• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak terindikasi antisosial dan strategi pendampingan belajarnya : studi kasus - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak terindikasi antisosial dan strategi pendampingan belajarnya : studi kasus - USD Repository"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR ANAK TERINDIKASI ANTISOSIAL

DAN STRATEGI PENDAMPINGAN BELAJARNYA

(Studi Kasus)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh : Agung Hananto NIM: 101114088

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..…... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….….... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….……….. . iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….….. . iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..…... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA...…... vi

ABSTRAK………. . vii

ABSTRACT ………... viii

KATA PENGANTAR……….…... ix

DAFTAR ISI……….. . xi

DAFTAR TABEL………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah………... 4

C. Tujuan Penelitian……….….... 4

D. Manfaat Penelitian………... 4

E. Definisi Operasional ……..……….……... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

(12)

xii

1. Definisi Antisosial ……… 6

2. Ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial ……… 7

3. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian antisosial ………… 8

B. Hasil Belajar ………... 9

1. Definisi Hasil Belajar ………... 9

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ……… 10

C. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar ……… 16

1. Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar ……… 17

2. Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar ……….. 17

D. Strategi Pendampingan Belajar ………... 18

1. Definisi Strategi Pendampingan Belajar .……….. 18

2. Tujuan Bimbingan Belajar ……… 19

3. Strategi-strategi Pendampingan Belajar ..………. 20

BAB III METODE PENELITIAN ……….... 23

A. Metode Penelitian ………... 23

B. Tempat Penelitian ……… 25

C. Tahap-tahap Penelitian ……… 26

D. Sampel Sumber Data ……….. 27

E. Gambaran Singkat Subjek Penelitian ………. 28

F. Teknik Pengumpulan Data ………. 31

G. Teknik Analisis Data ……….. 33

(13)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 37

A. Pelaksanaan Penelitian ………... 37

B. Proses Reduksi Data ………... 40

1. Data subjek terindikasi antisosial ………. 42

2. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar subjek ………… 50

3. Strategi pendampingan belajar individual yang tepat …………... 64

C. Validitas Data ………. 69

BAB V PENUTUP ………. 71

A. Kesimpulan ……….. 71

B. Saran ……… 72

DAFTAR PUSTAKA ………. 73

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Agenda Kunjungan Rumah ……… 39

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ...………. 75

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Informan ………. 76

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ………. 80

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini, dipaparkan latar belakang masalah mengenai

gambaran singkat subjek penelitian. Rumusan masalah yang membahas mengenai

masalah-masalah yang digali. Tujuan penelitian yang membahas mengenai hasil yang

ingin diperoleh dari penelitian. Manfaat penelitian yang membahas mengenai

kegunaan penelitian untuk pihak terkait, dan definisi operasional yang memaparkan

batasan-batasan pembahasan penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Ketidakmampuan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat

tinggal dan sekolah membuat anak mengalami gangguan kepribadian. Salah satunya

adalah gangguan kepribadian antisosial. Pola perilaku yang menandai gangguan

kepribadian antisosial dimulai dari masa kanak-kanak atau saat remaja dan berlanjut

hingga dewasa. Namun demikian, perilaku antisosial dan kriminal yang terkait

dengan gangguan ini cenderung menurun seiring usia. Bahkan mungkin akan

menghilang pada saat orang tersebut mencapai usia 40 tahun.

Meskipun gangguan kepribadian antisosial menurun bahkan menghilang saat

orang mencapai usia 40 tahun, namun menurut Harpun & Hare (dalam Nevid, Rathus

& Greene, 2005), tidak demikian dengan trait kepribadian yang mendasari gangguan

antisosial—trait. Seperti egosentrisitas; manipulatif; kurangnya empati; kurangnya

(17)

meski terdapat penambahan usia. Sebagai contoh, memukul orang lain tanpa sebab,

rasa curiga ketika ada orang lain mendekati, tidak bertanggung jawab atas

pekerjaannya, memilih menganggur padahal ada banyak lowongan pekerjaan.

Indikasi seorang anak mengalami gangguan kepribadian antisosial dalam

lingkungan sekolah dasar kurang dipahami oleh sebagian masyarakat. Salah satu ciri

perilaku yang disebabkan karena kepribadian antisosial seperti, tidak memiliki rasa

bersalah ketika tidak mengerjakan tugas di sekolah. Melukai teman tanpa sebab

dianggap sebagai perilaku nakal padahal hal tersebut merupakan salah satu ciri

kepribadian antisosial. Hal ini nampak pada perilaku salah satu siswa di SD Maju

(bukan nama sekolah sebenarnya) Sleman, Yogyakarta. Siswa kelas 3 yang sudah

berusia 13 tahun ini sering berperilaku “aneh”. Misalnya, tanpa sebab melukai teman

yang mencoba mendekati dia, tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru. Ketika diberi kesempatan untuk mengerjakan tugas hanya tersenyum dan

cenderung mengulangi perilakunya tersebut.

Siswa yang baru dua tahun berada di SD Maju ini tinggal bersama nenek dan

kakeknya. Dia sejak kecil dirawat oleh kakek dan neneknya karena kedua orang

tuanya berpisah sebelum dia dilahirkan. Setiap pagi siswa selalu diantar oleh

neneknya ke sekolah. Neneknya terpaksa harus selalu mengantar karena kurang

percaya dengan cucunya yang suka berbohong. Misalnya, siswa pernah membolos

(18)

selalu menyempatkan diri setiap pagi mengantar serta menunggu di depan sekolah

untuk memastikan bahwa cucunya masuk sekolah.

Hasil belajar siswa di sekolah cenderung sangat rendah. Dibuktikan dengan

hasil raport sejak taman kanak-kanak hingga SD kelas tiga. Siswa berada di TK yang

seharusnya dua tahun menjadi tiga tahun. Tidak naik kelas dikelas satu, dan dikelas

tiga dua kali. Pada waktu TK dicatatan akhir semester pertama wali kelas menulis:

jangan sering mogok sekolah, yang rajin ya”, “Lebih bagus apabila tidak marah/emosi, rajin mengerjakan tugas”.

Dari petikan kata-kata wali kelas TK, dapat dilihat bahwa memang sejak TK siswa

adalah anak yang malas ke sekolah dan sering emosi.

Bertolak dari pemikiran bahwa adanya indikasi gangguan kepribadian

antisosial yang dialami oleh subjek serta hasil studi kasus yang dilakukan

sebelumnya, dipandang perlu untuk diteliti salah satu aspek yang berkaitan dengan

bidang bimbingan di sekolah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai:

Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Anak Terindikasi Antisosial dan

Strategi Pendampingan Belajarnya (Studi Kasus pada Seorang Siswa Kelas 3, di

sebuah Sekolah Dasar, Sleman, Yogyakarta).

Hasil penelitian ini bisa menghasilkan pengetahuan yang berguna bagi para

guru dan orang tua. Selain itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar anak terindikasi antisosial dan strategi pendampingan

(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar

anak yang terindikasi antisosial?

2. Strategi pendampingan belajar individual apakah yang cocok untuk anak

terindikasi antisosial?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu :

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak

terindikasi antisosial.

