i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL BELAJAR ANAK TERINDIKASI ANTISOSIAL
DAN STRATEGI PENDAMPINGAN BELAJARNYA
(Studi Kasus)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh : Agung Hananto NIM: 101114088
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..…... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….….... ii
HALAMAN PENGESAHAN……….……….. . iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……….….. . iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..…... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA...…... vi
ABSTRAK………. . vii
ABSTRACT ………... viii
KATA PENGANTAR……….…... ix
DAFTAR ISI……….. . xi
DAFTAR TABEL………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN……….. xv
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Rumusan Masalah………... 4
C. Tujuan Penelitian……….….... 4
D. Manfaat Penelitian………... 4
E. Definisi Operasional ……..……….……... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 6
xii
1. Definisi Antisosial ……… 6
2. Ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial ……… 7
3. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian antisosial ………… 8
B. Hasil Belajar ………... 9
1. Definisi Hasil Belajar ………... 9
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ……… 10
C. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar ……… 16
1. Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar ……… 17
2. Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar ……….. 17
D. Strategi Pendampingan Belajar ………... 18
1. Definisi Strategi Pendampingan Belajar .……….. 18
2. Tujuan Bimbingan Belajar ……… 19
3. Strategi-strategi Pendampingan Belajar ..………. 20
BAB III METODE PENELITIAN ……….... 23
A. Metode Penelitian ………... 23
B. Tempat Penelitian ……… 25
C. Tahap-tahap Penelitian ……… 26
D. Sampel Sumber Data ……….. 27
E. Gambaran Singkat Subjek Penelitian ………. 28
F. Teknik Pengumpulan Data ………. 31
G. Teknik Analisis Data ……….. 33
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 37
A. Pelaksanaan Penelitian ………... 37
B. Proses Reduksi Data ………... 40
1. Data subjek terindikasi antisosial ………. 42
2. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar subjek ………… 50
3. Strategi pendampingan belajar individual yang tepat …………... 64
C. Validitas Data ………. 69
BAB V PENUTUP ………. 71
A. Kesimpulan ……….. 71
B. Saran ……… 72
DAFTAR PUSTAKA ………. 73
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Agenda Kunjungan Rumah ……… 39
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ...………. 75
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Informan ………. 76
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ………. 80
1 BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan ini, dipaparkan latar belakang masalah mengenai
gambaran singkat subjek penelitian. Rumusan masalah yang membahas mengenai
masalah-masalah yang digali. Tujuan penelitian yang membahas mengenai hasil yang
ingin diperoleh dari penelitian. Manfaat penelitian yang membahas mengenai
kegunaan penelitian untuk pihak terkait, dan definisi operasional yang memaparkan
batasan-batasan pembahasan penelitian.
A. Latar Belakang Masalah
Ketidakmampuan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat
tinggal dan sekolah membuat anak mengalami gangguan kepribadian. Salah satunya
adalah gangguan kepribadian antisosial. Pola perilaku yang menandai gangguan
kepribadian antisosial dimulai dari masa kanak-kanak atau saat remaja dan berlanjut
hingga dewasa. Namun demikian, perilaku antisosial dan kriminal yang terkait
dengan gangguan ini cenderung menurun seiring usia. Bahkan mungkin akan
menghilang pada saat orang tersebut mencapai usia 40 tahun.
Meskipun gangguan kepribadian antisosial menurun bahkan menghilang saat
orang mencapai usia 40 tahun, namun menurut Harpun & Hare (dalam Nevid, Rathus
& Greene, 2005), tidak demikian dengan trait kepribadian yang mendasari gangguan
antisosial—trait. Seperti egosentrisitas; manipulatif; kurangnya empati; kurangnya
meski terdapat penambahan usia. Sebagai contoh, memukul orang lain tanpa sebab,
rasa curiga ketika ada orang lain mendekati, tidak bertanggung jawab atas
pekerjaannya, memilih menganggur padahal ada banyak lowongan pekerjaan.
Indikasi seorang anak mengalami gangguan kepribadian antisosial dalam
lingkungan sekolah dasar kurang dipahami oleh sebagian masyarakat. Salah satu ciri
perilaku yang disebabkan karena kepribadian antisosial seperti, tidak memiliki rasa
bersalah ketika tidak mengerjakan tugas di sekolah. Melukai teman tanpa sebab
dianggap sebagai perilaku nakal padahal hal tersebut merupakan salah satu ciri
kepribadian antisosial. Hal ini nampak pada perilaku salah satu siswa di SD Maju
(bukan nama sekolah sebenarnya) Sleman, Yogyakarta. Siswa kelas 3 yang sudah
berusia 13 tahun ini sering berperilaku “aneh”. Misalnya, tanpa sebab melukai teman
yang mencoba mendekati dia, tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru. Ketika diberi kesempatan untuk mengerjakan tugas hanya tersenyum dan
cenderung mengulangi perilakunya tersebut.
Siswa yang baru dua tahun berada di SD Maju ini tinggal bersama nenek dan
kakeknya. Dia sejak kecil dirawat oleh kakek dan neneknya karena kedua orang
tuanya berpisah sebelum dia dilahirkan. Setiap pagi siswa selalu diantar oleh
neneknya ke sekolah. Neneknya terpaksa harus selalu mengantar karena kurang
percaya dengan cucunya yang suka berbohong. Misalnya, siswa pernah membolos
selalu menyempatkan diri setiap pagi mengantar serta menunggu di depan sekolah
untuk memastikan bahwa cucunya masuk sekolah.
Hasil belajar siswa di sekolah cenderung sangat rendah. Dibuktikan dengan
hasil raport sejak taman kanak-kanak hingga SD kelas tiga. Siswa berada di TK yang
seharusnya dua tahun menjadi tiga tahun. Tidak naik kelas dikelas satu, dan dikelas
tiga dua kali. Pada waktu TK dicatatan akhir semester pertama wali kelas menulis:
“jangan sering mogok sekolah, yang rajin ya”, “Lebih bagus apabila tidak marah/emosi, rajin mengerjakan tugas”.
Dari petikan kata-kata wali kelas TK, dapat dilihat bahwa memang sejak TK siswa
adalah anak yang malas ke sekolah dan sering emosi.
Bertolak dari pemikiran bahwa adanya indikasi gangguan kepribadian
antisosial yang dialami oleh subjek serta hasil studi kasus yang dilakukan
sebelumnya, dipandang perlu untuk diteliti salah satu aspek yang berkaitan dengan
bidang bimbingan di sekolah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai:
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Anak Terindikasi Antisosial dan
Strategi Pendampingan Belajarnya (Studi Kasus pada Seorang Siswa Kelas 3, di
sebuah Sekolah Dasar, Sleman, Yogyakarta).
Hasil penelitian ini bisa menghasilkan pengetahuan yang berguna bagi para
guru dan orang tua. Selain itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar anak terindikasi antisosial dan strategi pendampingan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar
anak yang terindikasi antisosial?
2. Strategi pendampingan belajar individual apakah yang cocok untuk anak
terindikasi antisosial?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak
terindikasi antisosial.
