap kegiatan tersebut diberikan angka kredit diklat. Secara umum, workshop (bengkel kerja) dikelompokkan sebagai PKS mengingat penekanannya pada hal-hal praktis.

(13)

Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan diklat beserta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:

5. Pertanyaan :

a. Apa kriteria agar suatu kegiatan pelatihan dapat diakui sebagai unsur pendidikan dan pelatihan (Diklat)?

b. Untuk meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan Teknologi Informasi, PFA di-Diklatkan ke pihak yang berkompeten dari luar (Microsoft, Lotus, dll) yang dalam pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kantor (In house training) atau di tempat trainer. Pelatihan yang dilakukan meliputi penguasaan Management TI, Jaringan TI, maupun Basis data. Kegiatan-kegiatan tersebut pada pengajuan Angka Kredit tidak diakui sebagai pelatihan dan dikoreksi ke PKS.

c. Workshop mengenai Teknologi Informasi yang diselenggarakan intern unit kerja dilakukan dalam rangka melatih penguasaan Teknologi Informasi di lingkungan BPKP, sedangkan yang dilakukan ke unit kerja lain dalam rangka peningkatan kompetensi PFA dalam peningkatan penguasaan Teknologi Informasi. Kegiatan tersebut seharusnya juga masuk ke dalam Pelatihan

Jawaban :

a. Sesuai dengan PP No. 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS dan SK MENPAN No. 19/1996, suatu kegiatan dapat disebut Pendidikan dan Pelatihan (diklat) apabila terdapat proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan PNS. Dalam suatu diklat terdapat unsur Pendidikan (yang bersifat meningkatkan kemampuan teoritis) dan Pelatihan (yang bersifat meningkatkan kemampuan praktis). Bukti keikutsertaan / kelulusan dalam suatu diklat ditandai dengan diterbitkannya Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau yang lazim disebut sertifikat oleh pihak penyelenggara diklat.

b. Dalam Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), penekanan lebih pada unsur Pelatihan (praktis) dan bukan Pendidikan (teoritis). Oleh karena itu,

(14)

materi PKS lebih difokuskan pada hal-hal praktis dengan adanya Pemrasaran (penyaji) yang memaparkan kondisi-kondisi yang ada dalam praktek dan Moderator sebagai pengendali berjalannya diskusi. Bukti keikutsertaan PKS tidak perlu ditandai dengan sertifikat, cukup dengan bukti kehadiran dan notulensi.

c. Dalam ketentuan JFA, tidak diatur secara spesifik mengenai penyelenggaraan workshop. Dalam Forum 2003 disepakati bahwa pada dasarnya suatu workshop (bengkel kerja) adalah merupakan pelatihan mengenai suatu topik atau keahlian tertentu.

Workshop di lingkungan unit kerja sendiri pada dasarnya dapat

disamakan dengan PKS. Bagi PFA yang ditugaskan menjadi instruktur dalam Workshop yang diselenggarakan di unit kerja lain, angka kredit bagi Instruktur disepadankan dengan kegiatan “Melaksanakan Penyuluhan di bidang Pengawasan”, sedangkan bagi peserta merupakan kegiatan PKS. (Lebih lanjut lihat Surat Edaran Kepala Pusbin JFA No. SE-769/JF/1/2003 tanggal 14 Juli 2003 perihal Penegasan Hasil Forum JFA dan Kepegawaian Tahun 2003 dan Himpunan Tanya Jawab Seputar JFA Edisi Tahun 2003, pertanyaan No. 36, halaman 55).

6. Pertanyaan :

Hingga saat ini PFA di lingkungan unit kerja kami (Perwakilan BPKP Provinsi X) belum ada yang bersertifikat PM. PFA yang telah mengikuti Diklat Sertifikasi PM baru satu orang yang merupakan pindahan/ Pengangkatan Kembali ke dalam JFA dari jabatan struktural yang memperoleh angka kredit di atas 550. Bagi PFA reguler, untuk mengikuti diklat PM persyaratannya harus memiliki angka kredit minimal 775. Dengan persyaratan minimal bagi PFA reguler tersebut, sangat sulit bagi seorang PFA untuk mengikuti diklat Pengendali Mutu. Solusi sementara yang diterapkan di Perwakilan, adalah para Pejabat Struktural Eselon III masih diperankan sebagai Pengendali Mutu.

Diusulkan agar ketentuan persyaratan sertifikasi bagi PFA yang mengikuti diklat PM secara reguler, khususnya perolehan angka kredit minimal,

(15)

diturunkan, namun ditambahkan persyaratan lainnya yang memenuhi kualifikasi tertentu, misalnya dengan kualifikasi pendidikan S2.

Jawaban :

Pada prinsipnya, peran Pengendali Mutu (PM) dalam ketentuan JFA dilakukan oleh PFA dengan jabatan Auditor Ahli Utama (Gol. IV/d – IV/e). Oleh karena itu, persyaratan angka kredit minimal untuk dapat mengikuti Diklat Penjenjangan PM adalah 775, yang secara normatif dapat diperoleh seorang Auditor Ahli Madya dengan masa kerja 2 (dua) tahun dalam pangkat IV/c, yang juga merupakan persyaratan untuk naik jabatan dari Auditor Ahli Madya menjadi Auditor Ahli Utama. Pengecualian terhadap hal ini adalah khusus bagi mantan Kepala Bidang (eselon III) yang diinpassing / dipindahkan / diangkat kembali dalam JFA di lingkungan BPKP dengan angka kredit minimal 550, sesuai dengan Keputusan Kepala BPKP No. Kep-07.02.01-603/K/2001 tanggal 28 September 2001, dapat diusulkan mengikuti Diklat Penjenjangan PM, mengingat yang bersangkutan pada prinsipnya telah menjalankan fungsi PM pada saat menjabat Kepala Bidang.

Wacana untuk menurunkan persyaratan mengikuti Diklat Penjenjangan PM telah dimasukkan dalam bahan bahasan revisi Pola Diklat Auditor dengan pemikiran bahwa pada saat PFA mencapai angka kredit 775 umumnya yang bersangkutan telah mendekati batas usia pensiun, sehingga sulit bagi unit kerja untuk mempunyai PFA dengan peran Pengendali Mutu.

7. Pertanyaan :

Apakah dimungkinkan seorang PFA yang berstatus Dibebaskan Sementara dari JFA karena mengikuti tugas belajar S2 dan belum diangkat kembali dalam JFA dengan pangkat III/c, untuk mengikuti Diklat Ketua Tim walaupun yang bersangkutan tidak membuat angka kredit sehingga angka kredit minimal untuk mengikuti Diklat 175 SK PAK-nya belum ada.

Jawaban :

Apabila yang bersangkutan adalah PFA yang sedang dalam pembebasan sementara karena tugas belajar S2, dan telah diaktifkan kembali dalam tugas-tugas pengawasan, maka untuk dapat diangkat kembali dalam JFA

(16)

(dengan jabatan Auditor Ahli Muda sesuai pangkat terakhirnya), yang bersangkutan harus mengumpulkan angka kredit minimal 200 (angka kredit minimal pangkat III/c), dan memiliki sertifikat diklat Penjenjangan Ketua Tim (setelah memiliki sertifikat Pembentukan Auditor Ahli atau diklat Pindah Jalur). Mengingat persyaratan untuk dapat mengikuti diklat Penjenjangan Ketua Tim adalah memiliki angka kredit minimal 175, maka yang bersangkutan harus mengumpulkan angka kredit minimal tersebut dan diterbitkan SK PAK terlebih dahulu, baru diusulkan untuk mengikuti diklat Penjenjangan Ketua Tim.

