i
HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK PESANTREN DENGAN
PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI
(Studi Kasus
di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
(S. Pd.)
.
Disusun oleh :
AMALINA RIZQI R : 111-12-018
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
ِبَدَلأاَو ِمْلِعلا ُلَاَجم َلاَمَلجا َّنِإ اُنُ نِّ يَزُ ت ٍباَوْ ثَأِب ُلاَمَلجا َسْيَل
Keindahan bukan dari pakaian yang menghiasi diri kita, akan tetapi
keindahan yang sesungguhnya adalah ilmu dan adab
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Orang tuaku Bapak Drs. M. Rofi’i, M.Pdi dan Ibu Dra. Supainem yang sudah banyak pengorbanannya tanpa pamrih dan letih dalam merawat
membesarkan dan mendidikku hingga bisa menjadi seperti ini. Semoga
selalu dalam limpahan kasih sayang Allah dan selalu menjadi orang tua
terbaik bagi anak-anaknya dunia dan akhirat.
2. Kakakku Muhammad Yusuf Nur Aulia Rahman, SS. Yang selalu
mengajari dan membantuku dalam segala hal.
3. Adikku tercinta Muhammad Taufiq Ridlo Maghriza yang selalu
mendoakan dan mendukungku setiap waktu.
4. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukungku tanpa henti.
5. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag yang selalu sabar membimbing hingga
terselesaikan skripsi ini.
6. Pengasuh Pondok pesantren Ta’mirul islam dan civitasnya ustadz, ustadzah serta santriwati yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi
ini.
7. Sahabat-sahabatku yang dengan sabar membantuku menyemangatiku dan
ada disaat suka maupun duka serta teman-teman PAI angkatan 2012.
8. Serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Allah SWT, atas
segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para
pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di institut Agama
islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam
ix
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga serta pengorbanan waktunya
dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali
pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Keluarga besar penulis, atas segala motivasi, dukungan dan doa restu kepada
penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung yang telah
membantu baik moral maupu materiil dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 01 September 2016
Penulis
x
ABSTRAK
Yad’ulahu, Amalina Rizqi Rahmawati, 2016. Hubungan Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Pembentukan Karakter Santriwati (Studi kasus
Pondok Ta’mirul Islam Surakarta). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M. Gufron, M.Pd.
Kata Kunci: pola Asuh Pondok Pesantren, pembentukan Karakter Santriwati.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui hubungan pola asuh pondok pesantren dengan pembentukan karakter santriwati di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam surakarta. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pola Asuh yang diterapkan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter santriwati. (2) Bagaimanakah pembentukan karakter santriwati Pondok pesantren Ta’mirul Islam Surakarta. (3) Adakah hubungan antara pola asuh di Pondok pesantren Ta’mirul Surakarta dengan pembentukan karakter santriwati.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran, data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel santriwati yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase tanggapan mereka. Kami mengambil hipotesa “Ada hubungan antara Pola Asuh Pondok Pesantren dengan pembentukan karakter santriwati”. Dan mendapatkan data dari hasil angket yang telah diisi oleh para santriwati pondok Pesantren Ta’mirul Islam.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
NOTA DINAS PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
xii
E. Kegunaan Penelitian ... 7
F. Definisi Operasional ... 7
G. Metode Penelitian ... 13
H. Sistematika Penelitian ... 19
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pola Asuh Pondok Pesantren ... 21
1. Perngertian Pola Asuh... 21
2. Bentuk-bentuk Pola Asuh ... 24
3. Pengertian Pondok Pesantren ... 29
B. Pembentukan Karakter Santriwati ... 32
1. Pengertian Pembentukan Karakter ... 32
2. Santriwati ... 35
C. Hubungan Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Kualitas Pembentukan Santriwati ... 36
BAB III : PROFIL PONDOK PESANTREN TA’MIRUL ISLAM A. Sejarah singkat Pondok Pesantren Ta’mirul Islam ... 39
B. Letak Geografis ... 40
C. Visi, Misi, motto, dan Panca Jiwa Pondok ... 41
D. Pendidikan dan Pengajaran ... 44
E. Tenaga Pengajar ... 50
F. Siswa ... 50
G. Pengakuan-Pengakuan ... 50
xiii
I. Pengasuhan Santriwati ... 54
J. KMI (Kulliyatul Mu’alimat Al-Islamiyah ... 59
K. OSTI (Organisasi Santriwati Ta’mirul Islam) dan KEPRAMUKAAN ... 63
L. Sarana Prasarana ... 65
M. Data Khusus ... 66
BAB IV : ANALISIS HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK PESANTREN DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI A. Validitas item ... 70
B. Diskriptif Item ... 74
C. Product Moment ... 89
D. Uji Regresi ... 92
E. Analisis Hubungan Pola Asuh Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Pembentukan Karakter Santriwati (Study Kasus Pondok Pesantren Ta’mirul Islam ... 96
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 97
B. Saran-saran ... 99
C. Penutup ... 100
DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Data Khusus (Pola Asuh Pondok Pesantren)
Tabel 3.2 : Data Khusus (Pembentukan Karakter Santriwati)
Tabel 4.1 : Case Processing Summary X
Tabel 4.2: Reliability Statistics X
Tabel 4.3: Item-Total Statistics
Tabel 4.4 : Level signifikan
Tabel 4.5 : Case Processing Summary Y
Tabel 4.6 : Reliability Statistics Y
Tabel 4.7 : Item-Total Statistics
Tabel 4.8 : Diskriptif Variabel X (Pola Asuh Pondok Pesantren) item 01 - 06
Tabel 4.9 : Statistics 07 - 12
Tabel 4.10: Statistics 13 - 15
Tabel 4.11: Frekuensi Table item 01
Tabel 4.12: Frekuensi Table item 02
Tabel 4.13: Frekuensi Table item 03
Tabel 4.14: Frekuensi Table item 04
Tabel 4.15: Frekuensi Table item 05
Tabel 4.16: Frekuensi Table item 06
Tabel 4.17: Frekuensi Table item 07
Tabel 4.18: Frekuensi Table item 08
Tabel 4.19: Frekuensi Table item 09
xv Tabel 4.21: Frekuensi Table item 11
Tabel 4.22: Frekuensi Table item 12
Tabel 4.23 : Frekuensi Table item 13
Tabel 4.24 : Frekuensi Table item 14
Tabel 4.25 : Frekuensi Table item 15
Tabel 4.26 : Diskriptif Variabel Y (Pola Asuh Pondok Pesantren) item 01 - 06
Tabel 4.27 : Statistics 07 - 12
Tabel 4.28 : Statistics 13 - 15
Tabel 4.29: Frekuensi Table item 1
Tabel 4.30: Frekuensi Table item 2
Tabel 4.31: Frekuensi Table item 3
Tabel 4.32: Frekuensi Table item 4
Tabel 4.33: Frekuensi Table item 5
Tabel 4.34: Frekuensi Table item 6
Tabel 4.35: Frekuensi Table item 7
Tabel 4.36: Frekuensi Table item 8
Tabel 4.37: Frekuensi Table item 9
Tabel 4.38: Frekuensi Table item 10
Tabel 4.39: Frekuensi Table item 11
Tabel 4.40: Frekuensi Table item 12
Tabel 4.41 : Frekuensi Table item 13
Tabel 4.42: Frekuensi Table item 14
xvi Tabel 4.44: korelasi global
Tabel 4.45: Correlations
Tabel 4.46: Correlations demokratis
Tabel 4.47: Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 4.48: Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4.49: Model Summaryb
Tabel 4.50: ANOVAb
Tabel 4.51: Coefficientsa
Tabel 4.52: ANOVAb
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi
Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing
Lamp. 3 : Surat Keterangan Penelitian
Lamp. 4 : Daftar Nilai SKK
Lamp. 5 : struktur organisasi Pondok pesaantren Ta’mirul Islam Surakarta
Lamp. 6 : Daftar ustadz dan ustadzah Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta Lamp. 7 : Daftar wali kelas
Lamp. 8 : Daftar jumlah santriwati perkelas
Lamp. 9 : Absensi kelas
Lamp.10 : Tata Tertib Pondok Pesantren Ta’mirul Islam
Lamp.11 : Dokumentasi Penelitian
Lamp.12 : Angket
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Sisdiknas, 2003 : 9).