2. Mengetahui strategi bimbingan belajar individual yang cocok untuk anak
terindikasi antisosial.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan masukan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dimanfaatkan untuk menambah wacana yang
berhubungan dengan hasil belajar dan strategi bimbingan belajar
2. Manfaat Praktis.
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai anak terindikasi antisosial dalam
hal hasil belajar dan strategi pendampingan belajar individual yang
tepat.
b. Bagi sekolah
Manfaat bagi sekolah adalah memberi wawasan sekolah tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar dan sekolah
juga mendapat informasi mengenai strategi pendampingan belajar
individual yang tepat untuk anak terindikasi mengalami gangguan
kepribadian antisosial.
E. Definisi Operasional
1. Antisosial adalah keadaan seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sosial tempat tinggalnya maupun
tempat seseorang mendapatkan pendidikan.
2. Hasil belajar adalah hasil dari usaha siswa selama di sekolah formal
dibuktikan hasil tes harian atau nilai tertulis (raport).
3. Strategi pendampingan belajar adalah cara khusus dalam memberikan
pendampingan belajar yang diberikan oleh konselor kepada individu (siswa)
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan mengenai definisi antisosial, ciri-ciri anak antisosial,
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya anak antisosial. Definisi hasil belajar
menurut beberapa ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Karakteristik
siswa sekolah dasar dan definisi layanan bimbingan belajar serta strategi-strategi
pendampingan belajar.
A. Antisosial
1. Definisi Antisosial
Menurut Clackley, (dalam Durand & Barlow, 2013). Gangguan
kepribadian antisosial adalah sebuah perilaku pelanggaran hak-hak orang lain
dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi
sosial, impulsif, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan.
Meski demikian mereka sering menunjukkan karisma dalam penampilan luar
mereka dan memiliki intelegensi rata-rata.
Robert Hare (dalam Durand & Barlow, 2013) mendeskripsikan pribadi
antisosial sebagai seorang yang diam-diam menghanyutkan. Orang yang sama
sekali tidak memiliki hati nurani dan empati. Mereka dengan semena-mena
mengambil apa saja yang mereka inginkan dari orang lain demi
kesenangannya. Mereka melakukan apa saja yang mereka senangi, melanggar
norma-norma dalam masyarakat tanpa secuil pun rasa bersalah atau
Pribadi antisosial sering dideskripsikan sebagai agresif karena,
mengambil apa saja yang mereka inginkan tanpa peduli perasaan orang lain,
menipu dan berbuat curang. Mereka sering tidak melihat perbedaan antara
kebenaran dan kebohongan demi mencapai tujuan. Mereka tidak
menunjukkan penyesalan atau peduli pada efek-efek tindakannya yang
kadang-kadang sangat merusak (Durand & Barlow, 2013. hlm 195).
2. Ciri-ciri gangguan kepribadian antisosial
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fifth
edition (DSM 5, 2014). Ciri-ciri seseorang mengalami gangguan kepribadian
antisosial yaitu:
a. Perilaku antisosial terjadi sejak usia 15 tahun, seperti yang ditunjukkan
oleh tiga (atau lebih) penjelasan dibawah ini:
1) Kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial
yang berkaitan dengan perilaku yang sah, seperti berulangkali
melakukan tindakan yang alasannya tidak logis.
2) Tipu daya, seperti yang ditunjukkan berulangkali berbohong,
menipu orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi.
3) Impulsif atau kegagalan untuk merencanakan masa depan.
4) Mudah marah dan agresif, seperti sering berkelahi dan menyerang
orang lain tanpa sebab.
6) Konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau membayar
tagihan.
7) Kurangnya penyesalan, seperti yang ditunjukkan dengan menjadi
acuh tak acuh setelah melukai dan menganiaya.
b. Individu setidaknya usia 18 tahun.
c. Ada bukti dari gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun.
3. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian antisosial
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian antisosial
yaitu:
1) Pengaruh Genetik
Menurut Bock dan Goode (dalam Durand & Barlow, 2013). Twins
studies, family studies, dan adoption studies semuanya menunjukkan
adanya pengaruh genetik pada gangguan kepribadian antisosial
maupun kriminalitas. Studi mengenai pola pewarisan keluarga
menunjukkan adanya heritabilitas sederhana dari kriminalitas dan
kepribadian antisosial.
2) Pengaruh Neurobiologis
Menurut Hart, Forth, dan Hare (dalam Durand & Barlow 2013).
Kerusakan pada otak secara umum tidak menjelaskan mengapa
sebagian orang menjadi antisosial atau kriminal. Individu-individu ini
tampaknya menunjukkan skor yang sama baiknya dengan kita pada
3) Pengaruh psikologis berdasarkan teori sosial
Menyatakan bahwa harga diri yang rendah adalah sebuah faktor
penyebab gangguan kepribadian antisosial. Ketika masa kanak-kanak,
individu yang mengembangkan gangguan tersebut merasakan
kebutuhan untuk membuktikan kemampuan mereka dengan terlibat
dalam aktivitas kekerasan (Halgin & Krauss, 2010. hlm 89).
4) Pengaruh Sosiokultural
Menurut Serbin & Karp (dalam Halgin & Krauss, 2010). Faktor
keluarga, lingkungan awal, dan pengalaman sosialisasi yang dapat
membuat orang mengembangkan gaya hidup antisosial. Anak-anak
yang agresif sering kali gagal dalam pendidikan, akhirnya terlibat
dalam perilaku berisiko tinggi termasuk kehamilan di masa remaja,
kemudian menempatkan anak mereka pada risiko kemiskinan dan
kurangnya pengasuhan.
B. Hasil Belajar
1. Definisi Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002) hasil belajar adalah hasil yang
ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan
nilai tes yang diberikan guru. Sedangkan menurut Hutabarat (1995: 11-12), hasil
a) Pengetahuan, yaitu dalam bentuk bahan informasi, fakta, gagasan,
keyakinan, prosedur, hukum, kaidah, standar, dan konsep lainya.
b)Kemampuan, yaitu dalam bentuk kemampuan untuk menganalisis,
mereproduksi, mencipta, mengatur, merangkum, membuat generalisasi,
berfikir rasional dan menyesuaikan.
c) Kebiasaaan dan keterampilan, yaitu dalam bentuk kebiasaan perilaku
dan keterampilan dalam menggunakan semua kemampuan.
d) Sikap, yaitu dalam bentuk apresiasi, minat, pertimbangan dan selera.
Dari pengertian ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah hasil interaksi belajar yang meliputi pengetahuan, kemampuan,
kebiasaan dan sikap yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Djamarah (2011: 176-205), ada berbagai faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar yaitu:
a) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dibagi menjadi dua yaitu lingkungan alami dan lingkungan
sosial budaya.
1) Lingkungan alami
Udara yang bersih, suasana sekolah yang tenang jauh dari suara
kendaraan bermotor membuat siswa merasa nyaman di sekolah atau pun
dirumah. Pengalaman telah banyak membuktikan bahwa panasnya
keluar kelas daripada mengikuti pelajaran di dalam kelas. Daya
konsentrasi menurun akibat suhu udara yang panas. Daya serap semakin
melemah akibat kelelahan yang tak terbendung.
