• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN JUDUL - HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK PESANTREN DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HALAMAN JUDUL - HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK PESANTREN DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI (Studi Kasus di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta) - Test Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK PESANTREN DENGAN

PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI

(Studi Kasus

di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(S. Pd.)

.

Disusun oleh :

AMALINA RIZQI R : 111-12-018

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2016

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi

MOTTO

ِبَدَلأاَو ِمْلِعلا ُلَاَجم َلاَمَلجا َّنِإ اُنُ نِّ يَزُ ت ٍباَوْ ثَأِب ُلاَمَلجا َسْيَل

Keindahan bukan dari pakaian yang menghiasi diri kita, akan tetapi

keindahan yang sesungguhnya adalah ilmu dan adab

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Orang tuaku Bapak Drs. M. Rofi’i, M.Pdi dan Ibu Dra. Supainem yang sudah banyak pengorbanannya tanpa pamrih dan letih dalam merawat

membesarkan dan mendidikku hingga bisa menjadi seperti ini. Semoga

selalu dalam limpahan kasih sayang Allah dan selalu menjadi orang tua

terbaik bagi anak-anaknya dunia dan akhirat.

2. Kakakku Muhammad Yusuf Nur Aulia Rahman, SS. Yang selalu

mengajari dan membantuku dalam segala hal.

3. Adikku tercinta Muhammad Taufiq Ridlo Maghriza yang selalu

mendoakan dan mendukungku setiap waktu.

4. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukungku tanpa henti.

5. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag yang selalu sabar membimbing hingga

terselesaikan skripsi ini.

6. Pengasuh Pondok pesantren Ta’mirul islam dan civitasnya ustadz, ustadzah serta santriwati yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi

ini.

7. Sahabat-sahabatku yang dengan sabar membantuku menyemangatiku dan

ada disaat suka maupun duka serta teman-teman PAI angkatan 2012.

8. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Allah SWT, atas

segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha

tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para

pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di institut Agama

islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

(FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam

(9)

ix

4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

dengan ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga serta pengorbanan waktunya

dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali

pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Keluarga besar penulis, atas segala motivasi, dukungan dan doa restu kepada

penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

7. Berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung yang telah

membantu baik moral maupu materiil dalam penyusunan skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang

setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya

dan para pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 01 September 2016

Penulis

(10)

x

ABSTRAK

Yad’ulahu, Amalina Rizqi Rahmawati, 2016. Hubungan Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Pembentukan Karakter Santriwati (Studi kasus

Pondok Ta’mirul Islam Surakarta). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M. Gufron, M.Pd.

Kata Kunci: pola Asuh Pondok Pesantren, pembentukan Karakter Santriwati.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui hubungan pola asuh pondok pesantren dengan pembentukan karakter santriwati di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam surakarta. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pola Asuh yang diterapkan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter santriwati. (2) Bagaimanakah pembentukan karakter santriwati Pondok pesantren Ta’mirul Islam Surakarta. (3) Adakah hubungan antara pola asuh di Pondok pesantren Ta’mirul Surakarta dengan pembentukan karakter santriwati.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran, data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel santriwati yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase tanggapan mereka. Kami mengambil hipotesa “Ada hubungan antara Pola Asuh Pondok Pesantren dengan pembentukan karakter santriwati”. Dan mendapatkan data dari hasil angket yang telah diisi oleh para santriwati pondok Pesantren Ta’mirul Islam.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

(12)

xii

E. Kegunaan Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 7

G. Metode Penelitian ... 13

H. Sistematika Penelitian ... 19

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pola Asuh Pondok Pesantren ... 21

1. Perngertian Pola Asuh... 21

2. Bentuk-bentuk Pola Asuh ... 24

3. Pengertian Pondok Pesantren ... 29

B. Pembentukan Karakter Santriwati ... 32

1. Pengertian Pembentukan Karakter ... 32

2. Santriwati ... 35

C. Hubungan Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Kualitas Pembentukan Santriwati ... 36

BAB III : PROFIL PONDOK PESANTREN TA’MIRUL ISLAM A. Sejarah singkat Pondok Pesantren Ta’mirul Islam ... 39

B. Letak Geografis ... 40

C. Visi, Misi, motto, dan Panca Jiwa Pondok ... 41

D. Pendidikan dan Pengajaran ... 44

E. Tenaga Pengajar ... 50

F. Siswa ... 50

G. Pengakuan-Pengakuan ... 50

(13)

xiii

I. Pengasuhan Santriwati ... 54

J. KMI (Kulliyatul Mu’alimat Al-Islamiyah ... 59

K. OSTI (Organisasi Santriwati Ta’mirul Islam) dan KEPRAMUKAAN ... 63

L. Sarana Prasarana ... 65

M. Data Khusus ... 66

BAB IV : ANALISIS HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK PESANTREN DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI A. Validitas item ... 70

B. Diskriptif Item ... 74

C. Product Moment ... 89

D. Uji Regresi ... 92

E. Analisis Hubungan Pola Asuh Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Pembentukan Karakter Santriwati (Study Kasus Pondok Pesantren Ta’mirul Islam ... 96

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 97

B. Saran-saran ... 99

C. Penutup ... 100

DAFTAR PUSTAKA

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Data Khusus (Pola Asuh Pondok Pesantren)

Tabel 3.2 : Data Khusus (Pembentukan Karakter Santriwati)

Tabel 4.1 : Case Processing Summary X

Tabel 4.2: Reliability Statistics X

Tabel 4.3: Item-Total Statistics

Tabel 4.4 : Level signifikan

Tabel 4.5 : Case Processing Summary Y

Tabel 4.6 : Reliability Statistics Y

Tabel 4.7 : Item-Total Statistics

Tabel 4.8 : Diskriptif Variabel X (Pola Asuh Pondok Pesantren) item 01 - 06

Tabel 4.9 : Statistics 07 - 12

Tabel 4.10: Statistics 13 - 15

Tabel 4.11: Frekuensi Table item 01

Tabel 4.12: Frekuensi Table item 02

Tabel 4.13: Frekuensi Table item 03

Tabel 4.14: Frekuensi Table item 04

Tabel 4.15: Frekuensi Table item 05

Tabel 4.16: Frekuensi Table item 06

Tabel 4.17: Frekuensi Table item 07

Tabel 4.18: Frekuensi Table item 08

Tabel 4.19: Frekuensi Table item 09

(15)

xv Tabel 4.21: Frekuensi Table item 11

Tabel 4.22: Frekuensi Table item 12

Tabel 4.23 : Frekuensi Table item 13

Tabel 4.24 : Frekuensi Table item 14

Tabel 4.25 : Frekuensi Table item 15

Tabel 4.26 : Diskriptif Variabel Y (Pola Asuh Pondok Pesantren) item 01 - 06

Tabel 4.27 : Statistics 07 - 12

Tabel 4.28 : Statistics 13 - 15

Tabel 4.29: Frekuensi Table item 1

Tabel 4.30: Frekuensi Table item 2

Tabel 4.31: Frekuensi Table item 3

Tabel 4.32: Frekuensi Table item 4

Tabel 4.33: Frekuensi Table item 5

Tabel 4.34: Frekuensi Table item 6

Tabel 4.35: Frekuensi Table item 7

Tabel 4.36: Frekuensi Table item 8

Tabel 4.37: Frekuensi Table item 9

Tabel 4.38: Frekuensi Table item 10

Tabel 4.39: Frekuensi Table item 11

Tabel 4.40: Frekuensi Table item 12

Tabel 4.41 : Frekuensi Table item 13

Tabel 4.42: Frekuensi Table item 14

(16)

xvi Tabel 4.44: korelasi global

Tabel 4.45: Correlations

Tabel 4.46: Correlations demokratis

Tabel 4.47: Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.48: Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Tabel 4.49: Model Summaryb