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam tertua di Indonesia, Pondok
Pesantren akan menarik untuk diulas dan dikaji kembali. Pesantren atau
pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses
wajar perkembangan sistem pendidikan nasional, dari segi historis
pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous) (Nurcholish,1997:3).
Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran
Islam dimana di dalamnya terjadi interaksi antara Kya atau Ustadz sebagai
guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid
atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengaji dan membahas
buku-buku keagamaan karya ulama masa lalu (Depag, 2003:3).
Seiring berjalannya waktu, banyak lembaga-lembaga pendidikan
yang muncul dengan mempromosikan keunggulannya masing-masing.
pendidikan berbasis islami. Akan tetapi, pondok pesantren sudah
menerapkan pendidikan berbasis karakter disamping pendidikan berbasis
Islami terlebih dahulu sebelum sekolah-sekolah formal menerapkannya
seperti sekarang ini.
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islami yang sangat
lekat hubungannya dengan kedisiplinan yang sangat tinggi. Bahkan
masyarakat beranggapan bahwasanya pondok pesantren adalah tempat
atau bengkel untuk memperbaiki perilaku seseorang. dapat diartikan
bahwa pondok pesantren adalah tempat orang-orang yang salah jalan
“nakal” yang nantinya akan menjadi orang baik setelah keluar dari pondok
tersebut. Pola pikir masyarakat tersebut terpacu karena adanya pola Asuh
atau pendidikan pondok pesantren yang di dalamnya terdapat
pembentukan karakter santri.
Kajian pola asuh sebenarnya sudah banyak diperbincangkan, baik
dalam perspektif Islam ataupun psikologi. Hasil yang dicapai sering terjadi
pada kajian nyata dampak macam-macam pola asuh, tapi kurang mencapai
pada bagaimana menciptakan generasi yang berkualitas dari teori pola
asuh yang dilakukan tersebut, terlebih belum pada kajian bagaimana pola
asuh tersebut dapat berjalan sesuai dengan konteks perkembangan zaman
dan berdasarkan ajaran Agama (Muallifah, 2009 : 41).
Dalam setiap lembaga pendidikan, pola asuh sangat ditekankan
untuk berlangsungnya pembelajaran dan kedisiplinan peserta didiknya.
diterapkan tersebut menjadikan santriwan santriwatinya mempunyai
karakter yang kuat. Hal itu dibuktikan dengan adanya peraturan-peraturan
yang diterapkan dan hukuman-hukuman yang sesuai dengan pelanggaran
yang dilakukannya.
Di lain sisi, Pendidikan di luar pondok banyak yang menganut
paham “peraturan diciptakan untuk dilanggar” dan mengabaikan peraturan
tersebut dengan alasan yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti, kemajuan tehnologi, kurangnya ketaatan kepada
pengurus, turunnya tingkat kedisiplinan, dan kuatnya pengaruh dari luar.
Sehingga tingkat kedisiplinan dan ketaatan peserta didik kurang.
Dengan pola asuh pondok pesantren ini dalam pembentukan
karakter santriwatinya, diharapkan menjadi sebuah perubahan akhlak dan
etika yang baik terhadap satriwatinya dan memiliki karakter yang kuat.
Istilah karakter dihubungkan dengan istilah etika, akhlak, dan atau
nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi “positif” bukan
netral. Sedangkan karakter menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (2008)
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter
adalah nilai-nilai unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawantahkan
dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir,
olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok
Begitu besarnya pengaruh karakter dalam kehidupan. Namun,
sebelum berbicara lebih jauh, ada baiknya kita memahami arti dari
karakter tersebut. Secara bahasa, karakter, berasal dari bahasa
Yunani,charassein, yang artinya “mengukir”. Dari arti bahasa ini, saya ingin menunjukkan kepada anda tentang apa yang dimaksud dengan
karakter (Abdullah Munir,2010 : 2).
Menurut Abdullah Munir, perbedaan antara sifat dan karakter atau
watak sudah terlalu banyak orang membicarakan hal ini baik dalam buku,
artikel, maupun milist – milist. Saya hanya ingin mempertegas bahwa sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada
diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai
karakter (Abdullah Munir,2010:3).
Pondok Pesantren Ta’mitul Islam merupakan suatu lembaga
pendidikan agama yang berbasis asrama. Artinya santri yang belajar di
dalam pondok tidak meninggalkan pondok atau pulang sampai hari libur
yang ditentukan. Dengan ini, intensitas kegiatan dan bertemunya pengasuh
pondok pesantren dengan santriwati sangat sering sekali. Sehingga
pelaksanaan kegiatan dan pengontrolan santriwati lebih efektif dan efisien.
Dengan melibatkan ustadz/ustadzah dan santriwati pondok
pesantren Ta’mirul Islam dalam segala kegaiatan pondok, maka santriwati
memilik rasa tanggungjawab dalam mengembangkan dan menertibkan
berbagai kegiatan pondok sehari- harinya. Tidak hanya itu, pengasuh
dan ketaatan santriwati. Memberi peringatan dan hukuman kepada
santriwati untuk mengatasi santriwati-santriwati yang melakukan hal-hal
yang menyimpang atau tidak baik, sehingga santri dapat memperbaiki diri
dengan bimbingan dan pengarahan melalui perangkat pondok dan
organisasi pondok yang memantau segala kegiatan santriwati. Dengan
pengadaan kegiatan dan keorganisasian bertujuan untuk mencetak generasi
masa depan yang tidak hanya berwawasan luas dan berpengetahuan saja,
tetapi juga menjadi manusia berkarakter kuat yang berpegang teguh
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Keterkaitan pola Asuh Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta
dalam pembentukan karakter santriwati merupakan suatu hal yang menarik
untuk dikaji. Dengan penerapan-penerapan yang ditanamkan kepada
seluruh santriwatinya dalam kehidupan sehari-hari agar menjadikan
santriwatinya menjadi manusia yang seutuhnya (Insan Kamil). Sehingga
dari hasil penelitian ini dapat diketahui seberapa besar hubungan pola
Asuh pondok pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dengan kualitas
pembentukan karakter santriwati.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui
secara mendalam tentang : “HUBUNGAN POLA ASUH PONDOK
PESANTREN DENGAN PEMBENTUKAN KARAKTER
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pola Asuh yang diterapkan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter santriwati?