2) Lingkungan Sosial Budaya
Manusia hidup dalam kebersamaan dan saling membutuhkan akan
melahirkan interaksi sosial. Saling memberi dan saling menerima
merupakan kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan sosial. Berbicara,
bersenda gurau, memberi nasihat, dan bergotong royong merupakan
interaksi sosial dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Sebagai anggota
masyarakat, anak didik tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial.
Sistem sosial yang terbentuk mengikat perilaku anak didik untuk
tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum yang berlaku dalam
masyarakat. Demikian juga ketika di sekolah, maka anak didik berada
dalam sistem sosial di sekolah. Peraturan dan tata tertib sekolah harus
anak didik taati. Pelanggaran yang dilakukan anak didik akan dikenakan
sanksi sesuai dengan jenis dan berat ringannya pelanggaran. Lahirnya
peraturan sekolah bertujuan untuk mengatur dan membentuk perilaku
b. Faktor Instrumental
Faktor instrumental terdiri dari kurikulum, program, sarana dan
fasilitas, guru.
1) Kurikulum
Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur
substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar
mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi yang akan diajarkan
guru belum terprogramkan. Itu sebabnya, untuk semua mata pelajaran,
setiap guru memiliki kurikulum untuk mata pelajaran yang dipegang dan
diajarkan kepada anak didik. Setiap guru harus mempelajari dan
menjabarkan isi kurikulum ke dalam program yang lebih rinci dan jelas
sasaran. Sehingga dapat diketahui dan diukur dengan pasti tingkat
keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
2) Program
Setiap sekolah mempunyai program pendidikan. Program pendidikan
disusun untuk dijalankan demi kemajuan pendidikan. Keberhasilan
pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan
yang dirancang. Program pendidikan disusun berdasarkan potensi
sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial, dan sarana prasarana.
Program bimbingan dan penyuluhan mempunyai andil yang besar dalam
3) Sarana dan Fasilitas
Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Salah satu
persyaratan untuk membuat suatu sekolah adalah pemilikan gedung
sekolah yang di dalamnya ada ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang
dewan guru, ruang perpustakaan, ruang BP, ruang tata usaha,
auditorium, dan halaman sekolah yang memadai. Semua bertujuan untuk
memberikan kemudahan pelayanan anak didik.
Fasilitas mengajar merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus
dimiliki oleh sekolah. Guru harus memiliki buku pegangan dan buku
penunjang agar wawasan guru tidak sempit. Alat peraga yang guru
perlukan harus tersedia di sekolah.
4) Guru
Keadaan kekurangan guru banyak terjadi di daerah, sehingga
ditemukan guru yang mengajar lebih dari ketentuan wajib mengajar.
Guru yang professional lebih mengedepankan kualitas pengajaran
daripada materiil oriented. Kualitas kerja lebih diutamakan daripada
c. Kondisi Fisiologis
Kondisi fisiologis seperti:
1) Anak didik yang kekurangan gizi
Menurut Nasution (dalam Djamarah, 2011). Anak-anak yang
kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang
tidak kekurangan gizi; mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar
menerima pelajaran.
2) Kondisi panca indra
Kondisi panca indra yang normal akan membantu anak didik dalam
menerima informasi dari guru mata pelajaran.
d. Kondisi Psikologis
Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Terdiri dari:
1) Minat
Menurut Nasution (Djamarah, 2011), minat belajar yang besar
cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar
kurang akan menghasilkan prestasi belajar yang rendah.
2) Kecerdasan
Menurut Dalyono (dalam Djamarah, 2011). Mengatakan bahwa
seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya
3) Bakat
Bakat memang diakui sebagai kemampuan bawaan yang merupakan
potensi yang masih perlu dikembangkan atau latihan. Menurut Sunarto
dan Hartono (dalam Djamarah, 2011). Mengatakan bahwa bakat
memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu,
akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan
atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.
4) Motivasi
Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi
keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi belajar perlu diusahakan,
terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara
senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus
dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan
selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar (Dalyono,
dalam Djamarah, 2011).
5) Kemampuan Kognitif
Ada tiga hal yang harus dikuasai untuk sampai pada penguasaan
C. Karakteristik Anak Didik Sekolah Dasar
Menurut Nasution (dalam Djamarah, 2011). Masa usia sekolah dasar sebagai
masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira
sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk
sekolah dasar, dan mulainya sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan
mengubah sikap-sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenai masa ini sebagai “masa sekolah”, oleh karena pada usia ini anak untuk pertama kalinya menerima
pendidikan formal. Tetapi bisa juga dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah
masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk sekolah.
Disebut masa sekolah, karena anak sudah menamatkan taman kanak-kanak,
sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya. Disebut masa matang
untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu tetapi,
perkembangan aktivitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan
kesenangan pada waktu melakukan aktivitasnya itu sendiri. Disebut masa matang
untuk bersekolah, karena anak sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru,
yang dapat diberikan sekolah. Menurut Suryobroto (dalam Djamarah, 2011) masa
usia sekolah sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah, Tetapi dia
tidak berani mengatakan pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk
1. Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar
Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai
9 atau 10 tahun. Pada usia tersebut ada beberapa sifat khas anak-anak pada
masa ini antara lain adalah seperti yang disebutkan dibawah ini:
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan
pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
b. Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi
peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
c. Ada kecenderungan memuji diri sendiri.
d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain kalau hal
itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.
e. Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu
dianggapnya tidak penting.
f. Pada masa ini (terutama pada umur 6-8) anak menghendaki nilai
(angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
2. Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar
Masa kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar kira-kira umur 9 atau 10
sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
kongkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk
membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.
b. Amat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan
mata pelajaran khusus.
d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau
orang-orang dewasa lainnya.
e. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,
biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan
ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang
tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.
Anak diusia 9 sampai 13 tahun biasanya melihat nilai teman-temannya
untuk melihat keadilan guru dan kekuatan dirinya sendiri dalam kelas,
diantara teman-temannya. Diusia 9 sampai 13 tahun ini biasanya timbul
persaingan diantara anak-anak dan biasanya persaingan itu terbatas pada
sesama jenis kelamin. Pengalaman-pengalaman tersebut membantu anak
dalam menumbuhkan rasa keadilan.
D.Strategi Pendampingan Belajar
1. Definisi Strategi Pendampingan Belajar
Menurut Surya (dalam Thohirin, 2007) menyatakan bahwa bimbingan
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan. Selanjutnya
menurut Thohirin (2007) bimbingan belajar bisa bermakna suatu bantuan dari
pembimbing kepada terbimbing (siswa) dalam menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah belajar. Lebih lanjut menurut Darmansyah (2011) strategi
pembelajaran adalah cara pengorganisasian isi pelajaran, penyampaian
pelajaran dan pengolahan kegiatan belajar dengan menggunakan berbagai
sumber belajar yang dapat dilakukan guru untuk mendukung terciptanya
efektivitas serta efisiensi proses pembelajaran.
