VII -1
BAB VII - ASPEK TEKNIS PER SEKTOR
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.
7.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
VII -2 7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
VII -3 Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.
Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
7.1.2.1. Isu Strategis
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:
• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
VII -4 • Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif
Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
• Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.
• Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
• Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.
• Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
• Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isu-isu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.
Tabel 7. 1 Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten
No Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
1 Penanganan kawasan permukiman kumuh dengan penyediaan
VII -5
2 Penyediaan infrastruktur pendukung kawasan agropolitan di
Kecamatan Rakit Kulim
3 Penyediaan infrastruktur pendukung kawasan minapolitan di
Kecamatan Pasir Penyu
7.1.2.2. Kondisi Eksisting
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kota/ kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
Tabel 7. 2 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Indragiri Hulu
No Lokasi Kawasan Kumuh Luas Kawasan Jumlah Penduduk
(1) (2) (3) (6)
Tabel 7. 3 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Indragiri Hulu
VII -6 Belum ada rusunawa di Kabupaten Indragiri Hulu
7.1.2.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya: 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
VII -7 serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota bersangkutan.
Tabel 7. 4 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten/Kota
No Permasalahan Pengembangan
Permukiman
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
(1) (2) (3) (4)
1 Aspek Kelembagaan
- Belum optimalnya peran Pokja
AMPL dalam memprioritaskan penanganan kawasan kumuh dalam mencapai target MDGs, karena lebih fokus pada kegiatan air minum dan sanitasi
- Peningkatan peran pokja
AMPL dan pokja lainnya dalam pengentasan kawasan kumuh
2 Aspek Pembiayaan
- Belum diprioritaskannya
penganggaran untuk penanganan permasalahan kawasan kumuh
- Memprioritaskan
penanganan kawasan kumuh dalam proses penganggaran
3 Aspek Peran Serta Masyarakat/
Swasta
- Belum adanya kerjasama
antara Pemerintah dengan pihak swasta dalam
penanganan kawasan kumuh
- Perilaku hidup bersih sehat
masyarakat rendah karena suli untuk merubah perilaku masyarakat, seperti
membuang sampah sembarangan
- Mencoba bekerjasama
dengan pihak swasta,
- Sosialisasi dan penyuluhan
secara berkesinambungan mengenai pola hidup bersih dan lingkungan sehat
4 Aspek Lingkungan Permukiman
- Kondisi lingkungan yang
berada pada kawasan bantaran sungai yang
berpotensi terjadi abrasi yang akhirnya membuat
- Melakukan permukiman
kembali/relokasi
permukiman masyarakat kawasan kumuh
VII -8
No Permasalahan Pengembangan
Permukiman
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
(1) (2) (3) (4)
menjadi kawasan kumuh bagi masyarakat kawasan
kumuh
7.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.
7.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
VII -9 1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil,
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE),
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
• Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
• Infrastruktur permukiman RSH
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan)
• Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
• Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
• Infrastruktur perdesaan PPIP
• Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
VII -10 Gambar 7. 1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
• Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
• Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
• Kesiapan lahan (sudah tersedia).
• Sudah tersedia DED.
• Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
• Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.
• Ada unit pelaksana kegiatan.
VII -11 2. Khusus
Rusunawa
• Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
• Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
• Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya
• Ada calon penghuni
RIS PNPM
• Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
• Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
• Tingkat kemiskinan desa >25%.
• Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
PPIP
• Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
• Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya
• Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
• Tingkat kemiskinan desa >25%
PISEW
• Berbasis pengembangan wilayah
• Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
• Mendukung komoditas unggulan kawasan
VII -12 seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.
VII -13 c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian
penduduk kawasan permukiman kumuh. 3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah.
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.
7.1.5. Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
VII -14 Tabel 7. 5 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Indragiri Hulu
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Bangkim
Pembinaan dan Pengawasan Pengembangan Permukiman
Pendampingan Penyusunan Rencana Kawasan
Permukiman
Operasional Pokjanis Penyusunan Rencana Kawasan
Permukiman Perkotaan Kab. Indragiri Hulu kws 1 0 0 150.000,00 0 0 0 2017
Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman Perkotaan
Kab. Inhu lap 1 800.000,00 0 0 0 0 0 2017
Penyusunan Rencana Kawasan Permukiman Perkotaan
Kab. Inhu lap 1 800.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Pematang Reba lap 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Perkotaan
Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Perkotaan kws 1 0 2.000.000,00 500.000,00 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Pematang Reba kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Pematang Reba
Pematang
Reba kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Perkotaan kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Rengat kws 1 150.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Air Molek Kec.
Pasir Penyu kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Rengat kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Rengat kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
Pembanguan PSD Kawasan Kumuh Kawasan Pasir Penyu kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2017
VII -15 Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Rengat Ha 1 6.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Air Molek Kec.
Pasir Penyu Ha 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Rengat Ha 1 150.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Air Molek Kec.
Pasir Penyu Ha 1 150.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Pematang Reba Ha 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Air Molek Kec.
Pasir Penyu kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Air Molek Kec.