2. Bagaimanakah pembentukan karakter santriwati Pondok pesantren
Ta’mirul Islam Surakarta?
3. Adakah hubungan antara pola asuh di Pondok pesantren Ta’mirul Surakarta dengan pembentukan karakter santriwati?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pola asuh di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter santriwatinya.
2. Untuk mengetahui pembentukan karakter santriwati Pondok pesantren
Ta’mirul Islam Surakarta.
3. Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh Pondok pesantren
ta’mirul Islam Surakarta dengan pembentukan karakter santriwati.
D. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang
kebenarannya masih perlu dibuktikan melalui kegiatan penelitian
dilapangan (Arikunto,1998 : 64). Hipotesis yang diajukan oleh peneliti “
pembentukan karakter santriwati”. Artinya semakin disiplin pola asuh di
Pondok Pesantren, maka semakin tinggi pula pembentukan karakter
santriwati.
E. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada pembaca,
baik dari segi teoritis maupun praktis yang berguna untuk memberikan
sumbangan pelaksanaan penelitian.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan, menambah bahan bacaan dan sebagai referensi bagi
santriwati terutama santriwati Pondok pesantren Ta’mirul Islam
Surakarta yang terkait dengan pembentukan karakter santriwati.
2. Manfaat Praktis
Penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian dapat memberikan
wawasan bagi santriwati tentang pola asuh pondok pesantren serta
dapat memberikan konstribusi yang nyata dalam pembentukan
karakter santriwati
F. Definisi operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul
diatas, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan
1. Pola Asuh Pondok Pesantren
a. Pola dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, artinya model (WJS
Poerwadarminta, 1984 : 73). Yang dimaksud penulis disini adalah
bentuk atau ragam dari metode yang digunakan oleh pondok
pesantren dalam pembentukan karakter santriwati.
b. Asuh artinya menjaga (merawat atau mendidik), arti lainnya
membimbing (membantu melatih, dll) (KBBI, 1982) yang
dimaksudkan penulis disini adalah membimbing atau melatih
santriwati menjadi pribadi yang berkarakter.
c. Pondok artinya bangunan untuk tempat sementara. Tetapi yang
dimaksud penulis disini adalah madrasah dan asrama untuk
mengaji atau belajar agama.
d. Pesantren adalah asrama tempat santri atau murid – murid belajar ngaji bisa disebut dengan pondok juga.
Sehingga yang peneliti maksudkan dengan pengaruh pola asuh di
Pondok Pesantren adalah pengaruh suatu tipe atau model pendidikan atau
asuhan yang digunakan oleh Pondok Pesantren untuk mendorong
santriwatinya agar bertingkah laku sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
pondok pesantren itu sendiri. Dalam mendidik santriwati, pondok
pesantren cenderung menggunakan salah satu atau gabungan dari pola
asuh. Seperti yang telah diketahui bahwa pola asuh ada 3 macam, yakni:
a. Pola Asuh secara otoriter
c. Pola Asuh secara permisif (muallifah, 2009 : 48).
Penggunaan pola asuh tersebut pada masing-masing pondok
pesantren tentu saja tidak sama. Setiap pola akan memberikan pengaruh
yang berbeda pula. Dengan mengamati aktivitas santriwati dipondok
pesatren, akan dapat mengetahui jenis pola yang digunakan di pondok
pesantren tersebut. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui
pengaruh pola asuh yang digunakan pondok pesantren terhadap aktivitas
santriwatinya. Dalam hal ini tiga pola asuh tersebut yaitu:
a. Pola asuh secara otoriter.
b. Pola asuh secara demokratif.
c. Pola asuh secara permisif
Adapun indikator dari pola asuh diatas adalah sebagai berikut :
a. Pola Asuh pondok pesantren secara otoriter
1) Pengasuhan di pondok pesantren diwarnai dengan sikap
berkuasa.
2) Dalam memecahkan masalah tidak terlebih dahulu diadakan
musyawarah.
3) Tidak menerima masukan dari santriwatinya.
4) Santriwati melaksanakan perintah karena rasa takut.
5) Dalam pemberian perintah atau tugas cenderung memaksa.
b. Pola asuh di pondok pesatren secara demokratis
1) Pengasuhan di pondok pesantren diwarnai dengan toleransi dan
2) Segala kegiatan dan pemecahan masalah diselesaikan dengan
bermusyawarah.
3) Kepatuhan santriwati berdasarkan penghargaan.
4) Menghargai pendapat santriwati
5) Membimbing dan mengarahkan kegiatan santriwati.
c. Pola asuh pondok pesantren secara persuasif
1) Pengasuhan di pondok pesantren diwarnai dengan kebebasan
untuk santrinya.
2) Segala kegiatan dan pemecahan masalah santriwati sendiri
yang menyelesaikan.
3) Hak santriwati sama dengan pengurus, santriwati diberi
kebebasan seluas-luasnya
4) Pendapat santriwati dianggap sama atau benar.
5) Pengasuh pondok lebih membebaskan santriwatinya dalam
mengontrol dan mengatur dirinya sendiri.
Model dan teori pola asuh dalam perspektif Psikologi
Mengacu pada model dan teori pola asuh pondok pesantren tidak
jauh beda dengan pola asuh orang tua. Terdapat beberapa teori dan model
secara spesifik yang dapat dijadiakan acuan dalam melakukan pengasuhan
terhadap santri. Dalam buku Psycho Islamic Smart Perenting, Mualifah
(2009) mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Baumrind dan
a. Pola asuh Authoritarian (otoriter)
Menurut Baumrind, bentuk pola asuh authoritarian (otoriter)
memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1) Memperlakukan anaknya dengan tegas
2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan
keinginan orang tua.
3) Kurang memiliki kasih sayang
4) Kurang simpatik
5) Mudah menyalahkan segala aktivitas anak terutama ketika anak
ingin berlaku kreatif.
b. Pola Asuh Authoritative
Sedangkan pola authoritative mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
1) Hak dan kewajiban antara anak dan pengasuh diberikan secara
seimbang.
2) Saling melengkapi satu sama lain, pengasuh yang menerima dan
melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait
dengan kepentingan keluarga.
3) Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan
anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial sesuai usia
dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberi
4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan
yang diberikan oleh pengasuh kepada anak.