Romiszowski (dalam Darmansyah, 2011) menjelaskan bahwa strategi
adalah sebagai titik pandang dan arah berbuat yang diambil dalam rangka
memilih metode pembelajaran yang tepat, yang selanjutnya mengarah pada
yang lebih khusus, yaitu rencana, taktik, dan latihan. Berdasarkan definisi
para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa strategi pendampingan
belajar atau akademik adalah cara khusus dalam memberikan pendampingan
belajar yang diberikan oleh konselor kepada individu (siswa) yang bertujuan
membantu siswa mencapai hasil belajar optimal.
2. Tujuan Bimbingan Belajar
Menurut Juntika & Syamsu (2010), tujuan bimbingan dan konseling
yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut:
a. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan
semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang
diprogramkan.
b. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
c. Memiliki ketrampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti
keterampilan membaca buku, menggunakan kamus, mencatat
pelajaran dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
d. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan
pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas,
memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan
berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka
mengembangkan wawasan yang lebih luas.
e. Memiliki kesiapan mental untuk menghadapi ujian.
3. Strategi-strategi Pendampingan Belajar
Strategi-strategi pendampingan belajar menurut beberapa sumber
diantaranya:
a. Strategi Penemuan (Discovery)
Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2001) strategi penemuan adalah
proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep
atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain: mengamati, mencerna,
mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan,
mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan prinsip
sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya
membimbing dan memberikan intruksi.
b. Strategi Pembelajaran Tanpa Arah
Menurut Aunurrahman (2011), strategi pembelajaran tanpa arah
adalah strategi yang berfokus pada upaya menfasilitasi kegiatan
pembelajaran. Lingkungan belajar diorganisasi sedemikian rupa untuk
membantu siswa mengembangkan integritas kepribadian,
meningkatkan efektivitas serta membantu merealisasikan harapan atau
cita-cita siswa. Strategi pendampingan belajar ini didasari asumsi
bahwa siswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap aktivitas
belajarnya, karena keberhasilan tergantung pada kemauan yang ada di
dalam dirinya. Strategi pendampingan belajar ini pada prinsipnya
adalah meletakkan peranan guru untuk secara aktif membangun
kerjasama yang diperlukan dan memberikan bantuan yang dibutuhkan
pada saat para siswa mencoba memecahkan masalah.
c. Strategi Latihan Kesadaran
Model latihan kesadaran (Aunurrahman, 2011) adalah strategi
pembelajaran yang diarahkan untuk memperluas kesadaran diri dan
kemampuan untuk merasa dan berpikir. Strategi ini berisikan
rangkaian kegiatan yang mendorong timbulnya refleksi hubungan antar individu, citra diri atau “self image”, ekperimentasi dan
para siswa melalui berbagai bentuk arahan dari guru. Misalnya para
siswa terlibat dalam aktivitas dan diskusi untuk mengidentifikasi
berbagai reaksi-reaksi emosional. Prinsip strategi pendampingan
belajar ini adalah membantu siswa agar lebih dapat merealisasikan diri
sepenuhnya. Tujuan utamanya adalah membuka berbagai
kemungkinan tumbuhnya kesadaran terhadap diri dan hubungan
interpersonal.
d. Strategi Unplanned Humor
Unplanned humor menurut Sheinowitz (dalam Darmansyah, 2011)
adalah humor yang tidak direncanakan, humor ini muncul secara
spontan, baik yang bersumber dari guru maupun murid. Humor ini
bersifat spontanitas dan dipicu oleh berbagai aktifitas dalam
pembelajaran. Sedangkan menurut R. K. Cooper & Sawaf (dalam
Darmansyah, 2011) menyatakan bahwa humor merupakan sumber
mata air yang universal untuk memperbesar energi dan mengusir
ketegangan dalam berinteraksi dengan orang lain. Memang tidak
mudah menciptakan humor dalam suasana pembelajaran karena
menggunakan sisipan humor di dalam kelas memerlukan kecerdasan
khusus. Menurut Darmanto dan Najib (dalam Darmansyah, 2011)
23 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijabarkan mengenai metode penelitian yang digunakan.
Tempat peneliti melakukan penelitian. Tahap-tahap penelitian yang dilakukan
dalam penelitian. Sumber data yang digunakan untuk penelitian. Gambaran
mengenai subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan. Teknik
analisis data, dan rencana pengujian keabsahan data penelitian.
A. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif (qualitative research). Menurut McMillan &
Schumacher (dalam Sugiyono, 2010), mengatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan
investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara
bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat
penelitian. Sedangkan menurut Strauss & Corbin (Sugiyono, 2010),
penelitian kualitatif juga bisa dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang
temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk
hitungan lainnya.
Menurut Sugiyono (2010: 15; 285) penelitian kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan
pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi. Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala itu
bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga
peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan
variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang
meliputi aspek tempat (place) , pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis.
2. Studi kasus
Studi kasus adalah salah satu bagian dari pendekatan penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Bikien (dalam Sugiyono, 2010), studi
kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau orang
subyek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa
tertentu. Menurut Yin (2013: 4) studi kasus memungkinkan peneliti untuk
mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dari
peristiwa-peristiwa kehidupan nyata, seperti siklus kehidupan seseorang,
proses-proses organisasional dan manajerial.
3. Jenis Studi Kasus yang digunakan
Jenis studi kasus yang digunakan adalah jenis studi kasus tunggal
(Yin, 2013). Jenis studi kasus ini merupakan desain umum bagi
penyelenggaraan studi kasus. Desain studi kasus bisa dibenarkan dalam
kondisi-kondisi tertentu seperti : (a) kasus tersebut mengetengahkan suatu
langka atau unik, atau (c) berkaitan dengan tujuan penyingkapan.
Dipilihnya metode penelitian studi kasus karena peneliti merasa prihatin
terhadap perilaku siswa sekolah dasar ketika peneliti melakukan
kunjungan kesalah satu sekolah dasar di Yogyakarta. Peneliti melihat
perilaku siswa yang melukai teman sebayanya tanpa alasan yang jelas
serta tidak merasa bersalah terhadap perilakunya tersebut. Dari hasil
observasi peneliti selama dua minggu, peneliti melihat gejala perilaku
antisosial yang dialami siswa di sekolah dasar tersebut.
Maka dari itu peneliti mengamati keseharian siswa, mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajarnya. Dari hasil
studi kasus ini, dapat diperoleh data yang akurat tentang siswa terindikasi
antisosial dan hasil penelitian bisa mendapatkan hipotesis untuk dilakukan
penelitian lanjutan.