2. Mengetahui strategi bimbingan belajar individual yang cocok untuk anak

terindikasi antisosial.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan masukan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dimanfaatkan untuk menambah wacana yang

berhubungan dengan hasil belajar dan strategi bimbingan belajar

(20)

2. Manfaat Praktis.

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan mengenai anak terindikasi antisosial dalam

hal hasil belajar dan strategi pendampingan belajar individual yang

tepat.

b. Bagi sekolah

Manfaat bagi sekolah adalah memberi wawasan sekolah tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar dan sekolah

juga mendapat informasi mengenai strategi pendampingan belajar

individual yang tepat untuk anak terindikasi mengalami gangguan

kepribadian antisosial.

E. Definisi Operasional

1. Antisosial adalah keadaan seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri

dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sosial tempat tinggalnya maupun

tempat seseorang mendapatkan pendidikan.

2. Hasil belajar adalah hasil dari usaha siswa selama di sekolah formal

dibuktikan hasil tes harian atau nilai tertulis (raport).

3. Strategi pendampingan belajar adalah cara khusus dalam memberikan

pendampingan belajar yang diberikan oleh konselor kepada individu (siswa)

(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan mengenai definisi antisosial, ciri-ciri anak antisosial,

faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya anak antisosial. Definisi hasil belajar

menurut beberapa ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Karakteristik

siswa sekolah dasar dan definisi layanan bimbingan belajar serta strategi-strategi

pendampingan belajar.

A. Antisosial

1. Definisi Antisosial

Menurut Clackley, (dalam Durand & Barlow, 2013). Gangguan

kepribadian antisosial adalah sebuah perilaku pelanggaran hak-hak orang lain

dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi

sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan.

Meski demikian mereka sering menunjukkan karisma dalam penampilan luar

mereka dan memiliki intelegensi rata-rata.

Robert Hare (dalam Durand & Barlow, 2013) mendeskripsikan pribadi

antisosial sebagai seorang yang diam-diam menghanyutkan. Orang yang sama

sekali tidak memiliki hati nurani dan empati. Mereka dengan semena-mena

mengambil apa saja yang mereka inginkan dari orang lain demi

kesenangannya. Mereka melakukan apa saja yang mereka senangi, melanggar

norma-norma dalam masyarakat tanpa secuil pun rasa bersalah atau

(22)

Pribadi antisosial sering dideskripsikan sebagai agresif karena,

mengambil apa saja yang mereka inginkan tanpa peduli perasaan orang lain,

menipu dan berbuat curang. Mereka sering tidak melihat perbedaan antara

kebenaran dan kebohongan demi mencapai tujuan. Mereka tidak

menunjukkan penyesalan atau peduli pada efek-efek tindakannya yang

kadang-kadang sangat merusak (Durand & Barlow, 2013. hlm 195).

2. Ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fifth

edition (DSM 5, 2014). Ciri-ciri seseorang mengalami gangguan kepribadian

antisosial yaitu:

a. Perilaku antisosial terjadi sejak usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan

oleh tiga (atau lebih) penjelasan dibawah ini:

1) Kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial

yang berkaitan dengan perilaku yang sah, seperti berulangkali

melakukan tindakan yang alasannya tidak logis.

2) Tipu daya, seperti yang ditunjukkan berulangkali berbohong,

menipu orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi.

3) Impulsif atau kegagalan untuk merencanakan masa depan.

4) Mudah marah dan agresif, seperti sering berkelahi dan menyerang

orang lain tanpa sebab.

(23)

6) Konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau membayar

tagihan.

7) Kurangnya penyesalan, seperti yang ditunjukkan dengan menjadi

acuh tak acuh setelah melukai dan menganiaya.

b. Individu setidaknya usia 18 tahun.

c. Ada bukti dari gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun.

3. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian antisosial

Ada beberapa hal yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian antisosial

yaitu:

1) Pengaruh Genetik

Menurut Bock dan Goode (dalam Durand & Barlow, 2013). Twins

studies, family studies, dan adoption studies semuanya menunjukkan

adanya pengaruh genetik pada gangguan kepribadian antisosial

maupun kriminalitas. Studi mengenai pola pewarisan keluarga

menunjukkan adanya heritabilitas sederhana dari kriminalitas dan

kepribadian antisosial.

2) Pengaruh Neurobiologis

Menurut Hart, Forth, dan Hare (dalam Durand & Barlow 2013).

Kerusakan pada otak secara umum tidak menjelaskan mengapa

sebagian orang menjadi antisosial atau kriminal. Individu-individu ini

tampaknya menunjukkan skor yang sama baiknya dengan kita pada

(24)

3) Pengaruh psikologis berdasarkan teori sosial

Menyatakan bahwa harga diri yang rendah adalah sebuah faktor

penyebab gangguan kepribadian antisosial. Ketika masa kanak-kanak,

individu yang mengembangkan gangguan tersebut merasakan

kebutuhan untuk membuktikan kemampuan mereka dengan terlibat

dalam aktivitas kekerasan (Halgin & Krauss, 2010. hlm 89).

4) Pengaruh Sosiokultural

Menurut Serbin & Karp (dalam Halgin & Krauss, 2010). Faktor

keluarga, lingkungan awal, dan pengalaman sosialisasi yang dapat

membuat orang mengembangkan gaya hidup antisosial. Anak-anak

yang agresif sering kali gagal dalam pendidikan, akhirnya terlibat

dalam perilaku berisiko tinggi termasuk kehamilan di masa remaja,

kemudian menempatkan anak mereka pada risiko kemiskinan dan

kurangnya pengasuhan.

B. Hasil Belajar

1. Definisi Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) hasil belajar adalah hasil yang

ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan

nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan menurut Hutabarat (1995: 11-12), hasil

(25)

a) Pengetahuan, yaitu dalam bentuk bahan informasi, fakta, gagasan,

keyakinan, prosedur, hukum, kaidah, standar, dan konsep lainya.

b)Kemampuan, yaitu dalam bentuk kemampuan untuk menganalisis,

mereproduksi, mencipta, mengatur, merangkum, membuat generalisasi,

berfikir rasional dan menyesuaikan.

c) Kebiasaaan dan keterampilan, yaitu dalam bentuk kebiasaan perilaku

dan keterampilan dalam menggunakan semua kemampuan.

d) Sikap, yaitu dalam bentuk apresiasi, minat, pertimbangan dan selera.

Dari pengertian ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah hasil interaksi belajar yang meliputi pengetahuan, kemampuan,

kebiasaan dan sikap yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Djamarah (2011: 176-205), ada berbagai faktor yang

mempengaruhi proses dan hasil belajar yaitu:

a) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dibagi menjadi dua yaitu lingkungan alami dan lingkungan

sosial budaya.

1) Lingkungan alami

Udara yang bersih, suasana sekolah yang tenang jauh dari suara

kendaraan bermotor membuat siswa merasa nyaman di sekolah atau pun

dirumah. Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa panasnya

(26)

keluar kelas daripada mengikuti pelajaran di dalam kelas. Daya

konsentrasi menurun akibat suhu udara yang panas. Daya serap semakin

melemah akibat kelelahan yang tak terbendung.