5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa
membatasi segala potensi yang dimilikinya serta kreativitasnya,
namun tetap membimbing dan mengarahkan anak – anaknya. c. Pola Asuh Permisif
1) Pengasuh memberikan kebebasan kepada anak seluas mungkin.
2) Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggung jawab.
3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi
kebebasan yang seluas – luasnya untuk mengatur diri sendiri. 4) Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga
anak tidak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri
sendiri dan diberikan kewenangan untuk mengontrol dirinya
sendiri.
2. Pembentukan Karakter Santriwati
a. Karakter artinya batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran
dan tingkah laku budi pekerti.
b. Santri artinya orang yang mendalami agama islam. orang yang
beribadat dengan sungguh-sungguh, orang yang soleh. Sedangkan
santriwati adalah santri peerempuan.
Untuk mengukur pembentukan karakter menggunakan indikator
sebagai berikut:
b. Memiliki disiplin yang tinggi
c. Memiliki rasa sosial yang tinggi/ ukhwah islamiyah (Muthohar,
2013:201-202).
G. Metode penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya (KBBI W.J.S Poerwadinata, 1982 :
362). Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran, data kuantitatif dan
statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel
santriwati yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang
survey untuk menentukan frekuensi dan prosentase tanggapan mereka.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi penelitian adalah lokasi dimana peneliti melakukan
penelitian yakni Pondok pesantren Ta’mirul islam Surakarta yang beralamat di Jln. Samanhudi no. 3 Tegalsari Bumi laweyan
Surakarta.
b. Waktu penelitian adalah saat dimana peneliti melakukan penelitian
3. Populasi dan Sempel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2012 : 80). Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh santriwati kelas 3 sanawiyah dan kelas
4, 5 atau setara dengan kelas 1 dan 2 aliyah. Adapun yang menjadi
populasi adalah santriwati Pondok pesantren Ta’mirul Ilsam
Surakarta yang berstatus aktif dengan berjumlah 393.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang
diteliti. Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semua, tetapi jika jumlah subyeknya lebih dari 100, maka subyek
dapat diambil antara 10-15 %, 20-25 % atau lebih (Arikunto,2006 :
20). Adapun yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah
sebagian santriwati Ta’mirul islam Surakarta.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
simple random sampling. Simple random sampling merupakan
teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Cara ini
dapat dilakukan bila sifat anggota populasi adalah homogen atau
santriwati di Pondok pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dengan
kelas yang ditentukan berjumlah 393 orang, maka peneliti hanya
mengambil 25 % dari populasi yaitu 75 santriwati yang dilakukan
secara acak.
4. Metode Pengumpulan data
a. Metode Angket
Metode angket disebut pula sebagai metode kuesioner atau
dalam bahasa Inggris disebut questionaire (daftar pertanyaan). Metode angket merupakan serangkaian daftar pertanyaan yang
disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh
responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembalikan
kepetugas atau peneliti (Bungin, 2005: 123). Tehnik ini digunakan
penulis untuk mengumpulkan data tentang pola asuh di Pondok
Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta dalam pembentukan karakter
santriwati.
Metode angket atau questioner merupakan serangkaian
pertanyaan mengenai suatu hal atau suatu bidang dengan maksud
memperoleh data berupa responden (Arikunto,1986 : 187).
Ditinjau dari cara penyampaiannya metode angket ada dua macam,
yaitu:
1) Angket langsung
Yaitu angket yang item pertanyaannya bertujuan menggali atau
2) Angket tidak langsung
Yaitu angket yang item pertanyaannya bertujuan menggali atau
merekam informasi dari apa yang diketahui informan
mengenai obyek atau subyek tertentu dan informasi tersebut
tidak berbicara langsung mengenai diri informan itu sendiri
(Sanapiah faisal,1981: 4).
Kemudian ditinjau dari cara penyusunan metode angket
juga ada 2 macam, yaitu:
1) Angket tipe isian.
2) Angket tipe pilihan (Sutrisno Hadi,1986 : 158-160).
Dalam penelitian ini menggunakan angket langsung dan
menggunakan angket tipe pilihan ganda.
b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya
(Arikunto, 2006 :231). Metode dokumentasi ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang situasi umum Pondok Pesantren
Ta’mirul islam Surakarta, data-data santriwati dan hal-hal lain
yang dibutuhkan oleh peneliti.
5. Instrumen penelitian
Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
kegiatannya tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.
Instrumen penelitian yang diartikan sebagai alat bantu merupakan
saran yang dapat diwujudkan dalam benda (Arikunto, 2005 :101). Dari
pengertian tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa instrumen
adalah butir-butir pertanyaan yang mengacu pada variabel dan dibuat
berdasarkan indikator-indikator dari variabel tersebut. Dalam
penelitian itu instrumen yang yang digunakan adalah angket/kuesioner.
6. Metode Analisis data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan
setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis
yang telah diajukan.
Karena metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, maka
tehnik analisa datanya menggunakan tehnik analisa data statistik, yang
mana metode statistik adalah cara-cara tertentu yang perlu ditempuh
dalam rangka mengumpulkan, menyusun, menyajikan, menganalisis
dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan
yang berupa angka agar dapat memberikan pengertian dan makna
Untuk mengetahui pola asuh di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam
Surakarta dalam pembentukan karakter santriwati, maka peneliti
menggunakan rumus :
Keterangan :
P = prosentase
F = frekuensi jawaban responden
N = jumlah banyaknya sampel
Adapun tehnik analisa data digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan pola asuh di Pondok pesantren Ta’mirul Islam
Surakarta terhadap pembentukan karakter santriwati. Dalam hal ini,
peneliti menggunakan rumus “product moment”.
= koefisien korelasi antara variable x dan y
= jumlah variabel x
y = jumlah variabel y
∑x = jumlah keseluruhan variabel x
∑y = jumlah keseluruhan variabel y
H. Sistematika penelitian
Untuk mempermudah penulisan laporan penelitian nanti, maka
perlu kiranya penulis menyusun terlebih dahulu sistemtika penulisan.
Adapun dalam penulisan ini akan terdiri dari lima bab yaitu :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini penulis mengemukakan alasan pemilihan judul,
penegasan istilah dan pembatasannya, hal ini penulis maksudkan agar
tidak terjadi kesalah pahaman bagi pembaca. Kemudian pokok masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotensa, metodologi penelitian
dan yang terakhir adalah sistematika dari skripsi ini.
BAB II Kajian Pustaka
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai hakekat dan arti pola
asuh, macam-macam tipe pola asuh yang meliputi pola asuh Pola asuh
Authoritarian (otoriter), pola asuh Authoritative, pola asuh Permisif.
Penulis juga menguraikan tentang pola asuh pondok pesantren, dan
pembentukan karakter santriwati.
BAB III Hasil Penelitian
Dalam bab ini penulis mengemukakan laporan penelitian yang
menyangkut masalah geografis, keadaan santriwati, tenaga pengelola
pendidikan pondok pesantren, struktur organisasi pondok pesantren.