B. Tempat Penelitian
Penelitian studi kasus ini dilaksanakan di sebuah sekolah dasar
yang berada di Sleman, Yogyakarta. Status sosial ekonomi siswa yang
bersekolah di SD Maju (nama disamarkan) ini rata-rata memiliki tingkat
ekonomi menengah kebawah. Banyak orang tua siswa yang sibuk bekerja
dan lupa memperhatikan perkembangan siswa baik di rumah dan di
sekolah. Siswa yang bersekolah di SD Maju didominasi suku jawa, dan
C. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya terarah dan sistemastis
maka disusun tahapan-tahapan penelitian. Menurut Moleong (2009:
127-148), ada tiga tahapan dalam pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pra lapangan
Pada tahap ini peneliti menentukan subjek, memilih lapangan
penelitian serta mengurus perizinan kepada pihak terkait, serta
menyiapkan perlengkapan penelitian. Dalam mengurus perizinan
peneliti harus memiliki surat resmi dari institusi dimana peneliti
bernaung untuk disampaikan kepada pihak sekolah dan responden
pendukung penelitian. Perlengkapan penelitian yang meliputi, pedoman
wawancara, peralatan elektronik yang mendukunng seperti tape
recorder, serta surat pernyataan bersedia diwawancarai kepada beberapa
responden dan objek penelitian.
2. Tahap pekerjaan lapangan
Dalam hal ini peneliti mulai menggali data dengan membatasi latar
terbuka dan tertutup. Latar terbuka yang merupakan tempat melakukan
wawancara meliputi lingkungan sekolah, sedang latar tertutup untuk
melakukan wawancara mendalam serta menjalin hubungan lebih dekat
dengan objek maka dilakukan kunjungan rumah.
Proses penelitian berlangsung dalam jangka waktu tiga bulan dan
penelitian belum mendapatkan hipotesis yang cukup, peneliti
berpenampilan sesuai dengan adat istiadat tempat dimana dilakukan
penelitian. Proses penelitian juga melakukan wawancara tidak
terstruktur, mencatat perilaku objek yang mendukung data penelitian.
3. Tahap analisis data
Tahapan yang ketiga dalam penelitian ini adalah analisis data.
Menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong (2009), Analisis data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasi data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Selanjutnya menurut Janice McDrury (dalam Moleong, 2009)
tahapan analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:
1) Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan
gagasan yang ada dalam data,
2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan
tema-tema yang berasal dari data.
3) Menuliskan „model‟ yang ditemukan.
4) Koding yang telah dilakukan.
D. Sampel Sumber Data
Sanafiah Faisal (1990) dalam buku Sugiyono (2010: 400-401)
mengutip pendapat Spradley mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk
menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan
sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses
enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi
juga dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat
pada kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai
informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”sendiri.
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan
peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam
guru atau narasumber. Jadi siapa yang dijadikan sampel sumber
data, dan berapa jumlahnya dapat diketahui setelah penelitian
selesai.
E. Gambaran Singkat Subjek Penelitian
Gambaran singkat mengenai subjek penelitian adalah sebagai
berikut. Adi (bukan nama sebenarnya) atau subjek penelitian adalah siswa
sekolah dasar di SD Maju, Sleman, Yogyakarta. Adi dengan usia 13 tahun
namun masih duduk dibangku kelas III. Adi baru dua tahun berada di SD
sebenarnya), Sleman, Yogyakarta. Namun karena jarak antara sekolah dan
rumahnya yang jauh, biaya sekolah yang mahal serta mata pelajaran di SD
Depok terlalu banyak maka Adi oleh neneknya dipindahkan ke SD Maju.
Adi sejak kecil diasuh oleh nenek dan kakeknya, kedua orang tua sudah
berpisah sejak Adi belum dilahirkan. Keseharian Adi di rumah ketika
siang hari dihabiskan untuk bermain di lingkungan sekolah dan ketika
malam hari Adi menghabiskan waktu di dalam kamar sambil bermain
komputer.
Di rumah Adi hanya peduli dengan kebersihan diri dan kamar
tidurnya, selebihnya seperti ruang tamu, dapur, ruang belajar ia biarkan
berantakan. Selain itu, Adi jarang bermain dengan anak disekitar tempat
tinggalnya. Nenek Adi yang bekerja sebagai buruh cuci pulang kerumah
pukul 17.00. Sedangkan kakek dan pamanya belum pasti pulang setiap
hari. Hal tersebut membuat Adi tidak memiliki teman untuk bercerita,
berbagi keluh kesah karena ketika anggota keluarga Adi pulang sudah
dalam keadaan lelah.
Di sekolah Adi terkenal sebagai siswa yang nakal karena dia sering
berkelahi dengan temannya, selalu tidak mengerjakan PR, selalu tidak
selesai mengerjakan tugas. Hampir setiap minggu wali kelas mendapat
laporan bahwa Adi berkelahi, membuat siswa lain menangis. Hasil belajar
Adi pun termasuk sangat rendah. Adi sudah tiga kali tidak naik kelas
sekolah dasar. Selain itu Adi juga sempat mogok sekolah pada waktu
neneknya malu dengan perilaku Adi yang sering memukul temannya,
marah di kelas, berkelahi, dan merusak fasilitas sekolah.
Dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan informan
terkait serta Adi sendiri, diperoleh hasil bahwa Adi terindikasi mengalami
gangguan kepribadian antisosial. Peneliti berani mengatakan bahwa Adi
terindikasi mengalami gangguan kepribadian antisosial karena berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disordersfifth edition (DSM
5), hampir semua ciri-ciri menurut DSM 5 dimiliki oleh Adi. Selain itu,
Menurut neneknya ibu Adi juga berperilaku hampir sama dengan anaknya,
sering marah-marah sendiri. Seperti, melempar piring-piring, melempar
pakaian dan perabotan rumah keluar rumah.
Pengaruh sosiokultural menurut Serbin & Karp (Halgin & Krauss,
2010) faktor keluarga, lingkungan awal, dan pengalaman sosialisasi yang
membuat orang mengembangkan gaya hidup antisosial. Adi yang hidup
hanya dengan kedua neneknya, jarang diajak untuk bercerita, jarang
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar memperkuat perilaku antisosial
Adi semakin menguat. Selain itu menurut Halgin & Krauss (2010)
pengaruh psikologi berdasarkan teori sosial menyatakan bahwa harga diri
yang rendah adalah faktor penyebab gangguan antisosial. Perilaku Adi
yang selalu berkelahi dengan teman, memukul tanpa sebab adalah salah
satu wujud pembuktian kemampuan agar Adi diakui oleh teman-temannya
akan keberadaannya.
F. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Yin (2013: 103-118) ada enam sumber bukti yang dapat
dijadikan fokus bagi pengumpul data studi kasus :
1. Dokumentasi
Penggunaan dokumen yang paling penting adalah
mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain.
Pertama, dokumen membantu pemverifikasian ejaan dan judul atau
nama yang benar dari organisasi-organisasi yang disinggung dalam
wawancara. Kedua, dokumen menambah rincian spesifik lainnya
guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain; jika bukti
dokumenter bertentangan dan bukannya mendukung, peneliti
mempunyai alasan untuk meneliti lebih jauh topik yang
bersangkutan. Tiga, inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen.
2. Rekaman Arsip
Pada studi kasus ini, rekaman arsip dalam bentuk
komputerisasi dan merupakan hal yang relevan. Ini meliputi:
a. Rekaman layanan, seperti jumlah klien yang dilayani dalam
suatu periode waktu tertentu;
b. Peta dan bagan karakteristik geografis suatu tempat;
c. Daftar nama dan komoditi lain yang relevan;
d. Data survey, seperti rekaman atau data sensus yang terkumpul.
