• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KONSEP EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIENT ARY GINANJAR AGUSTIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KONSEP EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIENT ARY GINANJAR AGUSTIAN"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KONSEP EMOSIONAL

DAN SPIRITUAL QUOTIENT ARY GINANJAR AGUSTIAN

SKRIPSI

Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kegururan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

Oleh: Fahmi Bastian NIM: 121 08 012

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.

seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

(QS. Al Hujaraat, 11)

(7)

KATA PENGANTAR

الله الرحمن الرحيم مسب

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam tercurah kepada Khatamul Anbiya Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi yang berjudul “Pendidikan Islam menurut Konsep

Emosional dan Spiritual Quotient Ary Ginanjar Agustian” ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan juga arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih sedalam dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Rohayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI

4. Bapak Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan tulus, ikhlas membimbing penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

(8)

ABSTRAK

Bastian, Fahmi. 2015. Pendidikan Islam Menurut Konsep Emosianal dan Spiritual Quotient Ary Ginanjar Agustian. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Drs. Ahmad Sultoni, M.Pd.

Kata Kunci: Pendidikan islam, Konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang, dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut tentunya harus dibina seluruh potensi yang dimiliki, yaitu potensi spiritual, kecerdasan, perasaan dan kepekaan, karena potensi-potensi itu merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah pertama, ingin mengetahui konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian. Kedua, untuk mengetahui relevansi konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian dengan Pendidikan Islam.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan memakai metode deskriptif, yaitu penelitian yang bermaksud membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian, dalam arti akumulasi data dasar dengan cara deskriptif semata. Penelitian ini menggunakan Metode Riset Perpustakaan (library research). Dengan teknik analisis deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan deduktif dan pendekatan induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian mempunyai relevansi dengan Pendidikan Islam. Bahwa konsep pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual yang digagas Ary Ginanjar Agustian dengan Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk membentuk Insan Kamil (manusia sempurna) dan menumbuh-kembangkan potensi dasar manusia (fitrah / god spot) atau manusia yang baik di mata manusia dan baik di hadapan sang Khalik (secara vertikal dan horizontal) atau istilah dalam pendidikan Nasional adalah manusia seutuhnya.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN KELULUSAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR ...vi

ABSTRAK ...vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

D. Kegunaan Penelitian... 5

E. Metodologi Penelitian... 6

F. Penegasan Istilah ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : BIOGRAFI ARY GINANJAR AGUSTIAN A. Latar Belakang Munculnya Konsep ESQ... 14

B. Latar Belakang Pendidikan...16

C. ESQ Leadership Center... 16

D. Karya-karya Ary Ginanjar ... 18

(10)

BAB III : PENDIDIKAN ISLAM KONSEP EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIENT ARY GINANJAR AGUSTIAN

A.Pendidikan Islam...21

1. Pengertian Pendidikan Islam...21

2. Dasar Pendidikan Islam...22

3. Tujuan Pendidikan Islam... .25

4. Nilai Pendidikan Islam...28

B. Deskripsi Konsep ESQ ... 32

1. Definisi ESQ... 34

2. ESQ Model... 35

a. Zero Mind Proses... 36

b. Mental Building... 41

c. Personal Strenght... 47

d. Sosial Strenght... 49

3. Menerapkan Spiritual Capital... 52

4. Prinsip Tauhid... 55

5. Hubungan Kerja Sama Antara EQ, IQ, dan SQ Dalam ESQ Model... 56

6. Konsep Keseluruhan ESQ Model... 59

(11)

A. Pendidikan Islam Menurut Konsep Emosional dan Spiritual Quotient

Ary Ginanjar Agustian...62

1. Penanaman Ihsan (Penjernihan Emosi dan Pikiran)...63

2. Penanaman Iman (Aqidah)... 67

3. Penanaman Keislaman (Ibadah dan Akhlak)...74

a. Pemeliharan Karakter Melalui Ibadah (Amaliyah)... 74

b. Penanaman Akhlak (Khuluqiyah)... 86

B. Relevansi Konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian dengan Pendidikan Islam ... 94

BAB IV : PENUTUP A.Kesimpulan... 97

B.Saran-saran... .99

C.Penutup... .100 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Apa yang terjadi di masa lalu dan saat ini merupakan pelajaran berharga untuk dijadikan bahan refleksi di dalam merumuskan pendidikan Islam yang ideal di masa mendatang. Dengan melihat laju perubahan zaman yang berjalan begitu cepat, kita tentunya sadar bahwa persoalan yang dihadapi oleh pendidikan Islam di masa mendatang sangat kompleks, baik persoalan internal maupun eksternal.

