• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASYARAKAT TAMBANG TIMAH INKONVENSIONAL BANGKA SELATAN TAHUN 2003 – 2012 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MASYARAKAT TAMBANG TIMAH INKONVENSIONAL BANGKA SELATAN TAHUN 2003 – 2012 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Sejarah"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT TAMBANG TIMAH

INKONVENSIONAL BANGKA SELATAN

TAHUN 2003

2012

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sejarah

Oleh

Tiur Angelina O B N

NIM 144314013

PROGRAM STUDI SEJARAH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

MOTTO

“Segala sesuatu yang bisa kau bayangkan adalah nyata”

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Tiur Angelina O B N, Masyarakat Tambang Timah Inkonvensional Bangka Selatan Tahun 2003-2012. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2018.

Skripsi ini bertujuan untuk menjawab dua permasalahan. Pertama, bagaimana sejarah penambangan timah inkonvensional oleh masyarakat Kecamatan Pulau Besar. Kedua, bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat Tambang Inkonvensional (TI) sejak diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) mengenai perizinan penambangan oleh Bupati Bangka Eko Maulana Ali pada tahun 2001.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan metode pengumpulan data berupa wawancara dan studi pustaka. Analisis dilakukan dengan mengelompokkan, mengkaitkan, membandingkan, dan interpretasi terhadap data yang berhasil dikumpulkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tambang Inkonvensional terjadi di Bangka atas izin dalam Perda Nomor 6 Tahun 2001, dan kesempatan bekerja di sektor pertambangan ini ditanggapi oleh masyarat Kecamatan Pulau Besar untuk beralih pekerjaan dari petani menjadi penambang timah. Penambangan timah di Bangka membuahkan hasil bagi para pekerja, penghasilan dari pekerjaan tersebut mampu mencukupi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier keluarga penambang.

(9)

ABSTRACT

Tiur Angelina O B N, Masyarakat Tambang Timah Inkonvensional Bangka Selatan Tahun 2003-2012. Thesis. Yogyakarta: History Study Program, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, 2018.

The objective of this thesis were to answer two problems. First, what was the history of unconventional tin mining by the people at Pulau Besar District. Second, how had the socio-economic life of the Unconventional Mining (TI) society since the enactment of Regional Regulation (Perda) concerning mining permitted by Eko Maulana Ali as Bangka Regent in 2001.

This study used qualitative method, which used data collections such as interview and literature method. The analysis was done by grouping, linking, comparing, and interpreting the data collected.

The result of the study showed that Unconventional mines occurred in Bangka with permission in Regional Regulation Number 6 of 2001, and the opportunity to work in the mining sector was responded by the society of Pulau Besar District which those switched job from farmer to tin miner. Tin mining in Bangka produced result for tin miners, income from this job was able to complete the primary, secondary, and tertiary needs of the miners family.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Perlu proses yang panjang hingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, yaitu dari pemilihan topik, sumber, proposal, penelitian lapangan sampai pada historiografi. Dari semua proses yang diusahakan untuk menyelesaikan skripsi ini, saya dibantu oleh orang tua, dan orang-orang disekitar saya. Mulai dari dukungan, doa, semangat, diskusi, hingga pelajaran tentang kesabaran, ketekunan, kegigihan, ketelitian, dan lainnya. Atas kebaikan dan pelajaran-pelajaran yang saya terima maka perkenankanlah saya mengucapkan rasa terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua saya, bapak dan mama yang selalu mendoakan dan mendukung saya di perantauan.

2. Bapak Hb. Hery Santosa M. Hum., selaku Ketua Program Studi Sejarah dan sebagai dosen pembimbing akademik, terimakasih sudah membimbing dan mengajar dengan sabar.

3. Bapak Drs. Silverio R. L. Aji Sampurno M. Hum., selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih atas waktu yang bapak berikan, serta kebaikan, kesabaran, dan semangat bapak dalam memimbing agar kami dapat segera selesai.

(11)

Romo Dr. Baskara Tulus Wardaya, S.J, Romo Dr. Gregorius Budi Subanar, S.J., Drs. Manu, Miss Siska, Mom Retno dan Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum. Terimakasih sudah memberikan saya banyak ilmu, pengalaman, inspirasi dan motivasi selama berkuliah di Universitas Sanata Dharma.

5. Mas Doni dan Mas Tri selaku Staf Sekretariat Program Studi Sejarah, terimakasih sudah membantu dalam mengurus segala administratif saya selama kuliah. Tidak lupa juga terimakasih saya untuk seluruh Pegawai Sanata Dharma yang membuat suasana kampus terasa nyaman.

6. Narasumber penelitian yaitu keluarga Bapak Suroso, Bapak Suryani, Bapak Yakobus Dasar, Bapak Sugeng Prasetyo, Bapak Saudara, dan para penambang timah di Bangka, terimakasih sudah meluangkan waktu untuk menceritakan kembali kondisi pertambangan timah Bangka.

7. Pegawai di Dinas Transmigrasi Bangka Selatan, Badan Pusat Statistik (BPS) Bangka Selatan, Kearsipan Bangka dan Bangka Selatan, kantor Bupati Bangka Selatan, terimakasih atas diskusinya dan memperbolehkan saya mengakses data.

8. Ibu Atik, Pak Tjahyo, dan Pak Wardoyo, terimakasih atas dukungan dan semangatnya bagi saya untuk segera menyelesaikan skripsi

(12)
(13)

DAFTAR ISI

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK... viii

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah... 5

C. Rumusan Masalah... 7

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN PULAU BESAR A. Geografis Kabupaten Bangka Selatan... 18

B. Geografis Kecamatan Pulau Besar... 23

C. Masyarakat Kecamatan Pulau Besar... 26

(14)

BAB V KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TAMBANG TIMAH

A. Konsep Sosial Ekonomi... 62

B. Masyarakat Tambang Timah di Kecamatan Pulau Besar... 77

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan... 89

B.Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA... 92

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perkembangan Penduduk Kecamatan Pulau Besar... 24 Tabel 2.2. Penduduk Dalam Usia Produktif di Kecamatan Pulau Besar... 25 Tabel 2.3. Jumlah Murid Sekolah Negeri dan Swasta Menurut

Desa/Kelurahan di Kecamatan Pulau Besar Tahun 2008... 31 Tabel 2.4. Produksi Komoditas Unggulan Subsektor Perkebunan

Kecamatan Pulau Besar... 33 Tabel 2.5. Statistik Tabama Kecamatan Pulau Besar... 34 Tabel 2.6. Jumlah Pemilik Usaha Pertambangan Timah Inkonvensional

dan Tenaga Kerja di Kecamatan Pulau Besar... 37 Tabel 5.1. Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Pulau Besar Sebelum

dan Sesudah Berlakunya Perda Perizinan Tambang Timah

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Kabupaten Bangka Selatan... 22

Gambar 2.2. Peta Kecamatan Pulau Besar... 22

Gambar 4.1. Tambang Inkonvensional Darat... 61

Gambar 4.2. Tambang Inkonvensional Apung/Rajuk... 61

Gambar 5.1. Lahan TI di Kemingking Bangka Tengah... 82

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Rumah Pondok atau Rumah Sementara Penambang (nge-camp). Lampiran 2: Rumah Pondok Untuk Penambang yang Tidak Nge-camp.

Lampiran 3: Sampan Sebagai Transportasi Menuju Tempat Penambangan di Sungai.

Lampiran 4: Pembuatan Ponton TI Apung /Rajuk. Lampiran 5: Perakitan alat-alat TI Apung/ Rajuk.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pulau Bangka merupakan salah satu jejak dari sejarah penjajahan kolonial yang telah menjadikan Pulau Bangka terkenal dengan timah sebagai hasil buminya. Bagi sejarah nasional, pulau ini sudah menghasilkan timah sejak pemerintahan kolonial Belanda dan menjadi produsen timah terbesar di Indonesia, juga sekaligus eksportir timah terbesar di dunia1.

Timah adalah salah satu komoditas tambang yang sangat ramai diperjual-belikan sejak abad Ke-18 hingga sekarang abad Ke-21. Kegunaan timah sendiri yaitu sebagai bahan pendukung pelapis kaleng, pembuatan peluru, komponen otomotif, produksi kaca, pembuatan kemasan, dan lain-lain.

Keberadaan timah di Kepulauan Bangka Belitung ini juga mendorong berdirinya industri timah dengan nama PT TIMAH2. Industri tersebut memiliki sejarah panjang, dimana PT TIMAH (Persero) Tbk resmi berdiri sejak 2 Agustus 1976 dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pertambangan timah dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak

1PT Timah, pada

http://www.timah.com/v2/ina/tentang-kami/8410052012110526/sekilas-pt-timah/. Diakses pada 03 April 2018 pukul 18:59

WIB.