3. Wawancara
Wawancara merupakan sumber informasi yang paling
penting dalam penelitian studi kasus. Ada dua bentuk wawancara
studi kasus, yaitu:
a. Tipe open-ended
Peneliti bertanya kepada responden kunci tentang
fakta-fakta suatu peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi,
penelitian bahkan bisa meminta responden untuk
mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa
tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar
penelitian selanjutnya.
b. Tipe terfokus
Penelitian dimana responden diwawancarai dalam waktu
pendek, satu jam misalnya. Wawancara open-ended dan
mengasumsikan cara percakapan namun pewawancara tak
perlu mengikuti serangkaian pertanyaan tertentu yang
diturunkan dari protokol studi kasus (wawancara tidak
terstruktur).
4. Observasi Langsung
Dengan berasumsi bahwa fenomena yang diminati tidak
asli historis, beberapa pelaku atau kondisi lingkungan sosial yang
relevan akan tersedia untuk observasi. Observasi semacam itu
itu, untuk meningkatkan reliabilitas bukti observasi, prosedur yang
umum ialah memiliki lebih dari satu pengamatan dalam membuat
jenis observasi formal maupun kausal.
5. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah suatu bentuk observasi khusus
dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif,
melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu
dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti.
6. Perangkat Fisik
Perangkat fisik atau cultural yaitu peralatan teknologi, alat
atau instrumen, pekerjaan seni, atau beberapa bukti fisik lainnya.
Perangkat fisik mempunyai relevansi kurang potensial dalam studi
kasus yang paling tidak lazim. Namun demikian, bilamana relevan
perangkat tersebut bisa menjadi komponen penting dalam
keseluruhan kasus bersangkutan.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton (Moleong, 2009: 280) merupakan
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategorisasi, dan satuan uraian dasar. Menurut Bogdan dan Biklen
(Moleong, 2009: 280) analisis data sebagai proses yang merinci usaha
secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja
(ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk
Moleong (2009) menyatakan bahwa analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengacu pada konsep Milles & Huberman (dalam Soegiyono, 2010),
aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
1. Reduksi data (Data Reduction )
Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan
kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Data
yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti di lapangan, maka
jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu.
2. Penyajian data ( Display Data )
Data yang sudah berupa rangkuman , uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori. Penyajian data dalam penelitian kualitatif ini adalah
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (Conclusion Drawing and
Verification)
Kesimpulan awal biasanya bersifat sementara, dan akan berubah
jika dalam perjalanannya tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan diawal didukung dengan bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Demikian kesimpulan bisa menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah
dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian
kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya
belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masing belum jelas atau gelap sehingga
setelah diteliti menjadi jelas.
H. UJI VALIDITAS DATA
Dalam menguji keabsahan atau validitas data yang didapat
sehingga benar-benar sesuai dengan tujuan dan maksud penelitian, maka
peneliti menggunakan teknik triangulasi. (Moleong, 2009: 330). Adapun
triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan
balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton dalam Moleong, 2009: 330).
Hal ini dapat peneliti capai dengan jalan sebagai berikut:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum
dengan apa yang dikatakannya objek peneliti secara pribadi.
3. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti orang yang
berpendidikan lebih tinggi atau ahli dalam bidang yang sedang
diteliti.
Teknik uji keabsahan lain yang digunakan oleh peneliti adalah
perpanjangan keikutsertaan. Menurut Moleong (2009: 327) perpanjangan
keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai
kejenuhan pengumpulan data tercapai. Peneliti memperpanjang atau
menambah waktu wawancara dan observasi terhadap subjek selama satu
37 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti membahas mengenai pelaksanaan penelitian. Hasil
penelitian berupa analisis data dari berbagai sumber. Proses trianggulasi data dari
beberapa responden. Dalam bab ini juga, peneliti mendeskripsikan validitas data
penelitian.
A. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal Senin, 28 0ktober 2013, dengan
terjun ke sekolah untuk mengantarkan surat ijin penelitian dari Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Setelah itu, peneliti mempersiapkan perlengkapan penelitian
berupa pedoman wawancara, hand phone untuk merekam proses wawancara, surat
pernyataan menjadi subjek penelitian/informan. Peneliti memfokuskan kegiatan
penelitian di rumah dan sekolah dimana Adi (subjek penelitian) bersekolah. Setelah
surat ijin diterima pihak sekolah dan diijinkan untuk melakukan penelitian maka
peneliti langsung melakukan observasi terhadap lingkungan sekolah.
Tanggal 31 Oktober 2013, peneliti datang ke sekolah untuk menemui pihak
terkait dalam rangka meminta kesediaannya sebagai informan. Dihari itu juga peneliti
langsung melakukan observasi di kelas Adi dan wawancara terstruktur dengan
informan terkait. Penelitian dilanjutkan pada tanggal 26, 27, 28 November 2013,
yang masih memfokuskan kegiatan penelitian di sekolah, karena peneliti merasa
Sebelum melakukan penelitian lebih mendalam tentu peneliti sudah menjalin
relasi yang baik dengan Adi. Meskipun demikian peneliti merasa takut dan waswas
ketika dekat dengan Adi, hal tersebut dikarena Adi adalah anak yang terindikasi
memiliki gangguan kepribadian antisosial. Berdasarkan cerita dan pengalaman
beberapa informan seperti teman satu kelas Adi, cerita Adi, cerita nenek dan wali
kelas, Adi sering memukul, marah tanpa sebab, hal tersebutlah yang menjadikan
peneliti sedikit menjaga jarak dengan Adi. Merasa sudah cukup dekat relasi dengan
Adi maka tanggal 5 Februari 2014 peneliti memutuskan untuk datang kerumah Adi
dan bertemu neneknya. Peneliti menjelaskan maksud kedatangannya kerumah Adi
kepada neneknya dan mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian kepada Adi.
Tanggal 20-21 Februari peneliti ke rumah Adi untuk melakukan wawancara dengan
Adi dan neneknya, serta tidak lupa melakukan dokumentasi.
Penelitian dilanjutkan kembali dengan berkunjung ke sekolah pada tanggal 24
April 2014. Dari hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa Adi
belum ada perubahan baik dari nilai atau pun perilakunya. Tanggal 26 April peneliti
melakukan kunjungan rumah, peneliti melakukan wawancara kepada nenek dan Adi.