Rumusan pendidikan Islam yang ideal di masa mendatang tentu harus merujuk kepada al-Qur‟an dan Hadits sebagai sumber utama kegiatan pendidikan Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam surat As Syuura ayat 52:

Artinya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Alquran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (Tafsir Nurul Islam jilid 16,2006:587).

(13)

pendidikan Islam yang dirumuskan bisa jadi tidak relevan dan tidak mampu menjawab persoalan-persoalan krusial yang dihadapi umat Islam.

Krisis akhlak menjadi pangkal penyebab timbulnya krisis dalam berbagai kehidupan bangsa saat ini belum ada tanda-tanda untuk berakhir. Kebobrokan moral semacam inilah yang dihadapi Rasulullah saw pada awal perjuangannya. Itulah sebabnya fokus perhatian dakwah beliau diarahkan pada upaya penyempurnaan akhlak.

Itulah sebabnya belakangan ini banyak sekali seminar yang digelar kalangan pendidik yang bertekad mencari solusi untuk mengatasi krisis akhlak itu. Para pemikir pendidikan menyerukan agar kecerdasan akal diikuti dengan kecerdasan moral, pendidikan agama dan pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan global, pendidikan harus memberikan kontribusi yang nyata dalam mewujudkan masyarakat terdidik yang dilandasi dengan akhlak yang baik (Abuddin, 2002:221).

(14)

dilakukan tidak lain adalah untuk membekali peserta didik agar mampu melaksanakan amanat dan tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah swt (Nizar, 2002:189).

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang, dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara sempurna diharapkan ia dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Untuk dapat melaksanakan pengabdian tersebut tentunya harus dibina seluruh potensi yang dimiliki, yaitu potensi spiritual, kecerdasan, perasaan dan kepekaan, karena potensi-potensi itu merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga (Abuddin, 1997: 51).

Pokok pikiran di atas memberikan gambaran bahwa baik secara teoritis dan praktis pendidikan Islam yang ditawarkan harus mampu mengakomodir semua dimensi dan potensi tersebut dalam sebuah sistem pendidikan yang integral dan utuh. Dengan berpijak pada acuan ini, pendidikan Islam akan mampu memainkan perannya dalam menciptakan manusia berkualitas, baik secara material maupun spiritual. Jika tidak, berbagai upaya tersebut akan mengalami stagnasi dan kegagalan dalam upaya memadukan potensi-potensi tersebut.

(15)

quotient pada diri anak didik, karena kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ) adalah cara kita menggunakan makna, nilai, tujuan, dan motivasi spiritual dalam proses berfikir kita (IQ) dan proses merasa kita (EQ) dalam membuat keputusan serta dalam berfikir atau melakukan sesuatu (Agustian, 2001:47).

Dalam pengembangan dan peningkatan emotional quotient berbeda dengan intellectual quotient, yang umumnya hampir tidak berubah selama anak hidup. Bila kemampuan murni kognitif relatif tidak berubah, maka sesungguhnya kecakapan emosional dan spiritual dapat dipelajari kapan saja, dengan motivasi dan usaha yang benar maka penguasaan emosi dan spiritual tersebut dapat diwujudkan (Agustian, 2001:3).

Dari uraian tersebut di atas, maka dalam pembahasan ini penulis mencoba menguraikan PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KONSEP EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIENT ARY GINANJAR AGUSTIAN.