Tabel 4.50: ANOVAb

Tabel 4.51: Coefficientsa

Tabel 4.52: ANOVAb

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi

Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing

Lamp. 3 : Surat Keterangan Penelitian

Lamp. 4 : Daftar Nilai SKK

Lamp. 5 : struktur organisasi Pondok pesaantren Ta’mirul Islam Surakarta

Lamp. 6 : Daftar ustadz dan ustadzah Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta Lamp. 7 : Daftar wali kelas

Lamp. 8 : Daftar jumlah santriwati perkelas

Lamp. 9 : Absensi kelas

Lamp.10 : Tata Tertib Pondok Pesantren Ta’mirul Islam

Lamp.11 : Dokumentasi Penelitian

Lamp.12 : Angket

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

Negara (Sisdiknas, 2003 : 9).

Sebagai Lembaga Pendidikan Islam tertua di Indonesia, Pondok

Pesantren akan menarik untuk diulas dan dikaji kembali. Pesantren atau

pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses

wajar perkembangan sistem pendidikan nasional, dari segi historis

pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga

mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous) (Nurcholish,1997:3).

Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran

Islam dimana di dalamnya terjadi interaksi antara Kya atau Ustadz sebagai

guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid

atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengaji dan membahas

buku-buku keagamaan karya ulama masa lalu (Depag, 2003:3).

Seiring berjalannya waktu, banyak lembaga-lembaga pendidikan

yang muncul dengan mempromosikan keunggulannya masing-masing.

(19)

pendidikan berbasis islami. Akan tetapi, pondok pesantren sudah

menerapkan pendidikan berbasis karakter disamping pendidikan berbasis

Islami terlebih dahulu sebelum sekolah-sekolah formal menerapkannya

seperti sekarang ini.

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islami yang sangat

lekat hubungannya dengan kedisiplinan yang sangat tinggi. Bahkan

masyarakat beranggapan bahwasanya pondok pesantren adalah tempat

atau bengkel untuk memperbaiki perilaku seseorang. dapat diartikan

bahwa pondok pesantren adalah tempat orang-orang yang salah jalan

“nakal” yang nantinya akan menjadi orang baik setelah keluar dari pondok

tersebut. Pola pikir masyarakat tersebut terpacu karena adanya pola Asuh

atau pendidikan pondok pesantren yang di dalamnya terdapat

pembentukan karakter santri.

Kajian pola asuh sebenarnya sudah banyak diperbincangkan, baik

dalam perspektif Islam ataupun psikologi. Hasil yang dicapai sering terjadi

pada kajian nyata dampak macam-macam pola asuh, tapi kurang mencapai

pada bagaimana menciptakan generasi yang berkualitas dari teori pola

asuh yang dilakukan tersebut, terlebih belum pada kajian bagaimana pola

asuh tersebut dapat berjalan sesuai dengan konteks perkembangan zaman

dan berdasarkan ajaran Agama (Muallifah, 2009 : 41).

Dalam setiap lembaga pendidikan, pola asuh sangat ditekankan

untuk berlangsungnya pembelajaran dan kedisiplinan peserta didiknya.

(20)

diterapkan tersebut menjadikan santriwan santriwatinya mempunyai

karakter yang kuat. Hal itu dibuktikan dengan adanya peraturan-peraturan

yang diterapkan dan hukuman-hukuman yang sesuai dengan pelanggaran

yang dilakukannya.

Di lain sisi, Pendidikan di luar pondok banyak yang menganut

paham “peraturan diciptakan untuk dilanggar” dan mengabaikan peraturan

tersebut dengan alasan yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti, kemajuan tehnologi, kurangnya ketaatan kepada

pengurus, turunnya tingkat kedisiplinan, dan kuatnya pengaruh dari luar.

Sehingga tingkat kedisiplinan dan ketaatan peserta didik kurang.

Dengan pola asuh pondok pesantren ini dalam pembentukan

karakter santriwatinya, diharapkan menjadi sebuah perubahan akhlak dan

etika yang baik terhadap satriwatinya dan memiliki karakter yang kuat.

Istilah karakter dihubungkan dengan istilah etika, akhlak, dan atau

nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi “positif” bukan

netral. Sedangkan karakter menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (2008)

merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter

adalah nilai-nilai unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan

dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir,

olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok

(21)

Begitu besarnya pengaruh karakter dalam kehidupan. Namun,

sebelum berbicara lebih jauh, ada baiknya kita memahami arti dari

karakter tersebut. Secara bahasa, karakter, berasal dari bahasa

Yunani,charassein, yang artinya “mengukir”. Dari arti bahasa ini, saya ingin menunjukkan kepada anda tentang apa yang dimaksud dengan

karakter (Abdullah Munir,2010 : 2).

Menurut Abdullah Munir, perbedaan antara sifat dan karakter atau

watak sudah terlalu banyak orang membicarakan hal ini baik dalam buku,

artikel, maupun milist – milist. Saya hanya ingin mempertegas bahwa sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada

diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai

karakter (Abdullah Munir,2010:3).

Pondok Pesantren Ta’mitul Islam merupakan suatu lembaga

pendidikan agama yang berbasis asrama. Artinya santri yang belajar di

dalam pondok tidak meninggalkan pondok atau pulang sampai hari libur

yang ditentukan. Dengan ini, intensitas kegiatan dan bertemunya pengasuh

pondok pesantren dengan santriwati sangat sering sekali. Sehingga

pelaksanaan kegiatan dan pengontrolan santriwati lebih efektif dan efisien.

Dengan melibatkan ustadz/ustadzah dan santriwati pondok

pesantren Ta’mirul Islam dalam segala kegaiatan pondok, maka santriwati

memilik rasa tanggungjawab dalam mengembangkan dan menertibkan

berbagai kegiatan pondok sehari- harinya. Tidak hanya itu, pengasuh

(22)

dan ketaatan santriwati. Memberi peringatan dan hukuman kepada

santriwati untuk mengatasi santriwati-santriwati yang melakukan hal-hal

yang menyimpang atau tidak baik, sehingga santri dapat memperbaiki diri

dengan bimbingan dan pengarahan melalui perangkat pondok dan

organisasi pondok yang memantau segala kegiatan santriwati. Dengan

pengadaan kegiatan dan keorganisasian bertujuan untuk mencetak generasi

masa depan yang tidak hanya berwawasan luas dan berpengetahuan saja,

tetapi juga menjadi manusia berkarakter kuat yang berpegang teguh

dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Keterkaitan pola Asuh Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta

dalam pembentukan karakter santriwati merupakan suatu hal yang menarik

untuk dikaji. Dengan penerapan-penerapan yang ditanamkan kepada

seluruh santriwatinya dalam kehidupan sehari-hari agar menjadikan

santriwatinya menjadi manusia yang seutuhnya (Insan Kamil). Sehingga

dari hasil penelitian ini dapat diketahui seberapa besar hubungan pola

Asuh pondok pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dengan kualitas

pembentukan karakter santriwati.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

secara mendalam tentang : “HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK

PESANTREN DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER

(23)

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana pola Asuh yang diterapkan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter santriwati?