8. Pertanyaan :

Diklat yang diselenggarakan oleh Pusdiklat akan mempengaruhi Hari Pemeriksaan. Kapan perhitungan HP tersebut, apakah pada tahun mengikuti Diklat atau pada saat PFA ybs mengajukan angka kreditnya sesudah lulus dan memperoleh sertifikat? Di samping itu selama ini hari mengikuti ujian tidak / belum diakui sebagai hari yang memperoleh AK. Mengatasi hal tersebut diusulkan agar:

• Sertifikat Mengikuti DIKLAT dihitung angka kreditnya selama hari diklat • Sertifikat Kelulusan diakui angka kreditnya sejumlah hari mengikuti

ujian

Jawaban :

Dalam Forum ini telah didiskusikan mengenai pengakuan angka kredit keikutsertaan diklat sertifikasi, dan disepakati bahwa angka kredit diklat diakui setelah yang bersangkutan memperoleh sertifikat kelulusan. Untuk memudahkan penghitungan HP, penggunaan HP diklat sertifikasi dianggap sebagai penggunaan HP pada tahun kelulusan. Mengingat Norma Hasil kegiatan diklat sertifikasi adalah kelulusan,maka kegiatan mengikuti diklat dan mengikuti ujian dianggap merupakan satu paket kegiatan.

9. Pertanyaan :

Terdapat seorang PFA yang telah mengikuti diklat sertifikasi pembentukan auditor ahli tahun 2002, namun baru lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2002, HP yang dilaporkan oleh yang bersangkutan belum mencapai HP Maksimal (baru mencapai 215 hari). Pada tahun 2003, ybs mengajukan

(17)

angka kredit pengembangan profesi berdasarkan STTPP, ternyata setelah kami hitung, HP yang dilaporkan melebihi HP Maksimal (240 hari) karena telah kami perhitungkan dengan penggunaan hari diklat sertifikasi selama 15 hari.

Permasalahannya, ybs mengharapkan agar penggunaan hari diklat tersebut dapat diperhitungkan di tahun 2002 saja, sesuai dengan saat pelaksanaan diklat dan bukan saat kelulusan tahun 2003, sehingga ybs dapat memperoleh tambahan angka kredit di tahun 2003 dari unsur pengawasan (ST) sebagai pengganti penggunaan hari diklat selama 15 hari.

Jawaban :

Seperti diungkapkan dalam jawaban no. 8 di atas, wacana pemberian angka kredit diklat dan penggunaan HP sesuai dengan tahun mengikuti diklat telah ditawarkan dalam forum, namun forum tetap menyepakati bahwa angka kredit dan penggunaan HP dimaksud tetap berdasarkan tahun kelulusan diklat yakni saat tercapainya norma hasil tujuan diselenggarakannya diklat. Dengan demikian, penggunaan HP terhadap diklat dimaksud diperhitungkan sebagai penggunaan HP tahun 2003. Mengingat penggunaan HP tahun 2003 telah melebihi HP Maksimal, maka dengan diakuinya angka kredit diklat tersebut (sebagai Pengembangan Profesi), maka akan terdapat kegiatan lain yang tidak dapat diakui angka kreditnya karena telah melebihi HP Maksimal.

10. Pertanyaan :

Pengakuan angka kredit diklat (sertifikasi) dilakukan pada kelulusan. Di samping masalah HP Maksimal yang telah diatur, timbul juga masalah pengembangan profesi khususnya dengan lamanya proses pembuatan sertifikasi. Misalnya kenaikan pangkat III/b ke III/c per 1 April (ahli) didasarkan pada SK PAK periode yang berakhir 31 Desember, sertifikat KT biasanya selesai pada Januari / Februari tahun berikutnya sehingga angka kredit pengembangan profesi ditambahkan pada periode setelah kenaikan pangkat III/c dan menjadi ”fresh point” pengembangan profesi untuk kenaikan pangkat ke III/d.

(18)

Jawaban :

Untuk menghindari penilaian angka kredit pengembangan profesi dalam periode pangkat III/b dialihkan ke periode pangkat III/c, angka kredit atas sertifikat KT pada kondisi tersebut di atas dapat diberikan pada periode penilaian Juli – Desember sambil menunggu sertifikat terbit. Fotocopy sertifikat tersebut dilampirkan dalam dokumen penilaian segera setelah sertifikat diterima dan sertifikat KT tersebut tetap merupakan persyaratan bagi kenaikan jabatan/pangkat yang bersangkutan.

C. PENGAWASAN

Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pengawasan, yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.

Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai Pengawasan antara lain adalah sebagai berikut:

Bukti Pencapaian Norma Hasil

Pada prinsipnya, suatu kegiatan Pengawasan dapat diberikan angka kredit apabila kegiatan tersebut telah selesai atau dapat dianggap selesai sesuai dengan tanggung jawab masing-masing PFA (tercapainya Norma Hasil). Untuk penugasan yang bersifat audit, bukti tercapainya Norma Hasil adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA). Namun, mengingat LHA merupakan dokumen negara yang mungkin ditujukan pada pengguna yang terbatas, maka bukti norma hasil yang dilampirkan sebagai bukti pendukung dalam DUPAK tidak harus berupa copy LHA secara lengkap. Untuk itu dapat diciptakan berbagai bentuk dokumen yang pada hakekatnya dapat menunjukkan / membuktikan bahwa penugasan telah selesai (dapat dianggap selesai). Secara umum di lingkungan BPKP, tercapainya Norma Hasil kegiatan audit dibuktikan dengan adanya Routing Slip yang menggambarkan perjalanan LHA

(19)

sejak dikonsep awal sampai dengan diterbitkan dan didistribusikan. Bagi unit-unit kerja pengawasan di luar BPKP juga diharapkan dapat menciptakan media sejenis Routing Slip tersebut atau dapat menggunakan fotocopy Cover LHA.

Penugasan audit yang karena sesuatu hal terhenti sebelum penugasan selesai dilakukan, tercapainya Norma Hasil dapat berupa Progress Report yang melaporkan realisasi penugasan sampai saat penugasan itu dihentikan dan penjelasan alasan dihentikannya penugasan. Penghentian penugasan hendaknya didasarkan pada surat atau pernyataan tertulis dari Pimpinan Unit. Terhadap penugasan yang terhenti tersebut diberikan angka kredit berdasarkan jumlah realisasi hari penugasan (tidak didasarkan pada Rencana HP).

Untuk kegiatan pengawasan yang bersifat non audit (misalnya Sosialisasi, Asistensi, atau Bimbingan Teknis) bukti tercapainya Norma Hasil dapat berupa Laporan Pelaksanaan Kegiatan yang melaporkan realisasi pelaksanaan kegiatan.

Dalam hal PFA diperbantukan pada instansi pengawasan lain di luar BPKP, untuk pemenuhan Norma Hasil dapat diciptakan suatu media dari pejabat yang berwenang yang menyatakan penugasan telah selesai sesuai tujuan penugasan.