2PT TIMAH merupakan produsen dan eksportir logam timah, dan memiliki

(19)

tahun 1995. Namun demikian sejarah pendirian perseroan telah dimulai sejak pengelolaan di bawah pemerintahan Belanda yakni penambangan mineral timah di Indonesia yang ditemukan secara tersebar di daratan dan perairan sekitar pulau-pulau Bangka, Belitung, Singkep, Karimun dan Kundur. Pada masa itu, pertambangan timah di Bangka dikelola oleh badan usaha pemerintah kolonial,

Banka Tinwinning Bedrijf (BTW). Sedangkan di Belitung dan Singkep usaha ini dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, Gemeenschappelijke

Mijnbouwmaatschappij Biliton (GMB) di Belitung dan NV Singkep Tin

Exploitatie Maatschappij (NV SITEM) di daerah Singkep.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah Indonesia mengambil alih kepemilikan perusahaan tersebut berdasarkan program nasionalisasi perusahaan oleh negara pada tahun 1958.3 Semua perusahaan

milik pemerintahan Belanda yang ada di Bangka dinasionalisasikan atau diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Ketiga perusahaan milik Belanda tersebut (BTW, GMB, dan SITEM) menjadi Perusahaan Negara (PN) yang terpisah. BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung, SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep.

Pada tahun 1961 Pemerintah membentuk Badan Pimpinan Umum (BPU) perusahaan-perusahaan pertambangan timah negara. Tahun 1968 ketiga entitas perusahaan bersama dengan BPU dikonsolidasikan menjadi Perusahaan Negara

3Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 1958 Tentang

Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda. Pada pasal 1 menjelaskan bahwa

“Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan

(20)

(PN) Tambang Timah. Sesuai UU No.9 tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1969, pada tahun 1976 status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi Perusahaan Persero, di mana seluruh sahamnya dimilliki oleh Pemerintah dan namanya diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero) dengan Akta No.1 Tahun 1976 oleh Notaris Imas Fatimah, SH tertanggal 22 Agustus 1976. Kemudian pada tanggal 19 Oktober 1995, Pemerintah melakukan privatisasi dengan mencatatkan saham PT Tambang Timah di Bursa Efek dan merubah nama perusahaan menjadi PT TIMAH (Persero) Tbk.4

Keberadaan timah sebagai komoditas yang paling menguntungkan di Bangka membuat masyarakat menginginkan kepemilikan atas pasir timah termasuk teknologi yang dimiliki oleh perusahaan timah. Tetapi kontrol Pemerintah Pusat terhadap komoditas timah begitu kuat sehingga mereka menggunakan tangan-tangan militer untuk melakukan proteksi sebagaimana yang dikatakan oleh Erman Erwiza dalam penelitiannya tahun 2007,

“Masyarakat lokal dilarang untuk menambang, menjual, bahkan menyimpannya

walau satu kilogram”. Kondisi ini menjadi prakondisi bagi munculnya disharmonisasi dalam pengelolaan timah di daerah ini.5

Timah sebagai hasil bumi di Bangka berada dalam genggaman penguasa. Perusahaan-perusahaan timah memainkan peran penting dalam

4Laporan Tahunan 2014 PT TIMAH (PERSERO) TBK.

5Citra Asmara Indra, 2014, ”Implikasi terbitnya Regulasi Tentang Pertimahan

(21)

penambangan dan produksi di daerah kepulauan ini6. Dengan adanya peranan tersebut acap kali munculnya potensi untuk berbuat nepotisme. Hal tersebut terbukti dari seluruh karyawan PT TIMAH, hanya sebagian kecil yang merupakan masyarakat Bangka.

Kemudian pada tahun 1998 pemerintah mengeluarkan surat keputusan mengenai ketentuan umum di bidang ekspor yang tidak memuat timah sebagai barang yang diatur dan diawasi ekspornya7. Kebijakan ini yang akan membuat

perubahan secara drastis tentang pengelolaan timah sebagai barang strategis dan barang yang bebas bagi masyarakat dan negara. Surat Keputusan mengenai ketentuan umum di bidang ekspor yang tidak memuat timah sebagai barang yang diatur dan diawasi ekspornya segera mendapat respon dari bupati Bangka tiga tahun setelahnya. Bupati Eko Maulana Ali mengeluarkan Perda8 pada tahun

2001, isi dari Perda tersebut ialah mengizinkan masyarakat untuk dapat menambang bahan galian diluar gas bumi dan minyak. Tujuan diberlakukannya Perda tersebut dilatarbelakangi untuk peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)—yaitu dengan diberlakukannya Pajak Pertambangan Umum dan Mineral Ikutannya.

Perda yang telah dibuat dan disetujui Bupati Eko tersebut menjadi titik tolak atau faktor utama pembentukan tambang bebas atau

6Ibid.

7Kepmenperindag Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum di

Bidang Ekspor.

8Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 6 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan

(22)

tambang rakyat yang sering disebut oleh masyarakat Bangka dengan sebutan TI (Tambang Inkonvensional). Bupati Bangka Eko Maulana Ali meminta PT TIMAH untuk mengijinkan masyarakat menambang di sebagian wilayah kuasa penambangan yang telah ditinggalkan. Sebagai konsekuensinya, masyarakat penambang timah haruslah menjual pasir timahnya hanya kepada PT TIMAH yang pada akhirnya berujung pada kerusakan lingkungan di Bangka.

Penelitian ini akan berfokus pada sejarah terbentuknya TI dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat tambang. Topik penelitian ini dipilih karena memiliki pengaruh yang luas dan penting terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Bangka Selatan, karena merupakan salah satu referensi untuk melihat perkembangan sosial ekonomi masyarakat tambang timah Bangka.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah TI (Tambang Inkonvensional) atau Tambang Rakyat yang menjadi sumber kehidupan mayoritas masyarakat di Bangka. Diangkatnya TI sebagai pokok bahasan penelitian disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

(23)

2. Sejarah lokal kurang mendapatkan perhatian dalam historiografi Indonesia, termasuk sejarah Bangka dan tambang timahnya, sehingga pembahasan mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat tambang timah inkonvensional Bangka Selatan secara mendalam diharapkan dapat muncul dalam penelitian ini.

2. Pembatasan Masalah

Alasan pemilihan periode 2003 sampai 2012 adalah untuk menunjukkan sejarah pembentukan TI, masyarakatnya dan perkembangannya dalam dua periode pemerintahan Bupati Eko Maulana Ali yang mendukung dan meresmikan berlakunya TI. Tahun 2003 dipilih sebagai awal penelitian karena pada tahun ini wilayah Bangka Selatan resmi disahkan menjadi kabupaten baru yang sebelumnya masuk dalam kabupaten Bangka Induk.

Tahun 2012 dipilih sebagai akhir penelitian ini yaitu untuk melihat sejarah TI dan perkembangannya dalam waktu ± 10 tahun. Kurun waktu 10 tahun ini akan digunakan sebagai penjelas bagaimana sejarah TI dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat tambang timah inkonvensional Bangka Selatan.

(24)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana sejarah penambangan timah inkonvensional oleh masyarakat Kecamatan Pulau Besar?

b. Bagaimana kehidupan sosial-ekonomi masyarakat TI sejak diberlakukannya Perda mengenai perizinan penambangan oleh Bupati Bangka Eko Maulana Ali pada tahun 2001?

D. Tujuan Penelitian

a. Menjelaskan sejarah penambangan timah inkonvensional di Pulau Besar b. Memaparkan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat TI sejak di berlakukannya Perda Bupati Bangka Eko Maulana Ali pada tahun 2001

E. Manfaat Penelitian

(25)

untuk membantu mereka yang ingin memahami sejarah tambang inkonvensional pada periode 2003-2012.

F. Kajian Pustaka

Pelaksanaan penelitian ini akan berdasarkan hasil riset di lapangan berupa wawancara dan pengamatan. Sedangkan untuk mendukung data-data yang diperoleh dari lapangan, maka diperlukan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku, laporan penelitian, majalah, koran, dan artikel-artikel di internet.

Sampai penulisan ini dilakukan, tidak ada sebuah buku pun yang

menuliskan tentang “Masyarakat Tambang Timah Inkonvensional Bangka Selatan

Tahun 2003-2012” meski ada banyak kajian sejenis yang dilakukan oleh peneliti tentang timah Bangka, kebanyakan peneliti mengambil fokus penelitian pada kerusakan alam atau lingkungan Bangka bukan sejarah dari tambang inkonvensional atau tambang rakyat itu sendiri.

Penelitian mengenai Pulau Bangka dan timah dipelopori oleh Mary Somers Heidhues yaitu dalam karangan berjudul Timah Bangka Dan Lada Mentok.9 Periode dan wilayah penelitian pada buku ini ialah pada awal ditemukannya hasil bumi berupa timah yaitu di Bangka pada abad Ke-18. Periode berikutnya yaitu pada abad Ke-19 pertambangan timah di Bangka mulai diusahakan dengan mengirimkan pekerja dari China ke Bangka dan terbentuklah masyarakat Tionghoa di Bangka serta pembukaan maskapai timah di Belitung

(26)

terjadi di abad Ke-19. Kemudian pada Abad Ke-20 dibentuk sebuah perusahaan resmi milik pemerintah Belanda yang kemudian begeser menjadi milik Jepang dan ketika kemerdekaan Indonesia diraih, perusahaan pertambangan tersebut berganti menjadi milik pemerintah Indonesia.