2. Bagaimanakah pembentukan karakter santriwati Pondok pesantren

Ta’mirul Islam Surakarta?

3. Adakah hubungan antara pola asuh di Pondok pesantren Ta’mirul Surakarta dengan pembentukan karakter santriwati?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pola asuh di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter santriwatinya.

2. Untuk mengetahui pembentukan karakter santriwati Pondok pesantren

Ta’mirul Islam Surakarta.

3. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh Pondok pesantren

ta’mirul Islam Surakarta dengan pembentukan karakter santriwati.

D. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang

kebenarannya masih perlu dibuktikan melalui kegiatan penelitian

dilapangan (Arikunto,1998 : 64). Hipotesis yang diajukan oleh peneliti “

(24)

pembentukan karakter santriwati”. Artinya semakin disiplin pola asuh di

Pondok Pesantren, maka semakin tinggi pula pembentukan karakter

santriwati.

E. Kegunaan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada pembaca,

baik dari segi teoritis maupun praktis yang berguna untuk memberikan

sumbangan pelaksanaan penelitian.

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan, menambah bahan bacaan dan sebagai referensi bagi

santriwati terutama santriwati Pondok pesantren Ta’mirul Islam

Surakarta yang terkait dengan pembentukan karakter santriwati.

2. Manfaat Praktis

Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian dapat memberikan

wawasan bagi santriwati tentang pola asuh pondok pesantren serta

dapat memberikan konstribusi yang nyata dalam pembentukan

karakter santriwati

F. Definisi operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul

diatas, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan

(25)

1. Pola Asuh Pondok Pesantren

a. Pola dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, artinya model (WJS

Poerwadarminta, 1984 : 73). Yang dimaksud penulis disini adalah

bentuk atau ragam dari metode yang digunakan oleh pondok

pesantren dalam pembentukan karakter santriwati.

b. Asuh artinya menjaga (merawat atau mendidik), arti lainnya

membimbing (membantu melatih, dll) (KBBI, 1982) yang

dimaksudkan penulis disini adalah membimbing atau melatih

santriwati menjadi pribadi yang berkarakter.

c. Pondok artinya bangunan untuk tempat sementara. Tetapi yang

dimaksud penulis disini adalah madrasah dan asrama untuk

mengaji atau belajar agama.

d. Pesantren adalah asrama tempat santri atau murid – murid belajar ngaji bisa disebut dengan pondok juga.

Sehingga yang peneliti maksudkan dengan pengaruh pola asuh di

Pondok Pesantren adalah pengaruh suatu tipe atau model pendidikan atau

asuhan yang digunakan oleh Pondok Pesantren untuk mendorong

santriwatinya agar bertingkah laku sesuai dengan apa yang diinginkan oleh

pondok pesantren itu sendiri. Dalam mendidik santriwati, pondok

pesantren cenderung menggunakan salah satu atau gabungan dari pola

asuh. Seperti yang telah diketahui bahwa pola asuh ada 3 macam, yakni:

a. Pola Asuh secara otoriter

(26)

c. Pola Asuh secara permisif (muallifah, 2009 : 48).

Penggunaan pola asuh tersebut pada masing-masing pondok

pesantren tentu saja tidak sama. Setiap pola akan memberikan pengaruh

yang berbeda pula. Dengan mengamati aktivitas santriwati dipondok

pesatren, akan dapat mengetahui jenis pola yang digunakan di pondok

pesantren tersebut. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui

pengaruh pola asuh yang digunakan pondok pesantren terhadap aktivitas

santriwatinya. Dalam hal ini tiga pola asuh tersebut yaitu:

a. Pola asuh secara otoriter.

b. Pola asuh secara demokratif.

c. Pola asuh secara permisif

Adapun indikator dari pola asuh diatas adalah sebagai berikut :

a. Pola Asuh pondok pesantren secara otoriter

1) Pengasuhan di pondok pesantren diwarnai dengan sikap

berkuasa.

2) Dalam memecahkan masalah tidak terlebih dahulu diadakan

musyawarah.

3) Tidak menerima masukan dari santriwatinya.

4) Santriwati melaksanakan perintah karena rasa takut.

5) Dalam pemberian perintah atau tugas cenderung memaksa.

b. Pola asuh di pondok pesatren secara demokratis

1) Pengasuhan di pondok pesantren diwarnai dengan toleransi dan

(27)

2) Segala kegiatan dan pemecahan masalah diselesaikan dengan

bermusyawarah.

3) Kepatuhan santriwati berdasarkan penghargaan.

4) Menghargai pendapat santriwati

5) Membimbing dan mengarahkan kegiatan santriwati.

c. Pola asuh pondok pesantren secara persuasif

1) Pengasuhan di pondok pesantren diwarnai dengan kebebasan

untuk santrinya.

2) Segala kegiatan dan pemecahan masalah santriwati sendiri

yang menyelesaikan.

3) Hak santriwati sama dengan pengurus, santriwati diberi

kebebasan seluas-luasnya

4) Pendapat santriwati dianggap sama atau benar.

5) Pengasuh pondok lebih membebaskan santriwatinya dalam

mengontrol dan mengatur dirinya sendiri.

Model dan teori pola asuh dalam perspektif Psikologi

Mengacu pada model dan teori pola asuh pondok pesantren tidak

jauh beda dengan pola asuh orang tua. Terdapat beberapa teori dan model

secara spesifik yang dapat dijadiakan acuan dalam melakukan pengasuhan

terhadap santri. Dalam buku Psycho Islamic Smart Perenting, Mualifah

(2009) mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Baumrind dan

(28)

a. Pola asuh Authoritarian (otoriter)

Menurut Baumrind, bentuk pola asuh authoritarian (otoriter)

memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1) Memperlakukan anaknya dengan tegas

2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan

keinginan orang tua.

3) Kurang memiliki kasih sayang

4) Kurang simpatik

5) Mudah menyalahkan segala aktivitas anak terutama ketika anak

ingin berlaku kreatif.

b. Pola Asuh Authoritative

Sedangkan pola authoritative mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :

1) Hak dan kewajiban antara anak dan pengasuh diberikan secara

seimbang.

2) Saling melengkapi satu sama lain, pengasuh yang menerima dan

melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait

dengan kepentingan keluarga.

3) Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan

anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia

dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberi

(29)

4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan

yang diberikan oleh pengasuh kepada anak.