Penegasan Kembali Diperlukannya Media Rencana Anggaran Waktu

Dalam Forum-forum dan Himpunan Tanya Jawab sebelumnya telah seringkali dibahas mengenai keharusan adanya Rencana Anggaran Waktu (di lingkungan BPKP dikenal sebagai KM3) atas setiap penugasan pengawasan. Pada Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004, kembali ditegaskan bahwa Rencana Anggaran Waktu sangat diperlukan bagi setiap penugasan pengawasan yang dilakukan oleh PFA, mengingat angka kredit pengawasan dihitung berdasarkan rencana waktu penugasan.

Dalam penugasan audit, Form KM3 yang menggambarkan Rencana Anggaran Waktu hendaknya dimodifikasi sehingga terlihat jelas anggaran waktu untuk

(20)

masing-masing peran PFA (Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, Pengendali Mutu). Dengan demikian, angka kredit Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu ditentukan oleh jumlah HP yang direncanakan bagi yang bersangkutan untuk penugasan dimaksud dan tidak harus sama dengan HP Ketua Tim/Anggota Tim.

Untuk tugas pengawasan yang bersifat non audit, Rencana Anggaran Waktu tetap dibutuhkan sebagai dasar pemberian angka kredit. Mengingat tugas-tugas pengawasan non audit dapat sangat bervariasi, maka hendaknya diciptakan form Rencana Anggaran Waktu sesuai dengan sifat penugasannya yang terutama menggambarkan kegiatan apa yang akan dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan berapa lama direncanakan akan dilakukan.

Penugasan yang Tidak Berbentuk Tim Mandiri

Seiring dengan berkembangnya tugas-tugas pengawasan, penugasan PFA mungkin bersifat perorangan dan tidak berbentuk Tim Mandiri (tidak menggunakan terminologi Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, dan Pengendali Mutu). Suatu penugasan sosialisasi, mungkin hanya ditugaskan kepada dua orang PFA yang berbagi tugas mensosialisasikan materi yang berbeda. Dalam penugasan seperti ini, PFA yang bersangkutan dapat diberikan angka kredit sesuai peran yang seharusnya berdasarkan jabatannya. Misalnya, yang ditugaskan adalah dua orang Auditor Ahli Muda (yang secara jabatan sudah berperan sebagai Ketua Tim), maka kedua PFA tersebut dapat diberikan angka kredit dengan peran sebagai Ketua Tim.

Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan pengawasan dan solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:

11. Pertanyaan :

Dengan diberlakukannya Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep- 1450 /K/SU/2003 tentang Pedoman Pola Hubungan Pejabat Struktural dengan Pejabat Fungsional Auditor (PFA) dimana terdapat PFA yang melaksanakan fungsi sebagai Koordinator PFA, apakah dapat diberikan angka kredit?

(21)

Jawaban :

Kedudukan sebagai koordinator PFA tidak diberikan angka kredit, namun kegiatan pengawasan yang dilakukannya dapat diberikan angka kredit.

12. Pertanyaan :

Anggota Tim Penilai Angka Kredit sebagian besar adalah PFA di lingkungan BPKP, dimana pada saat akan melakukan penilaian terhadap DUPAK yang masuk, PFA tersebut selalu sibuk dengan tugas pemeriksaan, sehingga tidak banyak berperan dalam melaksanakan penilaian angka kredit. Di sisi lain angka kredit yang diperoleh PFA yang bersangkutan sebagai anggota Tim Penilai Angka Kredit baik mereka yang berprestasi maupun yang tidak berprestasi dalam melaksanakan penilaian angka kredit adalah sama (angka kredit = 0,5) selama 1 tahun sejak diterbitkan SK Pembentukan Tim Penilai Angka Kredit. Untuk memotivasi Tim Penilai Angka Kredit di lingkungan Perwakilan BPKP, hendaknya penetapan besarnya angka kredit yang diberikan kepada PFA ybs berdasarkan prestasi bukan berdasarkan waktu / lamanya menjadi anggota tim penilai.

Jawaban :

Setuju. Sejak Forum Komunikasi Tahun 2001 telah disepakati bahwa untuk memotivasi Tim Penilai Angka Kredit, telah diberikan tambahan angka kredit kegiatan penilaian angka kredit sebagai ”audit buril” (sebagai Unsur Pengawasan) yang diberikan berdasarkan penugasan Pimpinan Unit.

Namun demikian, apabila berdasarkan pertimbangan Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka kredit, PFA yang termasuk di dalam Tim Penilai tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, maka yang bersangkutan:

• Tidak diberikan angka kredit unsur penunjang kegiatan ”anggota tim penilai” dengan tidak menerbitkan SPMK; dan

• Diganti melalui mekanisme penggantian antar waktu

(22)

Apakah diperkenankan menggunakan progress report, yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan / Pemberi Tugas, untuk memenuhi persyaratan pencapaian norma hasil dalam penugasan yang karena kondisi auditan atau hal lainnya mengakibatkan penugasan melebihi jangka waktu penyelesaian seperti tercantum dalam Surat Tugas?

Jawaban :

Pada dasarnya setiap penugasan pengawasan dapat diajukan angka kreditnya apabila tugas tersebut termasuk dalam kegiatan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menpan Nomor 19/1996 dan kesepadanan-kesepadanan yang telah diterbitkan.

Media bukti / dokumen pendukung yang menyatakan telah tercapainya norma hasil dapat bervariasi (Lihat SOP Penilaian dan Penetapan AK, BAB IV, huruf D hal. 24) sepanjang dapat membuktikan bahwa pekerjaan telah selesai dan disahkan oleh Pemberi Tugas.

Penugasan yang melebihi jangka waktu penyelesaian seperti tercantum dalam surat penugasan dapat diberikan angka kredit apabila didasarkan pada perpanjangan Surat Tugas yang diterbitkan oleh Pimpinan Unit Kerja berdasarkan pertimbangan profesional.

(Lihat juga Himpunan Tanya Jawab Edisi tahun 2002 Bab IV huruf C pertanyaan 41 hal. 36)

14. Pertanyaan :

Apakah ada media lain yang dapat digunakan sebagai bukti telah tercapai norma hasil dalam penugasan perbantuan kepada Instansi di luar BPKP? Apakah review sheet penyelesaian laporan dari Instansi yang menggunakan, dapat dijadikan sebagai bukti pencapaian norma hasil ? Apabila tidak diperoleh review sheet penyelesaian laporan dari Instansi dimaksud, apakah dapat menggunakan progress report yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan / Pemberi Tugas.

(23)

Review Sheet tidak dapat digunakan sebagai bukti norma hasil karena hanya merupakan media dalam proses pelaporan. Progress report dapat dijadikan sebagai bukti pencapaian norma hasil sepanjang media tersebut bagi PFA bersifat sebagai pelaporan akhir penugasan dan diketahui / disahkan oleh pemberi tugas dan tidak dimaksudkan untuk pemenggalan periode penugasan untuk kepentingan penilaian angka kredit.

15. Pertanyaan :

Surat Tugas dalam hal melaksanakan Asistensi SAKD di Pemda dibuat secara bertahap, umpamanya 30 hari, tetapi Norma Hasilnya belum ada, bagaimana menghitung AK PFA yang bersangkutan? Apakah dimungkinkan HP-nya dihitung per Surat Tugas walaupun Norma Hasil belum ada, dengan membuat pernyataan, minimal dari Kepala Bidang (Pengendali Mutu), bahwa PFA tersebut telah selesai menyelesaikan tugasnya sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan dan kepada Dalnis diberi AK sesuai dengan kehadiran (SPPD Nihil) bukan berdasarkan ST.