Dalam pengembangan serta mensinergikan ketiga kecerdasan (intellectual, emotional dan spiritual quotient) tersebut, dalam konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian terdapat nilai-nilai Pendidikan Islam yang berasal dari inti ajaran Islam yang selama ini hanya dianggap sebagai ritualitas saja. B. RUMUSAN MASALAH

(16)

1. Bagaimana konsep emosional dan spiritual quotient Ary Ginanjar Agustian?

2. Bagaimana Relevansi konsep Emosional dan Spiritual Quotient Ary Ginanjar Agustian dengan Pendidikan Islam?

C. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai permasalahan diatas maka tujuan penelitian yang diharapkan dapat tercapai yaitu:

1. Untuk mengetahui konsep emosional dan spiritual quotient Ary Ginanjar Agustian

2. Untuk mengetahui Relevansi konsep emosional dan spiritual quotient Ary Ginanjar Agustian dengan tujuan pendidikan islam

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Sesuai permasalahan diatas maka kegunaan penelitian yang diharapkan dapat tercapai yaitu:

1. Teoritis

a. Dapat menjadi salah satu sumber informasi tentang pendidikan Islam menurut ESQ Ary Ginanjar Agustian secara mendalam. b. Dapat memperluas pengetahuan tentang pendidikan Islam menurut

konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian. 2. Praktis

(17)

b. Ingin memberikan sumbangsih pemikiran pada praktisi dan akademisi pendidikan islam tentang pendidikan islam menurut konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian

c. Bagi pihak penulis secara pribadi berguna, karena merupakan yang pertama kali dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian studi di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Salatiga. E. METODE PENELITIAN

Pada dasarnya penelitian adalah kegiatan untuk menemukan, mengembangkan dan mengkaji suatu pengetahuan, oleh karena itu penelitian harus didasarkan pada penyelidikan dan pengumpulan data dengan analisa yang logis untuk tujuan yang tertentu.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research) yaitu serangkaian kegiatan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mestika, 2004: 3).

(18)

Dalam hal ini mengkaji tentang Pendidikan Islam menurut konsep Emosional dan Spiritual Quotient Ary Ginanjar Agustian. Oleh karena itu penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan kajian pustaka, yakni dengan menuliskan, mengedit, mengklarifikasi, mereduksi, dan menyajikan data.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan literer/library qualitative dengan memakai metode deskriptif, yaitu penelitian yang bermaksud membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian kejadian, dalam arti akumulasi data dasar dengan cara deskriptif semata.Deskripsi yang dibuat bertujuan menuliskan secara sistematis bahasan penelitian (Suryabrata, 1995:76). Penelitian ini dimaksud untuk meneliti kondisi kehidupan Ary Ginanjar Agustian dalam kapasitas penemu konsep ESQ yang tentunya mengalami tahap-tahap pemikirannya.

3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penyusunan ini diperoleh melalui kajian pustaka dan dokumentasi.

a. Kajian Pustaka

(19)

relevansinya dengan permasalahan yang sedang dibahas (Mestika, 2004: 1-2).

b. Dokumentasi

Dokumentasi dalam arti sempit adalah data variable yang berbentuk tulisan, Sedangkan dokumen dalam arti luas meliputi dokumen, foto, tape recorder, VCD dan sebagainya, Pengumpulan data melalui dokumentasi ini dihasilkan dari internet, majalah dan informasi lainnya (Koentjoroningrat,1994:46).

4. Sumber data

Sumber data penelitian ini diambil dari berbagai sumber tertulis, diantaranya sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Yaitu sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama. Sumber data penulisan ini diambil dari buku yang ditulis oleh Bapak Ary Ginanjar Agustian, yaitu:

“Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan

Spiritual”.

“Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power”.

b. Sumber data sekunder

(20)

5. Metode analisis data

a. Analisis Isi (Content Analysis)

Setelah data terkumpul, data dipilah-pilah. Diklarifikasikan dan dikategorikan sesuai tema pembahasan yang peneliti angkat. Proses analisis ini dilakukan dengan menggunakan Content Analysis, yaitu mengungkap isi pemikiran tokoh yang diteliti (Nawawi,1993:68)

Holsti, sebagaimana dikutip Lexy J. Moeloeng mengemukakan bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong, 2001: 163).

b. Induksi

Cara berfikir induksi adalah pembahasan yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus, konkrit, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum (Hadi, 2000: 43).

c. Deduksi

(21)

F. PENEGASAN ISTILAH

Untuk memperjelas penulisan, terlebih dahulu penulis sampaikan beberapa pengertian kata kunci dalam penelitian ini, antara lain:

1. Pendidikan Islam

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi

“mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan, oleh karenanya

diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan Menurut bahasa Yunani, Pendidikan berasal dari kata “pedagogi” yaitu kata “paid” artinya anak, sedangkan

agogos” artinya membimbing, sehingga pedagogi dapat diartikan

sebagai ilmu dan seni mengajar anak” (kamus besar,1994:232).

Pendidikan islam sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka Pendidikan Islam memerlukan sebuah dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar tersebut ia akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini dasar yang menjadi acuan Pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan (Nizar, 2002:34).

(22)

Pendidikan Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam itu sendiri (Rosyadi, 2004:153).

Menurut Ahmad D. Marimba (1989:19) memberikan definisi pendidikan dalam konteks Pendidikan Islam. Ia mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Di dalam al-Qur‟an atau hadist sebagai sumber utama ajaran Islam dapat ditemukan kata-kata atau istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu rabba, „allama, dan addaba. Dari ketiga istilah tersebut kata rabba paling sering dipakai, yang bentuk masdarnya menjadi tarbiyah. Oleh karenanya tarbiyah yang berarti mendidik dan memelihara secara implisit di dalamnya terkandung istilah Rabb (Tuhan) sebagai Rabb al-alamin (Achmadi, 2005:24).

Sementara Achmadi memberikan pengertian Pendidikan Islam sebagai segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah serta sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi, 2005:29).

Jadi menurut uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam mempunyai tujuan yaitu mengoptimalkan seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan.

(23)

Konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian berarti rancangan atau ide dari Ary Ginanjar Agustian tentang kecerdasan emosional dan spiritual yang dikembangkan melalui penghayatan dari inti ajaran Islam, yaitu Rukun Iman dan Rukun Islam. Konsep ini ia tuangkan dalam sebuah buku yang sempat menjadi best seller, yaitu Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Arga Jakarta pada tahun 2001.

Dalam menjelaskan kecerdasan emosional dan spiritual tersebut, penulis selalu memberikan contoh dari kisah nyata kehidupan yang dialaminya atau dari pengalaman orang lain, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami aspek kecerdasan tersebut.

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar lebih mudah dalam memahami tata urutan pembahasan dan kerangka berfikir, maka penulis menguraikan tentang sistematika pembahasan dalam skripsi ini, meliputi:

Bagian Awal, Pada bagian ini terdiri dari: halaman judul, halaman pengesahan, halaman keaslian, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstraksi, halaman daftar isi.

(24)

BAB II Biografi Ary Ginanjar Agustian, bab ini menjelaskan tentang biografi Ary Ginanjar Agustian yang meliputi riwayat hidup, latar belakang pemikiran, sosio-historis Ary ginanjar serta karya dan penghargaan yang pernah di dapatkan.

BAB III Pendidikan Islam dan Konsep Emotional Dan Spiritual Quotient Ary Ginanjar Agustian, bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang berkiatan dengan pendidikan islam, meliputi: pengertian pendidikan islam, dasar-dasar pendidikan islam, tujuan pendidikan islam dan nilai-nilai pendidikan islam, serta pemikiran Ary Ginanjar tentang konsep ESQ yang meliputi pengertian, model ESQ dan penerapannya.

BAB IV Analisis Tentang Pendidikan Islam Menurut Konsep Emotional Dan Spiritual Quotient Ary Ginanjar Agustian, bab ini menjelaskan tentang relevansi konsep emotional dan spiritual quotient Ary Ginanjar Agustian dengan pendidikan islam.

BAB V Penutup, bab ini akan menguraikan tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup.