5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa

membatasi segala potensi yang dimilikinya serta kreativitasnya,

namun tetap membimbing dan mengarahkan anak – anaknya. c. Pola Asuh Permisif

1) Pengasuh memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin.

2) Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggung jawab.

3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi

kebebasan yang seluas – luasnya untuk mengatur diri sendiri. 4) Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga

anak tidak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri

sendiri dan diberikan kewenangan untuk mengontrol dirinya

sendiri.

2. Pembentukan Karakter Santriwati

a. Karakter artinya batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran

dan tingkah laku budi pekerti.

b. Santri artinya orang yang mendalami agama islam. orang yang

beribadat dengan sungguh-sungguh, orang yang soleh. Sedangkan

santriwati adalah santri peerempuan.

Untuk mengukur pembentukan karakter menggunakan indikator

sebagai berikut:

(30)

b. Memiliki disiplin yang tinggi

c. Memiliki rasa sosial yang tinggi/ ukhwah islamiyah (Muthohar,

2013:201-202).

G. Metode penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data penelitiannya (KBBI W.J.S Poerwadinata, 1982 :

362). Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran, data kuantitatif dan

statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel

santriwati yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang

survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase tanggapan mereka.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian adalah lokasi dimana peneliti melakukan

penelitian yakni Pondok pesantren Ta’mirul islam Surakarta yang beralamat di Jln. Samanhudi no. 3 Tegalsari Bumi laweyan

Surakarta.

b. Waktu penelitian adalah saat dimana peneliti melakukan penelitian

(31)

3. Populasi dan Sempel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2012 : 80). Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh santriwati kelas 3 sanawiyah dan kelas

4, 5 atau setara dengan kelas 1 dan 2 aliyah. Adapun yang menjadi

populasi adalah santriwati Pondok pesantren Ta’mirul Ilsam

Surakarta yang berstatus aktif dengan berjumlah 393.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang

diteliti. Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil

semua, tetapi jika jumlah subyeknya lebih dari 100, maka subyek

dapat diambil antara 10-15 %, 20-25 % atau lebih (Arikunto,2006 :

20). Adapun yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah

sebagian santriwati Ta’mirul islam Surakarta.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

simple random sampling. Simple random sampling merupakan

teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Cara ini

dapat dilakukan bila sifat anggota populasi adalah homogen atau

(32)

santriwati di Pondok pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dengan

kelas yang ditentukan berjumlah 393 orang, maka peneliti hanya

mengambil 25 % dari populasi yaitu 75 santriwati yang dilakukan

secara acak.

4. Metode Pengumpulan data

a. Metode Angket

Metode angket disebut pula sebagai metode kuesioner atau

dalam bahasa Inggris disebut questionaire (daftar pertanyaan). Metode angket merupakan serangkaian daftar pertanyaan yang

disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh

responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan

kepetugas atau peneliti (Bungin, 2005: 123). Tehnik ini digunakan

penulis untuk mengumpulkan data tentang pola asuh di Pondok

Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter

santriwati.

Metode angket atau questioner merupakan serangkaian

pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu bidang dengan maksud

memperoleh data berupa responden (Arikunto,1986 : 187).

Ditinjau dari cara penyampaiannya metode angket ada dua macam,

yaitu:

1) Angket langsung

Yaitu angket yang item pertanyaannya bertujuan menggali atau

(33)

2) Angket tidak langsung

Yaitu angket yang item pertanyaannya bertujuan menggali atau

merekam informasi dari apa yang diketahui informan

mengenai obyek atau subyek tertentu dan informasi tersebut

tidak berbicara langsung mengenai diri informan itu sendiri

(Sanapiah faisal,1981: 4).

Kemudian ditinjau dari cara penyusunan metode angket

juga ada 2 macam, yaitu:

1) Angket tipe isian.

2) Angket tipe pilihan (Sutrisno Hadi,1986 : 158-160).

Dalam penelitian ini menggunakan angket langsung dan

menggunakan angket tipe pilihan ganda.

b. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya

(Arikunto, 2006 :231). Metode dokumentasi ini digunakan untuk

mengumpulkan data tentang situasi umum Pondok Pesantren

Ta’mirul islam Surakarta, data-data santriwati dan hal-hal lain

yang dibutuhkan oleh peneliti.

5. Instrumen penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

(34)

kegiatannya tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.

Instrumen penelitian yang diartikan sebagai alat bantu merupakan

saran yang dapat diwujudkan dalam benda (Arikunto, 2005 :101). Dari

pengertian tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa instrumen

adalah butir-butir pertanyaan yang mengacu pada variabel dan dibuat

berdasarkan indikator-indikator dari variabel tersebut. Dalam

penelitian itu instrumen yang yang digunakan adalah angket/kuesioner.

6. Metode Analisis data

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan

setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.

Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data

berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data

berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap

variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab

rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis

yang telah diajukan.

Karena metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, maka

tehnik analisa datanya menggunakan tehnik analisa data statistik, yang

mana metode statistik adalah cara-cara tertentu yang perlu ditempuh

dalam rangka mengumpulkan, menyusun, menyajikan, menganalisis

dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan

yang berupa angka agar dapat memberikan pengertian dan makna

(35)

Untuk mengetahui pola asuh di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam

Surakarta dalam pembentukan karakter santriwati, maka peneliti

menggunakan rumus :

Keterangan :

P = prosentase

F = frekuensi jawaban responden

N = jumlah banyaknya sampel

Adapun tehnik analisa data digunakan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hubungan pola asuh di Pondok pesantren Ta’mirul Islam

Surakarta terhadap pembentukan karakter santriwati. Dalam hal ini,

peneliti menggunakan rumus “product moment”.

= koefisien korelasi antara variable x dan y

= jumlah variabel x

y = jumlah variabel y

∑x = jumlah keseluruhan variabel x

∑y = jumlah keseluruhan variabel y

(36)

H. Sistematika penelitian

Untuk mempermudah penulisan laporan penelitian nanti, maka

perlu kiranya penulis menyusun terlebih dahulu sistemtika penulisan.

Adapun dalam penulisan ini akan terdiri dari lima bab yaitu :

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini penulis mengemukakan alasan pemilihan judul,

penegasan istilah dan pembatasannya, hal ini penulis maksudkan agar

tidak terjadi kesalah pahaman bagi pembaca. Kemudian pokok masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotensa, metodologi penelitian

dan yang terakhir adalah sistematika dari skripsi ini.

BAB II Kajian Pustaka

Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai hakekat dan arti pola

asuh, macam-macam tipe pola asuh yang meliputi pola asuh Pola asuh

Authoritarian (otoriter), pola asuh Authoritative, pola asuh Permisif.

Penulis juga menguraikan tentang pola asuh pondok pesantren, dan

pembentukan karakter santriwati.

BAB III Hasil Penelitian

Dalam bab ini penulis mengemukakan laporan penelitian yang

menyangkut masalah geografis, keadaan santriwati, tenaga pengelola

pendidikan pondok pesantren, struktur organisasi pondok pesantren.