2) Lingkungan Sosial Budaya

Manusia hidup dalam kebersamaan dan saling membutuhkan akan

melahirkan interaksi sosial. Saling memberi dan saling menerima

merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan sosial. Berbicara,

bersenda gurau, memberi nasihat, dan bergotong royong merupakan

interaksi sosial dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sebagai anggota

masyarakat, anak didik tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial.

Sistem sosial yang terbentuk mengikat perilaku anak didik untuk

tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum yang berlaku dalam

masyarakat. Demikian juga ketika di sekolah, maka anak didik berada

dalam sistem sosial di sekolah. Peraturan dan tata tertib sekolah harus

anak didik taati. Pelanggaran yang dilakukan anak didik akan dikenakan

sanksi sesuai dengan jenis dan berat ringannya pelanggaran. Lahirnya

peraturan sekolah bertujuan untuk mengatur dan membentuk perilaku

(27)

b. Faktor Instrumental

Faktor instrumental terdiri dari kurikulum, program, sarana dan

fasilitas, guru.

1) Kurikulum

Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur

substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar

mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi yang akan diajarkan

guru belum terprogramkan. Itu sebabnya, untuk semua mata pelajaran,

setiap guru memiliki kurikulum untuk mata pelajaran yang dipegang dan

diajarkan kepada anak didik. Setiap guru harus mempelajari dan

menjabarkan isi kurikulum ke dalam program yang lebih rinci dan jelas

sasaran. Sehingga dapat diketahui dan diukur dengan pasti tingkat

keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

2) Program

Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan

disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan

pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan

yang dirancang. Program pendidikan disusun berdasarkan potensi

sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial, dan sarana prasarana.

Program bimbingan dan penyuluhan mempunyai andil yang besar dalam

(28)

3) Sarana dan Fasilitas

Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Salah satu

persyaratan untuk membuat suatu sekolah adalah pemilikan gedung

sekolah yang di dalamnya ada ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang

dewan guru, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang tata usaha,

auditorium, dan halaman sekolah yang memadai. Semua bertujuan untuk

memberikan kemudahan pelayanan anak didik.

Fasilitas mengajar merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus

dimiliki oleh sekolah. Guru harus memiliki buku pegangan dan buku

penunjang agar wawasan guru tidak sempit. Alat peraga yang guru

perlukan harus tersedia di sekolah.

4) Guru

Keadaan kekurangan guru banyak terjadi di daerah, sehingga

ditemukan guru yang mengajar lebih dari ketentuan wajib mengajar.

Guru yang professional lebih mengedepankan kualitas pengajaran

daripada materiil oriented. Kualitas kerja lebih diutamakan daripada

(29)

c. Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis seperti:

1) Anak didik yang kekurangan gizi

Menurut Nasution (dalam Djamarah, 2011). Anak-anak yang

kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang

tidak kekurangan gizi; mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar

menerima pelajaran.

2) Kondisi panca indra

Kondisi panca indra yang normal akan membantu anak didik dalam

menerima informasi dari guru mata pelajaran.

d. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Terdiri dari:

1) Minat

Menurut Nasution (Djamarah, 2011), minat belajar yang besar

cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar

kurang akan menghasilkan prestasi belajar yang rendah.

2) Kecerdasan

Menurut Dalyono (dalam Djamarah, 2011). Mengatakan bahwa

seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya

(30)

3) Bakat

Bakat memang diakui sebagai kemampuan bawaan yang merupakan

potensi yang masih perlu dikembangkan atau latihan. Menurut Sunarto

dan Hartono (dalam Djamarah, 2011). Mengatakan bahwa bakat

memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu,

akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan

atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.

4) Motivasi

Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi

keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan,

terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara

senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus

dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan

selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar (Dalyono,

dalam Djamarah, 2011).

5) Kemampuan Kognitif

Ada tiga hal yang harus dikuasai untuk sampai pada penguasaan

(31)

C. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar

Menurut Nasution (dalam Djamarah, 2011). Masa usia sekolah dasar sebagai

masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira

sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk

sekolah dasar, dan mulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan

mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenai masa ini sebagai “masa sekolah”, oleh karena pada usia ini anak untuk pertama kalinya menerima

pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah

masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.

Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanak-kanak,

sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang

untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi,

perkembangan aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan

kesenangan pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang

untuk bersekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru,

yang dapat diberikan sekolah. Menurut Suryobroto (dalam Djamarah, 2011) masa

usia sekolah sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah, Tetapi dia

tidak berani mengatakan pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk

(32)

1. Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar

Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai

9 atau 10 tahun. Pada usia tersebut ada beberapa sifat khas anak-anak pada

masa ini antara lain adalah seperti yang disebutkan dibawah ini:

a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan

pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.

b. Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi

peraturan-peraturan permainan yang tradisional.

c. Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain kalau hal

itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.

e. Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu

dianggapnya tidak penting.

f. Pada masa ini (terutama pada umur 6-8) anak menghendaki nilai

(angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya

memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar

Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar kira-kira umur 9 atau 10

sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada

(33)

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang

kongkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk

membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

b. Amat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar.

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan

mata pelajaran khusus.

d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau

orang-orang dewasa lainnya.

e. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,

biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan

ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang

tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.

Anak diusia 9 sampai 13 tahun biasanya melihat nilai teman-temannya

untuk melihat keadilan guru dan kekuatan dirinya sendiri dalam kelas,

diantara teman-temannya. Diusia 9 sampai 13 tahun ini biasanya timbul

persaingan diantara anak-anak dan biasanya persaingan itu terbatas pada

sesama jenis kelamin. Pengalaman-pengalaman tersebut membantu anak

dalam menumbuhkan rasa keadilan.

D.Strategi Pendampingan Belajar

1. Definisi Strategi Pendampingan Belajar

Menurut Surya (dalam Thohirin, 2007) menyatakan bahwa bimbingan

(34)

menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Selanjutnya

menurut Thohirin (2007) bimbingan belajar bisa bermakna suatu bantuan dari

pembimbing kepada terbimbing (siswa) dalam menghadapi dan memecahkan

masalah-masalah belajar. Lebih lanjut menurut Darmansyah (2011) strategi

pembelajaran adalah cara pengorganisasian isi pelajaran, penyampaian

pelajaran dan pengolahan kegiatan belajar dengan menggunakan berbagai

sumber belajar yang dapat dilakukan guru untuk mendukung terciptanya

efektivitas serta efisiensi proses pembelajaran.

Romiszowski (dalam Darmansyah, 2011) menjelaskan bahwa strategi

adalah sebagai titik pandang dan arah berbuat yang diambil dalam rangka

memilih metode pembelajaran yang tepat, yang selanjutnya mengarah pada

yang lebih khusus, yaitu rencana, taktik, dan latihan. Berdasarkan definisi

para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa strategi pendampingan

belajar atau akademik adalah cara khusus dalam memberikan pendampingan

belajar yang diberikan oleh konselor kepada individu (siswa) yang bertujuan

membantu siswa mencapai hasil belajar optimal.