Pada bab pertama buku ini menjelaskan bagaimana perdagangan timah dunia bermula hingga abad Ke-18. Kebutuhan China terhadap timah membuat timah di Bangka di eksploitasi melalui Kesultanan Palembang hingga kekuasaan kolonial.

Pada bab kedua menjelaskan bagaimana popularitas timah sebagai komoditas yang mahal dan penting. Sultan Palembang melakukan hubungan kerjasama dengan Inggris, dan pada tahun 1812 menyerahkan Bangka sebagai bagian dari kekuasaan Inggris. Sultan mendatangkan para buruh timah dari negeri Cina dimana kelak hasil timah akan diberikan kepada pemerintah Inggris dengan bayaran enam dolar mata uang Spanyol untuk setiap pikul timah.

Pada bab ketiga menjelaskan penambangan timah yang dikuasai oleh orang Inggris. Dalam masa penguasaan Inggris tersebut, ada pembaruan teknologi dalam manufaktur penambangan yang ditindaklanjuti dengan pembukaan wilayah Belitung dan penemuan timah di Belitung dimana setelah itu menjadi penambangan Billiton.

(27)

Pada bab kelima hingga bab kedelapan, menggambarkan kehidupan kuli timah dalam masa setelah perang dunia kedua, perang nasionalis, dan perang anti-Jepang. Dalam delapan bagian yang dituliskan oleh Mary Somers Heidhues tidak ada pembahasan mengenai sejarah TI secara khusus dalam bagian bahasannya.

Dalam buku Erwiza Erman yang berjudul Kesenjangan Buruh dan

Majikan : Pengusaha, Koeli dan Penguasa : Industri Timah Belitung10

menjelaskan tentang kehidupan kuli timah di Belitung. Kuli timah dipekerjakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menambang timah di Belitung yang baru dibuka lahannya. Dalam buku ini menjelaskan bagaimana kehidupan kuli timah Belitung berada dibawah kuasa penguasa dan pemilik modal. Dalam bagian-bagian bahasannya mengenai sejarah kehidupan kuli timah di Belitung, hanya ada sedikit bahasan mengenai sejarah timah Bangka, terutama yang berkaitan dengan TI tidak ada disebutkan dalam buku Erwiza Erman ini.

Dalam buku Erwiza Erman yang berjudul Menguak Sejarah Timah Bangka-Belitung: Dari Pembentukan Kampung ke Perkara Gelap.11 Karangan tulisan Erwiza ini menjelaskan sejarah pembentukan kampung di Bangka dan peranan tokoh-tokoh lokal yang menentang penjajahan Belanda. Sejarah perusahaan timah milik kolonial juga diulas dalam buku ini, terlebih mengenai komoditas lada dan timah Bangka di balik tahun-tahun krisis Indonesia. Dalam bab terakhir dijelaskan mengenai perkara gelap, keuntungan diam: studi

10Erwiza Erman. Kesenjangan Buruh dan Majikan: Pengusaha, Koeli dan Penguasa : Industri Timah Belitung. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

11Erwiza Erman. Menguak Sejarah Timah Bangka Belitung. Yogyakarta: Ombak,

(28)

hubungan kekuasaan dalam bisnis pertimahan, menjelaskan sekilas mengenai kebijakan Bupati Eko Maulana Ali dalam Perda Bangka yang menjadi gejolak awal hadirnya TI. Akan tetapi mengenai kehidupan sosial-ekonomi masyarakat TI Bangka Selatan tidak disinggung dalam karyanya.

Penelitian serupa mengenai pertambangan timah juga pernah dilakukan oleh seorang pegawai tambang di PT Tambang Timah Bangka pada tahun 1963-1993, bernama Sutedjo Sujitno, di masa pensiunnya beliau melakukan historiografi mengenai sejarah petambangan timah di Bangka.

Tahun 1996 buku karangannya diterbitkan oleh PT Timah yang berjudul

Sejarah Penambangan Timah di Indonesia: Abad 18 – Abad 20”12 dan buku Dampak Kehadiran Timah Indonesia Sepanjang Sejarah”13. Kedua buku karya

Sutedjo Sujitno menjelaskan bagaimana sejarah penambangan timah di Indonesia bermula hingga pertambangan timah di Bangka dapat berlangsung. Tahapan perkembangan sejarah timah yaitu bermula dari penemuan timah di Indonesia, seperti Bangka, Riau, dan Belitung, kemudian dilakukanlah penambangan timah di darat dan penambangan timah di laut. Agar dapat menjadi komoditas internasional maka didirikan peleburan timah dan hingga pemasaran timah. Pada salah satu sub-bab dari buku Sutedjo Sujitno yang berjudul “Dampak Kehadiran

Timah Indonesia Sepanjang Sejarah” menjelaskan bagaimana sejarah Tambang Inkonvensional di Bangka terjadi dan dalam cakupan yang luas yaitu Bangka,

12Sutedjo Sujitno. Sejarah Penambangan Timah Di Indonesia Abad Ke 18 Abad Ke 20. Jakarta Selatan: Cempaka Publishing, 2007.

13Sutedjo Sujitno. Dampak Kehadiran Timah Indonesia Sepanjang Sejarah.

(29)

tetapi untuk menggambarkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Bangka terutama Bangka Selatan tidak dijelaskan dalam sub-bab ini.

Pokok bahasan dalam tulisan ini adalah kondisi sosial ekonomi masayarakat TI Bangka Selatan dalam kurun waktu 2003-2012. Ini merupakan penelitian baru yang belum diteliti oleh sejarawan lain, sebagian besar penulis hanya menyinggung sedikit tentang TI dan Bangka, tetapi belum dilakukan penelitian secara mendalam. Penelitian ini tidak hanya membahas sejarah TI Bangka namun lebih pada kondisi masyarakat TI Bangka Selatan khususnya di Kecamatan Pulau Besar. Oleh sebab itu penelitian ini baru dan berbeda dengan penelitian sejarawan yang sudah ada.

G. Landasan Teori

Untuk menjelaskan fenomena mengenai pokok rumusan masalah di atas, maka diperlukanlah teori yaitu untuk memahami fakta, menjelaskan, dan memberikan ramalan yang valid sebagai penjelas. Berdasarkan fenomena penelitian yaitu kondisi sosial ekonomi masyarakat tambang timah Bangka Selatan dalam studi kasus di Kecamatan Pulau Besar tahun 2003 sampai 2012, maka teori yang berhubungan untuk menganalisa masalah pada rumusan masalah ialah teori stratifikasi sosial oleh Max Weber.

(30)

ketika, dimana para petani meraup untung yang sangat besar karena harga lada dan karet berada dimasa kejayaannya.

Harga lada di pasar internasional tidak dapat seimbang dan mempengaruhi perekonomian petani lada. Terutama di tahun-tahun krisis atau Depresi Ekonomi Dunia yaitu pada tahun-tahun 1929, dan periode deflasi pada 1948, 1956-1958, 1997-1999. Lada menumpuk dalam gudang dan membusuk hingga para petani hanya dapat bergantung pada tauke lada.

Ketika krisis lada, terutama setelah tahun 1999 yang disambut dengan kenaikan harga timah dan pembukaan tambang inkonvensional, maka sektor ekonomi timah dapat meyerap tenaga kerja petani di pertambangan atau para petani beralih membuka tambang-tambang timah, baik dengan modal mereka sendiri maupun dengan modal pengusaha timah selain PT Timah dan dan PT Koba Tin yang berkembang sejak adanya izin perdagangan pasir timah oleh pemerintah pusat.14

Max Weber menjelaskan bahwa stratifikasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu, ekonomi, budaya, dan politik. Teori Weber ini merupakan perluasan dari teori Marx. Marx melihat ekonomi sebagai dasar struktur sosial, dan posisi-posisi orang dalam struktur ini dapat ditentukan terutama oleh apakah dia memiliki alat produksi atau tidak, serta pemilikan benda aau kekayaan menjadi dasar utama stratifikasi.15

14Erwiza Erman. Menguak Sejarah Timah Bangka Belitung., op. cit., hlm.176.

15Doyle Paul Jhonson. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia,

(31)

Sejalan dengan pernyataan Marx, Weber menyatakan bahwa stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Menurut Weber kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Kelas sosial yang dimaksudkan Weber ialah (1) sejumlah orang sama-sama memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan-kesempatan hidup mereka, sejauh (2) komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan benda-benda dan kesempatan-kesempatan untuk memperoleh pendapatan, dan (3) hal itu terlihat dalam kondisi-kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja.16

Terjadinya kegiatan menambang yang dilakukan oleh rakyat atau tambang inkonvensional di Bangka merupakan stratifikasi sosial oleh petani dan pekerja harian lada untuk memperbaiki perekonomian keluarga dengan cara menambang timah melalui kesempatan-kesempatan yang telah diwujudkan dalam UU mineral oleh pemerintah pusat serta Perda oleh Bupati Bangka.

H. Metode Penelitian

Metode adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan objek penelitian. Selain itu, metode juga dapat diartikan bagaimana cara untuk membuat atau mengerjakan sesuatu dalam suatu sistem yang terencana dan teratur, dalam metode penelitian sejarah, metode ini bertujuan agar penulisan sejarah menjadi lebih terstruktur dan sistematis.