Tanggal 2 Mei, dan 9 sampai 13 Juli peneliti kembali ke rumah Adi untuk melakukan
pendampingan belajar. Proses penelitian berjalan dengan jeda waktu yang relatif
lama. Hal ini dikarenakan peneliti melakukan penelitian disela-sela Program
pengenalan lapangan (PPL) Sekolah dasar dan Sekolah menengah kejuruan. Selain itu
peneliti juga memiliki kewajiban untuk melakukan kuliah kerja nyata (KKN) selama
Agenda kunjungan rumah dan sekolah
No hari dan tanggal Kegiatan Deskripsi kegiatan
1. Senin, 28/10/2013 Menyerahkan surat ijin
2. Kamis, 31/10/2013 Observasi Observasi di kelas III, dan melakukan wawancara tidak terstruktur kepada guru mata pelajaran
3. Selasa, 26/11/2013 Wawancara Wawancara guru mata pelajaran
4. Rabu, 27/11/2013 Wawancara Wawancara wali kelas dan Yudi
(teman satu kelas Adi) 5. Kamis, 28/11/2013 Wawancara Wawancara tidak terstruktur
dengan Adi
8. Sabtu, 22/02/ 2014 Wawancara Kerumah Adi, mengobrol dengan Adi dan neneknya 10. Sabtu, 26/03/2014 Mengamati
keseharian Adi
Ke rumah Adi, bertemu nenek dan Adi. Melakukan wawancara tidak terstruktur.
11. Jumat, 2/05/2014 Ke rumah Adi Melakukan wawancara terstruktur kepada nenek Adi 12. Rabu, 14/05/2014 Menggali
B. Proses Reduksi Data
Setelah melakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara
baik terstruktur maupun tidak terstruktur, observasi di rumah, dan sekolah maka
peneliti melakukan proses reduksi data. Proses reduksi data ini untuk memilah-milah
hal penting, merangkum data, mencari pola atau tema dan membuang data-data yang
tidak perlu. Selanjutnya peneliti akan menyajikan data hasil penelitian dalam bentuk
teks deskriptif. Banyaknya data hasil penelitian membuat peneliti cukup kerepotan
dalam proses reduksi data hasil penelitian.
Peneliti sedikit mengalami masalah ketika melakukan observasi dan wawancara
dengan Adi, terutama jawaban dari Adi ketika diwawancarai. Salah satu aspek dalam
ganguan kepribadian antisosial menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders fifth edition (DSM 5) adalah anak antisosial sering berbohong, hal itu pula
yang muncul ketika peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur dengan Adi.
Misalnya pertama diwawancarai Adi mengatakan hanya memiliki satu teman di
rumah namun ketika ditanya dilain hari Adi mengatakan memiliki banyak teman. Ada
juga ketika ditanya mengenai cita-cita, wawancara pertama mengatakan ingin
menjadi polisi tapi diwawancara kedua mengatakan tidak tahu ingin menjadi apa.
Hasil wawancara mengenai cita-cita tersebut sesuai dengan ciri anak antisosial
menurut DSM 5 yaitu anak antisosial mengalami kegagalan dalam mempersiapkan
Banyaknya data hasil penelitian yang harus dicek validitasnya seperti hasil
wawancara dengan Adi, maka dari itu peneliti untuk sementara menghentikan
kegiatan observasi dan wawancara baik di sekolah atau pun rumah Adi untuk fokus
menganalisis data. Setelah proses reduksi selesai maka peneliti terjun lagi ke
lapangan untuk melengkapi data yang masih dibutuhkan.
Proses memilah-milah data menurut peneliti cukup mudah, hal ini dikarenakan
dari awal penelitian peneliti sudah membuat pedoman wawancara, paduan observasi
yang berfokus pada hal yang akan digali yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
rendahnya hasil belajar Adi. Hal yang penting langsung ditulis dibuku agenda
penelitian, ditambah lagi dibuatlah verbatim dari hasil wawancara dengan informan
terkait agar mempermudah dalam memilah data. Setelah proses memilah-milah, lalu
hal yang tidak diperlukan langsung dibuang dalam arti dipisahkan dari hal yang
penting. Setelah diperoleh hal-hal penting lalu peneliti merangkum hal penting dari
penelitian sesuai dengan kebutuhan data. Misalnya data mengenai faktor lingkungan
alami, peneliti mencari data dari hasil penelitian baik wawancara atau pun observasi
untuk dirangkum menjadi poin-poin penting lalu dijelaskan dalam bentuk kalimat
deskriptif.
Peneliti juga mencari tahu pola-pola dari keseharian Adi di rumah dan sekolah.
Seperti rutinitas Adi di sekolah dari pagi hari yang sulit untuk bangun, dilanjutkan
berangkat sekolah diantar nenek, berlari-larian dengan adik kelas 2, berkelahi dengan
siswa lain sebagai bentuk perilaku antisosial dan tidak piket kelas lalu mendapat
masih saja tidak piket kelas. Keseharian Adi di rumah yaitu pulang sekolah, ganti
baju lalu bermain komputer atau keluar rumah dengan sepeda di sekitar sekolahnya
yang terletak hampir 2 km dari rumahnya. Malam harinya Adi menonton televisi dan
belajar sekitar satu jam lalu kembali lagi menonton televisi. Dari hasil pengamatan
pola keseharian Adi diperoleh kesimpulan bahwa waktu baik di rumah dan sekolah
dihabiskan Adi untuk bermain dan ketika akan belajar sudah mengantuk karena
kelelahan bermain seharian. Berikut ini hasil penelitian setelah melalui tahap-tahap
reduksi data:
1. Data mengenai subjek terindikasi mengalami gangguan kepribadian antisosial
Peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap Adi secara intens serta
menggali informasi dari informan yang terkait maka didapatkan hasil sebagai
berikut:
a) Adi memiliki catatan dihampir semua rapotnya yang mengatakan bahwa Adi
anak yang sering marah dan melamun, seperti:
- Di Taman kanak-kanak:
“jangan sering mogok sekolah, yang rajin ya”, “Lebih bagus ababila tidak marah/emosi, rajin mengerjakan tugas”.
- Di Sekolah dasar:
“Hindari perkelahian pupuklah persahabatan”.”Jangan suka bengong!”.
Dari tiga pernyataan diatas dapat disimpulkan sejak Taman
kanak-kanak Adi sering berkelahi. Peneliti pernah menanyakan langsung kepada
lain, misalnya kejadian hari sabtu 26 April 2014. Adi berkelahi dengan
temannya, dia mengatakan bahwa temannya mengejek dengan
menjulurkan lidahnya. Menurut peneliti hal tersebut masih dibatas
kewajaran untuk anak Sekolah Dasar. Namun ketika diklarifikasi kepada
teman Adi yang berkelahi dan dipukul, teman Adi mengatakan bahwa
awalnya secara tidak sengaja sedikit mencoret hasil karya Adi (gambar)
karena tidak terima dengan perilaku temannya lalu Adi memukul
temannya tersebut.
b) Wawancara dengan teman subjek kelas IV,
Peneliti juga melakukan wawancara tidak terstruktur kepada Rio (teman
Adi) waktu kelas III. Mengatakan bahwa dia tidak lagi bermain dengan Adi
karena pernah dipukul pelipis matanya hingga berdarah. Menurut Rio, waktu
satu kelas dengan Adi hampir semua teman satu kelas pernah di “nakali”
olehnya. Adi juga jarang mengerjakan PR.
Peneliti : siapa saja yang pernah dinakali Adi?