2. Tujuan Bimbingan Belajar

Menurut Juntika & Syamsu (2010), tujuan bimbingan dan konseling

yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut:

a. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan

(35)

semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang

diprogramkan.

b. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

c. Memiliki ketrampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti

keterampilan membaca buku, menggunakan kamus, mencatat

pelajaran dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

d. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan

pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas,

memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan

berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka

mengembangkan wawasan yang lebih luas.

e. Memiliki kesiapan mental untuk menghadapi ujian.

3. Strategi-strategi Pendampingan Belajar

Strategi-strategi pendampingan belajar menurut beberapa sumber

diantaranya:

a. Strategi Penemuan (Discovery)

Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2001) strategi penemuan adalah

proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep

atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain: mengamati, mencerna,

mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,

mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan prinsip

(36)

sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya

membimbing dan memberikan intruksi.

b. Strategi Pembelajaran Tanpa Arah

Menurut Aunurrahman (2011), strategi pembelajaran tanpa arah

adalah strategi yang berfokus pada upaya menfasilitasi kegiatan

pembelajaran. Lingkungan belajar diorganisasi sedemikian rupa untuk

membantu siswa mengembangkan integritas kepribadian,

meningkatkan efektivitas serta membantu merealisasikan harapan atau

cita-cita siswa. Strategi pendampingan belajar ini didasari asumsi

bahwa siswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap aktivitas

belajarnya, karena keberhasilan tergantung pada kemauan yang ada di

dalam dirinya. Strategi pendampingan belajar ini pada prinsipnya

adalah meletakkan peranan guru untuk secara aktif membangun

kerjasama yang diperlukan dan memberikan bantuan yang dibutuhkan

pada saat para siswa mencoba memecahkan masalah.

c. Strategi Latihan Kesadaran

Model latihan kesadaran (Aunurrahman, 2011) adalah strategi

pembelajaran yang diarahkan untuk memperluas kesadaran diri dan

kemampuan untuk merasa dan berpikir. Strategi ini berisikan

rangkaian kegiatan yang mendorong timbulnya refleksi hubungan antar individu, citra diri atau “self image”, ekperimentasi dan

(37)

para siswa melalui berbagai bentuk arahan dari guru. Misalnya para

siswa terlibat dalam aktivitas dan diskusi untuk mengidentifikasi

berbagai reaksi-reaksi emosional. Prinsip strategi pendampingan

belajar ini adalah membantu siswa agar lebih dapat merealisasikan diri

sepenuhnya. Tujuan utamanya adalah membuka berbagai

kemungkinan tumbuhnya kesadaran terhadap diri dan hubungan

interpersonal.

d. Strategi Unplanned Humor

Unplanned humor menurut Sheinowitz (dalam Darmansyah, 2011)

adalah humor yang tidak direncanakan, humor ini muncul secara

spontan, baik yang bersumber dari guru maupun murid. Humor ini

bersifat spontanitas dan dipicu oleh berbagai aktifitas dalam

pembelajaran. Sedangkan menurut R. K. Cooper & Sawaf (dalam

Darmansyah, 2011) menyatakan bahwa humor merupakan sumber

mata air yang universal untuk memperbesar energi dan mengusir

ketegangan dalam berinteraksi dengan orang lain. Memang tidak

mudah menciptakan humor dalam suasana pembelajaran karena

menggunakan sisipan humor di dalam kelas memerlukan kecerdasan

khusus. Menurut Darmanto dan Najib (dalam Darmansyah, 2011)

(38)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijabarkan mengenai metode penelitian yang digunakan.

Tempat peneliti melakukan penelitian. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan

dalam penelitian. Sumber data yang digunakan untuk penelitian. Gambaran

mengenai subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan. Teknik

analisis data, dan rencana pengujian keabsahan data penelitian.

A. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif (qualitative research). Menurut McMillan &

Schumacher (dalam Sugiyono, 2010), mengatakan bahwa penelitian

kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan

investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara

bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat

penelitian. Sedangkan menurut Strauss & Corbin (Sugiyono, 2010),

penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

hitungan lainnya.

Menurut Sugiyono (2010: 15; 285) penelitian kualitatif adalah

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,

digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, (sebagai lawannya

adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan

(39)

pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

dari pada generalisasi. Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala itu

bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga

peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan

variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang

meliputi aspek tempat (place) , pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang

berinteraksi secara sinergis.

2. Studi kasus

Studi kasus adalah salah satu bagian dari pendekatan penelitian

kualitatif. Menurut Bogdan dan Bikien (dalam Sugiyono, 2010), studi

kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau orang

subyek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa

tertentu. Menurut Yin (2013: 4) studi kasus memungkinkan peneliti untuk

mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari

peristiwa-peristiwa kehidupan nyata, seperti siklus kehidupan seseorang,

proses-proses organisasional dan manajerial.

3. Jenis Studi Kasus yang digunakan

Jenis studi kasus yang digunakan adalah jenis studi kasus tunggal

(Yin, 2013). Jenis studi kasus ini merupakan desain umum bagi

penyelenggaraan studi kasus. Desain studi kasus bisa dibenarkan dalam

kondisi-kondisi tertentu seperti : (a) kasus tersebut mengetengahkan suatu

(40)

langka atau unik, atau (c) berkaitan dengan tujuan penyingkapan.

Dipilihnya metode penelitian studi kasus karena peneliti merasa prihatin

terhadap perilaku siswa sekolah dasar ketika peneliti melakukan

kunjungan kesalah satu sekolah dasar di Yogyakarta. Peneliti melihat

perilaku siswa yang melukai teman sebayanya tanpa alasan yang jelas

serta tidak merasa bersalah terhadap perilakunya tersebut. Dari hasil

observasi peneliti selama dua minggu, peneliti melihat gejala perilaku

antisosial yang dialami siswa di sekolah dasar tersebut.

Maka dari itu peneliti mengamati keseharian siswa, mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajarnya. Dari hasil

studi kasus ini, dapat diperoleh data yang akurat tentang siswa terindikasi

antisosial dan hasil penelitian bisa mendapatkan hipotesis untuk dilakukan

penelitian lanjutan.

B. Tempat Penelitian

Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di sebuah sekolah dasar

yang berada di Sleman, Yogyakarta. Status sosial ekonomi siswa yang

bersekolah di SD Maju (nama disamarkan) ini rata-rata memiliki tingkat

ekonomi menengah kebawah. Banyak orang tua siswa yang sibuk bekerja

dan lupa memperhatikan perkembangan siswa baik di rumah dan di

sekolah. Siswa yang bersekolah di SD Maju didominasi suku jawa, dan

(41)

C. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya terarah dan sistemastis

maka disusun tahapan-tahapan penelitian. Menurut Moleong (2009:

127-148), ada tiga tahapan dalam pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

Pada tahap ini peneliti menentukan subjek, memilih lapangan

penelitian serta mengurus perizinan kepada pihak terkait, serta

menyiapkan perlengkapan penelitian. Dalam mengurus perizinan

peneliti harus memiliki surat resmi dari institusi dimana peneliti

bernaung untuk disampaikan kepada pihak sekolah dan responden

pendukung penelitian. Perlengkapan penelitian yang meliputi, pedoman

wawancara, peralatan elektronik yang mendukunng seperti tape

recorder, serta surat pernyataan bersedia diwawancarai kepada beberapa

responden dan objek penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan

Dalam hal ini peneliti mulai menggali data dengan membatasi latar

terbuka dan tertutup. Latar terbuka yang merupakan tempat melakukan

wawancara meliputi lingkungan sekolah, sedang latar tertutup untuk

melakukan wawancara mendalam serta menjalin hubungan lebih dekat

dengan objek maka dilakukan kunjungan rumah.