(32)

Terkait dengan hal diatas, maka penelitian ini akan menggunakan metode penelitian sejarah. Dalam penelitian sejarah secara umum terdapat empat tahapan yaitu, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), interpretasi: analisis dan sintesis dan penulisan.

Sebelum mencari data atau sumber, akan dilakukan pemilihan topik yang sesuai dengan minat dan kemampuan penulis. Pemilihan topik mengenai Masyarakat Tambang Timah Inkonvensional Bangka Selatan dengan studi kasus di Kecamatan Pulau Besar tahun 2003-2012 yaitu berawal dari kedekatan personal dengan daerah-daerah transmigrasi di Kecamatan Pulau Besar, sehingga ingin menulis sesuatu tentang tempat berkembang dan tempat tinggal. Kemudian, hal ini didukung oleh fakta keadaan masyarakat transmigrasi di Kecamatan Pulau Besar yang mencari penghidupan dari bertambang TI, membuat pemilihan topik mengerucut menjadi masyarakat tambang timah Bangka Selatan dengan ruang lingkup pada kondisi sosial ekonomi masyarakat tambang timah inkonvensional Kecamatan Pulau Besar.

Setelah pemiihan topik, tahap berikutnya yang dilakukan ialah tahap pengumpulan sumber. Untuk mencari sumber yang terkait maka perlu dipastikan wilayah penelitian lapangan sesuai dengan topik. Penelitian ini dilakukan di Bangka Selatan dan Bangka Barat dengan narasumber para penambang TI yang tinggal di Kecamatan Pulau Besar.

(33)

Bangka, seperti penambang timah, bekas penambang timah, dan masyarakat setempat Kecamatan Pulau Besar. Setelah sumber lisan didapatkan, maka untuk melengkapi data-data ialah dengan cara mencari sumber tertulis atau studi pustaka seperti historiografi tentang bangka dan timah, surat kabar, laporan tahunan perusahaan timah, BPS Kabupaten Bangka Selatan dan Kecamatan Pulau Besar, jurnal, buku dan artikel yang terkait dengan topik penelitian.

Setelah proses pengumpulan data dilakukan, maka langkah berikutnya adalah melakukan kritik sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua bagian, yang pertama ialah kritik eksternal. Maksud dari kritik eksternal adalah memperhatikan otensitas atau keaslian sumber, misalnya dengan melihat data-data dari lapangan Penelitian apakah sesuai dengan data yang telah diperoleh dari sumber tertulis dan lisan.

(34)

I. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini dijabarkan ke dalam tulisan dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar Belakang, identifikasi dan pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Deskripsi Masyarakat Pulau Besar. Dalam bab kedua ini akan membahas mengenai letak geografis, demografi dan kondisi sosial ekonomi.

Bab III Sejarah Pertambangan Timah Bangka. Dalam bab ketiga ini akan membahas tentang periodesasi penambangan timah di Bangka.

Bab IV Tambang Inkonvensional. Dalam bab keempat ini akan membahas tentang pelaksanaan tambang inkonvensional dan perkembangannya.

Bab V Perubahan Sosial Ekonomi Pasca Berlakunya Perda Tambang Inkonvensional. Pada bab kelima ini akan menjelaskan perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat tambang timah Pulau Besar setelah terbitnya perda bupati tentang perizinan penambangan timah.

(35)

BAB II

DESKRIPSI MASYARAKAT PULAU BESAR

A. Geografis Kabupaten Bangka Selatan

Kecamatan Pulau Besar yang menjadi wilayah penelitian ialah bagian dari Kabupaten Bangka Selatan. Kabupaten Bangka Selatan termasuk salah satu kabupaten dari 6 kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Sebelum terbentuk menjadi provinsi, wilayah Bangka dan Belitung termasuk dalam wilayah administrasi Sumatera Selatan. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 Nopember 2000, yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung, dan Kota Pangkalpinang.

Tahun 2003 Kabupaten Bangka Selatan diresmikan menjadi kabupaten baru yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang pemekaran wilayah. Sebelum Kabupaten Bangka Selatan terbentuk, wilayah Bangka Selatan menjadi wilayah adminstratif dari Kabupaten Bangka.

(36)

adminstrasi pemerintahan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terbagi dalam 6 kabupaten dan 1 kota.17

Secara geografis Kabupaten Bangka Selatan terletak pada 2º 26’ 27”

sampai 3º 5’ 56 Lintang selatan dan 107º 14’ 31” sampai 105º 53’ 09” Bujur

Timur. Kabupaten Bangka Selatan secara administratif wilayah mempunyai wilayah daratan ± 10. 640 Km². Meliputi 8 kecamatan yaitu Kecamatan Simpang Rimba, Payung, Air Gegas, Toboali, Lepar Pongok, Tukak Sadai, Pulau Besar, dan Kepulauan Pongok. Dari delapan kecamatan yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Bangka Selatan, wilayah yang menjadi penelitian untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat tambang timah Bangka Selatan ialah wilayah Kecamatan Pulau Besar.

Kabupaten Bangka Selatan memiliki batasan geografis sebagai berikut :  Bagian Barat dan Selatan berbatasan dengan Selat Bangka dan Laut Jawa  Bagian Timur berbatasan langsung dengan Selat Gaspar

 Bagian Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Sungai Selan, dan Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah.

Untuk dapat memahami keadaan geografis dan batasan wilayah Bangka Selatan, maka perlu dijabarkan pula keadaan alam daerah Bangka Selatan secara menyeluruh. Bangka Selatan memiliki iklim Tropis tipe A dengan variasi curah hujan antara 56,2 hingga 292,0 mm tiap bulan untuk tahun 2003, dengan curah hujan terendah pada bulan Agustus. Suhu rata-rata daerah Kabupaten Bangka

17Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada

http://www.babelprov.go.id/content/wilayah-administrasi. Diakses tanggal pada tanggal

(37)

Selatan berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Pangkalpinang menunjukkan variasi antara 25,9 hingga 28,0º Celcius. Sedangkan kelembaban udara bervariasi antara 76 hingga 88 persen pada tahun 2003. Sementara intensitas penyinaran matahari pada tahun 2003 rata-rata bervariasi antara 2,4 hingga 7,6 jam dan tekanan udara antara 1009,2 hingga 1011,1 MBS.

Tanah di daerah Kabupaten Bangka Selatan ini mempunyai PH rata-rata di bawah 5, didalamnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian lainnya seperti: Pasir Kwarsa, Kaolin, Batu Gunung dan lain-lain. Bentuk dan keadaan tanahnya adalah sebagai berikut:

a. 4% berbukit seperti Bukit Paku, Permis dan lain-lain. Jenis tanah perbukitan tersebut adalah Komplek Posdolik Coklat Kekuning-kuningan dan Litosil berasal dari Batu Plutonik Masam.

b. 51% berombak dan bergelombang, tanahnya berjenis Asosiasi Podsolik Coklat Kekuning-kuningan dengan bahan induk Komplek Batu Pasir Kwarsit dan Batuan Plutonik Masam.

c. 20% lembah atau datar sampai berombak, jenis tanahnya asosiasi Posdolik berasal dari Komplek Batu Pasir dan Kwarsit.

(38)

Geografi bagian Hidrologi, pada umumnya sungai-sungai di daerah Kabupaten Bangka Selatan berhulu di daerah perbukitan dan pegunungan dan bermuara di pantai laut. Sungai-sungai yang terdapat di daerah Kabupaten Bangka Selatan ini adalah: Sungai Kepoh, Bangka Kota dan lain-lain. Sungai-sungai tersebut berfungsi sebagai sarana transportasi dan belum bermanfaat untuk petanian dan perikanan karena para nelayan lebih cenderung mencari ikan ke laut. Pada dasarnya di Daerah Kabupaten Bangka Selatan tidak ada danau alam, hanya ada bekas penambangan bijih timah yang luas menyerupai danau buatan yang sering disebut kolong atau camoy.

Flora yang terdapat di hutan Bangka Selatan yaitu, Kayu Ramin, Meranti, Kapuk dan Jelutung. Sedangkan fauna yang terdapat kawasan hutan ialah, Rusa, Beruk, Monyet, Babi, Tringgiling, Napuh, Musang, Murai, Tekukur, Pipit, Kalong, Elang, Ayam Hutan, dan tidak terdapat binatang buas seperti Gajah, Harimau, dan lain sebagainya.18

(39)

Gambar 2.1. Peta Kabupaten Bangka Selatan

.

Sumber: Kabupaten Bangka Selatan Dalam Angka 2017

Gambar 2.2. Peta Kecamatan Pulau Besar

(40)

B. Geografis Kecamatan Pulau Besar

Kecamatan Pulau Besar adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bangka Selatan. Kecamatan ini merupakan kecamatan baru, hasil pemekaran dari Kecamatan Payung yang terletak di Bagian Selatan Pulau Bangka. Secara administratif wilayah Kecamatan Pulau Besar mempunyai luas ± 169, 873 Km² yang meliputi lima desa yaitu: Desa Batu Betumpang, Desa Sukajaya, Desa Sumber Jaya Permai, Desa Fajar Indah, dan Desa Panca Tunggal.