Jawaban :

Pada dasarnya penilaian angka kredit atas penugasan asistensi yang dilaksanakan secara bertahap dapat dimungkinkan, sepanjang tahap-tahap penugasan tersebut tertuang dalam ST dan anggaran waktu penugasan / KM3, dan masing-masing tahap mempunyai hasil yang dapat diidentifikasikan. Pernyataan bahwa penugasan telah selesai diterbitkan oleh pemberi tugas / Pimpinan Unit Kerja. Pemberian angka kredit untuk Pengendali Teknis didasarkan pada anggaran waktu bagi Pengendali Teknis dimaksud (bukan berdasarkan HP Tim atau hari SPPD).

(Lihat juga Himpunan Tanya Jawab Edisi Tahun 2003 pertanyaan no. 39, halaman 39)

16. Pertanyaan :

Dalam pengajuan SPMK disyaratkan untuk dilengkapi dengan Surat Tugas dan Rencana Anggaran Waktu (KM3). Dalam pelaksanaannya untuk program-program nasional, misal Pemtak dan PKPS BBM, Surat Tugas

(24)

tidak disertai dengan pembuatan KM3. Hal tersebut membuat komposisi HP tidak jelas

Jawaban :

Oleh karena besarnya angka kredit untuk setiap penugasan didasarkan pada jumlah HP yang direncanakan, maka dalam setiap penugasan disyaratkan adanya Rencana Anggaran Waktu yang tertuang dalam form KM3 yang menggambarkan rencana waktu penugasan bagi setiap PFA yang ditugaskan (Anggota Tim, Ketua Tim, Pengendali Teknis, dan Pengendali Mutu). Mengingat tugas-tugas pengawasan telah berkembang demikian variatif, sehingga form KM3 yang ada saat ini tidak lagi memadai untuk digunakan pada setiap jenis penugasan, disarankan untuk menciptakan modifikasi form KM3 agar sesuai dengan sifat dan jenis penugasan yang akan dilaksanakan. (Lihat juga Himpunan Tanya Jawab Edisi Tahun 2003, pertanyaan no. 25, halaman 38).

17. Pertanyaan :

Bila terdapat ST yang jangka waktunya melewati 1 (satu) periode penilaian (30 Juni/31 Desember), apakah angka kredit dari penugasan tersebut dapat diakui sesuai dengan kemajuan penugasan seperti tercantum dalam Progress Report

Contoh:

ST selama 30 hari terhitung mulai tanggal 15 Desember 2003, apabila pada tanggal 31 Desember 2003 penugasan belum selesai tetapi PFA yang bersangkutan mengajukan usulan angka kredit dengan HP telah melampaui jumlah hari pemeriksaan maksimal sebesar 237 pada posisi 31 Desember 2003. Apakah ST tersebut angka kreditnya dapat diajukan pada periode berikutnya?

Jawaban :

Pemenggalan HP penugasan hanya untuk kepentingan penilaian angka kredit tidak diperkenankan.

(25)

Suatu tugas audit dapat diberikan angka kredit apabila tugas tersebut telah diselesaikan dan telah terpenuhi norma hasil. Dalam hal suatu penugasan belum selesai pada akhir periode penilaian (misalnya per 31 Desember 2003), maka tugas tersebut belum dapat diajukan angka kreditnya pada periode tersebut. Angka kredit atas penugasan audit dimaksud baru dapat diajukan pada periode berikutnya setelah tercapainya Norma Hasil. Perhitungan penggunaan HP dilakukan secara proporsional dengan memperhitungkan penggunaan HP tahun 2003 terhadap HP Maksimal tahun 2003 dan memperhitungkan penggunaan HP tahun 2004 terhadap HP Maksimal tahun 2004.

18. Pertanyaan :

HP dalam Nota Dinas yang diterbitkan oleh Pejabat Eselon III tidak dibatasi dalam suatu periode penilaian. Agar diterbitkan Surat Edaran perihal hari maksimum Nota Dinas yang diterbitkan Pejabat Eselon III

Jawaban :

Sampai saat ini belum terdapat ketentuan yang membatasi jumlah HP dalam Nota Dinas dalam satu periode penilaian. Jumlah HP dalam nota dinas tergantung kewajaran untuk menyelesaikan penugasan dan nota dinas tersebut hendaknya ditembuskan kepada Pimpinan Unit Kerja.

19. Pertanyaan :

Penggunaan HP yang berkaitan dengan Perolehan Angka Kredit bagi para Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu sulit dinilai kewajarannya. Hal ini terjadi karena Formulir KM.8 (Laporan Supervisi Pelaksanaan Pemeriksaan) yang sedianya dapat dijadikan salah satu instrumen dalam penilaian angka kredit tidak sepenuhnya dibuat. Kalaupun KM.8 dibuat pada kenyataannya tidak sepenuhnya 7,5 jam dipergunakan untuk supervisi secara terus menerus. Perlu peninjauan kembali SE-06.04.00-27/PJFA/2002 tanggal 18 Januari 2002 pada dictum 4 (dapat diberlakukan kembali).

(26)

Perencanaan HP bagi Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu agar dituangkan dalam KM3 yang telah dimodifikasi, disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilakukan oleh yang bersangkutan dalam penugasan tersebut (Lihat jawaban pertanyaan no. 16 di atas)

20. Pertanyaan :

Seorang PFA mengajukan DUPAK periode Januari-Juni 2003 dengan melampirkan ST bulan Mei s.d Oktober 2002, dengan total hari penugasan sejumlah 119 HP. Kemudian PFA tersebut mengajukan DUPAK periode Juli-Desember 2003 dengan melampirkan ST bulan Oktober – November 2002 yang belum dinilai karena tidak diajukan pada DUPAK periode Januari-Juni 2003. PFA tersebut selalu melampirkan ST yang diterbitkan kurang lebih 1 tahun yang lalu dan memang belum dinilai, sedangkan ST yang terbit pada periode berikutnya dengan alasan berjaga-jaga kalau pada periode berikutnya tidak mendapat ST, masih bisa memperoleh angka kredit dari ST yang disimpan (ditabung) tersebut. Apakah sistim ditabung seperti di atas dapat dibenarkan oleh Tim Penilai Angka Kredit?

Jawaban :

Pada dasarnya angka kredit dapat ”ditabung” dalam SK PAK, dalam arti seluruh kegiatan yang telah mencapai Norma Hasil pada suatu periode penilaian sebaiknya diajukan pada periode penilaian tersebut. Menabung angka kredit dengan cara tidak diajukan pada periode yang seharusnya dan baru diajukan pada periode berikutnya dengan alasan berjaga-jaga kalau pada periode berikutnya tidak ada penugasan, sama sekali tidak ada manfaatnya dan berpotensi untuk bermasalah karena kekuranglengkapan dokumen pendukung mengingat penugasan itu telah terlalu lama berlalu. Apabila hal tersebut dilakukan untuk menyiasati HP Maksimal, misalnya angka kredit atas penugasan tahun 2002 diajukan tahun 2003 karena HP 2002 telah melampaui HP Maksimal, itupun tidak akan ada manfaatnya karena perhitungan penggunaan HP dalam penilaian angka kredit dilakukan secara proporsional, dalam arti penggunaan HP atas penugasan tahun 2002 akan diperhitungkan dengan HP Maksimal tahun 2002 walaupun angka kreditnya baru diajukan tahun 2003.