Proses penelitian berlangsung dalam jangka waktu tiga bulan dan

penelitian belum mendapatkan hipotesis yang cukup, peneliti

(42)

berpenampilan sesuai dengan adat istiadat tempat dimana dilakukan

penelitian. Proses penelitian juga melakukan wawancara tidak

terstruktur, mencatat perilaku objek yang mendukung data penelitian.

3. Tahap analisis data

Tahapan yang ketiga dalam penelitian ini adalah analisis data.

Menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong (2009), Analisis data

kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan

apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Selanjutnya menurut Janice McDrury (dalam Moleong, 2009)

tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:

1) Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan

gagasan yang ada dalam data,

2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan

tema-tema yang berasal dari data.

3) Menuliskan „model‟ yang ditemukan.

4) Koding yang telah dilakukan.

D. Sampel Sumber Data

Sanafiah Faisal (1990) dalam buku Sugiyono (2010: 400-401)

mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk

(43)

menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya

dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan

sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi

juga dihayati.

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat

pada kegiatan yang tengah diteliti.

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai

informasi.

4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan

peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam

guru atau narasumber. Jadi siapa yang dijadikan sampel sumber

data, dan berapa jumlahnya dapat diketahui setelah penelitian

selesai.

E. Gambaran Singkat Subjek Penelitian

Gambaran singkat mengenai subjek penelitian adalah sebagai

berikut. Adi (bukan nama sebenarnya) atau subjek penelitian adalah siswa

sekolah dasar di SD Maju, Sleman, Yogyakarta. Adi dengan usia 13 tahun

namun masih duduk dibangku kelas III. Adi baru dua tahun berada di SD

(44)

sebenarnya), Sleman, Yogyakarta. Namun karena jarak antara sekolah dan

rumahnya yang jauh, biaya sekolah yang mahal serta mata pelajaran di SD

Depok terlalu banyak maka Adi oleh neneknya dipindahkan ke SD Maju.

Adi sejak kecil diasuh oleh nenek dan kakeknya, kedua orang tua sudah

berpisah sejak Adi belum dilahirkan. Keseharian Adi di rumah ketika

siang hari dihabiskan untuk bermain di lingkungan sekolah dan ketika

malam hari Adi menghabiskan waktu di dalam kamar sambil bermain

komputer.

Di rumah Adi hanya peduli dengan kebersihan diri dan kamar

tidurnya, selebihnya seperti ruang tamu, dapur, ruang belajar ia biarkan

berantakan. Selain itu, Adi jarang bermain dengan anak disekitar tempat

tinggalnya. Nenek Adi yang bekerja sebagai buruh cuci pulang kerumah

pukul 17.00. Sedangkan kakek dan pamanya belum pasti pulang setiap

hari. Hal tersebut membuat Adi tidak memiliki teman untuk bercerita,

berbagi keluh kesah karena ketika anggota keluarga Adi pulang sudah

dalam keadaan lelah.

Di sekolah Adi terkenal sebagai siswa yang nakal karena dia sering

berkelahi dengan temannya, selalu tidak mengerjakan PR, selalu tidak

selesai mengerjakan tugas. Hampir setiap minggu wali kelas mendapat

laporan bahwa Adi berkelahi, membuat siswa lain menangis. Hasil belajar

Adi pun termasuk sangat rendah. Adi sudah tiga kali tidak naik kelas

sekolah dasar. Selain itu Adi juga sempat mogok sekolah pada waktu

(45)

neneknya malu dengan perilaku Adi yang sering memukul temannya,

marah di kelas, berkelahi, dan merusak fasilitas sekolah.

Dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan informan

terkait serta Adi sendiri, diperoleh hasil bahwa Adi terindikasi mengalami

gangguan kepribadian antisosial. Peneliti berani mengatakan bahwa Adi

terindikasi mengalami gangguan kepribadian antisosial karena berdasarkan

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disordersfifth edition (DSM

5), hampir semua ciri-ciri menurut DSM 5 dimiliki oleh Adi. Selain itu,

Menurut neneknya ibu Adi juga berperilaku hampir sama dengan anaknya,

sering marah-marah sendiri. Seperti, melempar piring-piring, melempar

pakaian dan perabotan rumah keluar rumah.

Pengaruh sosiokultural menurut Serbin & Karp (Halgin & Krauss,

2010) faktor keluarga, lingkungan awal, dan pengalaman sosialisasi yang

membuat orang mengembangkan gaya hidup antisosial. Adi yang hidup

hanya dengan kedua neneknya, jarang diajak untuk bercerita, jarang

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar memperkuat perilaku antisosial

Adi semakin menguat. Selain itu menurut Halgin & Krauss (2010)

pengaruh psikologi berdasarkan teori sosial menyatakan bahwa harga diri

yang rendah adalah faktor penyebab gangguan antisosial. Perilaku Adi

yang selalu berkelahi dengan teman, memukul tanpa sebab adalah salah

satu wujud pembuktian kemampuan agar Adi diakui oleh teman-temannya

akan keberadaannya.

(46)

F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Yin (2013: 103-118) ada enam sumber bukti yang dapat

dijadikan fokus bagi pengumpul data studi kasus :

1. Dokumentasi

Penggunaan dokumen yang paling penting adalah

mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain.

Pertama, dokumen membantu pemverifikasian ejaan dan judul atau

nama yang benar dari organisasi-organisasi yang disinggung dalam

wawancara. Kedua, dokumen menambah rincian spesifik lainnya

guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain; jika bukti

dokumenter bertentangan dan bukannya mendukung, peneliti

mempunyai alasan untuk meneliti lebih jauh topik yang

bersangkutan. Tiga, inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen.

2. Rekaman Arsip

Pada studi kasus ini, rekaman arsip dalam bentuk

komputerisasi dan merupakan hal yang relevan. Ini meliputi:

a. Rekaman layanan, seperti jumlah klien yang dilayani dalam

suatu periode waktu tertentu;

b. Peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat;

c. Daftar nama dan komoditi lain yang relevan;

d. Data survey, seperti rekaman atau data sensus yang terkumpul.