Secara umum wilayah administratif Kecamatan Pulau Besar memiliki batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bedengung Kecamatan Payung  Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Bangka

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gudang dan Sebagin Kecamatan Simpang Rimba

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Nyelanding, Sidoharjo dan Pergam Kecamatan Air Gegas.

Kecamatan Pulau Besar yang berada dalam wilayah Kabupaten Bangka Selatan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Bangka Selatan Nomor 26 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Tukak Sadai dan Kecamatan Pulau Besar berserta penataan kecamatan di Kabupaten Bangka

Selatan.19

(41)

1. Demografi

Demografi penduduk perlu diuraikan dengan tujuan untuk melihat komposisi penduduk, distribusi penduduk, dan perubahan-perubahan yang terjadi melalui 5 komponen demografi yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.

Kepadatan penduduk Kecamatan Pulau Besar selama periode 2008-2010 terus mengalami peningkatan jumlah penduduk. Pada tahun 2008 jumlah penduduk sebanyak 8.538 jiwa kemudian tumbuh sebesar 1,51 persen di tahun 2009 sehingga penduduk menjadi 8.667 jiwa. Terjadinya pertumbuhan penduduk di tahun 2009, menyebabkan kepadatan penduduk tahun 2009 meningkat 51 jiwa/km2 dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu 50 jiwa/km2. Tahun 2010 jumlah penduduk bertambah menjadi sebanyak 8.883 jiwa dan kepadatan penduduk menjadi 52 jiwa/km, persentase pertumbuhan penduduk ini naik sebanyak 1,92 persen.

Tabel 2.1. Perkembangan Penduduk Kecamatan Pulau Besar Tahun

(42)

Komposisi penduduk Kecamatan Pulau Besar dapat dilihat dari komposisi penduduk menurut pekerjaan. Usia produktif penduduk untuk bekerja dibagi menjadi 3 yaitu; usia 1-14 tahun adalah usia belum produktif, usia 15-64 tahun adalah usia dewasa/usia kerja/usia produktif, usia 65 tahun keatas adalah usia tidak produktif/usia jompo. Di Kecamatan Pulau Besar, jumlah penduduk yang berada pada usia produktif ialah; pada tahun 2008 berjumlah 5656 jiwa, pada tahun 2009 berjumlah 6103 jiwa, dan di tahun 2010 berjumlah 6206 jiwa.

Tabel 2.2. Penduduk dalam usia produktif di Kecamatan Pulau Besar Tahun

Sumber: pengolahan data BPS Kecamatan Pulau Besar Dalam Angka Tahun 2009,2010,2011

Dari data usia produktif penduduk Kecamatan Pulau Besar, dapat diketahui jumlah tertinggi penduduk berada pada usia dewasa atau usia produktif, dengan demikian dapat diketahui bahwa Kecamatan Pulau Besar merupakan kecamatan yang sedang mengalami pertumbuhan. Penduduk yang berusia produktif akan menanggung beban dari penduduk usia tidak produktif yaitu 1-14 tahun dan 65 tahun keatas.

(43)

artinya perpindahan penduduk bersifat menetap atau disebut juga dengan migrasi. Migrasi yang terjadi di Kecamatan Pulau Besar ialah migrasi ruralisasi dan transmigrasi. Migrasi ruralisasi adalah perpindahan penduduk dari kota ke desa. Perpindahan penduduk dari wilayah kota ke Kecamatan Pulau Besar dapat disebabkan karena tugas dari pekerjaan yang menempatkan untuk menetap di Kecamatan Pulau Besar, perkawinan, berkurangnya lapangan pekerjaan, dan sebagainya. Kemudian transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau yang lain dan merupakan program dari pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk di suatu daerah atau pulau.

C. Masyarakat Kecamatan Pulau Besar

Mengenai penduduk asli20 Pulau Bangka belum ada data pasti siapa yang

mendiami Pulau Bangka pada mulanya dan bergenerasi. Tetapi tercatat dalam kujungan kolonial Belanda J. Van Bogart ke Bangka pada tahun 1803 bahwa penghuni Bangka terdiri dari empat kelompok suku.21 Penghuni Bangka yang

dimaksudkan oleh van Bogart ialah; Suku Tionghoa, Suku Melayu, Orang Bukit atau Orang Gunung, dan Orang Laut atau Sekak22.

20Penduduk asli menurut KBBI ialah :Orang-orang yang turun-temurun tinggal di

suatu daerah (kampung dsb).

21Mary Somers Heidhues. Timah Bangka Dan Lada Mentok: Peran Masyarakat Tionghoa Dalam Pembangunan Pulau Bangka Abad XVIII s/d XX. Jakarta: Yayasan Nabil, 2008., hlm. 87.

22Orang Laut sama dengan Sekak, Sekah, atau Sakai. Mereka adalah orang yang

(44)

Pada perkembangannya di abad Ke-19 arus pendatang di Pulau Bangka terus terjadi dalam jumlah besar. Sepanjang tahun 1834 hingga 1843 terjadi arus besar datangnya kuli China dari wilayah-wilayah pegunungan di provinsi Guangdong, diperkirakan jumlah mereka tiga perempat kuli yang ada di Bangka. Selain kedatangan kuli dari wilayah China, terjadi juga migrasi orang melayu dari berbagai tempat di Indonesia dan sejumlah orang Tionghoa dari Jawa, Sumatera, Riau datang turut mewarnai ragam penduduk Bangka.23

Pasca kedatangan orang-orang Tionghoa atau kuli tambang timah di abad 17 mereka menetap dan melanjutkan generasinya di Bangka. Sejak itu pula Pulau Bangka di tinggali dan menjadi tempat lahirnya generasi Tionghoa. Oleh sebab itu, Pulau Bangka dapat dikatakan sebagai pulaunya para pendatang atau pulau orang-orang perantau. Hal ini didukung dari sejarah awal mula Pulau Bangka mulai di tinggali. Derasnya arus pendatang ke Bangka, membuat pulau ini ditinggali beragam suku dan budaya.

Salah satu desa di Kecamatan Pulau Besar termasuk wilayah pesisir, ialah Desa Batu Betumpang, daerah yang berbatasan langsung dengan pantai ini sangat memungkinkan terjadinya arus kedatangan orang asing melalui jalur laut ke desa Batu Betumpang dan menetap menjadi masyarakat asli Batu Betumpang. Faktor geografis Pulau Bangka yang di kelilingi oleh lautan membuat pulau ini selalu di datangi kapal-kapal asing dan menyebabkan terjadinya akulturasi budaya.

(45)

Hal menarik lainnya yang terjadi pada kedatangan penduduk dari wilayah lain ke Kecamatan Pulau Besar ialah, pada tahun 1990-1997 pemerintah melakukan transmigrasi dari Pulau Jawa ke Bangka, transmigran yang jumlahnya ratusan tersebut tersebar ke beberapa kecamatan di Bangka, menetap dan berakulturasi dengan budaya di Bangka. Transmigrasi dilakukan pemerintah bertujuan untuk mengurangi jumlah penduduk disuatu daerah yang padat ke daerah yang berpenduduk jarang. Daerah-daerah yang menjadi daerah transmigrasi di Bangka tersebut ialah, di Kabupaten Bangka Selatan (Trans Rias), di Kecamatan Pulau Besar (Desa Sidoharjo, Desa Sumber Jaya Permai, Desa Fajar Indah dan, Desa Panca Tunggal).

Sebagian penduduk di Kecamatan Pulau Besar ini ialah penduduk transmigrasi dengan jumlah penduduk 1.256 jiwa pada saat penempatan transmigrasi. Penempatan transmigrasi di Bangka Selatan terjadi dalam 3 periode, yaitu pada tahun 1990 penempatan pertama di Desa Fajar Indah sejumlah 500 KK (Kepala Keluarga), penempatan kedua terjadi pada tahun 1995 di Desa Panca Tunggal sejumah 400 KK, dan penempatan ketiga yaitu pada tahun 1996-1997 di Desa Sumber Jaya Permai sejumlah 356 KK.24 Jenis transmigrasi yang dilakukan

pemerintah ini merupakan transmigrasi umum.

Setelah perpindahan penduduk secara besar ke Pulau Bangka yang dipelopori oleh pemerintah, terjadi juga transmigrasi spontan yaitu transmigrasi atas kemauan dan biaya sendiri ditahun-tahun berikutnya setelah masyarakat

24Wawancara dengan Ibu Fiona Vellaka Sary di Kantor Dinas Transmigrasi

(46)

transmigrasi mampu hidup berkecukupan dan mengajak sanak saudaranya dari luar Bangka untuk tinggal di Bangka.

Transmigrasi dari Pulau Jawa tidak hanya membawa orang-orang Jawa saja ke tanah Bangka, suku-suku lain juga turut mencari peruntungan di tanah Bangka seperti orang Bali, Madura, Batak, Sunda, Palembang dan Flores. Mereka hidup dan bergenerasi di Bangka.