(25)

BAB II

BIOGRAFI ARY GINANJAR AGUSTIAN A. Latar Belakang Munculnya Konsep ESQ

Di balik keberhasilan ESQ yang fenomenal, tentulah berdiri seorang tokoh yang inovatif dan kreatif. Tokoh pencetus ide sekaligus pendiri ESQ Leadership Center adalah Ary Ginanjar Agustian.

Ary Ginanjar Agustian juga seorang tokoh praktisi dalam bidang pelatihan SDM yang berkiprah di dunia usaha dan terjun langsung ke persaingan dunia bisnis yang sangat kompetitif dan penuh tantangan. Ia adalah seorang otodidak yang belajar langsung dari lapangan dan dunia usaha.

(26)

Meminjam istilah Dr. Ali Shariati, seseorang intelektual muslim, bahwa manusia adalah makhluk dua-dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan akan kepentingan dunia dan akhirat, oleh sebab itu, manusia harus memiliki konsep duniawi atau kepekaan emosi dan intelegensia yang baik (EQ plus IQ) dan penting pula penguasaan ruhiyah vertikal atau Spiritual Quatient (SQ). Dan merujuk pada istilah dua-dimensional tersebut, sebuah upaya penggabungan terhadap ketiga konsep dilakukan. Lewat sebuah perenungan yang panjang, Ary Ginanjar mencoba melakukan sebuah usaha penggabungan dari ketiga konsep tersebut dalam bentuk konsep ESQ (Emosional dan Spiritual Quotient) yang dapat memelihara keseimbangan antara kutub keakhiratan dan kutub keduniawian (Agustian, 2001: xx)

Sepuluh tahun mengerjakan proses pecarian dan penggalian yang mendalam terhadap sumber material tersebut. Semakin dalam penggalian tersebut itu dilakuakan semakin mendapatkan sebuah “kesimpulan” dari

(27)

B. Latar Belakang Pendidikan

Pengetahuan yang diperoleh Ary Ginanjar Agustian melalui beberapa tahap pendidikan. Universitas Udayana, Bali, dan Tafe College, Adelaide, Australia adalah akademik yang dipilih oleh Ary Ginanjar dalam menempuh pendidikan tingkat atas. Ary pernah menjadi pengajar tetap di Politeknik Universitas Udayana, Jimbaran, Bali selama lima tahun (www.wikipedia.com).

C. ESQ Leadership Center

Ary Ginanjar Agustian adalah Presiden direktur PT Arga Bangun Bangsa dan pendiri ESQ Leadership Center (ESQLC) ini dilahirkan oleh sepasang orang tua bernama Bapak H. Abdul Rahim Agustik dan Ibu Hj. Anna Ralana Rohim di Bali pada tanggal 24 Maret 1965, istrinya bernama Linda Damayanti dan dikaruniai 4 anak yang bernama Anjar, Erick, Rima dan Eqi (www.wikipedia.com).

Dia menyelesaikan pendidikan sarjana strata 1 di Universitas Udayana Bali dan dilanjutkan di Tafe College Adelaide South Australia dan juga melanjutkan di STP Bandung dan pernah menjadi pengajar tetap di Politeknik Universitas Udayana Bali (Agustian, 2001:ix).

(28)

metode ceramah yang ia praktekkan juga dirasakan kurang efektif karena hanya memberi pemahaman dalam tataran intelektual (teori) saja, tanpa menggugah emosi dan spiritual sebagaimana yang diharapkannya.

Karena itu, Ary Ginanjar Agustian kemudian merombak metode penyampaiannya menjadi training selama tiga hari dengan dilengkapi oleh multimedia dan sound system dan dalam rangka mendukung kegiatan pelatihannya Ary Ginanjar Agustian mendirikan ESQ Leadership Center yaitu sebuah lembaga training kepemimpinan dan sumber daya manusia.

Keberhasilannya dalam memberikan motivasi dan semangat perubahan melalui buku dan training tersebut, membuat Ary Ginanjar Agustian terpilih sebagai salah satu The Most Powerful People and Ideas in Business 2004 oleh Majalah Swasembada. Ia juga terpilih menjadi Tokoh Perubahan 2005 oleh Koran Republika, bukan hanya itu, ia juga didaulat menjadi pengurus dewan pakar ICMI periode 2005-2010 (www.esqway165.com).