(47)

3. Wawancara

Wawancara merupakan sumber informasi yang paling

penting dalam penelitian studi kasus. Ada dua bentuk wawancara

studi kasus, yaitu:

a. Tipe open-ended

Peneliti bertanya kepada responden kunci tentang

fakta-fakta suatu peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi,

penelitian bahkan bisa meminta responden untuk

mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa

tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar

penelitian selanjutnya.

b. Tipe terfokus

Penelitian dimana responden diwawancarai dalam waktu

pendek, satu jam misalnya. Wawancara open-ended dan

mengasumsikan cara percakapan namun pewawancara tak

perlu mengikuti serangkaian pertanyaan tertentu yang

diturunkan dari protokol studi kasus (wawancara tidak

terstruktur).

4. Observasi Langsung

Dengan berasumsi bahwa fenomena yang diminati tidak

asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan sosial yang

relevan akan tersedia untuk observasi. Observasi semacam itu

(48)

itu, untuk meningkatkan reliabilitas bukti observasi, prosedur yang

umum ialah memiliki lebih dari satu pengamatan dalam membuat

jenis observasi formal maupun kausal.

5. Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus

dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif,

melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu

dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.

6. Perangkat Fisik

Perangkat fisik atau cultural yaitu peralatan teknologi, alat

atau instrumen, pekerjaan seni, atau beberapa bukti fisik lainnya.

Perangkat fisik mempunyai relevansi kurang potensial dalam studi

kasus yang paling tidak lazim. Namun demikian, bilamana relevan

perangkat tersebut bisa menjadi komponen penting dalam

keseluruhan kasus bersangkutan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton (Moleong, 2009: 280) merupakan

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,

kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Menurut Bogdan dan Biklen

(Moleong, 2009: 280) analisis data sebagai proses yang merinci usaha

secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja

(ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk

(49)

Moleong (2009) menyatakan bahwa analisis data adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mengacu pada konsep Milles & Huberman (dalam Soegiyono, 2010),

aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing/verification.

1. Reduksi data (Data Reduction )

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Data

yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu

dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti di lapangan, maka

jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Mereduksi

data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang

yang tidak perlu.

2. Penyajian data ( Display Data )

Data yang sudah berupa rangkuman , uraian singkat, bagan, hubungan

antar kategori. Penyajian data dalam penelitian kualitatif ini adalah

(50)

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (Conclusion Drawing and

Verification)

Kesimpulan awal biasanya bersifat sementara, dan akan berubah

jika dalam perjalanannya tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan diawal didukung dengan bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Demikian kesimpulan bisa menjawab rumusan masalah yang

dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah

dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian

kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif

yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya

belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran

suatu objek yang sebelumnya masing belum jelas atau gelap sehingga

setelah diteliti menjadi jelas.

H. UJI VALIDITAS DATA

Dalam menguji keabsahan atau validitas data yang didapat

sehingga benar-benar sesuai dengan tujuan dan maksud penelitian, maka

peneliti menggunakan teknik triangulasi. (Moleong, 2009: 330). Adapun

triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan

(51)

balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton dalam Moleong, 2009: 330).

Hal ini dapat peneliti capai dengan jalan sebagai berikut:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum

dengan apa yang dikatakannya objek peneliti secara pribadi.

3. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan

berbagai pendapat dan pandangan orang seperti orang yang

berpendidikan lebih tinggi atau ahli dalam bidang yang sedang

diteliti.

Teknik uji keabsahan lain yang digunakan oleh peneliti adalah

perpanjangan keikutsertaan. Menurut Moleong (2009: 327) perpanjangan

keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai

kejenuhan pengumpulan data tercapai. Peneliti memperpanjang atau

menambah waktu wawancara dan observasi terhadap subjek selama satu

(52)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti membahas mengenai pelaksanaan penelitian. Hasil

penelitian berupa analisis data dari berbagai sumber. Proses trianggulasi data dari

beberapa responden. Dalam bab ini juga, peneliti mendeskripsikan validitas data

penelitian.

A. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal Senin, 28 0ktober 2013, dengan

terjun ke sekolah untuk mengantarkan surat ijin penelitian dari Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Setelah itu, peneliti mempersiapkan perlengkapan penelitian

berupa pedoman wawancara, hand phone untuk merekam proses wawancara, surat

pernyataan menjadi subjek penelitian/informan. Peneliti memfokuskan kegiatan

penelitian di rumah dan sekolah dimana Adi (subjek penelitian) bersekolah. Setelah

surat ijin diterima pihak sekolah dan diijinkan untuk melakukan penelitian maka

peneliti langsung melakukan observasi terhadap lingkungan sekolah.

Tanggal 31 Oktober 2013, peneliti datang ke sekolah untuk menemui pihak

terkait dalam rangka meminta kesediaannya sebagai informan. Dihari itu juga peneliti

langsung melakukan observasi di kelas Adi dan wawancara terstruktur dengan

informan terkait. Penelitian dilanjutkan pada tanggal 26, 27, 28 November 2013,

yang masih memfokuskan kegiatan penelitian di sekolah, karena peneliti merasa

(53)

Sebelum melakukan penelitian lebih mendalam tentu peneliti sudah menjalin

relasi yang baik dengan Adi. Meskipun demikian peneliti merasa takut dan waswas

ketika dekat dengan Adi, hal tersebut dikarena Adi adalah anak yang terindikasi

memiliki gangguan kepribadian antisosial. Berdasarkan cerita dan pengalaman

beberapa informan seperti teman satu kelas Adi, cerita Adi, cerita nenek dan wali

kelas, Adi sering memukul, marah tanpa sebab, hal tersebutlah yang menjadikan

peneliti sedikit menjaga jarak dengan Adi. Merasa sudah cukup dekat relasi dengan

Adi maka tanggal 5 Februari 2014 peneliti memutuskan untuk datang kerumah Adi

dan bertemu neneknya. Peneliti menjelaskan maksud kedatangannya kerumah Adi

kepada neneknya dan mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian kepada Adi.

Tanggal 20-21 Februari peneliti ke rumah Adi untuk melakukan wawancara dengan

Adi dan neneknya, serta tidak lupa melakukan dokumentasi.

Penelitian dilanjutkan kembali dengan berkunjung ke sekolah pada tanggal 24

April 2014. Dari hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa Adi

belum ada perubahan baik dari nilai atau pun perilakunya. Tanggal 26 April peneliti

melakukan kunjungan rumah, peneliti melakukan wawancara kepada nenek dan Adi.

Tanggal 2 Mei, dan 9 sampai 13 Juli peneliti kembali ke rumah Adi untuk melakukan

pendampingan belajar. Proses penelitian berjalan dengan jeda waktu yang relatif

lama. Hal ini dikarenakan peneliti melakukan penelitian disela-sela Program

pengenalan lapangan (PPL) Sekolah dasar dan Sekolah menengah kejuruan. Selain itu

peneliti juga memiliki kewajiban untuk melakukan kuliah kerja nyata (KKN) selama

(54)

Agenda kunjungan rumah dan sekolah

No hari dan tanggal Kegiatan Deskripsi kegiatan

1. Senin, 28/10/2013 Menyerahkan surat ijin

2. Kamis, 31/10/2013 Observasi Observasi di kelas III, dan melakukan wawancara tidak terstruktur kepada guru mata pelajaran

3. Selasa, 26/11/2013 Wawancara Wawancara guru mata pelajaran

4. Rabu, 27/11/2013 Wawancara Wawancara wali kelas dan Yudi

(teman satu kelas Adi) 5. Kamis, 28/11/2013 Wawancara Wawancara tidak terstruktur

dengan Adi

8. Sabtu, 22/02/ 2014 Wawancara Kerumah Adi, mengobrol dengan Adi dan neneknya 10. Sabtu, 26/03/2014 Mengamati

keseharian Adi

Ke rumah Adi, bertemu nenek dan Adi. Melakukan wawancara tidak terstruktur.