Pasir Penyu kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Belilas Ha 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Seberida kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Pematang Reba
Pematang
Reba Ha 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Air Molek Kec. Pasir Penyu
Kawasan Air Molek,
Kec. Pasir
Penyu Ha 1 150.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Belilas
Pangkalan
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Belilas
Pangkalan
Kasai Ha 1 2.500.000,00 0 0 0 0 0 2019
Pembangunan PSD Kawasan Kumuh Kota Peranap Ha 1 2.500.000,00 0 0 0 0 0 2019
Pembangunan DED KAwasan Kumuh Rengat Barat Ha 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2019
VII -16 Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Perdesaan
Pembangunan dan Pengembangan Kws Permukiman
Perdesaan Potensial
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 0 2.000.000,00 0 0 0 0 2017
DED Kawasan Eks Transmigrasi Desa Talang Jerinjing
Talang
Jerinjing kws 1 0 0 100.000,00 0 0 0 2017
DED Kawasan Eks Transmigrasi Desa Air Putih
Kec. Lubuk Batu Jaya
Desa Air
Putih kws 1 0 0 100.000,00 0 0 0 2017
DED Kawasan Eks Transmigrasi Desa Buluh Rampai
Buluh
Rampai kws 1 0 0 100.000,00 0 0 0 2017
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Agropolitan (Lubuk Sitarak) kws 1 3.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Eks Transmigrasi Desa Rawa
Bangun kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pembangunan PSD Kawasan Minapolitan kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2017
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan
Kab. Indragiri
Hulu kws 1 0 2.000.000,00 0 0 0 0 2018
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2018
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Eks Transmigrasi Desa Talang Jerinjing
Talang
Jerinjing kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Eks Transmigrasi Desa Buluh Rampai
Buluh
Rampai kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Agropolitan (Kuantan
Tenang) kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Minapolitan kws 1 3.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Pembangunan PSD Kawasan Eks Transmigrasi Buluh
Rampai kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
VII -17 Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Indragiri Hulu
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2019
Pembangunan PSD Kawasan Agropolitan (Sungai Gemuruh)
Kab. Indragiri
Hulu kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2019
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2019
Pembangunan PSD Kawasan Agropolitan kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2019
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 0 0 500.000,00 0 0 0 2020
Pengembangan PSD Kawasan Permukiman Perdesaan kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2020
VII -18
7.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
7.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
VII -19 c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
VII -20 yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
VII -21 c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
VII -22 Gambar 7. 2 Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
• Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
• Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
VII -23 • Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan
gedung;
• Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;
• Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;
• Paket dan Replikasi.
7.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
7.2.2.1. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.
VII -24 mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
b. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;
c. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
d. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;
e. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.
VII -25 a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung
(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan; d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan
rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
7.2.2.2. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah mendapatkan fasilitasi
berupa peningkatan kualitas infrastruktur permukiman
VII -26 Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012 adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9 Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkungan permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPIJM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu dijabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
Ruang Terbuka Hijau Kota. Kawasan Hutan Kota yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kawasan RTH) perkotaan di Kabupaten Indragiri Hulu seluas kurang lebih 1.698 hektar atau 31 % dari luas wilayah perkotaan Kabupaten Indragiri Hulu, yang terdiri atas :
a. RTH Alun-alun berada di Kecamatan Rengat;
b. RTH Pasar Kota berada di Kecamatan Rengat dan Pematang Reba; c. RTH Taman Kota berada di seluruh kecamatan.
7.2.2.3. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;
• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
VII -27
• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan; • Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;
• Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
VII -28 Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.
7.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sector PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.
Pada Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL meliputi:
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
VII -29 rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan
pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
• Program Bangunan dan Lingkungan;
• Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
• Rencana Investasi;
• Ketentuan Pengendalian Rencana;
• Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
VII -30 (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada table 6.19, yang dapat dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan.
Tabel 7. 6 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
VII -31 Indikator Nilai Pencapaian
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) sebesar 20% dari luas wilayah kota/ kawasan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.
Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis penataan bangunan gedung.
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
Kemiskinan
VII -32 Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat.
7.2.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan
Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:
- Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
• Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda Bangunan Gedung;
• Komitmen Pemda untuk menindaklanjuti hasil fasilitasi Ranperda BG
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman
Berbasis Komunitas
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan
VII -33
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)
Kriteria Lokasi :
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006; • Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage; • Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat; • Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
- Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DAED/DED.
VII -34
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau; • Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm scenario
pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; • Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang); • Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH public
minimal 20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
VII -35 Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang; • Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko
tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Ged Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;
• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya; • Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
VII -36 publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi
Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);
• Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun; • Ada lahan yg disediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
- Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
• Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.
7.2.5. Usulan Program dan Kegiatan
VII -37 Tabel 7. 7 Usulan Program dan Kegiatan Penataan Bangunan dan Lngkungan Kabupaten Indragiri Hulu
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
PBL
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Pembinaan Penataan
Kawasan
VII -38
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Lanjutan Pendampingan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
Japura Ha 1 100.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Pendamping Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kws.Pematang Penataan dan Revitalisasi Kaw.