Keberagaman suku dan regenerasinya terjadi perlahan pada awal-awal pembentukan desa-desa di Pulau Besar, hal inilah yang menjadi alasan mengapa tidak ada penduduk asli di Bangka. Bukti yang paling nampak dari program transmigrasi oleh pemerintah yaitu terdapat pada nama-nama desa yang diawali dengan nama trans. Desa Fajar Indah dengan nama Trans 1, Desa Panca Tunggal menjadi Trans 3, dan Desa Sumber Jaya Permai menjadi Trans 4, terkecuali desa Batu Betumpang dan Suka Jaya yang tidak menjadi bagian dari wilayah transmigrasi pemerintah.

Pada tahun 2008 pendataan statistik masyarakat dilakukan secara menyeluruh oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini bertepatan dengan terbentuknya kecamatan baru yaitu Pulau Besar. Terdapat gambaran kondisi masyarakat Pulau Besar tahun 2008 di bidang kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, penduduk, dan agama.

(47)

Posyandu, 4 Pustu (Puskesmas Pembantu) dan 3 Polindes. Tenaga kesehatan yang membantu di Puskesmas ialah 5 Paramedis, 3 Bidan, dan belum terdapat dokter untuk menangani kesehatan masyarakat sampai tahun 2008. Selain itu, pelayanan untuk persalinan di bantu oleh dukun beranak yang berjumlah 10 orang dan tersebar di desa-desa Pulau Besar. Persalinan dilakukan di rumah-rumah warga yang sedang bersalin atau di Puskesmas, belum ada rumah bersalin yang dibangun.

Agama yang dianut oleh masyarakat Pulau Besar beragam, serupa dengan keberagaman sukunya. Jumlah tempat peribadatan di Pulau Besar tahun 2008 dirinci sebagai berikut; 10 Masjid, 19 Langgar, 5 Surau, 2 Gereja Kristen, 1 Gereja Katolik, 3 Pura, dan 0 Vihara. Untuk penduduk yang beragama Buddha belum ada tempat peribadatan yang di bangun.

(48)

belum membangun gedung sekolah karena tingkat pendidikan terakhir siswa rata-rata di jenjang pendidikan SMP. Beberapa pelajar yang ingin melanjutkan hingga jenjang SMA harus bersekolah di Madrasah Aliyah di desa Batu Betumpang yang berarti pelajar harus seorang muslim agar dapat bersekolah di lingkup Kecamatan Pulau Besar. Sedangkan pelajar yang beragama non-muslim harus bersekolah di kecamatan lain, seperti Kecamatan Payung, Kecamatan Air Gegas atau di Kabupaten Bangka Selatan di kota Toboali.

Berdasarkan uraian di atas kondisi pendidikan masyarakat di Kecamatan Pulau Besar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3. Jumlah Murid Sekolah Negeri dan Swasta menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Pulau Besar Tahun 2008

Sumber: Kecamatan Pulau Besar dalam Angka 2009

(49)

D. Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Pulau Besar terdiri dari petani, pekerja industri, konstruksi, pedagang, transportasi, PNS, ABRI, pensiunan PNS, buruh bangunan, peternak sapi, peternak itik, dan nelayan.

Wilayah daratan Kecamatan Pulau Besar lebih luas dibandingkan dengan wilayah perairan menyebabkan kecamatan ini secara ekonomi menggunggulkan penggunaan daratan sebagai lahan penyokong ekonomi mereka. Keadaan wilayah agraris ini membuat mayoritas masyarakat di Kecamatan Pulau Besar menjadi petani. Wilayah perairan atau pantai yang luas hanya terdapat di Desa Batu Betumpang, hal ini jugalah yang menyebabkan masyarakat Batu Betumpang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, pekerjaan tersebut juga diselingi dengan berdagang, dan bertani.

Daratan dengan luas tanah 169,87 Km² menjadikan masyarakat Kecamatan Pulau Besar mayoritas bekerja di sektor pertanian. Dalam data BPS mengenai penduduk dan tenaga kerja Kecamatan Pulau Besar, jumlah pekerjaan tertinggi di wilayah ini ialah petani dengan jumlah 3.785 jiwa pada tahun 2008, pada tahun 2009 berjumlah 4408 jiwa, pada tahun 2010 sejumlah 4427 jiwa dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 sejumlah 4441 jiwa.

(50)

Tabel 2.4. Produksi Komoditas Unggulan Subsektor Perkebunan Kecamatan Pulau Besar (Ton)

Komoditas 2008 2009 2010

Lada 3,6 3,3 2,7

Karet 111 119 134

Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Pulau Besar tahun 2011

(51)

Tabel 2.5. Statistik Tabama Kecamatan Pulau Besar

Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Pulau Besar tahun 2011

Hasil panen dari tabama tidaklah sebanyak hasil dari perkebunan karet dan lada, hal ini terjadi karena sedikitnya masyarakat yang menanam tabama. Menanam tabama memiliki resiko kegagalan panen yang besar dan harga komoditas dari tabama rendah sehingga masyarakat cenderung menanam karet dan lada. Di bidang peternakan masyarakat memelihara ayam, bebek, sapi, kambing, dan babi. Hasil peternakan masyarakat hanya bisa di perjualbelikan dalam satu kecamatan saja, jarang sekali hasil peternakan dapat dijual keluar dari kecamatan, misalnya ke kecamatan lain atau ke kabupaten, hal ini terjadi karena peternakan masyarakat merupakan peternakan berskala kecil.

Desa Batu Betumpang yang merupakan wilayah pesisir yaitu berbatasan dengan pantai Batu Betumpang mayoritas penduduknya menjadi nelayan dan pedagang, juga bekerja sebagai petani sahang25 atau lada (Piper Nigrum) dan karet (Havea Brasiliensis). Pada tahun 2010 jumlah nelayan di Desa Batu Betumpang berjumlah 480 orang dan menghasilkan produksi ikan laut sebanyak

(52)

2.453 ton. Sedangkan Desa Panca Tunggal, Desa Fajar Indah, dan Desa Sumber Jaya Permai wilayahnya merupakan daratan luas dan merupakan lahan agraris, penduduk dari desa tersebut mayoritas bekerja di sektor pertanian, pedagang, dan penambang timah.

Dalam perkembangan perekomian masyarakat, terjadi pasang surut dari hasil produksi mereka, harga kebutuhan pokok naik, panen gagal, hasil tangkapan ikan kurang, dan lain sebagainya membuat masyarakat mencari peluang sumber penghasilan yang baru. Seiring dengan perkembangan dalam teknologi membuat masyarakat Pulau Besar mulai meninggalkan kehidupan dan kebiasaan lama mereka. Mereka sudah tidak lagi sepenuhnya bergantung pada alam. Mata pencaharian masyarakat Pulau Besar tidak hanya sebagai petani, nelayan, pedagang saja, kebutuhan ekonomi membuat masyarakat harus lebih ulet dan cekatan mencari peluang pekerjaan yang menguntungkan dan memperkuat perekonomian keluarga mereka. Desakan akan pemenuhan kebutuhan hidup membuat mereka mencari peluang-peluang untuk pemenuhan ekonomi, sedangkan untuk bekerja di sektor-sektor selain petani, pedagang, dan nelayan mereka harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan. Semua desakan itu membuat mereka harus belajar ilmu pengetahuan dan teknologi

(53)

dibandingkan menjadi petani. Hal ini dikarenakan masa panen dalam bertani yang lama dan hasil panen ketika dijual, penghasilannya tidak sebesar yang dihasilkan dari menambang timah.26

Usaha pertambangan timah inkonvensional (TI) sudah dilakukan masyarakat Kecamatan Pulau Besar sejak diberlakukannya perizinan tambang oleh Bupati Bangka melalui perda, saat perizinan tersebut berlaku masyarakat Bangka marak membuka TI di berbagai tempat. Pada awal maraknya TI di Kecamatan Pulau Besar yaitu pada tahun 2001-2003, dimana masyarakat mulai beralih profesi menjadi tenaga kerja di TI bersama patner kerja (teman dan keluarga) di luar daerah Pulau Besar. Setelah tahun-tahun pembukaan TI berlalu, masyarakat mulai mengusahakan untuk membuka tambang sendiri dan bekerjasama dengan tenaga kerja TI. Dari data BPS tahun 2009-2013 dapat diketahui jumlah pemilik tambang dan tenaga kerja tambang sebagai berikut, pada tahun 2008 pemilik usaha TI berjumlah 10 dengan tenaga kerja berjumlah 38 orang, pada tahun 2009 pemilik usaha TI berjumlah 23 dengan tenaga kerja berjumlah 90 orang, pada tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu pemilik usaha TI berjumlah 92 dengan tenaga kerja berjumlah 276 orang, pada tahun 2011 dan 2012 dalam jumlah yang sama, pemilik usaha TI berjumlah 67 dengan tenaga kerja 201 orang.