11. Jumat, 2/05/2014 Ke rumah Adi Melakukan wawancara terstruktur kepada nenek Adi 12. Rabu, 14/05/2014 Menggali

(55)

B. Proses Reduksi Data

Setelah melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara

baik terstruktur maupun tidak terstruktur, observasi di rumah, dan sekolah maka

peneliti melakukan proses reduksi data. Proses reduksi data ini untuk memilah-milah

hal penting, merangkum data, mencari pola atau tema dan membuang data-data yang

tidak perlu. Selanjutnya peneliti akan menyajikan data hasil penelitian dalam bentuk

teks deskriptif. Banyaknya data hasil penelitian membuat peneliti cukup kerepotan

dalam proses reduksi data hasil penelitian.

Peneliti sedikit mengalami masalah ketika melakukan observasi dan wawancara

dengan Adi, terutama jawaban dari Adi ketika diwawancarai. Salah satu aspek dalam

ganguan kepribadian antisosial menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders fifth edition (DSM 5) adalah anak antisosial sering berbohong, hal itu pula

yang muncul ketika peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur dengan Adi.

Misalnya pertama diwawancarai Adi mengatakan hanya memiliki satu teman di

rumah namun ketika ditanya dilain hari Adi mengatakan memiliki banyak teman. Ada

juga ketika ditanya mengenai cita-cita, wawancara pertama mengatakan ingin

menjadi polisi tapi diwawancara kedua mengatakan tidak tahu ingin menjadi apa.

Hasil wawancara mengenai cita-cita tersebut sesuai dengan ciri anak antisosial

menurut DSM 5 yaitu anak antisosial mengalami kegagalan dalam mempersiapkan

(56)

Banyaknya data hasil penelitian yang harus dicek validitasnya seperti hasil

wawancara dengan Adi, maka dari itu peneliti untuk sementara menghentikan

kegiatan observasi dan wawancara baik di sekolah atau pun rumah Adi untuk fokus

menganalisis data. Setelah proses reduksi selesai maka peneliti terjun lagi ke

lapangan untuk melengkapi data yang masih dibutuhkan.

Proses memilah-milah data menurut peneliti cukup mudah, hal ini dikarenakan

dari awal penelitian peneliti sudah membuat pedoman wawancara, paduan observasi

yang berfokus pada hal yang akan digali yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya hasil belajar Adi. Hal yang penting langsung ditulis dibuku agenda

penelitian, ditambah lagi dibuatlah verbatim dari hasil wawancara dengan informan

terkait agar mempermudah dalam memilah data. Setelah proses memilah-milah, lalu

hal yang tidak diperlukan langsung dibuang dalam arti dipisahkan dari hal yang

penting. Setelah diperoleh hal-hal penting lalu peneliti merangkum hal penting dari

penelitian sesuai dengan kebutuhan data. Misalnya data mengenai faktor lingkungan

alami, peneliti mencari data dari hasil penelitian baik wawancara atau pun observasi

untuk dirangkum menjadi poin-poin penting lalu dijelaskan dalam bentuk kalimat

deskriptif.

Peneliti juga mencari tahu pola-pola dari keseharian Adi di rumah dan sekolah.

Seperti rutinitas Adi di sekolah dari pagi hari yang sulit untuk bangun, dilanjutkan

berangkat sekolah diantar nenek, berlari-larian dengan adik kelas 2, berkelahi dengan

siswa lain sebagai bentuk perilaku antisosial dan tidak piket kelas lalu mendapat

(57)

masih saja tidak piket kelas. Keseharian Adi di rumah yaitu pulang sekolah, ganti

baju lalu bermain komputer atau keluar rumah dengan sepeda di sekitar sekolahnya

yang terletak hampir 2 km dari rumahnya. Malam harinya Adi menonton televisi dan

belajar sekitar satu jam lalu kembali lagi menonton televisi. Dari hasil pengamatan

pola keseharian Adi diperoleh kesimpulan bahwa waktu baik di rumah dan sekolah

dihabiskan Adi untuk bermain dan ketika akan belajar sudah mengantuk karena

kelelahan bermain seharian. Berikut ini hasil penelitian setelah melalui tahap-tahap

reduksi data:

1. Data mengenai subjek terindikasi mengalami gangguan kepribadian antisosial

Peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap Adi secara intens serta

menggali informasi dari informan yang terkait maka didapatkan hasil sebagai

berikut:

a) Adi memiliki catatan dihampir semua rapotnya yang mengatakan bahwa Adi

anak yang sering marah dan melamun, seperti:

- Di Taman kanak-kanak:

“jangan sering mogok sekolah, yang rajin ya”, “Lebih bagus ababila tidak marah/emosi, rajin mengerjakan tugas”.

- Di Sekolah dasar:

Hindari perkelahian pupuklah persahabatan”.”Jangan suka bengong!”.

Dari tiga pernyataan diatas dapat disimpulkan sejak Taman

kanak-kanak Adi sering berkelahi. Peneliti pernah menanyakan langsung kepada

(58)

lain, misalnya kejadian hari sabtu 26 April 2014. Adi berkelahi dengan

temannya, dia mengatakan bahwa temannya mengejek dengan

menjulurkan lidahnya. Menurut peneliti hal tersebut masih dibatas

kewajaran untuk anak Sekolah Dasar. Namun ketika diklarifikasi kepada

teman Adi yang berkelahi dan dipukul, teman Adi mengatakan bahwa

awalnya secara tidak sengaja sedikit mencoret hasil karya Adi (gambar)

karena tidak terima dengan perilaku temannya lalu Adi memukul

temannya tersebut.

b) Wawancara dengan teman subjek kelas IV,

Peneliti juga melakukan wawancara tidak terstruktur kepada Rio (teman

Adi) waktu kelas III. Mengatakan bahwa dia tidak lagi bermain dengan Adi

karena pernah dipukul pelipis matanya hingga berdarah. Menurut Rio, waktu

satu kelas dengan Adi hampir semua teman satu kelas pernah di “nakali”

olehnya. Adi juga jarang mengerjakan PR.

Peneliti : siapa saja yang pernah dinakali Adi?

Rio :Semua, semua pernah dinakali, dia tidak pernah mengerjakan PR disuruh mbersihin kamar mandi. ET2 Di kelasnya yang sekarang, Adi duduk sendirian. Ketika dikonfirmasi

kepada wali kelas, Adi terpaksa duduk sendiri karena tidak ada teman yang

mau duduk dengannya. Ketika peneliti melakukan wawancara dengan Yudi

teman satu kelas Adi sekarang (31 Oktober 2013), dia mengatakan tidak mau

berteman dan duduk dengan karena takut dipukul lagi. Waktu ditanya kenapa

(59)

langsung dipukul dan ditusuk menggunakan pulpen pada bagian pelipis

matanya hingga berdarah. Selain itu, menurut Yudi yang sama pernah ada

teman satu kelasnya juga dipukul perutnya dengan alasan tidak jelas. Namun

ketika dikonfirmasi ke Adi, Adi mengatakan tidak pernah melukai temannya.