(29)

Pada bulan Maret tahun 2007, Ary Ginanjar Agustian telah berhasil memperkenalkan ESQ kepada sejumlah pakar spiritual quotient (SQ) dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, Denmark, Belanda, Nepal dan India pada sebuah pertemuan yang diselenggarakan oleh The Oxford Academy of Total Intelligence di Inggris. Hingga kini, Ary Ginanjar Agustian telah mencetak kader hampir 100 trainer dan ia membina dan menurunkan seluruh ilmunya kepada para kadernya secara simultan melalui berbagai metoda: coaching, ToT, sistem mentor, CBT (computer based training), dll. Jumlah seluruh kader yang ia didik hingga awal 2009 mencapai lebih dari 600.000 orang.

Pada tanggal 17 Desember 2007, Ary Ginanjar dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa di bidang Pendidikan Karakter oleh Universitas Negeri Yogyakarta. Penghargaan ini menjadi indikator bahwa The ESQWay165 diterima di kalangan akademisi sebagai metode yang tepat untuk membangun karakter (www.aryginanjaresq.wordpres.com).

D. Karya-karya Ary Ginanjar Agustian

Diantara karya-karya beliau yang telah dipublikasikan, yaitu:

1. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ; The ESQ Way 165, 1 Ihsan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam

2. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power; sebuah Inner Journey melalui al-Ihsan

(30)

5. Untaian Mutiara 165

6. Nasehat Asmaul Husna. (www.wikipedia.com ) E. Penghargaan Dan Jabatan

Beberapa penghargaan dan jabatan yang pernah disandangnya adalah :

1. Tahun 2004, The Most Powerful and Ideas in Business oleh majalah SWA.

2. Tahun 2005, Agents Of Change oleh koran Republika.

3. Tahun 2008, Hero of New Peroid oleh majalah SIMPATI ZONE. 4. Tahun 2009, One Of The Most Powerful People oleh majalah Biografi

Politik.

5. Tahun 2009, ESQ Model sebagai metode pembangunan karakter oleh Kementrian Pemuda Dan Olahraga, Republik Indonesia.

6. Tahun 2009, Preaching Dedication oleh nahdlotul ulama.

7. Tahun 2009, Golden Honory Police oleh kepala kepolisian wilayah Jawa Barat.

8. Tahun 2010 – 2015 wakil ketua bidang agama, budaya dan pengembangan karakter bangsa, ICMI pusat.

9. Tahun 2011, Anugrah Darjat Khalifah Kalam dari PIKUM (Pertumbuhan Seni Silat Ikatan Kalam Utama) Malaysia.

10.Tahun 2012, penghargaan pemilik HAKI sukses dari Wakil Presiden RI.

(31)

12.Tahun 2013, Anugrah Integritas Nasional dari KUPAS (Komunitas Pengusaha Anti Suap ) indonesia.

(32)

BAB III

PENDIDIKAN ISLAM DAN KONSEP EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTIENT ARY GINANJAR AGUSTIAN

A. PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat

awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan

memberi latihan, oleh karenanya diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan Menurut bahasa Yunani, Pendidikan berasal dari kata “pedagogi” yaitu kata

paid” artinya anak, sedangkan “agogos” artinya membimbing, sehingga

pedagogi dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar anak” (Kamus bahasa indonesia,1994:232)

Dari pengertian pendidikan di atas Ahmad D. Marimba memberikan definisi pendidikan dalam konteks Pendidikan Islam. Ia mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba,1989:19).

Di dalam al-Qur‟an atau hadist sebagai sumber utama ajaran

(33)

menjadi tarbiyah. Oleh karenanya tarbiyah yang berarti mendidik dan memelihara secara implisit di dalamnya terkandung istilah Rabb (Tuhan) sebagai Rabb al-‘alamin (Achmadi,2005:24).