BAB IV Analisis Data
Dalam bab ini penulis mengemukakan proses analisa data yang diperoleh.
menggunakan Analisa Pendahuluan, Analisa Lanjut, dan Analisa Uji
Hepotesa.
BAB V Penutup
Dalam bab ini penulis sajikan kesimpulan dari pembahasan skripsi
ini. Kemudian dikemukakan saran-saran dan penutup. Kemudian bagian
21 BAB II
KAJIAN TEORITIK POLA ASUH PONDOK PESANTREN
DAN PEMBENTUKAN KARAKTER SANTRIWATI
A. Pola Asuh Pondok Pesantren
1. Pengertian pola Asuh
Pola berarti cara atau model (Poerwadarminta 1982 : 763).
Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat, mendidik anak kecil,
memimpin, dan melatih, dsb (poerwadarminta 2006 : 65). Jadi pola
asuh berarti model atau cara menjaga, merawat, mendidik, memimpin,
membantu, dan melatih anak agar berkarakter. Dan pola asuh yang
dimaksud penulis adalah bagaimana pengasuhan, pembimbingan dan
pendidikan yang diterapkan di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam
surakarta. Allah SWT berfirman pada QS. Ar- Ra’d ayat 11 :
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Pola asuh merupakan cara atau metode yang ditempuh oleh
Pondok Pesantren dalam mendidik, membimbing, dan mengasuh para
santriwatinya sebagai perwujudan rasa tanggung jawab pondok
pesantren kepada santriwati, dimana tanggung jawab ini adalah
merupakan tanggung jawab pondok pesantren agar santriwati
memiliki karakter yang berkualitas dibanding dengan anak didik pada
umumnya. Pendidikan karakter ini merupakan tujuan utama untuk
mencetak generasi masa depan yang tidak hanya pandai dalam
intelektualnya tetapi juga memiliki karakter yang berkualitas dan
akhlak yang mulia.
Menurut Wibowo pola asuh ini dapat didefinisikan sebagai
pola iteraksi antara anak dengan orangtua, yang meliputi pemenuhan
kebutuhan fisik (seperti makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan
Pola asuh atau parenting stlye adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak (Wibowo,2012:75)
Mengutip pendapat khon dalam bukunya Chabib Thoha (1996
:110), pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berhubungan
dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain
dari cara orang tua memberikan peraturan kepada anak, cara
memberikan hadiah atau hukuman, cara orangtua menunjukkan
otoritas dan cara orangtua memberikan pemahaman atau tanggapan
terhadap keinginan anak. Dengan demikian pola asuh orangtua adalah
bagaimana cara orangtua mendidik anak baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan
Pondok Pesantren yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian,
kecerdasan, dan keterampilan yang dilakukan secara sengaja baik
berupa perintah, larangan, hukuman bagi yang melanggar peraturan,
atau pemberian hadiah kepada santriwati yang mendapatkan prestasi.
Sedangkan cara mendidik secara tidak langsung yaitu
merupakan contoh kehidupan sehari-hari baik tutur kata, sikap, dan
alat kebiasaan dan pola hidup. Hubungan dengan sesama pengasuh
pondok, perangkat pondok, masyarakat, sesama santriwati, secara
tidak sengaja telah membentuk situasi kedewasaan dan karakteristik
santriwati itu sendiri, selalu bercermin terhadap apa yang mereka lihat
Dalam bukunya Shochib (1998: 15) pola asuh orang tua dalam
membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri ini adalah upaya
orangtua yang diaktualisasikan terhadap penataan :
a. Lingkungan fisik.
b. Lingkungan sosial internal dan eksternal.
c. Pendidikan internal dan eksternal.
d. Dialog dengan anak-anak.
e. Suasana psikologis
f. Sosial budaya
g. Perilaku yang ditampilkan pda saat terjadi pertemuan dengan
anak-anak.
h. Kontrol terhadap perilaku anak-anak
i. Menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan
upayakan kepada anak-anak
2. Bentuk-bentuk Pola Asuh
Menurut Hourlock dalam bukunya Chabib thoha (1996 : 110),
mengemukakan bahwa ada tiga jenis pola asuh terhadap anaknya,
yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, dan pola asuh permisif.
Berdasarkan pendapat tersebut, pola asuh dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
a. Pola Asuh otoriter.
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak
perilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas
nama diri sendiri dibatasi. Anak diajak berkomunikasi dan bertukar
fikiran dengan orangtua. Pola asuh yang bersifat otoriter juga
ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak
menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan
dengan aturan yang ketat dan masih tetap berkelakuan meskipun
sudah menginjak usia dewasa (Thoha 1996: 111).
Di dalam pondok pesantren pola asuh ini menentukan
aturan-aturan yang harus ditaati oleh santriwati. Santriwati harus
patuh dan tunduk, sehingga santriwati tidak memiliki pilihan yang
sesuai dengan keinginannya sendiri. Apabila santriwati tidak
mematuhi peraturan-peraturan yang ada, maka mereka akan
mendapatkan hukuman atau sangsi. Pengurus pondok pesantren
menentukan aturan-aturannya tanpa memperhitungkan keadaan
santriwati, tanpa memahami keinginan santriwati. Santriwati harus
patuh pada semua peraturan dan kebijakan pondok pesantren.
Dengan sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus
dilaksanakan, karena dengan demikian santriwati menjadi disiplin
dalam kesehariannya.
Menurut Baumrind, bentuk pola asuh otoriter memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
2) Suka menghukum anak yang dianggap tidak sesuai dengan
keinginan orangtua.
3) Kurang memiliki kasih sayang.
4) Kurang simpatik.
5) Mudah menyalahkan aktivitas anak terutama ketika anak ingin
berlaku kreatif (mualifah, 2009:45-46).
Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras,
menghukum, mengancam, akan menjadikan santriwati “patuh”
dihadapan para pengasuh/ pengurus pondok pesantren, akan tetapi
dibelakangnya mereka akan memperlihatkan reaksi-reaksi yang
cenderung melawan atau menentang karena santriwati merasa
dipaksa untuk melakukan semua peraturan yang ada.
b. Pola Asuh demokrasi
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan
orangtua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung kepada orangtua. Orag tua sedikit memberi
kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi
dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam
pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak
itu sendiri. Anak diberi kesempatan unuk mengembangkan kontrol
internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk
Pola asuh ini pengasuh/pengurus pondok pesantren lebih
memperhatikan perkembangan santriwati, minat santriwati, bakat
santriwati, dan lain-lain. Pengasuh/ pengurus juga mendengarkan
dan memperhatikan keinginan dan pendapat santriwati. Selain itu,
santriwati juga dilibatkan dalam organisasi kepengurusan
santriwati yang menyangkut kehidupan mereka sehari-hari di
Pondok pesantren. Santriwati diberi kesempatan untuk
mengembangkan kontrol pada diri mereka, bakat-bakat mereka
sehingga sedikit demi sedikit santriwati akan berlatih untuk
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan pondok pesantren.