Dari hasil wawancara dengan teman-teman Adi ini dapat disimpulkan bahwa

Adi sering memukul temannya tanpa sebab dan berbohong karena tidak

mengakui perbuatannya.

c) Ke rumah subjek pada tanggal 21 Februari 2014.

Peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur kepada Adi. Peneliti

melakukan wawancara mengenai sejarah/masalalu Adi pada waktu kelas I, II

dan III di SD Depok (Samaran). Banyak perilaku Adi yang pada dasarnya

untuk kesenangannya sendiri. Seperti pada waktu kelas II, Adi

memutar-mutar temannya di tiang bendera karena ingin gantian berputar-putar di tiang

bendera tersebut (bercerita sambil tertawa). Kelas III, Adi ketika ingin

menyapu dan jam waktu masuk kelas Adi dengan sengaja melempar sapu

untuk mengenai kepala temannya dan Adi menyatakan “Itu sengaja”. Masih

dikelas III, pada waktu jam olahraga Adi tidak mau olahraga karena lelah dan

temannya mengingatkan untuk olahraga. Adi merasa dipaksa oleh temannya

untuk olahraga sehingga waktu teman Adi yang mengingatkan berlari, dengan

sengaja Adi memasang kakinya dan akhirnya temannya jatuh. Adi melakukan

hal tersebut agar temannya tidak lagi menyuruhnya olahraga. Pernah juga

(60)

temannya mengingatkan bahwa jangan dekat-dekat melihatnya. Merasa tidak

terima karena diingatkan oleh temannya Adi pun mengajak berkelahi

temannya tersebut.

Waktu kelas I Adi pernah dengan sengaja bermain menggunakan sabuk

besinya ketika jam pelajaran agama dengan tujuan agar tidak pelajaran. Adi

pun dimarahi guru dengan cara sabuk yang digunakan Adi dikencangkan

sampai Adi muntah, karena merasa tidak terima dengan perlakuan guru maka

kakek Adi pun kesekolah. Dari pengalaman selama kelas I, II dan III banyak

sekali perilaku Adi yang dengan sengaja melukai temannya demi kesenangan

diri sendiri. Hal tersebut nampak jelas dari raut muka yang sumringah ketika

bercerita, tertawa, senyum-senyum dan lancar sekali menceritakan

pengalamannya tersebut.

d) Indikasi faktor genetik

Menurut Bock dan Goode (dalam Durand & Barlow, 2013). Twins studies,

family studies, dan adoption studies semuanya menunjukkan adanya

pengaruh genetik pada gangguan kepribadian antisosial maupun kriminalitas.

Pendapat tersebut terbukti pada Adi. Menurut hasil wawancara dengan nenek

dan wali kelas Adi mengatakan bahwa ibunya sering marah-marah di rumah.

Neneknya juga pernah dipanggil kepala RT dimana ibu Adi tinggal karena ibu

Adi marah sehingga menggangu ketenangan warga sekitar. Ketika marah

(61)

Menurut wali kelas ketika mendengar cerita dari nenek Adi mengatakan

bahwa ibu Adi juga seperti Adi yang sering marah-marah. Adi juga pernah

mengatakan sendiri kepada peneliti ketika ditanyakan kepada Adi yang jarang

kerumah ibunya. Adi menjawab bahwa ia takut ke rumah ibunya karena

ibunya galak. Adi juga mengatakan bahwa adiknya pernah dibanting oleh

ibunya, ayah tirinya sampai tidak bisa mendengar lagi karena ibunya selalu

berteriak ditelinga ayahnya hingga gendang telinganya rusak. Dari keterangan

nenek, wali kelas, Adi diindikasikan bahwa adanya faktor keturunan yang

memperkuat indikasi bahwa Adi anak antisosial.

Berdasarkan poin a, b, c dan d diatas serta berdasarkan DSM 5. Ada beberapa

ciri-ciri seseorang mengalami gangguan antisosial sejak usia 15 tahun, ditunjukan

minimal tiga (atau lebih) perilaku. Walau menurut DSM cirri-ciri ini muncul

diusia 15 tahun, tapi pada kenyataannya Adi sudah berperilaku sejak usia 13

tahun. Perilaku tersebut yaitu:

a. Kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang

berkaitan dengan perilaku yang sah, seperti yang ditunjukkan berulang

kali melakukan tindakan yang alasan tidak logis.

Tindakan Adi sering tidak memiliki alasan yang logis dan hanya untuk

kesenangannya sendiri. Seperti pada point b dan c, memukul teman tanpa

alasan, memutar teman ditiang bendera karena Adi ingin bergantian

berputar-putar ditiang bendera. Adi melempar batu untuk melukai

(62)

b. Tipu daya, seperti yang ditunjukkan berulang kali berbohong, menipu

orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi.

Nampak pada perilaku Adi ketika pertama kali bertemu dengan

peneliti, ketika ditanya mengenai alasan kenapa tidak mengaji dan

bermain dengan teman di lingkungannya, Adi menjawab bahwa dia tidak

berkumpul dan mengaji karena letak rumah dan masjid jauh serta

terpisahkan oleh sungai. Namun ketika penulis kerumah Adi, ternyata

letak rumah Adi dan masjid hanya 20 meter saja dan letak rumah Adi

berhimpitan dengan rumah warga yang lain. Walau sudah jelas-jelas dia

berbohong namun Adi tetap biasa-biasa saja.

Adi juga sering berbohong kepada guru dan neneknya. Sehingga

akhirnya Adi selalu diantar oleh neneknya setiap pagi ke sekolah. Hal

tersebut terjadi karena Adi pernah membolos sekolah dan tidak berangkat

sekolah dengan alasan sakit padahal pamit berangkat. Wali kelas juga

sering mendapat informasi jika Adi bermain di sekitar lingkungan

sekolah padahal Adi tidak berangkat sekolah dengan alasan sakit. Adi

juga berbohong ketika diwawancarai mengenai kehidupannya di rumah.

Pada waktu pertama melakukan wawancara 31/10/2013. Adi mengatakan

jika di rumah hanya memiliki satu teman wanita namun, ketika

diwawancarai lagi di rumah pada tanggal 2 Mei 2014 Adi mengatakan

Gambar

Tabel 1. Agenda Kunjungan Rumah ………………………………

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Silabus Seleksi Olimpiade Sains Nasional Bidang Informatika/Komputer halaman 4 Di tingkat propinsi pada dasarnya sama dengan di tingkat kabupaten/kota kecuali komposisi

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Penelitian ini menemukan bahwa pendakian Gunung Agung yang dianggap suci di Bali setidaknya dapat dilihat dari berbagai perspektif, yakni dari bisnis kewirausahaan