BAB IV Analisis Data

Dalam bab ini penulis mengemukakan proses analisa data yang diperoleh.

(37)

menggunakan Analisa Pendahuluan, Analisa Lanjut, dan Analisa Uji

Hepotesa.

BAB V Penutup

Dalam bab ini penulis sajikan kesimpulan dari pembahasan skripsi

ini. Kemudian dikemukakan saran-saran dan penutup. Kemudian bagian

(38)

21 BAB II

KAJIAN TEORITIK POLA ASUH PONDOK PESANTREN

DAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI

A. Pola Asuh Pondok Pesantren

1. Pengertian pola Asuh

Pola berarti cara atau model (Poerwadarminta 1982 : 763).

Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat, mendidik anak kecil,

memimpin, dan melatih, dsb (poerwadarminta 2006 : 65). Jadi pola

asuh berarti model atau cara menjaga, merawat, mendidik, memimpin,

membantu, dan melatih anak agar berkarakter. Dan pola asuh yang

dimaksud penulis adalah bagaimana pengasuhan, pembimbingan dan

pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam

surakarta. Allah SWT berfirman pada QS. Ar- Ra’d ayat 11 :

(39)



11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Pola asuh merupakan cara atau metode yang ditempuh oleh

Pondok Pesantren dalam mendidik, membimbing, dan mengasuh para

santriwatinya sebagai perwujudan rasa tanggung jawab pondok

pesantren kepada santriwati, dimana tanggung jawab ini adalah

merupakan tanggung jawab pondok pesantren agar santriwati

memiliki karakter yang berkualitas dibanding dengan anak didik pada

umumnya. Pendidikan karakter ini merupakan tujuan utama untuk

mencetak generasi masa depan yang tidak hanya pandai dalam

intelektualnya tetapi juga memiliki karakter yang berkualitas dan

akhlak yang mulia.

Menurut Wibowo pola asuh ini dapat didefinisikan sebagai

pola iteraksi antara anak dengan orangtua, yang meliputi pemenuhan

kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan

(40)

Pola asuh atau parenting stlye adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak (Wibowo,2012:75)

Mengutip pendapat khon dalam bukunya Chabib Thoha (1996

:110), pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berhubungan

dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain

dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara

memberikan hadiah atau hukuman, cara orangtua menunjukkan

otoritas dan cara orangtua memberikan pemahaman atau tanggapan

terhadap keinginan anak. Dengan demikian pola asuh orangtua adalah

bagaimana cara orangtua mendidik anak baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan

Pondok Pesantren yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian,

kecerdasan, dan keterampilan yang dilakukan secara sengaja baik

berupa perintah, larangan, hukuman bagi yang melanggar peraturan,

atau pemberian hadiah kepada santriwati yang mendapatkan prestasi.

Sedangkan cara mendidik secara tidak langsung yaitu

merupakan contoh kehidupan sehari-hari baik tutur kata, sikap, dan

alat kebiasaan dan pola hidup. Hubungan dengan sesama pengasuh

pondok, perangkat pondok, masyarakat, sesama santriwati, secara

tidak sengaja telah membentuk situasi kedewasaan dan karakteristik

santriwati itu sendiri, selalu bercermin terhadap apa yang mereka lihat

(41)

Dalam bukunya Shochib (1998: 15) pola asuh orang tua dalam

membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri ini adalah upaya

orangtua yang diaktualisasikan terhadap penataan :

a. Lingkungan fisik.

b. Lingkungan sosial internal dan eksternal.

c. Pendidikan internal dan eksternal.

d. Dialog dengan anak-anak.

e. Suasana psikologis

f. Sosial budaya

g. Perilaku yang ditampilkan pda saat terjadi pertemuan dengan

anak-anak.

h. Kontrol terhadap perilaku anak-anak

i. Menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan

upayakan kepada anak-anak

2. Bentuk-bentuk Pola Asuh

Menurut Hourlock dalam bukunya Chabib thoha (1996 : 110),

mengemukakan bahwa ada tiga jenis pola asuh terhadap anaknya,

yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola asuh permisif.

Berdasarkan pendapat tersebut, pola asuh dibedakan menjadi tiga,

yaitu:

a. Pola Asuh otoriter.

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak

(42)

perilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas

nama diri sendiri dibatasi. Anak diajak berkomunikasi dan bertukar

fikiran dengan orangtua. Pola asuh yang bersifat otoriter juga

ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak

menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan

dengan aturan yang ketat dan masih tetap berkelakuan meskipun

sudah menginjak usia dewasa (Thoha 1996: 111).

Di dalam pondok pesantren pola asuh ini menentukan

aturan-aturan yang harus ditaati oleh santriwati. Santriwati harus

patuh dan tunduk, sehingga santriwati tidak memiliki pilihan yang

sesuai dengan keinginannya sendiri. Apabila santriwati tidak

mematuhi peraturan-peraturan yang ada, maka mereka akan

mendapatkan hukuman atau sangsi. Pengurus pondok pesantren

menentukan aturan-aturannya tanpa memperhitungkan keadaan

santriwati, tanpa memahami keinginan santriwati. Santriwati harus

patuh pada semua peraturan dan kebijakan pondok pesantren.

Dengan sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus

dilaksanakan, karena dengan demikian santriwati menjadi disiplin

dalam kesehariannya.

Menurut Baumrind, bentuk pola asuh otoriter memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

(43)

2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan

keinginan orangtua.

3) Kurang memiliki kasih sayang.

4) Kurang simpatik.

5) Mudah menyalahkan aktivitas anak terutama ketika anak ingin

berlaku kreatif (mualifah, 2009:45-46).

Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras,

menghukum, mengancam, akan menjadikan santriwati “patuh”

dihadapan para pengasuh/ pengurus pondok pesantren, akan tetapi

dibelakangnya mereka akan memperlihatkan reaksi-reaksi yang

cenderung melawan atau menentang karena santriwati merasa

dipaksa untuk melakukan semua peraturan yang ada.

b. Pola Asuh demokrasi

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan

orangtua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk

tidak selalu tergantung kepada orangtua. Orag tua sedikit memberi

kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi

dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam

pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak

itu sendiri. Anak diberi kesempatan unuk mengembangkan kontrol

internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk

(44)

Pola asuh ini pengasuh/pengurus pondok pesantren lebih

memperhatikan perkembangan santriwati, minat santriwati, bakat

santriwati, dan lain-lain. Pengasuh/ pengurus juga mendengarkan

dan memperhatikan keinginan dan pendapat santriwati. Selain itu,

santriwati juga dilibatkan dalam organisasi kepengurusan

santriwati yang menyangkut kehidupan mereka sehari-hari di

Pondok pesantren. Santriwati diberi kesempatan untuk

mengembangkan kontrol pada diri mereka, bakat-bakat mereka

sehingga sedikit demi sedikit santriwati akan berlatih untuk

bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan pondok pesantren.