(27)

Surat Tugas bulan Mei s.d Oktober 2002, dengan total hari penugasan sejumlah 119 HP dapat diakui apabila HP tahun 2002 belum melebihi HP Maksimal. Demikian juga Surat Tugas Oktober – November 2002 yang diajukan pada DUPAK periode Juli – Desember 2003.

21. Pertanyaan :

Perhitungan HP Maksimal 1 tahun 237 HP, penerapannya dalam pengajuan DUPAK per semester:

Apakah dihitung HP Maksimal per semester + 119 HP jika dalam satu semester melebihi HP Maksimal 1 semester maka yang dinilai hanya 119. Jika semester berikutnya tidak maksimal apakah semester sebelumnya yang melebihi HP maksimal bisa dinilai kembali selama masih dalam tahun yang sama

Apakah dihitung HP Maksimal 1 tahun 237 HP jika dalam satu semester melebihi HP Maksimal 1 semester tetap dinilai sesuai realisasi HP yang terpakai namun untuk semester berikutnya tinggal dinilai sisanya saja.

Jawaban :

Penetapan HP Maksimal adalah untuk masa 1 (satu) tahun takwim (1 Januari s.d 31 Desember) dan bukan per semester, sedangkan penetapan HP Maksimal per semester dapat dilakukan oleh masing-masing unit kerja (Lihat juga Himpunan Tanya Jawab 2003 Bab IV huruf C pertanyaan 7 hal. 18).

22. Pertanyaan :

Seminar yang diikuti pada hari Sabtu mengurangi HP Maksimal, padahal kehadiran yang bersangkutan dalam Seminar tersebut telah mengorbankan hari liburnya. Seyogyanya seminar yang dihadiri pada hari Sabtu tidak mengurangi HP Maksimal.

Jawaban :

Sesuai dengan SE-769/JF/1/2003 halaman 2 point c.1) pengertian HP Maksimal adalah jumlah batas maksimal penggunaan hari kerja untuk kegiatan pengawasan yang dapat diberikan angka kredit dalam satu tahun.

(28)

Kegiatan pengawasan yang dilaksanakan pada hari libur tetap diperhitungkan angka kreditnya sepanjang tidak melebihi HP maksimal dan didukung bukti-buktinya (ST dan norma hasil/sertifikat). Lihat pembahasan HP maksimal dalam Himpunan Tanya Jawab tahun 2003 Bab IV huruf C pertanyaan 8 hal. 26.

23. Pertanyaan :

Penugasan PFA, dapat dilakukan dengan:

a. Tim Mandiri, yang terdiri dari: Pengendali Mutu, Pengendali Teknis, Ketua Tim, dan Anggota Tim

b. Tidak Berbentuk Tim Mandiri

Selama ini, penugasan berbentuk Tim Mandiri, umumya merupakan Tugas Audit. Perkembangan yang terjadi saat ini, terdapat penugasan-penugasan yang merupakan realisasi MoU antara Perwakilan BPKP dengan Pemda setempat, antara lain berupa Asistensi Penyusunan Neraca Pemda yang memerlukan waktu penugasan cukup panjang, sosialisasi ketentuan JFA, sosialisasi AKIP/LAKIP/SAKIP, dll, yang hanya memakan waktu 1 sampai 3 hari. Dalam penugasan sosialisasi umumnya penugasan PFA tidak berbentuk Tim Mandiri. Perlu penegasan mengenai batasan penugasan yang berbentuk Tim Mandiri dan yang tidak berbentuk Tim Mandiri.

Jawaban :

Penugasan pengawasan dapat dilaksanakan dalam bentuk Tim Mandiri ataupun perorangan sesuai dengan sifat dan kebutuhan penugasan dimaksud. Apabila auditor diberi penugasan yang tidak berbentuk Tim Mandiri (tidak mempunyai komposisi peran PM, PT, KT, dan AT), maka penilaian angka kredit yang bersangkutan didasarkan pada peran yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan jabatan dan sertifikasi yang dimilki.

D. PENGEMBANGAN PROFESI

Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada unsur Pengembangan Profesi yang merupakan bagian dari Unsur Utama Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B

(29)

Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.

Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai pengembangan profesi antara lain adalah sebagai berikut:

Batas Maksimum Penulisan Karya Ilmiah

Sebagaimana diketahui, angka kredit yang diperoleh PFA dari kegiatan penulisan Karya Ilmiah relatif besar terutama berkenaan dengan pemenuhan persyaratan angka kredit Pengembangan Profesi untuk kenaikan pangkat. Pada dasarnya, pemberian angka kredit yang relatif besar untuk kegiatan penulisan Karya Ilmiah adalah untuk membangkitkan semangat PFA Senior untuk menuangkan pengalaman dan pengetahuannya dalam bentuk tulisan agar menjadi rujukan bagi PFA Junior. Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengawasan sehingga secara berkesinambungan dapat meningkatkan mutu hasil pengawasan.

Pada prakteknya, terdapat sejumlah PFA yang memiliki bakat menulis yang kemudian secara produktif menghasilkan berbagai tulisan yang menimbulkan kesan sekedar untuk mengumpulkan angka kredit, mengingat berkurangnya tugas-tugas pengawasan dewasa ini. Dikhawatirkan tujuan untuk meningkatkan mutu hasil pengawasan tidak lagi menjadi tujuan utama sehingga mutu dari berbagai tulisan yang dihasilkan tidak sebanding dengan besarnya penghargaan yang diberikan dalam bentuk angka kredit. Disamping itu, muncul pertanyaan umum apakah seorang PFA yang “rajin menulis” masih tetap dianggap sebagai auditor ataukah sesungguhnya profesi yang bersangkutan beralih menjadi “penulis” ?. Secara umum, kekhawatiran ini mungkin muncul sebagai akibat dari belum adanya standar penulisan berupa Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, dan penilaian atas mutu tulisan diserahkan kepada penilaian Tim Penilai Angka Kredit pada masing-masing Unit Kerja. Oleh karena itu, kemudian muncul wacana apakah tidak sebaiknya ditetapkan batas maksimum jumlah Karya Ilmiah yang diperkenankan untuk memperoleh angka kredit, misalnya dibatasi maksimal 3 (tiga) Karya Ilmiah dalam satu tahun ?

(30)

Dari hasil pembahasan dalam forum disimpulkan bahwa sampai saat ini dirasakan belum perlu untuk menetapkan batas maksimum jumlah Karya Ilmiah yang dapat dihasilkan oleh seorang PFA dalam satu tahun, mengingat jumlah PFA yang telah menghasilkan Karya Ilmiah tersebut relatif masih sangat sedikit dibandingkan jumlah PFA secara keseluruhan. Hal yang perlu dilakukan adalah menjaga mutu Karya Ilmiah yang dihasilkan dengan menetapkan standar penulisan dalam bentuk Pedoman Karya Ilmiah (yang sampai saat ini dalam proses penyelesaian) dan pembentukan Tim Penilai / Penguji Karya Ilmiah pada setiap Unit Kerja untuk membantu Pimpinan Unit menjaga mutu Karya Ilmiah yang dihasilkan.

Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan pengembangan profesi dan solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:

24. Pertanyaan :

Karya tulis ilmiah yang disusun oleh PFA dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mendaftar dalam Keanggotaan Satgas BPKP Pusat (PE, Widyaiswara, dan sebagainya) tidak memenuhi syarat sebagai karya ilmiah dalam unsur pengembangan profesi karena tidak disebarkan dalam forum ilmiah, serta tidak memenuhi kriteria “mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu” karena tidak ada surat tugas (penugasan) dari unit kerja untuk penugasan itu. Meskipun penugasan ini adalah inisiatif PFA dalam kaitannya memenuhi persyaratan mengikuti suatu program yang dirancang oleh BPKP, namun upaya tersebut perlu mendapat penghargaan dalam bentuk angka kredit. Diusulkan agar diberikan angka kredit untuk kegiatan “mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu” sepanjang ada pernyataan dari Panitia Pendaftaran bahwa PFA yang bersangkutan diterima dalam program yang diikuti. Dasar pertimbangannya adalah bahwa karya tulis yang disusun PFA tersebut layak sehingga PFA tersebut diterima dalam program yang diikutinya.

Jawaban :

Karya tulis ilmiah yang disusun sebagai persyaratan keanggotaan Satgas, persyaratan widyaiswasa, dan sejenisnya, dapat diberikan angka kredit sepanjang memenuhi persyaratan karya tulis/karya ilmiah. Hal ini berlaku

(31)

baik bagi PFA yang diterima maupun tidak diterima dalam program tersebut. Karya tulis tersebut tidak dapat diberikan angka kredit ”mempersiapkan bahan untuk tujuan tertentu” karena bukan merupakan penugasan auditor dan bersifat sebagai pemenuhan persyaratan dalam proses seleksi rekruitment anggota satgas, widyaiswara atau sejenisnya.

25. Pertanyaan :

Seorang PFA telah memasukkan Angka kredit Diklat Teknis ke dalam unsur Pendidikan dan SK PAK-nya telah diterbitkan pada semester terdahulu. Karena unsur Pengembangan Profesi terlalu kecil untuk kenaikan pangkat, maka yang bersangkutan ingin melakukan koreksi kembali penempatan AK Diklat tersebut ke dalam unsur Pengembangan Profesi. Apakah hal ini dibenarkan?

Jawaban :

Apabila sertifikat diklat teknis diperoleh setelah diberlakukannya Surat Edaran Kepala Pusbin JFA Nomor: SE-06.04.00-27/2002 tanggal 18 Januari 2002, maka pada dasarnya angka kredit tersebut dapat dikoreksi pada unsur pendidikan dan ditambahkan pada unsur pengembangan profesi pada DUPAK periode berikutnya. Namun apabila sertifikat tersebut diperoleh sebelum tanggal 18 Januari 2002, hal tersebut tidak dapat diakui sebagai pengembangan profesi.

Koreksi tersebut di atas tidak diperlukan lagi apabila SK PAK yang akan dikoreksi telah dipergunakan untuk Kenaikan Pangkat, mengingat yang bersangkutan diwajibkan untuk memperoleh angka kredit Pengembangan Profesi berikutnya dalam pangkat barunya.

26. Pertanyaan :

Untuk pengembangan profesi tidak ada batasan maksimum yang dapat diperhitungkan dalam Angka Kredit, yang ada adalah batas minimum, yang menjadi masalah dapat saja terjadi Angka Kredit Pengembangan Profesi lebih besar dari unsur pengawasan misalnya : rajin menulis, padahal tugas utama bukan penulis.

(32)

Jawaban :

Pada dasarnya, penulisan karya ilmiah yang berkualitas sangat dibutuhkan dalam mengembangkan konsep-konsep pengawasan. Hal tersebut jelas akan sangat menunjang pelaksanaan tugas-tugas pengawasan maupun pengembangannya. Sehubungan dengan masih rendahnya minat menulis di kalangan PFA, sampai saat ini masih belum dipandang perlu untuk membatasi jumlah karya tulis yang dapat diberikan angka kredit. Yang diperlukan saat ini adalah pengaturan pedoman karya ilmiah agar dapat dihasilkan berbagai karya ilmiah yang berkualitas.

27. Pertanyaan :

Untuk sertifikat Brevet yang mencantumkan 2 tingkat keahlian (Brevet A dan B), apakah angka kreditnya diakui sebagai 2 sertifikat atau 1 sertifikat?

Jawaban :

Angka kredit sertifikat brevet dinilai berdasarkan jumlah sertifikat yang diperoleh. Sertifikat yang mencantumkan brevet A dan B sebagai satu kesatuan, dinilai sebagai satu sertifikat.

Sertifikat brevet yang diperoleh melalui diklat dapat diberikan Angka Kredit kegiatan mengikuti diklat unsur pengembangan profesi, sepanjang didukung dengan surat tugas dan sertifikat didasarkan jumlah jamlat.

Bagi yang memperoleh sertifikat brevet melalui ujian negara setelah memperoleh sertifikat mengikuti diklat brevet, Angka Kredit hanya dapat diberikan untuk sertifikat mengikuti diklat brevet.

Bagi yang memperoleh sertifikat brevet tanpa diklat, dapat diberikan Angka Kredit mengacu pada surat edaran Kapusbin JFA No. SE-91/JF.1/2003 tanggal 31 Januari 2003 tentang Penegasan Hasil Rakor Kepegawaian dan JFA tahun 2002, angka 8.

(33)

Permasalahan yang dibahas dalam kelompok ini berkenaan dengan kegiatan pada Unsur Penunjang Kegiatan PFA sebagaimana tercantum dalam huruf A.1 Lampiran 1 A dan 1 B Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya.

Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai topik ini antara lain adalah sebagai berikut:

Menjadi Narasumber Dalam Acara Talk Show Pada Media Elektronik

Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia pengawasan serta semakin terbukanya kebebasan pers dan meluasnya penyajian informasi dalam berbagai media massa, seorang PFA mungkin diundang sebagai Narasumber dalam acara Talk Show pada siaran radio atau televisi. Penyajian informasi kepada masyarakat umum melalui acara Talk Show merupakan hal baru dalam dunia pengawasan yang selama ini relatif tertutup dan hanya memberikan informasi secara formal kepada auditan dan pihak lain yang berkompeten.

Adanya kegiatan ini memerlukan penetapan kesepadanan dengan kegiatan auditor sebagaimana diatur dalam SK MENPAN No. 19/1996 untuk memberikan penghargaan kepada PFA yang telah secara nyata memberikan kontribusi dalam dunia pengawasan melalui pencerahan kepada masyarakat umum melalui media massa.

Dari hasil pembahasan forum, disepakati bahwa kegiatan sebagai Narasumber dalam acara Talk Show sebagaimana diuraikan di atas, sepanjang membahas hal-hal yang terkait dengan pengawasan ataupun tugas dan fungsi pengawasan, dapat diberikan angka kredit "Pengawasan" sebagai Unsur Utama dan disepadankan dengan kegiatan "Memberikan Penyuluhan di bidang Pengawasan". Untuk melengkapi persyaratan dalam pemberian angka kredit hendaknya Pimpinan Unit menerbitkan Surat Tugas atau Nota Dinas bagi PFA yang ditunjuk sebagai Narasumber tersebut yang mencantumkan jumlah jam yang direncanakan untuk kegiatan Talk Show itu.