Rio :Semua, semua pernah dinakali, dia tidak pernah mengerjakan PR disuruh mbersihin kamar mandi. ET2 Di kelasnya yang sekarang, Adi duduk sendirian. Ketika dikonfirmasi
kepada wali kelas, Adi terpaksa duduk sendiri karena tidak ada teman yang
mau duduk dengannya. Ketika peneliti melakukan wawancara dengan Yudi
teman satu kelas Adi sekarang (31 Oktober 2013), dia mengatakan tidak mau
berteman dan duduk dengan karena takut dipukul lagi. Waktu ditanya kenapa
langsung dipukul dan ditusuk menggunakan pulpen pada bagian pelipis
matanya hingga berdarah. Selain itu, menurut Yudi yang sama pernah ada
teman satu kelasnya juga dipukul perutnya dengan alasan tidak jelas. Namun
ketika dikonfirmasi ke Adi, Adi mengatakan tidak pernah melukai temannya.
Dari hasil wawancara dengan teman-teman Adi ini dapat disimpulkan bahwa
Adi sering memukul temannya tanpa sebab dan berbohong karena tidak
mengakui perbuatannya.
c) Ke rumah subjek pada tanggal 21 Februari 2014.
Peneliti melakukan wawancara tidak terstruktur kepada Adi. Peneliti
melakukan wawancara mengenai sejarah/masalalu Adi pada waktu kelas I, II
dan III di SD Depok (Samaran). Banyak perilaku Adi yang pada dasarnya
untuk kesenangannya sendiri. Seperti pada waktu kelas II, Adi
memutar-mutar temannya di tiang bendera karena ingin gantian berputar-putar di tiang
bendera tersebut (bercerita sambil tertawa). Kelas III, Adi ketika ingin
menyapu dan jam waktu masuk kelas Adi dengan sengaja melempar sapu
untuk mengenai kepala temannya dan Adi menyatakan “Itu sengaja”. Masih
dikelas III, pada waktu jam olahraga Adi tidak mau olahraga karena lelah dan
temannya mengingatkan untuk olahraga. Adi merasa dipaksa oleh temannya
untuk olahraga sehingga waktu teman Adi yang mengingatkan berlari, dengan
sengaja Adi memasang kakinya dan akhirnya temannya jatuh. Adi melakukan
hal tersebut agar temannya tidak lagi menyuruhnya olahraga. Pernah juga
temannya mengingatkan bahwa jangan dekat-dekat melihatnya. Merasa tidak
terima karena diingatkan oleh temannya Adi pun mengajak berkelahi
temannya tersebut.
Waktu kelas I Adi pernah dengan sengaja bermain menggunakan sabuk
besinya ketika jam pelajaran agama dengan tujuan agar tidak pelajaran. Adi
pun dimarahi guru dengan cara sabuk yang digunakan Adi dikencangkan
sampai Adi muntah, karena merasa tidak terima dengan perlakuan guru maka
kakek Adi pun kesekolah. Dari pengalaman selama kelas I, II dan III banyak
sekali perilaku Adi yang dengan sengaja melukai temannya demi kesenangan
diri sendiri. Hal tersebut nampak jelas dari raut muka yang sumringah ketika
bercerita, tertawa, senyum-senyum dan lancar sekali menceritakan
pengalamannya tersebut.
d) Indikasi faktor genetik
Menurut Bock dan Goode (dalam Durand & Barlow, 2013). Twins studies,
family studies, dan adoption studies semuanya menunjukkan adanya
pengaruh genetik pada gangguan kepribadian antisosial maupun kriminalitas.
Pendapat tersebut terbukti pada Adi. Menurut hasil wawancara dengan nenek
dan wali kelas Adi mengatakan bahwa ibunya sering marah-marah di rumah.
Neneknya juga pernah dipanggil kepala RT dimana ibu Adi tinggal karena ibu
Adi marah sehingga menggangu ketenangan warga sekitar. Ketika marah
Menurut wali kelas ketika mendengar cerita dari nenek Adi mengatakan
bahwa ibu Adi juga seperti Adi yang sering marah-marah. Adi juga pernah
mengatakan sendiri kepada peneliti ketika ditanyakan kepada Adi yang jarang
kerumah ibunya. Adi menjawab bahwa ia takut ke rumah ibunya karena
ibunya galak. Adi juga mengatakan bahwa adiknya pernah dibanting oleh
ibunya, ayah tirinya sampai tidak bisa mendengar lagi karena ibunya selalu
berteriak ditelinga ayahnya hingga gendang telinganya rusak. Dari keterangan
nenek, wali kelas, Adi diindikasikan bahwa adanya faktor keturunan yang
memperkuat indikasi bahwa Adi anak antisosial.
Berdasarkan poin a, b, c dan d diatas serta berdasarkan DSM 5. Ada beberapa
ciri-ciri seseorang mengalami gangguan antisosial sejak usia 15 tahun, ditunjukan
minimal tiga (atau lebih) perilaku. Walau menurut DSM cirri-ciri ini muncul
diusia 15 tahun, tapi pada kenyataannya Adi sudah berperilaku sejak usia 13
tahun. Perilaku tersebut yaitu:
a. Kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang
berkaitan dengan perilaku yang sah, seperti yang ditunjukkan berulang
kali melakukan tindakan yang alasan tidak logis.
Tindakan Adi sering tidak memiliki alasan yang logis dan hanya untuk
kesenangannya sendiri. Seperti pada point b dan c, memukul teman tanpa
alasan, memutar teman ditiang bendera karena Adi ingin bergantian
berputar-putar ditiang bendera. Adi melempar batu untuk melukai
b. Tipu daya, seperti yang ditunjukkan berulang kali berbohong, menipu
orang lain untuk keuntungan atau kesenangan pribadi.
Nampak pada perilaku Adi ketika pertama kali bertemu dengan
peneliti, ketika ditanya mengenai alasan kenapa tidak mengaji dan
bermain dengan teman di lingkungannya, Adi menjawab bahwa dia tidak
berkumpul dan mengaji karena letak rumah dan masjid jauh serta
terpisahkan oleh sungai. Namun ketika penulis kerumah Adi, ternyata
letak rumah Adi dan masjid hanya 20 meter saja dan letak rumah Adi
berhimpitan dengan rumah warga yang lain. Walau sudah jelas-jelas dia
berbohong namun Adi tetap biasa-biasa saja.
Adi juga sering berbohong kepada guru dan neneknya. Sehingga
akhirnya Adi selalu diantar oleh neneknya setiap pagi ke sekolah. Hal
tersebut terjadi karena Adi pernah membolos sekolah dan tidak berangkat
sekolah dengan alasan sakit padahal pamit berangkat. Wali kelas juga
sering mendapat informasi jika Adi bermain di sekitar lingkungan
sekolah padahal Adi tidak berangkat sekolah dengan alasan sakit. Adi
juga berbohong ketika diwawancarai mengenai kehidupannya di rumah.
Pada waktu pertama melakukan wawancara 31/10/2013. Adi mengatakan
jika di rumah hanya memiliki satu teman wanita namun, ketika
diwawancarai lagi di rumah pada tanggal 2 Mei 2014 Adi mengatakan