Dalam hal-hal tertentu pengasuh/pengurus perlu ikut campur

tangan, misalnya hal-hal tentang keagamaan mereka dan hal-hal

prinsip lainnya yang sudah ada di pondok pesantren. Maka, pondok

pesantren dapat memaksakan kehendaknya terhadap santriwati

karena santriwati belum memiliki landasan yang cukup tentang hal

itu.

Pola asuh demokrasi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Hak dan kewajiban anntara anak dan orangtua diberikan secara

seimbang.

2) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menrima dan

melihatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait

(45)

3) Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengahruskan

anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial

sesuai usia dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap

memberi kehangatan, bimbingan, dan komunikasi dua arah.

4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan

yang diberikan oleh orangtau kepada anak.

5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa

membatasi segala potensi yang dimilikinya serta kreatvitasnya,

tetapi tetap membimbing dan mengarahkan anak-anaknya

(mualifah, 2009: 47).

Dengan pola asuh yang bersifat demokratis ini anak akan

tumbuh rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri yang kuat

(berkarakter). Santriwati akan menghargai orang lain dan berguna

bagi masyarakat karena santriwati sudah biasa menghargai hak-hak

sesama santriwati dan pengurus pondok pesantren.

c. Pola Asuh Permisif.

Pola asuh ini ditandai dengan cara orangtua mendidik anak

secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa/muda, ia diberi

kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang

dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga

tidak memberi bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua

yang telah dilakukan oleh anaknya adalah benar dan tidak perlu

(46)

Dalam hal ini, pola asuh seperti ini jarang atau bahkan tidak

ada pondok pesantren yang menerapkannya. Karena hampir

seluruh pondok pesantren pasti menerapkan peraturan-peraturan

kepada santriwatinya. sseluruh kendali pondok pesantren

dikendalikan oleh pengasuh atau Kyainya, apabila suatu pondok

pesantren menggunakan pola asuh ini maka kontrol

pengasuh/pengurus pondok pesantren sangat lemah, membiarkan

santriwatinya mencari jati diri mereka sendiri tanpa arahan atau

batasan-batasan tertentu kepada santriwatinya.

Sedangkan menurut Baumrind pola asuh ini memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas

mungkin.

2) Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggungjawab.

3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi

kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri.

4) Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga

anak tidak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri

sendiri dan diberikan kewenangan untuk megontrol dirinya

sendiri (mualifah, 2009: 48).

3. Pengertian Pondok Pesantren

(47)

khas pesantren yang diwariskan turun temurun sebagai pusat pencarian

ilmu dan agama. Dalam hal ini perbedaan antara sekolah luar dan

pondok adalah pondok pesantren masih berbentuk tradisional. Nuansa

terdahulu yang masih melekat dalam segi tempat seperti masjid, rumah

kyai, dan dalam segi pendidikannya lebih cenderung pada kajian

kitab-kitab kuning dan ilmu keagamaan. Namun seiring berjalannya zaman,

pondok pesantren juga telah menerapkan kurikulum dalam sistem

pembelajarannya.

Sedangkan, pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe

dan perakhiran an yang berarti tempat tinggal para santri, Profesor Jhon berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang

berarti guru ngaji, sedangkan Berg berpendapat bahwa istilah tersebut

berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang

tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci

agama Hindu. Selanjutnya menurut Chaturverdi dan Tiwari, kata

“shastri” berasal dari kata “Shastra” yang berarti buku suci, buku-buku

agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier, 1985:18).

Sementara Ziemek pesantren berasal dari istilah pasantrian yang

berarti tempat tinggal santri(Ziemek, 1986:16).

Penggabungan kata pondok dan pesantren yang sering digunakan

dalam bahasa Indonesia ini sesuai dengan sifat pesantren yang

didalamnya terdapat unsur atau komponen yang berhubungan yaitu

(48)

dan sarana kehidupan bersama dalam satu kelompok belajar yang

berdampingan dan berjalan secara selaras atau seimbang.

Sebuah lembaga yang bernama pondok pesantren adalah suatu

komunitas tersendiri, di dalamnya hidup bersama-sama sejumlah orang

yang dengan komitmen hati dan keikhlasan atau kerelaan mengikat

diri dengan Kyai, tuan guru, buya, ajengan, abu atau nama lainnya,

untuk hidup bersama dengan standard moral tertentu, membentuk

kultur atau budaya tersendiri (Depag, 2003:1-2).

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan

islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di

bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan

sebutan “Kyai” ,asrama untuk para siswa tersebut berada dalam

lingkungan komplek pesantren di mana Kyai bertempat tinggal yang

menyediakan ebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan

kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain (Dofier, 1982: 44).

Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam di

mana di dalamnya terjadi interaksi antara Kyai atau ustadz sebagai

guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di

masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengaji dan

membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama’ maa lalu (Depag,2003:3).

Dalam setiap lembaga pasti memiliki unsur-unsur pokok. Karena

(49)

pondok pesantren. Sebuah lembaga pendidikan dapat dikatakan

sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya lima

unsur, yaitu:

a. Kyai

b. Santri

c. Pengajian

d. Asrama, dan

e. Masjid dengan segala aktivitas pendidikan keagamaan dan

kemasyarakatan (Depag, 2003:28).

Selain dari unsur-unsur diatas, pesantren juga memiliki tujuan

tersendiri. Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara

agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam

dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi

kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi

agama (Qomar, 6).

B. Pembentukan karakter santriwati

1. Pengertian Pembentukan Karakter Santriwati

Pembentukan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) membentuk

(Poerwadarminta, 1982: 122). Sedangkan karakter adalah tabiat,

watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain (Poerwadarminta, 1982:

(50)

Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani Karasso yang

berarti “cetak biru”, format, atau sidik seperti sidik jari. Pendapat lain

menyatakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa Yunani

charassein yang berarti membuat tajam atau membuat dalam.

Sedangkan secara konseptual ada dua kubu pengertian, yang pertama,

berarti deterministik yaitu sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita

sendiri yang sudah teranugerahi, yang tak bisa diubah. Dan yang

kedua bersifat non deterministik atau dinamis yaitu tingkat kekuatan

atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah

yang sudah ada, merupakan proses yang dikehendaki unruk

menyempurnakan kemanusiaannya (Saptono,2011:18).

Menurut Damayanti, karakter adalah cara berfikir dan

berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan

bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan

Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa

membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat

dari keputusan yang dibuat (damayanti, 2014:11).

Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau

ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan

kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.

Sementara itu The Free Dictonary dalam situs onlinenya yang dapat

diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu

(51)

kelompok atau suatu benda dengan yang lain. Karakter, juga

didefinisikan ssebagai suatu deskripsi dari atribut, ciri-ciri, atau

kemampuan seseorang (Samani, 2014:42).

Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas

tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Samani, 2014: 41).

Karakter tampak dalam kebiasaan (habitus). Karena itu,

seseorang dikatakan berkarakter baik manakala dalam kehidupan

nyata sehari-hari memiliki tiga kebiasaan yaitu, memikirkan hal yang

baik (habits of mind), menginginkan hal yang baik (habits of heart),

dan melakukan hal yang baik (habits of action.) (Saptono,2011:20).