Manusia sebagai khalifatullah fi al-ardli memiliki tanggung jawab dalam pendidikan. Bertolak dari pandangan teosentrisme yang menjadikan Tuhan sebagai pusat ihwal kehidupan, istilah dan konsep tarbiyah menjadi tepat digunakan untuk memberi makna Pendidikan Islam sebagai implementasi peran manusia sebagai khalifatullah (Achmadi,2005:26).Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur‟an:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Qs. Al Baqoroh :30) (Tafsir Nurul Islam,2006:52).

Sementara Achmadi memberikan pengertian Pendidikan Islam sebagai segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah serta sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi,2005:29).

2. Dasar Pendidikan Islam

(34)

hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan (Nizar,2002:34)

Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna memerlukan suatu dasar yang kokoh, dalam artian kajian tentang Pendidikan Islam tidak boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam itu sendiri (Rosyadi,2004:153)

Dasar ideal pendidikan islam adalah identik dengan agama islam itu sendiri. Pendidikan islam utamanya memiliki empat macam yaitu:

a. Al-Qur‟an

Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur‟an merupakan petunjuk yang lengkap dan juga merupakan

pedoman bagi kehidupan manusia, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang bersifat universal. Al-Qur‟an merupakan

sumber pendidikan yang lengkap berupa pendidikan sosial, akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah (Syafaat dan Sahrani,2008:20)

Sebagaimana yang diungkapkan (Azyumardi,1998) bahwa Al-Qu‟an

(35)

b. Sunnah (Hadis)

Dasar yang kedua selain Al-Qur‟an adalah sunnah Rosulullah. Sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosulullah. Dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rosulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Seperti Al-Qur‟an, sunnah juga berisi akidah dan syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia yang seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Untuk itu Rosulullah menjadi guru dan pendidik utama (Syafaat dan Sahrani,2008:22).

As-sunnah dijadikan sebagai landasan dasar Pendidikan Islam yang kedua, karena Rasulullah SAW meletakkan Pendidikan Islam semenjak beliau diangkat menjadi utusan Allah. Misalnya beliau telah mengajarkan cara membaca dan menghafalkan kitab suci al-Qur‟an

beserta pengamalannya, seperti mendidik wudlu, sholat, dzikir, berdoa, dan sebagainya (Rosyadi,2004:154)

c. Perkataan, perbuatan, sikap para sahabat

Pada masa Khulafaur Rasyidin sumber pendidikan dalam islam sudah mengalami perkembangan. Selain Al-Qur‟an dan Sunnah, juga

perkataan dan perbuatan para sahabat. Oleh karena itu, dalam memahami Al-Qur‟an dan sunnah tidak sembarangan. Kita harus

(36)

dimiliki oleh para sahabat. Merekalan orang-orang yang paling paham tentang keduanya. Sebab, mereka telah mendapay pengajaran langsung dari pendidik terbaik yang ada di atas permukaan bimi ini yaitu Rosulullah saw. Melalui perantara merekalah, generasi setelahnya hingga generasi kita sekarang ini dapat mengetahui dan mengerti Al-Qur‟an dan Sunnah (Syafaat dan Sahrani,2008:28). d. Ijtihad

Salah satu sumber hukum Islam yang valid (muktama) adalah ijtihad. Ijtihad ini dilakukan untuk menetapkan hukum atau tuntutan suatu perkara yang adakalanya tidak terdapat di Al-Qur‟an dan Sunnah.

Ijtihad ini dilakukan untuk menjelaskan suatu perkara dan ditetapkan hukumnya bila tidak mendapat keterangan dari Al-Qur‟an maupun Sunnah. (Syafaat dan Sahrani,2008:29).

Ijtihad adalah istilah para fuqoha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islambuntuk menetapkan atau menentukan suatu syariat Islam. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan,termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada al-Qur‟an dan as-Sunnah dan diolah oleh akal yang sehat oleh para ahli Pendidikan Islam (Darajat,1996:21).

3. Tujuan Pendidikan Islam

(37)

mahluk Allah SWT, agar mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.

Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan (Darajat,1996:30).