(34)

Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan Unsur Penunjang dan solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:

28. Pertanyaan :

Seorang PFA telah cukup angka kreditnya untuk naik pangkat setingkat lebih tinggi, tetapi karena nilai Unsur Penunjangnya melebihi 20% maka yang bersangkutan tidak bisa naik pangkat. Namun apabila nilai Unsur Penunjang semester yang lalu yang telah diterbitkan SK PAK-nya dikurangi maka yang bersangkutan memenuhi syarat untuk naik pangkat. Bolehkah SK PAK semester yang lalu dikoreksi?

Jawaban :

Pada dasarnya, koreksi SK PAK hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit apabila terjadi kesalahan yang signifikan.

Komposisi Unsur Utama angka kredit minimal 80% dan Unsur Penunjang maksimal 20% untuk kenaikan pangkat, dihitung berdasarkan jumlah angka kredit yang dibutuhkan untuk kenaikan pangkat dimaksud, bukan berdasarkan jumlah angka kredit terakhir yang dimiliki.

Sebagai contoh, terdapat 3 orang PFA dengan pangkat Penata (Gol. III/c) memiliki jumlah angka kredit terakhir berdasarkan SK PAK 30 Juni 2004, sebagai berikut:

Angka Kred

Unsur Naik Pkt PFA A PFA B PFA C

- Utama 240 240 235 240

- Penunjang 60 60 65 65

Jumlah 300 300 300 305

Dari sisi angka kredit, dengan asumsi yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan lainnya, termasuk syarat sertifikasi JFA, pemenuhan persyaratan kenaikan pangkat ketiga PFA di atas adalah:

a. Jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat adalah 300 dengan komposisi minimal 240 (80% x 300) berasal dari Unsur Utama dan maksimal 60 (20% x 300) dari unsur Penunjang

(35)

b. PFA A memenuhi syarat naik pangkat karena sesuai dengan jumlah komposisi angka kredit tersebut pada huruf a di atas

c. PFA B tidak memenuhi syarat naik pangkat walaupun jumlah angka kredit mencapai 300 karena komposisinya (Unsur Utama belum mencapai 80% dan Unsur Penunjang melebihi 20%) belum memenuhi komposisi angka kredit tersebut pada huruf a di atas

d. PFA C memenuhi syarat naik pangkat karena secara jumlah angka kredit yang bersangkutan (305) telah melebihi ketentuan minimal (300), dan angka kredit dari Unsur Utama (240) telah mencapai 80% dari jumlah angka kredit minimal untuk kenaikan pangkat (300). Persentase Unsur Utama tidak dihitung dari jumlah angka kredit terakhir (240 = 79% x 305). Kelebihan persentase Unsur Penunjang (65 = 21% x 300) dianggap sebagai tabungan untuk kenaikan pangkat berikutnya dan tidak dianggap sebagai kelebihan persentase perolehan Unsur Penunjang. Dengan demikian kelebihan persentase Unsur Penunjang

tidak perlu dikoreksi sepanjang Unsur Utama mencapai minimal 80% dari jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk naik pangkat.

29. Pertanyaan :

Menjadi nara sumber pada penyiaran radio atau televisi belum ada dalam unsur penilaian angka kredit, baik sebagai pengembangan profesi maupun penunjang. Demikian juga mengenai media yang digunakan dalam menghitung angka kreditnya. Kegiatan ini perlu ditetapkan angka kreditnya karena dalam era broadcasting seperti sekarang ini JFA menjadi nara sumber dalam talk show dan acara sejenisnya adalah sangat mungkin terjadi.

Diusulkan agar kegiatan tersebut dikategorikan sebagai Unsur Penunjang sebagaimana kegiatan mengajar/melatih. Media yang digunakan untuk menilai angka kredit selain Surat Tugas (Nota Dinas) dari pimpinan unit sebagai bukti bahwa kegiatan tersebut memperoleh izin/absah, juga pernyataan dari fihak broadcaster sebagai bukti bahwa norma hasil telah tercapai. Untuk menunjukkan bahwa norma hasil telah tercapai dapat pula dalam bentuk pemberitaannya di media cetak (jika talk show itu diberitakan)

(36)

berupa guntingan korannya (klipping). Sedangkan jam yang diakui adalah jam riil dari kegiatan itu. Jika kegiatan tersebut dilakukan di malam hari maka kegiatan ini tidak mengurangi HP maksimal.

Jawaban :

Apabila kegiatan tersebut dilengkapi dengan bukti-bukti pendukungnya (ST/ND dan norma hasilnya), maka dapat disepadankan dengan unsur Pengawasan butir kegiatan ”Melaksanakan penyuluhan di bidang pengawasan”. Di dalam ST hendaknya dicantumkan jumlah jam kegiatan sebagai dasar untuk penghitungan angka kredit.

F. ORGANISASI, MUTASI, DAN TATA USAHA JFA

Permasalahan yang dibahas dalam bagian ini berkenaan dengan organisasi JFA, mekanisme mutasi PFA, dan penatausahaan kegiatan JFA.

Secara garis besar, permasalahan yang telah dibahas dalam Forum Komunikasi JFA dan Kepegawaian Tahun 2004 mengenai organisasi, mutasi, dan tata usaha JFA antara lain adalah sebagai berikut:

Pengangkatan Kembali PFA Yang Telah Diberhentikan Dari JFA

Sesuai dengan Pasal 29 SK MENPAN No. 19/1996, seorang PFA diberhentikan dari JFA apabila :

1. Dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak dibebaskan sementara dari JFA belum dapat mengumpulkan angka kredit kumulatif minimal untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi seluruh PFA kecuali Auditor Penyelia Gol. III/d dan Auditor Ahli Utama Gol. IV/e.

2. Dalam waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara dari JFA belum dapat mengumpulkan angka kredit kumulatif minimal untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi bagi Auditor Penyelia Gol. III/d dan Auditor Ahli Utama Gol. IV/e.

3. Dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil dengan hukuman disiplin berat dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

4. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan dari jabatannya.

(37)

Dalam pembahasan forum disimpulkan bahwa dalam ketentuan JFA tidak ada peluang bagi PFA yang telah diberhentikan dari JFA untuk diangkat kembali dalam JFA. Dengan kata lain, pemberhentian dari JFA bersifat final, sehingga PFA yang telah diberhentikan dari JFA tidak dapat diangkat lagi dalam JFA.

Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah Bagi PFA

Dalam ketentuan kenaikan pangkat pilihan PNS dikenal adanya kenaikan pangkat karena memperoleh Ijazah yang lebih tinggi. Misalnya, seorang PNS gol. II/b berijazah SLTA memperoleh Ijazah Sarjana (S1) yang secara kedinasan dapat diakui oleh Instansi tempatnya bekerja, PNS yang bersangkutan dapat dinaikkan pangkatnya langsung ke Gol. III/a (pangkat terendah bagi PNS berijazah Sarjana) apabila telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku, diantaranya telah lulus Ujian Penyesuaian Pangkat. Kenaikan pangkat seperti ini lazim dikenal sebagai ”Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah”.