Dalam hal ini, karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu

nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Dalam referensi

Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan

akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad

SAW, yaitu:

a. Sidiq (benar)

b. Amanah (dapat dipercaya)

c. Fathonah (cerdas)

d. Tabliq (menyampaikan) (Kesuma,dkk; 2012:11).

Dikutip dari bukunya Hurlock yang berjudul Personality

Development secara tidak langsung mengungkapkan bahwa karakter

(52)

moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan

dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan keinginan (Kesuma,

dkk,2012:24).

Lantas karakter yang baik adalah kebajikan (virtue). Kebajikan

adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut

sudut pandang moral universal. Misalnya, memperlakukan semua orang secara adil. Tindakan semacam itu lazimnya dilakukan oleh

orang yang memiliki kualitas-kualitas yang secara objektif maupun

secara intrinsik baik (Saptono,2011:20).

Pembentukan karakter adalah upaya untuk membantu

perkembangan jiwa anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya

menuju ke arah peradaban masyarakat dan bangsa secara umum

(Damayanti, 2014:10).

2. Santriwati

Mengenai asal usul perkataan “santri” itu ada (sekurang

-kurangnya) dua pendapat yang bisa dijadikan acuan yaitu, pertama

adalah pendapat yang mengatakan bahwa “santri” itu berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa sansekerta, yang artinya

melek huruf. Dari sini bisa diasumsikan bahwa menjadi santri berarti

juga menjadi tahu tentang agama (melalui kitab-kitab tersebut). Kedua,

adalah pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri

(53)

yang artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke mana

guru ini pergi menetap (Madjid,1997:19-20).

Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang

pesantren, seorang alim hanya disebut Kyai bilamana memiliki

pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk

mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Menurut tradisi pesantren,

terdapat dua kelompok santri yaitu:

a. Santri Mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang

jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang

paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu

kelompok tersendiri yang memegang tanggungjawab mengurusi

kepentingan pesantren sehari-hari.

b. Santri Kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di

sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.

Biasanya perbedaan pesantren bear dan pesantren kecil dapat

dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar pesantrennya

akan semakin besar jumlah santri mukimnya. Dengan kata

lain,pesantren kecil akan memiliki lebih banyak santri kalongnya

daripada santri mukimnya (Dhofier,1982:51-52).

C. Hubungan Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Pembentukan

Santriwati.

Pondok Pesantren merupakan lingkungan pendidikan yang menjadi

(54)

pendidikan di Pondok Pesantren, santriwati berada di dalam asrama

sampai masa pendidikannya berakhir. Dalam hal ini, pola asuh menjadi

sangat penting untuk pembimbingan, penagsuhan, dan penerapan dalam

kehidupan santriwati. Tidak hanya itu, pola asuh ini berperan sebagai

pembentukan kualitas karakter yang dimiliki para santriwati.

Mendidik anak dalam keluarga diharapkan anak mampu

berkembang kepribadiannya, menjadi manusia dewasa yang memiliki

sikap yang positif terhadap agama, kepribadian kuat dan mandiri,

berperilaku ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang

berkembang secara optimal (Mansyur,2005:353). Penerapan pendidikan di

pondok pesantren seperti halnya pendidikan di lingkungan keluarga. Pola

asuh yang ada di dalam pondok pesantren bertujuan agar santriwatinya

mampu berkembang kepribadiannya, mengerti tentang kaidah beragama,

berkepribadian yang kuat dan mandiri, memiliki potensi yang berkualitas

jasmani maupun rohaninya.

Oleh karena itu, dalam prosses perkembangan santriwati tersebut,

tentunya tidak dapat terlepas dari peran pengasuh pondok pesantren dalam

mengasuh santriwatinya. Dengan demikian, dibutuhkan pola asuh yang

tepat dalam kehidupan para santriwati.

Pesantren menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan

keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai

tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan

(55)

keteladanan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan milieu

(lingkungan) juga sangat penting.

Pesantren memiliki pola pendidikan yang berbeda dengan pola

pendidikan pada umumnya. Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat

menyangkut tata norma atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan

khusus dan norma-norma mu’amalat tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai boleh dikatakan hampir tidak

ada. Jadi, pendidikan dipesantren titik tekannya bukan pada aspek kognitif,

tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik (Makalah peranan

(56)

BAB III

PROFIL PONDOK PESANTREN TA’MIRUL ISLAM

A. Sejarah singkat Pondok Pesantren Ta’mirul Islam

Pada hakikatnya Pondok Pesantren Ta’mirul Islam ini telah

direncanakan sejak berdirinya masjid Tegalsari Surakarta pada tanggal 28

Oktober 1928 oleh para ulama yang berada di desa Tegalsari. Namun

cita-cita suci tersebut tidak dapat terwujud dikarenakan suatu hal yang tidak

memungkinkan, yang pada saat itu Indonesia masih dijajah oleh Belanda.

Tahun 1968, cita-cita untuk mendirikan pondok pesantren mulai

dirintis dengan dibentuknya yayasan Ta’mirul Masjid Tegalsari Surakarta. Yayasan ini kemudian mendirikan SD Ta’mirul Islam. Dan pada tahap perkembangannya pada tahun 1979 didirikan SMP Ta’mirul Islam.

Untuk menjawab tantangan zaman dan harapan masyarakat sekitar,

pada tanggal 14 Juni 1986 Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta resmi berdiri dengan diawali kegiatan berupa Pesantren Kilat atau yang

populer disebut Pesantren Syawal, karena dilaksanakan pertama kali pada

bulan Syawal.

Pendirian Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Tegalsari Surakarta

diprakarsai oleh:

1. KH. Naharussurur (Alm)

2. Hj. Muttaqiyah (Almh)

(57)

4. Muhammad Wazir Tamami, SH. (Direktur SDM)

Keberadaan pondok pesantren di tengah-tengah kampung Tegalsari

ini disambut baik oleh masyarakat sekitar pondok maupun masyarakat

luas. Khususnya bagi mereka yang ingin mempelajari dan menelaah

ilmu-ilmu duniawi serta ukhrawi. Mengingat manusia tidak bisa dipisahkan oleh

dua hal ini.

Berdirinya pondok pesantren Ta’mirul islam ini didorong dengan

adanya motivasi yang bertujuan untuk menambah kemajuan bagi pondok,

baik dari mulai berdiri sampai sekarang untuk menjadi pondok yang

dicita-citakan oleh segenap kaum muslimin motivasi tersebut antara lain:

1. Menciptakan ulama bagi umat. Surat Al-Mulk ayat 5 yang berbunyi,

“Seungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan

bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar syaitan, dan kami

sediakan bagi mereka api neraka yang menyala-nyala”.

2. Adanya kelebihan pondok pesantren dari lembaga pendidikan lain

(non pondok), yaitu keuntungan yang bersifat batiniyah dan

dlohiriyah.