Dalam hal-hal tertentu pengasuh/pengurus perlu ikut campur
tangan, misalnya hal-hal tentang keagamaan mereka dan hal-hal
prinsip lainnya yang sudah ada di pondok pesantren. Maka, pondok
pesantren dapat memaksakan kehendaknya terhadap santriwati
karena santriwati belum memiliki landasan yang cukup tentang hal
itu.
Pola asuh demokrasi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Hak dan kewajiban anntara anak dan orangtua diberikan secara
seimbang.
2) Saling melengkapi satu sama lain, orang tua yang menrima dan
melihatkan anak dalam mengambil keputusan yang terkait
3) Memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengahruskan
anak-anaknya bertindak pada tingkat intelektual dan sosial
sesuai usia dan kemampuan mereka, tetapi mereka tetap
memberi kehangatan, bimbingan, dan komunikasi dua arah.
4) Memberikan penjelasan dan alasan atas hukuman dan larangan
yang diberikan oleh orangtau kepada anak.
5) Selalu mendukung apa yang dilakukan oleh anak tanpa
membatasi segala potensi yang dimilikinya serta kreatvitasnya,
tetapi tetap membimbing dan mengarahkan anak-anaknya
(mualifah, 2009: 47).
Dengan pola asuh yang bersifat demokratis ini anak akan
tumbuh rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri yang kuat
(berkarakter). Santriwati akan menghargai orang lain dan berguna
bagi masyarakat karena santriwati sudah biasa menghargai hak-hak
sesama santriwati dan pengurus pondok pesantren.
c. Pola Asuh Permisif.
Pola asuh ini ditandai dengan cara orangtua mendidik anak
secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa/muda, ia diberi
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga
tidak memberi bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua
yang telah dilakukan oleh anaknya adalah benar dan tidak perlu
Dalam hal ini, pola asuh seperti ini jarang atau bahkan tidak
ada pondok pesantren yang menerapkannya. Karena hampir
seluruh pondok pesantren pasti menerapkan peraturan-peraturan
kepada santriwatinya. sseluruh kendali pondok pesantren
dikendalikan oleh pengasuh atau Kyainya, apabila suatu pondok
pesantren menggunakan pola asuh ini maka kontrol
pengasuh/pengurus pondok pesantren sangat lemah, membiarkan
santriwatinya mencari jati diri mereka sendiri tanpa arahan atau
batasan-batasan tertentu kepada santriwatinya.
Sedangkan menurut Baumrind pola asuh ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak seluas
mungkin.
2) Anak tidak dituntut untuk belajar bertanggungjawab.
3) Anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi
kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri.
4) Orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga
anak tidak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengatur diri
sendiri dan diberikan kewenangan untuk megontrol dirinya
sendiri (mualifah, 2009: 48).
3. Pengertian Pondok Pesantren
khas pesantren yang diwariskan turun temurun sebagai pusat pencarian
ilmu dan agama. Dalam hal ini perbedaan antara sekolah luar dan
pondok adalah pondok pesantren masih berbentuk tradisional. Nuansa
terdahulu yang masih melekat dalam segi tempat seperti masjid, rumah
kyai, dan dalam segi pendidikannya lebih cenderung pada kajian
kitab-kitab kuning dan ilmu keagamaan. Namun seiring berjalannya zaman,
pondok pesantren juga telah menerapkan kurikulum dalam sistem
pembelajarannya.
Sedangkan, pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe
dan perakhiran an yang berarti tempat tinggal para santri, Profesor Jhon berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang
berarti guru ngaji, sedangkan Berg berpendapat bahwa istilah tersebut
berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa india berarti orang yang
tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci
agama Hindu. Selanjutnya menurut Chaturverdi dan Tiwari, kata
“shastri” berasal dari kata “Shastra” yang berarti buku suci, buku-buku
agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (Dhofier, 1985:18).
Sementara Ziemek pesantren berasal dari istilah pasantrian yang
berarti tempat tinggal santri(Ziemek, 1986:16).
Penggabungan kata pondok dan pesantren yang sering digunakan
dalam bahasa Indonesia ini sesuai dengan sifat pesantren yang
didalamnya terdapat unsur atau komponen yang berhubungan yaitu
dan sarana kehidupan bersama dalam satu kelompok belajar yang
berdampingan dan berjalan secara selaras atau seimbang.
Sebuah lembaga yang bernama pondok pesantren adalah suatu
komunitas tersendiri, di dalamnya hidup bersama-sama sejumlah orang
yang dengan komitmen hati dan keikhlasan atau kerelaan mengikat
diri dengan Kyai, tuan guru, buya, ajengan, abu atau nama lainnya,
untuk hidup bersama dengan standard moral tertentu, membentuk
kultur atau budaya tersendiri (Depag, 2003:1-2).
Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan
islam tradisional di mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di
bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan
sebutan “Kyai” ,asrama untuk para siswa tersebut berada dalam
lingkungan komplek pesantren di mana Kyai bertempat tinggal yang
menyediakan ebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain (Dofier, 1982: 44).
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam di
mana di dalamnya terjadi interaksi antara Kyai atau ustadz sebagai
guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di
masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengaji dan
membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama’ maa lalu (Depag,2003:3).
Dalam setiap lembaga pasti memiliki unsur-unsur pokok. Karena
pondok pesantren. Sebuah lembaga pendidikan dapat dikatakan
sebagai pondok pesantren apabila di dalamnya terdapat sedikitnya lima
unsur, yaitu:
a. Kyai
b. Santri
c. Pengajian
d. Asrama, dan
e. Masjid dengan segala aktivitas pendidikan keagamaan dan
kemasyarakatan (Depag, 2003:28).
Selain dari unsur-unsur diatas, pesantren juga memiliki tujuan
tersendiri. Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara
agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam
dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi
kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi
agama (Qomar, 6).
B. Pembentukan karakter santriwati
1. Pengertian Pembentukan Karakter Santriwati
Pembentukan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) membentuk
(Poerwadarminta, 1982: 122). Sedangkan karakter adalah tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain (Poerwadarminta, 1982:
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani Karasso yang
berarti “cetak biru”, format, atau sidik seperti sidik jari. Pendapat lain
menyatakan bahwa istilah karakter berasal dari bahasa Yunani
charassein yang berarti membuat tajam atau membuat dalam.
Sedangkan secara konseptual ada dua kubu pengertian, yang pertama,
berarti deterministik yaitu sekumpulan kondisi rohaniah pada diri kita
sendiri yang sudah teranugerahi, yang tak bisa diubah. Dan yang
kedua bersifat non deterministik atau dinamis yaitu tingkat kekuatan
atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi rohaniah
yang sudah ada, merupakan proses yang dikehendaki unruk
menyempurnakan kemanusiaannya (Saptono,2011:18).
Menurut Damayanti, karakter adalah cara berfikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat
dari keputusan yang dibuat (damayanti, 2014:11).
Scerenko (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau
ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan
kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
Sementara itu The Free Dictonary dalam situs onlinenya yang dapat
diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu
kelompok atau suatu benda dengan yang lain. Karakter, juga
didefinisikan ssebagai suatu deskripsi dari atribut, ciri-ciri, atau
kemampuan seseorang (Samani, 2014:42).
Karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas
tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Samani, 2014: 41).
Karakter tampak dalam kebiasaan (habitus). Karena itu,
seseorang dikatakan berkarakter baik manakala dalam kehidupan
nyata sehari-hari memiliki tiga kebiasaan yaitu, memikirkan hal yang
baik (habits of mind), menginginkan hal yang baik (habits of heart),
dan melakukan hal yang baik (habits of action.) (Saptono,2011:20).
Dalam hal ini, karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu
nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Dalam referensi
Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan
akhlak/perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad
SAW, yaitu:
a. Sidiq (benar)
b. Amanah (dapat dipercaya)
c. Fathonah (cerdas)
d. Tabliq (menyampaikan) (Kesuma,dkk; 2012:11).
Dikutip dari bukunya Hurlock yang berjudul Personality
Development secara tidak langsung mengungkapkan bahwa karakter
moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan
dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan keinginan (Kesuma,
dkk,2012:24).
Lantas karakter yang baik adalah kebajikan (virtue). Kebajikan
adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan yang baik menurut
sudut pandang moral universal. Misalnya, memperlakukan semua orang secara adil. Tindakan semacam itu lazimnya dilakukan oleh
orang yang memiliki kualitas-kualitas yang secara objektif maupun
secara intrinsik baik (Saptono,2011:20).
Pembentukan karakter adalah upaya untuk membantu
perkembangan jiwa anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya
menuju ke arah peradaban masyarakat dan bangsa secara umum
(Damayanti, 2014:10).
2. Santriwati
Mengenai asal usul perkataan “santri” itu ada (sekurang
-kurangnya) dua pendapat yang bisa dijadikan acuan yaitu, pertama
adalah pendapat yang mengatakan bahwa “santri” itu berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa sansekerta, yang artinya
melek huruf. Dari sini bisa diasumsikan bahwa menjadi santri berarti
juga menjadi tahu tentang agama (melalui kitab-kitab tersebut). Kedua,
adalah pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri
yang artinya seseorang yang selalu mengikuti seorang guru ke mana
guru ini pergi menetap (Madjid,1997:19-20).
Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang
pesantren, seorang alim hanya disebut Kyai bilamana memiliki
pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk
mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Menurut tradisi pesantren,
terdapat dua kelompok santri yaitu:
a. Santri Mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang
jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim yang
paling lama tinggal di pesantren tersebut biasanya merupakan satu
kelompok tersendiri yang memegang tanggungjawab mengurusi
kepentingan pesantren sehari-hari.
b. Santri Kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di
sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Biasanya perbedaan pesantren bear dan pesantren kecil dapat
dilihat dari komposisi santri kalong. Semakin besar pesantrennya
akan semakin besar jumlah santri mukimnya. Dengan kata
lain,pesantren kecil akan memiliki lebih banyak santri kalongnya
daripada santri mukimnya (Dhofier,1982:51-52).
C. Hubungan Pola Asuh Pondok Pesantren dengan Pembentukan
Santriwati.
Pondok Pesantren merupakan lingkungan pendidikan yang menjadi
pendidikan di Pondok Pesantren, santriwati berada di dalam asrama
sampai masa pendidikannya berakhir. Dalam hal ini, pola asuh menjadi
sangat penting untuk pembimbingan, penagsuhan, dan penerapan dalam
kehidupan santriwati. Tidak hanya itu, pola asuh ini berperan sebagai
pembentukan kualitas karakter yang dimiliki para santriwati.
Mendidik anak dalam keluarga diharapkan anak mampu
berkembang kepribadiannya, menjadi manusia dewasa yang memiliki
sikap yang positif terhadap agama, kepribadian kuat dan mandiri,
berperilaku ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang
berkembang secara optimal (Mansyur,2005:353). Penerapan pendidikan di
pondok pesantren seperti halnya pendidikan di lingkungan keluarga. Pola
asuh yang ada di dalam pondok pesantren bertujuan agar santriwatinya
mampu berkembang kepribadiannya, mengerti tentang kaidah beragama,
berkepribadian yang kuat dan mandiri, memiliki potensi yang berkualitas
jasmani maupun rohaninya.
Oleh karena itu, dalam prosses perkembangan santriwati tersebut,
tentunya tidak dapat terlepas dari peran pengasuh pondok pesantren dalam
mengasuh santriwatinya. Dengan demikian, dibutuhkan pola asuh yang
tepat dalam kehidupan para santriwati.
Pesantren menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan
keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai
tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan
keteladanan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan milieu
(lingkungan) juga sangat penting.
Pesantren memiliki pola pendidikan yang berbeda dengan pola
pendidikan pada umumnya. Di pesantren terdapat pengawasan yang ketat
menyangkut tata norma atau nilai terutama tentang perilaku peribadatan
khusus dan norma-norma mu’amalat tertentu. Bimbingan dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai boleh dikatakan hampir tidak
ada. Jadi, pendidikan dipesantren titik tekannya bukan pada aspek kognitif,
tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik (Makalah peranan
BAB III
PROFIL PONDOK PESANTREN TA’MIRUL ISLAM
A. Sejarah singkat Pondok Pesantren Ta’mirul Islam
Pada hakikatnya Pondok Pesantren Ta’mirul Islam ini telah
direncanakan sejak berdirinya masjid Tegalsari Surakarta pada tanggal 28
Oktober 1928 oleh para ulama yang berada di desa Tegalsari. Namun
cita-cita suci tersebut tidak dapat terwujud dikarenakan suatu hal yang tidak
memungkinkan, yang pada saat itu Indonesia masih dijajah oleh Belanda.
Tahun 1968, cita-cita untuk mendirikan pondok pesantren mulai
dirintis dengan dibentuknya yayasan Ta’mirul Masjid Tegalsari Surakarta. Yayasan ini kemudian mendirikan SD Ta’mirul Islam. Dan pada tahap perkembangannya pada tahun 1979 didirikan SMP Ta’mirul Islam.
Untuk menjawab tantangan zaman dan harapan masyarakat sekitar,
pada tanggal 14 Juni 1986 Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Surakarta resmi berdiri dengan diawali kegiatan berupa Pesantren Kilat atau yang
populer disebut Pesantren Syawal, karena dilaksanakan pertama kali pada
bulan Syawal.
Pendirian Pondok Pesantren Ta’mirul Islam Tegalsari Surakarta
diprakarsai oleh:
1. KH. Naharussurur (Alm)
2. Hj. Muttaqiyah (Almh)
4. Muhammad Wazir Tamami, SH. (Direktur SDM)
Keberadaan pondok pesantren di tengah-tengah kampung Tegalsari
ini disambut baik oleh masyarakat sekitar pondok maupun masyarakat
luas. Khususnya bagi mereka yang ingin mempelajari dan menelaah
ilmu-ilmu duniawi serta ukhrawi. Mengingat manusia tidak bisa dipisahkan oleh
dua hal ini.