Pengaturan mengenai kenaikan pangkat Penyesuaian Ijazah juga terdapat dalam ketentuan JFA yakni dalam pasal 10 ayat (2) SKB. Dalam ketentuan ini diatur bahwa disamping memenuhi seluruh persyaratan Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah sebagaimana berlaku bagi PNS pada umumnya, yang bersangkutan juga dipersyaratkan memenuhi angka kredit kumulatif minimal yang dibutuhkan untuk pangkat barunya (persyaratan ini juga tercantum dalam pasal 18 PP 99/2000 j.o PP 12/2002). Dengan demikian, apabila seorang Auditor Pelaksana dengan pangkat II/d ke bawah memperoleh Ijazah S1 sesuai kualifikasi pendidikan yang ditentukan, setelah lulus UPI dan memenuhi persyaratan lainnya, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Gol. III/a apabila telah memperoleh angka kredit kumulatif minimal 100 dan sesuai dengan komposisi yang ditentukan. Setelah naik pangkat, yang bersangkutan dapat dinaikkan jabatannya menjadi Auditor Pelaksana Lanjutan. Yang bersangkutan dapat dialihkan menjadi Auditor Ahli Pertama setelah memiliki sertifikat lulus Diklat Pindah Jalur.

(38)

Keberatan PFA Atas Penetapan Angka Kredit

Berdasarkan pasal 18 ayat (1) Keputusan MENPAN No. 19 Tahun 1996, terhadap keputusan Pejabat yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit tidak dapat diajukan keberatan. Dengan kata lain, SK PAK yang telah ditandatangani oleh Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit bersifat final dan PFA tidak dapat mengajukan keberatan atas angka kredit yang telah ditetapkan dalam SK PAK tersebut.

Pada dasarnya, ketentuan bahwa terhadap SK PAK tidak dapat diajukan keberatan tidak akan menimbulkan permasalahan apabila seluruh proses pengumpulan dan penilaian angka kredit berjalan sebagaimana mestinya yakni PFA menyusun SPMK dan DUPAK dengan benar sesuai ketentuan, Atasan Langsung benar-benar meneliti dan bertanggung jawab atas kewajaran SPMK, Pejabat Pengusul melaksanakan fungsinya meneliti DUPAK dan memberi catatan bila diperlukan, penilaian angka kredit seorang PFA dilakukan secara silang oleh 2 orang anggota Tim Penilai, Tim Penilai mengkomunikasikan setiap perbedaan penilaian yang signifikan kepada PFA / Atasan Langsung PFA, PFA diberi daftar penjelasan perbedaan penilaian secara tertulis, dan Sekretariat Tim Penilai memproses finalisasi SK PAK secara cermat. Apabila seluruh proses tersebut dilaksanakan sebagaimana mestinya, hampir dapat dipastikan bahwa PFA tidak akan merasa perlu untuk mengajukan keberatan terhadap SK PAK yang diterbitkan karena seluruh proses telah berlangsung secara benar, fair, dan transparan.

Mengingat pada kenyataannya, belum seluruh proses sebagaimana diuraikan di atas berjalan sebagaimana mestinya, maka kita perlu hati-hati dalam menyikapi ketentuan bahwa terhadap SK PAK tidak dapat diajukan keberatan. Untuk menjaga agar SK PAK yang diterbitkan benar-benar menggambarkan kondisi yang wajar dan fair, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam penilaian angka kredit bersikap proporsional dalam arti apabila ternyata PFA dapat menunjukkan bahwa terdapat kesalahan dalam SK PAK yang telah diterbitkan, maka seyogyanya Tim Penilai Angka Kredit atau Pejabat Pengusul dapat memberikan masukan kepada Pejabat Yang Berwenang Menetapkan Angka Kredit agar dapat mengoreksi kesalahan tersebut sebagaimana

(39)

mestinya. Disamping itu, seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengumpulan dan penilaian angka kredit pada masa mendatang hendaknya semakin meningkatkan kualitas pelaksanaan fungsinya sehingga tidak diperlukan lagi koreksi terhadap SK PAK yang telah diterbitkan.

Perpindahan PFA BPKP ke Bawasda

Dalam beberapa tahun terakhir ini, terdapat beberapa PFA di lingkungan BPKP pindah tugas ke Bawasda. Pada dasarnya, secara ketentuan JFA perpindahan tersebut sama dengan perpindahan antar unit kerja di lingkungan BPKP (misalnya perpindahan PFA dari Kantor Pusat ke Perwakilan BPKP). Sepanjang PFA tersebut masih tetap melaksanakan tugas-tugas pengawasan di Bawasda, yang bersangkutan dapat melanjutkan seluruh administrasi jabatannya pada unit kerjanya yang baru (Bawasda). Pada saat perpindahan tersebut, unit kerja lama berkewajiban menyelesaikan seluruh administrasi kepegawaian PFA yang bersangkutan, termasuk diantaranya menerbitkan SK PAK sampai pada posisi terakhir penugasan yang bersangkutan pada unit lama (BPKP).

Perpindahan PFA dari BPKP ke Bawasda seharusnya tidak akan menimbulkan permasalahan sepanjang seluruh perangkat JFA telah terbentuk dan berfungsi di lingkungan Bawasda dimaksud. Pada dasarnya, PFA tetap dapat melanjutkan administrasi jabatannya di Bawasda walaupun Bawasda yang bersangkutan belum melaksanakan inpassing, namun pelaksanaan jabatan tersebut (antara lain pemberian tunjangan JFA dan penilaian angka kredit) kemungkinan akan mengalami hambatan karena belum tersedianya perangkat JFA yang dibutuhkan. Oleh karena itu, bagi Bawasda yang belum melaksanakan inpassing (belum menerapkan JFA) dan menerima perpindahan PFA dari BPKP (atau dari unit pengawasan lain seperti BKKBN atau Itjen Departemen / LPND) diharapkan dapat menyiapkan infrastruktur dan perangkat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan JFA.

Secara rinci, permasalahan yang berkenaan dengan organisasi, mutasi, dan tata usaha JFA serta solusinya diuraikan dalam tanya jawab berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Halaman 23 dari 64 Putusan Nomor 345/PDT/2016/PT.MDN lelang, dimana dana hasil lelang tersebut digunakan sebagai pengganti pelunasan kewajiban PENGGUGAT III kepada TERGUGAT

Darah merupakan jaringan yang terbentuk dari cairan yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu pasma darah yang merupakan cairan darah dan sel-sel darah yaitu elemen-elemen yang

Pada mesin penekuk hydrolik, benda kerja atau plat yang dikerjakan bisa lebih tebal, dikarenakan mesin hydrolik dapat menekan dengan kekuatan yang lebih

Dalam penerimaan bantuan tersebut memunculkan sikap, tingkah laku yang dipengaruhi oleh dorongan-dorongan dari dalam diri petani, baik faktor sosial seperti umur, tingkat

Hasil penelitian ini berarti tidak mendukung hipotesis bahwa leverage (X2) secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan rokok yang terdaftar

Buku Teks Bahan ajar merupakan bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara.. sistematis yang digunakan guru dan siswa

Berdasarkan uraian yang disajikan pada Bab I sampai Bab V, dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini bahwa: (a) tidak ada hubungan yang signifikan antara minat terhadap karya

Dengan ruang lingkup pekerjaan tersebut, maka hasil yang diharapkan dari pekerjaan ini adalah tersusunnya aplikasi Sistem Penilaian Kinerja mekanisme perhitungan