3. Ingin mempersatukan dan mempererat hubungan antar ummat. Untuk

ini Pondok Pesantren Ta’mirul Islam berkedudukan untuk semua

golongan ummat dan tidak di bawah satu golongan (Buku Panduan

PPTI 2005)

(58)

Pondok Pesantren Ta’mirul Islam beralamat Jln. KH. Samanhudi

No. 3 Kampung tegalsari Kelurahan Bumi Kecamatan Laweyan Kota

Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Adapun letak KMI Ta’mirul Islam

berbatasan dengan:

1. Sebelah Barat : Perkampungan Tegalsari

2. Sebelah Utara : Jl. KH. Samanhudi

3. Sebelah Timur : Jl. Dr. Wahidin

4. Sebelah Selatan : Perkampungan Tegalsari (Observasi di Pondok

Pesantren Ta’mirul Islam pada)

C. Visi, Misi, motto, dan Panca Jiwa Pondok

1. Visi

Visi Pondok Pesantren Ta’mirul Islam adalah menciptakan kader

ulama bagi ummat. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat

Al-Mulk ayat 5 yang berbunyi:



(59)

pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (QS. Al-Mulk 67: 5)

Bintang dari kehidupan di dunia adalah ulama, maka ulama lah

yang akan menjaga umat manusia dari kenistaan hidup di dunia yang

sifatnya hanya sementara.

2. Misi

Misi yang diemban adalah:

a. Memperbaiki serta meningkatkan akhlaq para penerus bangsa. Hal

ini merupakan kelebihan pondok pesantren dari lembaga

pendidikan lain. Yaitu keuntungan yang bersifat batiniyah dan

dlohiriyah.

b. Mempersatukan dan mempererat hubungan antar ummat. Untuk itu

Ta’mirul Islam berkedudukan untuk semua golongan dan tidak di

bawah satu golongan.

c. Membentuk generasi yang Tarbawi dan Islami.

3. Motto

Adapun motto pondok yang selama ini selalu dijadikan pegangan

adalah:

a. Isoh Ngaji Lan Ora Kalah Karo Sekolah Negri. Dengan motto ini

diharapkan santri dapat memperdalam ilmu-ilmu yang bersifat

ukhrowiyah maupun duniawi.

(60)

Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang dilakukan

santri diharapkan selalu sesuai dengan Al-Qur’an.

c. Al-Lughotul Libaasul Ma’had. (Bahasa adalah Pakaian Pondok). Dengan menggunakan bahasa Arab dan inggris sebagai pengantar

dalam kegiatan keseharian di pondok, diharapkan semua santri

mampu mendalami semua disiplin ilmu. Karena kedua bahasa telah

menjadi bahasa Internasional.

4. Panca Jiwa Pondok

Disamping motto yang ada, Ta’mirul Islam mempunyai panca jiwa yang menjadi ruh pondok dalam setiap aktivitas sehari-hari. Lima

Panca Jiwa itu adalah:

a. Jiwa Keikhlasan.

(Sepi ing pamrih). Bukan karena didorong oleh keinginan mencari

keuntungan tertentu, tetapi semata-mata karena Allah SWT. Hal ini

meliputi segenap kehidupan di pondok. Ustadz/ustadzah ikhlas

dalam mengajar, para santripun ikhlas dalam belajar.

b. Jiwa Kesadaran.

Segenap pengasuh, ustadz maupun ustadzah serta para santri

melaksanakan perannya masing-masing dengan penuh kesadaran.

Semua tahu dan mengerti akan tugasnya, yaitu beribadah lillahi

ta’ala.

(61)

Kehidupan di pondok diliputi suasana kesederhanaan tapi agung.

Sederhana belum tentu pasif atau miskin, tetapi sederhana

mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati dalam menghadapi

perjuangan hidup dengan kesulitan.

d. Jiwa Keteladanan.

Setiap orang itu harus siap menjadi teladan dalam kebaikan bagi

orang lain. Seorang Kyai akan selalu diteladani oleh para guru dan

santrinya, para ustadz dan ustadzah harus menjadi teladan yang

baik untuk para santrinya. Santri yang junior harus mau meneladani

kakak-kakaknya yang baik dan begitu seterusnya. Sehingga satu

sama lain saling meneladani dalam hal kebaikan.

e. Jiwa Kasih Sayang.

Kasih sayang menjadi ruh pendidikan. Kesombongan, kebodohan,

kemalasan dan kemarahan hanya dapat diluruskan dengan kasih

sayang. Kasih sayang yang benar yang tidak menghalangi

ditegakkannya kedisiplinan dan peraturan. Seorang anak yang

mendapat sangsi dari pengasuhnya, bukanlah sedang dihukum

karena dendam atau kemarahan, tetapi semata-mata adalah untuk

perbaikan dengan penuh kasih sayang.

(62)

Kegiatan Belajar Mengajar Ta’mirul Islam meliputi beberapa unit

kegiatan, yaitu:

1. Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah (KMI)

Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah Ta’mirul Islam (pendidikan

setingkat SMP/MTs dan SMA/MA) Kulliyatul Mu’allimat Al -Islamiyah (KMI) adalah salah satu lembaga yang menangani pendidikan tingkat menengah di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam.

lembaga ini didirikan tanggal 20 Agustus 1989. Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah (KMI) merupakan lembaga pendidikan Guru Islam yang

mengutamakan pemmbentukan kepribadian dan sikap mental, dan

menanamkan ilmu pengetahuan Islam.

Dalam sejarah perjalanannya, KMI pada awalnya merupakan

singkatan dari Kulliyatul Mujahidin Al-Islamiyah, kemudian pada tahun 2003 berubah nama menjadi Kulliyatul Mu’allimin Al

-Islamiyah sampai sekarang. Hal ini tidak terlepas dari misi Pondok

Pesantren Ta’mirul Islam yakni membentuk generasi tarbawi dan

Islami.

a. Program pendidikan

Program ini diperuntukkan bagi siswa lulusan sekolah dasar

(SD) atau Madrasah Ibtida’iyah (MI), dengan masa belajar 6 tahun,

yakni ditempuh dari kelas 1 (setingkat kelas VII SMP/MTs) secara

berurutan sampai kelas VI (setingkat kelas XII SMA/ MA).

Gambar

TABEL 3.2 TABEL PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI
TABEL 4.4
TABEL 4.10
TABEL 4.12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis berapa besar minat beli konsumen terhadap Chicken Dey dari sisi kualitas produk dan word

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sebaran suhu pada ruang pengering dari alat pengering tipe rak yang memanfaatkan udara panas sisa pembakaran biomass menggunakan

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara nilai tes formatif dengan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran melakukan prosedur administrasi di

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diberikan batasan dalam penelitian ini hanya akan membahas mengenai bauran promosi yang dilakukan oleh manajemen di

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa 1) remunerasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan ditunjukkan dengan koefisien

Hasil yang di dapat dari data yang terdapat pada tabel 1.5 dapat dilihat bawah berbeda sangat nyata (F < 0,05 < 0,01) dalam ketiga perlakuan, dimana waktu

Sampel yang telah diberi bahan tambahan berupa Matos dan kapur dilakukan pemeraman selama 7, 14, dan 30 hari, setelah itu dilakukan uji geser langsung untuk

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT ) mempunyai peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Sebenarnya ZPT sudah terkandung dalam tanaman itu