26Wawancara dengan Bapak Yakobus Dasar pada tanggal 14 April di desa

(54)

Tabel 2.6. Jumlah Pemilik Usaha Pertambangan Timah Inkonvensional dan Tenaga Kerja di Kecamatan Pulau Besar (Orang)

Uraian Tambang 2008 2009 2010 2011 2012 Jumlah pemilik TI 10 23 92 67 67

Tenaga kerja TI 38 90 276 201 201

(55)

BAB III

PERTAMBANGAN TIMAH BANGKA

A. Penemuan Timah Bangka

Tahun penemuan dan penambangan timah di Bangka tidak dapat dipastikan pada tahun berapa bermula, berbagai versi dari peneliti timah Bangka sebelumnya menuliskan pada tahun 1709, 1710, 1711 sebagai tahun penemuan dan penambangan timah. Begitu pula dengan tempat awal ditemukan penambangan timah Bangka, beberapa catatan peneliti mewakili sejarah awal penambangan timah Bangka yaitu di Sungai Ulim atau Olim di Toboali pada tahun 1709, Kampung Calin Merawang pada tahun 1709, dan Bangka pada tahun 1710 yang tidak diketahui nama daerahnya.

Penduduk yang sudah akrab dengan lingkungannya lebih mengetahui keadaan lingkungannya, termasuk sumber daya alam yang dapat mereka manfaatkan, termasuk penemuan timah dan pemanfaatannya bagi penduduk asli. Diperkirakan penemu timah pada mulanya ialah penduduk asli daerah penghasil timah itu sendiri. Penduduk asli yang menemukan timah Bangka yang dimaksudkan adalah orang laut atau suku Sekak yang tinggal diatas perahu dan bibir pantai Bangka. Orang laut ini datang dari Johor dan kemudian mendiami Pulau Bangka. Pengetahuan Orang laut mengenai timah27 diketahui dari penambangan timah yang sudah ada di Semenanjung Malaya sebelum permulaan

27Pengetahuan suku Sekak tentang Timah ini diketahui dari pergaulan mereka

(56)

abad Ke-18. Dari pengetahuan Orang Laut inilah penduduk Bangka yang tinggal di daratan mengerti bahwa timah merupakan komoditas yang dapat dijual.28

Penduduk daratan Bangka ialah Orang Melayu dan Orang Gunung, penemuan timah bermula dari ditemukannya butiran-butiran logam timah, butiran-butiran logam tersebut berwarna putih keperak-perakan berada di permukaan tanah bekas suatu hutan yang terbakar.

Kebakaran hutan yang dimaksud adalah pembakaran hutan yang disengaja oleh penduduk. Tujuan dari pembakaran hutan tersebut adalah untuk membuka lahan perkebunan yang baru. Cara pembukaan lahan perkebunan dengan menebang pohon dianggap tidak efektif karena mengeluarkan tenaga yang besar dan waktu yang lama. Tradisi membakar hutan untuk lahan perkebunan ini merupakan kebiasaan penduduk Bangka.

Setelah pembakaran hutan selesai dilakukanlah pembersihan lahan perkebunan, disaat yang bersamaan pula penduduk menemukan pasir berwarna keperak-perakan. Penduduk daratan Bangka yaitu Suku Melayu dan Suku (orang) Gunung pada awalnya tidak mengetahui bahwa pasir tersebut adalah timah, namun seiring perjalanan waktu, pengetahuan dari Suku Laut atau Sekak mengenai timah telah diterima oleh penduduk daratan Bangka dan timah mulai diusahakan.

Ketika pembakaran hutan berlangsung, terjadilah reaksi kimia yang dapat melebur pasir timah menjadi timah murni dengan nama Stannum (Sn). Diperlukan temperatur yang tinggi untuk mencapai titik lebur pasir timah yaitu hingga

(57)

231.97ºC. Pembakaran hutan di Bangka diperkirakan mencapai suhu panas hingga 231.97ºC atau lebih sehingga pasir timah dapat melebur. Reaksi kimia yang terjadi saat pembakaran tersebut ialah: SnO² + CO  Sn + CO².

Pembakaran hutan untuk pembukaan lahan baru di Bangka menunjukkan bahwa pada awalnya penduduk hanya bekerja sebagai petani dan bergantung pada kebaikan alam. Hasil hutan yang dapat dimanfaatkan yaitu seperti damar, buah-buahan, madu lebah, kayu, rotan, mencari binatang buruan dan sebagainya.

Ketika istirahat atau senggang dari bertani, petani mulai mengusahakan timah dengan menggalinya didalam tanah.29 Pasir timah dapat ditemukan dalam jumlah cukup banyak dengan cara menggali tanah kemudian mendulang tanah tersebut dengan air, hingga pasir timah dapat terlihat.

Cara mendulang atau memisahkan tanah pasir dan pasir timah yang dilakukan oleh penduduk ialah, tanah yang diduga mengandung pasir timah digali dan dikumpulkan di suatu tempat yang dekat dengan sumber air. Sebagian demi sebagian tanah tersebut dituang ke sebuah dulang, kemudian pasir timah yang berwarna hitam dan berat dipisahkan dari tanah liat dan bahan kotoran lainnya dengan cara membasuhnya dengan air. Dulang digoyang-goyang sambil diputar-putar, sehingga bahan-bahan yang lebih ringan terlempar keluar bersama dengan aliran air yang mengandung larutan tanah liat. Bahan yang berat yakni butir-butir

29Sutedjo Sujitno. Dampak Kehadiran Timah Indonesia Sepanjang Sejarah,

(58)

timah terkumpul di tengah dulang, dan timah yang telah terkumpul inilah yang menjadi tambahan penghasilan penduduk.30

Untuk melebur timah menjadi timah murni atau cair, penduduk asli Bangka telah mempelajarinya dengan cara mengikuti cara peleburan besi yang sudah ada lebih dulu pada abad Ke-17. Peleburan besi ini terdapat di daerah Paku, Kecamatan Payung, Kabupaten Bangka Selatan.

Pada tahun-tahun awal penemuan timah Bangka yaitu pada tahun 1709 hinga tahun 1711 terjadi perkembangan dalam perdagangan timah di Asia Timur dan Asia Tenggara. Permintaan untuk timah di Tiongkok dan untuk perdagangan Tiongkok meningkat. Permintaan timah yang meningkat di China disebabkan karena meningkatnya produksi perlengkapan agama yang membutuhkan timah sebagai bahan campurannya. Perlengkapan keagamaan tersebut ialah tempat lilin logam, bejana untuk altar leluhur, patung-patung, kertas dupa atau kertas timah dan sebagainya.

Pasir timah yang didapatkan penduduk dijual kepada tengkulak, dan melalui para tengkulak tersebut timah Bangka dibawa ke China dan India untuk memenuhi kebutuhan produksi negara tersebut. Di abad Ke-18 perusahaan-perusahaan penempaan timah China di Kiangsu dan Chekiang membutuhkan sekitar 70.000 lempeng timah setiap tahun untuk membuat kertas timah bagi persembahan. Selain sebagai bahan untuk membuat perlengkapan keagamaan,

(59)

timah juga dapat dipergunakan sebagai bahan pelengkap pembuatan kaca, cangkir teh, untuk pembuatan uang logam, pelapis kemasan dan sebagainya.

B. Pendirian

Banka Tinwinning

(BTW)

1.

Penguasaan Bangka oleh Kesultanan Palembang

Kepulauan Bangka dan Belitung berada di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang sejak abad Ke-17. Kesultanan Palembang yang dipimpin oleh Sultan Abdurrachman dapat menguasai Bangka karena terjadinya perkawinan politik antara Sultan dengan seorang putri dari penguasa Bangka. Setelah pernikahan tersebut Sultan Abdurrachman yang akhirnya mendapatkan warisan atas Kepulauan Bangka.31 Sejak saat itu, tahun 1671, Bangka menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang.

Setelah Sultan Abdurrachman wafat pada tahun 1702, kesultanan di pimpin oleh anak pertama sultan yaitu Dipati Anum Muhammad Mansur. Pemerintahan oleh Sultan Anum Mansur sangatlah singkat, yaitu kurang dari 15 tahun (1703-1714). Pada tahun 1714 sebelum wafat Sultan Anum Mansur menitipkan wasiatnya agar pemimpin kesultanan berikutnya adalah anak dari sultan tersebut yaitu Dipati Anum Badarrudin32.

Setelah Sultan Anum Muhammad Mansur wafat, terjadi perebutan kekuasaan di Kesultanan Palembang. Saudara kandung Sultan Anum Muhammad

31Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi. Kesultanan Pelembang Darussalam: Sejarah Dan Warisan Budayanya . Jember: Jember University Press, 2016., hlm. 36.

32Dipati Anum merupakan anak dari istri kedua Sultan Anum Mansur. Heidhues,

(60)

Mansur yang bernama Sultan Anum Kamaruddin menginginkan tahta kesultanan. Sultan Anum Kamaruddin dengan segera memproklamirkan dirinya sebagai pengganti kakaknya untuk menjadi Sultan Palembang. Wasiat dari Sultan Anum Muhammad Mansur tidak dijalankan oleh Sultan Anum Kamaruddin dan membuat pegawai pemerintah terpecah menjadi dua golongan. Pendukung Sultan Anum Kamarudin dan pendukung Dipati Anum Badarrudin. Pengikut Dipati Anum Badarrudin adalah pegawai pemerintahan dan rakyat Palembang yang mengikuti wasiat Sultan sebelum wafat bahwa Dipati harus menjadi pemimpin selanjutnya.