Berdirinya pondok pesantren Ta’mirul islam ini didorong dengan
adanya motivasi yang bertujuan untuk menambah kemajuan bagi pondok,
baik dari mulai berdiri sampai sekarang untuk menjadi pondok yang
dicita-citakan oleh segenap kaum muslimin motivasi tersebut antara lain:
1. Menciptakan ulama bagi umat. Surat Al-Mulk ayat 5 yang berbunyi,
“Seungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar syaitan, dan kami
sediakan bagi mereka api neraka yang menyala-nyala”.
2. Adanya kelebihan pondok pesantren dari lembaga pendidikan lain
(non pondok), yaitu keuntungan yang bersifat batiniyah dan
dlohiriyah.
3. Ingin mempersatukan dan mempererat hubungan antar ummat. Untuk
ini Pondok Pesantren Ta’mirul Islam berkedudukan untuk semua
golongan ummat dan tidak di bawah satu golongan (Buku Panduan
PPTI 2005)
Pondok Pesantren Ta’mirul Islam beralamat Jln. KH. Samanhudi
No. 3 Kampung tegalsari Kelurahan Bumi Kecamatan Laweyan Kota
Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Adapun letak KMI Ta’mirul Islam
berbatasan dengan:
1. Sebelah Barat : Perkampungan Tegalsari
2. Sebelah Utara : Jl. KH. Samanhudi
3. Sebelah Timur : Jl. Dr. Wahidin
4. Sebelah Selatan : Perkampungan Tegalsari (Observasi di Pondok
Pesantren Ta’mirul Islam pada)
C. Visi, Misi, motto, dan Panca Jiwa Pondok
1. Visi
Visi Pondok Pesantren Ta’mirul Islam adalah menciptakan kader
ulama bagi ummat. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat
Al-Mulk ayat 5 yang berbunyi:
pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (QS. Al-Mulk 67: 5)
Bintang dari kehidupan di dunia adalah ulama, maka ulama lah
yang akan menjaga umat manusia dari kenistaan hidup di dunia yang
sifatnya hanya sementara.
2. Misi
Misi yang diemban adalah:
a. Memperbaiki serta meningkatkan akhlaq para penerus bangsa. Hal
ini merupakan kelebihan pondok pesantren dari lembaga
pendidikan lain. Yaitu keuntungan yang bersifat batiniyah dan
dlohiriyah.
b. Mempersatukan dan mempererat hubungan antar ummat. Untuk itu
Ta’mirul Islam berkedudukan untuk semua golongan dan tidak di
bawah satu golongan.
c. Membentuk generasi yang Tarbawi dan Islami.
3. Motto
Adapun motto pondok yang selama ini selalu dijadikan pegangan
adalah:
a. Isoh Ngaji Lan Ora Kalah Karo Sekolah Negri. Dengan motto ini
diharapkan santri dapat memperdalam ilmu-ilmu yang bersifat
ukhrowiyah maupun duniawi.
Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga apa yang dilakukan
santri diharapkan selalu sesuai dengan Al-Qur’an.
c. Al-Lughotul Libaasul Ma’had. (Bahasa adalah Pakaian Pondok). Dengan menggunakan bahasa Arab dan inggris sebagai pengantar
dalam kegiatan keseharian di pondok, diharapkan semua santri
mampu mendalami semua disiplin ilmu. Karena kedua bahasa telah
menjadi bahasa Internasional.
4. Panca Jiwa Pondok
Disamping motto yang ada, Ta’mirul Islam mempunyai panca jiwa yang menjadi ruh pondok dalam setiap aktivitas sehari-hari. Lima
Panca Jiwa itu adalah:
a. Jiwa Keikhlasan.
(Sepi ing pamrih). Bukan karena didorong oleh keinginan mencari
keuntungan tertentu, tetapi semata-mata karena Allah SWT. Hal ini
meliputi segenap kehidupan di pondok. Ustadz/ustadzah ikhlas
dalam mengajar, para santripun ikhlas dalam belajar.
b. Jiwa Kesadaran.
Segenap pengasuh, ustadz maupun ustadzah serta para santri
melaksanakan perannya masing-masing dengan penuh kesadaran.
Semua tahu dan mengerti akan tugasnya, yaitu beribadah lillahi
ta’ala.
Kehidupan di pondok diliputi suasana kesederhanaan tapi agung.
Sederhana belum tentu pasif atau miskin, tetapi sederhana
mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati dalam menghadapi
perjuangan hidup dengan kesulitan.
d. Jiwa Keteladanan.
Setiap orang itu harus siap menjadi teladan dalam kebaikan bagi
orang lain. Seorang Kyai akan selalu diteladani oleh para guru dan
santrinya, para ustadz dan ustadzah harus menjadi teladan yang
baik untuk para santrinya. Santri yang junior harus mau meneladani
kakak-kakaknya yang baik dan begitu seterusnya. Sehingga satu
sama lain saling meneladani dalam hal kebaikan.
e. Jiwa Kasih Sayang.
Kasih sayang menjadi ruh pendidikan. Kesombongan, kebodohan,
kemalasan dan kemarahan hanya dapat diluruskan dengan kasih
sayang. Kasih sayang yang benar yang tidak menghalangi
ditegakkannya kedisiplinan dan peraturan. Seorang anak yang
mendapat sangsi dari pengasuhnya, bukanlah sedang dihukum
karena dendam atau kemarahan, tetapi semata-mata adalah untuk
perbaikan dengan penuh kasih sayang.
Kegiatan Belajar Mengajar Ta’mirul Islam meliputi beberapa unit
kegiatan, yaitu:
1. Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah (KMI)
Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah Ta’mirul Islam (pendidikan
setingkat SMP/MTs dan SMA/MA) Kulliyatul Mu’allimat Al -Islamiyah (KMI) adalah salah satu lembaga yang menangani pendidikan tingkat menengah di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam.
lembaga ini didirikan tanggal 20 Agustus 1989. Kulliyatul Mu’allimat Al-Islamiyah (KMI) merupakan lembaga pendidikan Guru Islam yang
mengutamakan pemmbentukan kepribadian dan sikap mental, dan
menanamkan ilmu pengetahuan Islam.
Dalam sejarah perjalanannya, KMI pada awalnya merupakan
singkatan dari Kulliyatul Mujahidin Al-Islamiyah, kemudian pada tahun 2003 berubah nama menjadi Kulliyatul Mu’allimin Al
-Islamiyah sampai sekarang. Hal ini tidak terlepas dari misi Pondok
Pesantren Ta’mirul Islam yakni membentuk generasi tarbawi dan
Islami.
a. Program pendidikan
Program ini diperuntukkan bagi siswa lulusan sekolah dasar
(SD) atau Madrasah Ibtida’iyah (MI), dengan masa belajar 6 tahun,
yakni ditempuh dari kelas 1 (setingkat kelas VII SMP/MTs) secara
berurutan sampai kelas VI (setingkat kelas XII SMA/ MA).