Simpang Tugu Peranap Peranap paket 1 100.000,00 0 0 0 0 0 2018
Lanjutan Pendampingan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang
Japura Japura paket 1 100.000,00 0 0 0 0 0 2018
Lanjutan Pendamping Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kws.Pematang Reba Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
VII -39
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Lanjutan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
Japura kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2020
VII -40
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Peningkatan Infrastruktur Kumuh Kota Pematang Reba
VII -41
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Dukungan Srana Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Pasir Penyu
Kec. Pasir
Penyu kws 1 1.850.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Dukungan Sarana Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Pasir Penyu
Kec. Pasir
Penyu kws 1 1.000.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Sarana dan Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. REngat Barat
Kec. Rengat
Barat kws 1 1.000.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Dukungan PSD Ruang Terbuka Hijau Kec. Seberida Ruang Terbuka Hijau Kec. Peranap Terbuka Hijau Kec. Seberida
Kec.
Seberida kws 1 2.000.000 0 0 0 0 0 2017
Dukungan PSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Belilas
Kec.
VII -42
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Dukungan Pendampingan PSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Empat Belilas
Kec.
Seberida kws 1 100.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Pendampingan Dukungan KSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Japura
Kec. Japura kws 1 100.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Pendampingan Sarana Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Peranap
Kec.
Peranap kws 1 100.000 0 0 0 0 0 2017
Pendampingan Dukungan PSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Japura
Kec. Japura kws 1 100.000 0 0 0 0 0 2017
Pendampingan Dukungan PSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Japura
Kec. japura kws 1 100.000 0 0 0 0 0 2017
Lanjutan Pendampingan Sarana Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Peranap
Kec. Hijau Kec. Pasir Penyu
VII -43
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Terbuka Hijau Kec. Pasir Penyu Hijau Kec. Pasir Penyu
VII -44
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Pembangunan PSD Kawasan Eks. Transmigrasi Desa Buluh Rampai Kumuh Kota Pematang Reba
VII -45
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Lanjutan Dukungan PSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Empat Belilas Ruang Terbuka Hijau Kec. Seberida
Kec.
Seberida kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Lanjutan Dukungan PSD Ruang Terbuka Hijau Kws. Simpang Empat Belilas Kaw. Simpang Empat Belilas
Kec.
Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Tugu Peranap
kws 1 2.000.000,00 0 0 0 0 0 2018
Lanjutan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Empat Belilas
Kec. Seberida
Kel.
VII -46
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Pangkalan Kasai Pendampingan Sarana
Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Pasir Penyu
Kec. Pasir
Penyu paket 1 100.000,00 0 0 0 0 0 2018
Lanjutan Pendampingan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaws. Simpang Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaws. Simpang Kaw. Simpang Empat Belilas
Kec. Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
Kec. Lirik
Kel. Japura kws 1 100.000,00 0 0 0 0 0 2018
Lanjutan Pendampingan Sarana dan Prasarana Ruang Terbuka Hijau Kec. Pasir
VII -47
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Penyu
Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
Kec. Lirik
Kel. Japura paket 1 100.000,00 0 0 0 0 0 2019
Lanjutan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
Kec. Lirik
VII -48
Output-Paket Lokasi Volume Satuan APBN APBD
Provinsi
APBD
Kabupaten-Kota
Swasta Masyarakat DAK Tahun
Pendampingan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Simpang Tugu Peranap
Kec.
Peranap paket 1 100.000,00 0 0 0 0 0 2020
Lanjtan Pendampingan Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kaw. Simpang Japura
Kec. Lirik
VII -49 7.3. Sistem Penyediaan Air Minum
7.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan system penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
a. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
c. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
VII -50 masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
VII -51 mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan system penyediaan air minum;
• Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
• Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
• Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
7.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
7.3.2.1. Isu Strategis
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
VII -52 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; 8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan
Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPIJM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
7.3.2.2. Kondisi Eksisting
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
a. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah system jaringan yang terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang digunakan, serta kondisi pelanggan, system pengolahan air, dan jam pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga dimunculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan
b. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik system jaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian target pembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening. Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan.
VII -53 Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan. Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:
1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan;
2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM; 3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM. d. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.
e. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.
Tabel 7. 8 Kondisi Eksisting Pelayanan SPAM Kabupaten/Kota
No Lokasi
Penduduk (jiwa) Kapasitas (l/det)
Administrasi Jiwa yg
terlayani Terpasang Produksi Idle
Jiwa %
VII -54 No Lokasi
Penduduk (jiwa) Kapasitas (l/det)
Administrasi Jiwa yg
terlayani Terpasang Produksi Idle
Jiwa %
7.3.2.3. Permasalahan dan Tantangan
VII -55 Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan pengembangan AM pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum system perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan.
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM.
VII -56 c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong
pemekaran badan pengelola SPAM di daerah. 4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin terbatas.
b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi. d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga
menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna. 5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.
c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi permasalahan yang ada di kabupaten/kota masing-masing sebagaimana digambarkan seperti tabel berikut ini.
Tabel 7. 9 Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM
No Aspek Pengeloaan Air
Minum Permasalahan
1 Organisasi SPAM
2 Tata Laksana (SOP,
B Teknsi Operasional