Ketika itu terjadilah perang saudara, antara kedua belah pihak dibantu dengan pasukannya masing-masing. Setelah perang saudara terjadi berlarut-larut, Dipati Anum Badaruddin dan pengikutnya mengalah dan mengasingkan diri ke Pulau Bangka dan mendarat di Permis.

Setelah mengasingkan diri ke Pulau Bangka, Dipati Anum Badarrudin melakukan perjalanan ke Riau, Johor dan Siantan untuk mencari dukungan agar dapat merebut kembali Kesultanan Palembang. Pengasingan Dipati Anum Badarrudin diikuti oleh saudaranya Raden Lembu atau Sultan Lemabang, yang kemudian menjadi Sultan Mahmud Badaruddin.

(61)

Sultan Mahmud Badaruddin dan pengikutnya menggali timah Bangka33 dan menjualnya secara sembunyi-sembunyi.

Keinginan untuk menyerang Palembang masih membara di hati Sultan Mahmud Badarrudin I dan pengikutnya. Oleh karena itu diaturlah siasat kerjasama yang dilakukan ialah dengan membuat perjanjian antara Sultan dan Wan Akup.34

Pada tahun 1733 pasukan dari Sultan Mahmud Badaruddin menyerang Kesultanan Palembang dengan 40 kekuatan kapal dan dibantu oleh rakyat Pelembang yang masih berpihak padanya. Dengan cepat pertahanan Kesultanan Palembang runtuh dan Sultan Anum Kamaruddin melarikan diri.

Kesultanan Palembang telah kembali kepada Sultan Mahmud Badarrudin dan perjanjian dengan Wan Akup ditepati. Didirikanlah sebuah kampung kecil (Mentok) dan diperuntukkan kepada Wan Akup dan keturunannya sebagai tempat tinggalnya. Tidak hanya sebatas tempat tinggal, Sultan memberikan kekuasaan kepada Wan Akup untuk menjadi pemegang kekuasaan di Mentok sebagai ibukota pemerintahan sekaligus sebagai kepala urusan penambangan bijih timah di Bangka, dan diberi gelar Datok Rangga Setiya Agama.35

33Pengetahuan mengenai timah didapatkan oleh Sultan Anum Badarrudin dari

pertemuan dengan perdagangan dan pertambangan di Johor dan Siantan.

34Wan Akup adalah Kepala Negeri Siantan yang mendukung Sultan Mahmud

Badarrudin untuk merebut kembali Kesultanan Palembang, dan imbalan yang diberikan Sultan bagi Wan Akup ialah memberikan sebagian Pulau Bangka. Wilayah dari Pulau Bangka yang dijanjikan yaitu sebuah kampung kecil di bagian barat Pulau Bangka. Pada perkembangannya kampung tersebut menjadi Kota Mentok atau Muntok.

35Sutedjo Sujitno, Dampak Kehadiran Timah Indonesia Sepanjang Sejarah,

(62)

Ketika Wan Akup menjadi Kepala Kota Mentok, para Patih, Batin, dan Orang-orangnya dikerahkan untuk mencari timah secara besar-besaran. Mereka menemukan banyak tempat yang kaya kandungan timah dan kemudian membuka parit-parit penggalian timah di banyak tempat.

Atas laporan Wan Akup mengenai cadangan timah Bangka, maka Sultan menetapkan peraturan untuk menambang timah. Peraturan ini disebut peraturan Timah Tiban, isi peraturan tersebut demikian:

“...bahwa semua lelaki yang sudah kawin, kecuali orang Melayu,

diharuskan menyerahkan timah seberat 50 kati. Sebagai imbalan Sultan akan menganugerahi sepotong kain hitam dan sepotong kain tjukal. Timah-timah agar diserahkan pada Wan Akup untuk dikumpulkan dan pada akhir tahun akan diserahkan pada Sultan di Palembang. Sedangkan timah yang dikerjakan Wan Akup dan orang-orang Melayu dan Penduduk Bangka di bagian barat (Mentok) diperbolehkan dimiliki Wan

Akup dan keluarganya sendiri.”36

Wan Akup sebagai Kepala kampung (Mentok) merasa perlu mengembangkan pertambangan Bangka, maka diutuslah saudaranya yaitu Wan Seren dari Siantan untuk mencari orang-orang Siam, Malaysia dan China yang sudah berpengalaman menambang timah. Tenaga kerja dari Siam, Malaysia, dan China berdatangan dan dipekerjakan oleh Sultan di bawah pimpinan Wan Akup dengan sistem kongsi. Pengiriman tenaga kerja dari Siam, Malaysia dan China inilah yang akan merangkai sistem penambangan timah Bangka.

(63)

2. Perusahaan BankaTinwinning (BTW)

Karena di bawah Kesultanan Palembang, Bangka menjadi pemasok timah bagi pemerintahan Palembang. Timah-timah tiban dan timah dari Wan Akup dipergunakan Kesultanan sebagai komoditas yang diperjualbelikan kepada VOC. Barang dagang yang dibeli VOC dari Palembang adalah komoditas lada dan timah milik Bangka.

Perjanjian hubungan dagang antara VOC dan Palembang terjadi pada tahun 1722, seorang komisaris VOC bernama Abraham Patras menandatangani kontrak pengiriman timah dan lada Bangka dengan Sultan Palembang. Kesultanan Palembang menyetujui kontrak tersebut karena perjanjian dengan VOC, bahwa VOC akan membantu Kesultanan melawan Dipati Anum.37 Sejak ditandatanganinya kontak tersebut, lada dan timah Bangka hanya dijual kepada Belanda.

90 tahun perjalanan kontrak timah antara Palembang dan VOC, kontrak tersebut putus pada tahun 1812. Pada tahun 1812 Inggris datang ke Palembang dan Bangka. Inggris memberhentikan Sultan Mahmud Badarrudin II dan menggantikannya dengan saudaranya yang bernama Ahmad Najamudin.

Sultan baru Palembang yaitu Sultan Ahmad Najamudin menyepakati untuk menyerahkan Bangka kepada Inggris pada bulan Mei 1812, dan akan menerima pembayaran tiap tahunnya sebagai kompensasi atas hilangnya pendapatan dari timah.38

37Heidhues, Mary Somers., op. cit., hlm. 8.

(64)

Sejak penguasan Inggris di Bangka, Bangka berada di bawah kewenangan langsung kekuasaan kolonial dan secara administratif dipisahkan dari urusan Palembang dan ditangani langsung dari Batavia.

Pembaharuan di bidang pertambangan dilakukan oleh pihak Inggris melalui residen di Bangka bernama Court. Pembaruan tersebut diantaranya adalah transisi kekuasaan langsung, pengiriman tenaga buruh untuk pertambangan dan pertanian, pengiriman tenaga tukang atau ahli, mengekang perompakan.

Disaat pembaruan pertambangan diusahakan agar hasil timah dapat maksimal, perjanjian London terjadi di London pada tanggal 13 Agustus 1814. Salah satu isi perjanjian tersebut adalah mengharuskan Britania Raya menyerahkan Pulau Bangka kepada Belanda untuk ditukar dengan Cochin di India. Sejak saat inilah era kekuasaan Inggris dan Palembang atas Bangka berakhir dan dikuasai langsung oleh pemerintahan Belanda.

Pada tahun 1913 Pemerintah Belanda mendirikan perusahaan pertambangan timah di Bangka dengan nama Banka Tinwinning (BTW). Sebuah Badan Usaha Milik Negara yang menjadi tonggak pertama sejarah berdirinya perusahaan pertambangan di Indonesia.

BTW dibentuk sebagai usaha perbaikan adminstratif dan teknologi penambangan. Dalam usaha administratif, adanya peraturan bagi buruh-buruh Tionghoa, dalam usaha teknologi ada pembaharuan mesin-mesin pertambangan.

Gambar

Tabel 2.3. Jumlah Murid Sekolah Negeri dan Swasta  Menurut
Gambar 2.1. Peta Kabupaten Bangka Selatan........................................
Gambar 2.2. Peta Kecamatan Pulau Besar
Tabel 2.1. Perkembangan Penduduk Kecamatan Pulau Besar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terlampir bersama surat ini kami sertakan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam Pengumuman Pelelangan Terbuka Pengadaan dan Penggantian HP dan LP Element IAC

Gereja adalah satu umat perjanjian Allah, semua orang yang diselamatkan oleh satu injil, yang mencakup orang percaya Yahudi maupun bukan Yahudi --baik mereka yang

Bapak Ari Susilo Wibowo, S.T dan Ibu Meilia Safitri, S.,T M.Eng selaku dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak atas segala bantuanya selama ini, atas

dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 107 ayat (2) Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah

Nilai F hitung 50,666 dengan tingkat signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05(signifikan), sehingga variabel independen motivasi, motivasi kerja dan kepuasan

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman reptil yang ada di Sanggaluri Park Purbalingga, mengetahui potensi keanekaragaman reptil di Sanggaluri Park

1) Layanan informasi dilaksanakan di SMK bertujuan agar siswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang dirinya sendiri (self concept). 2) Layanan informasi dilaksanakan di