Apabila perumusan tersebut di atas dikaitkan dengan ayat suci al- Qur‟an dan hadist, maka tujuan Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Menumbuhkan dan mengembangkan ketaqwaan kepada Allah SWT b. Menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah

SWT

c. Menanamkan dasar keimanan yang kuat kepada anak didik

Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana yang dikutip Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, tujuan Pendidikan Islam yaitu tujuan yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad Saw sewaktu hidupnya, yaitu pembentukan moral yang tinggi (Mujib dan Mudzakkir,2008:79).

(38)

menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan dan pewaris Nabi. Wajah-wajah Qur’ani tersebut yaitu:

a. Wajah kekeluargaan dan persaudaraan yang menumbuhkan sikap egalitarianisme.

b. Wajah yang penuh kemuliaan sebagai mahluk yang berakal dan dimuliakan.

c. Wajah yang kreatif yang menumbuhkan gagasan-gagasan baru dan bermanfaat bagi kemanusiaan.

d. Wajah yang penuh keterbukaan yang menumbuhkan prestasi kerja dan pengabdian mendahului prestasi.

e. Wajah yang monokotomis yang menumbuhkan integralisme sistem ilahiyyah (ketuhanan) ke dalam sistem insaniyyah (kemanusiaan) dan sistem kauniyyah (kealaman).

f. Wajah keseimbangan yang menumbuhkan kebijakan dan kearifan dalam mengambil keputusan.

g. Wajah kasih sayang menumbuhkan karakter dan aksi solidaritas dan sinergi.

h. Wajah alturistik yang menumbuhkan wajah kebersamaan dalam mendahulukan orang lain.

i. Wajah demokrasi yang menumbuhkan wajah penghargaan dan penghormatan terhadap persepsi dan aspirasi yang berbeda.

(39)

k. Wajah disiplin yang menimbulkan keteraturan dan ketertiban dalam kehidupan.

l. Wajah manusiawi yang menumbuhkan usaha menghindarkan diri dari dominasi dan eksploitasi.

m.Wajah penuh kesederhanaan yang menumbuhkan rasa dan karsa menjauhkan diri dari pemborosan.

n. Wajah yang intelektual atau terpelajar yang menumbuhkan daya imajinasi dan daya cipta.

o. Wajah bernilai tambah (added value) (Mujib dan Mudzakkir,2008:83-84).

4. Nilai Pendidikan Islam

Pendidikan Islam bertujuan menciptakan manusia yang saleh dan ideal dalam atmosfer kehidupan sosial masyarakat, sekaligus berusaha untuk kebahagiaan akhiratnya. Oleh karena itu jika menginginkan agar Pendidikan Islam tetap menjadi sesuatu yang istimewa dan memiliki fungsi yang optimal, maka harus dilakukan internalisasi nilai-nilai ajaran Islam dalam berbagai aspeknya.

(40)

dari masa berlakunya, nilai dapat dibagi menjadi nilai abadi, pasang surut dan temporal (Darajat,1996:98-99).

Sedangkan H.M. Arifin mendefinisikan sistem nilai sebagai suatu keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih komponen yang satu sama lain saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat yang berorientasi kepada nilai (Arifin,2000:139) Sistem nilai yang dijadikan kerangka acuan yang menjadi rujukan cara berperilaku lahiriyah dan rohaniah manusia muslim adalah nilai yang diajarkan dalam al-Qur‟an dan Hadis. Jadi, sistem nilai dalam Pendidikan Islam adalah bersifat menyeluruh, bulat dan terpadu, tidak terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama lainnya berdiri sendiri. Sebagai sebuah kebulatan, nilai menurut M. Arifin itu mengandung dua aspek, yaitu aspek normatif (kaidah, pedoman) dan aspek operatif (menjadi landasan amal perbuatan) (Arifin,2000:140).

Melihat dari segi normatif, sistem nilai dalam Pendidikan Islam mengandung arti hitam-putih, yaitu pertimbangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, haq dan batil, diridhai dan dimurkai oleh Allah. Dan dari segi operatif nilai tersebut dibagi menjadi lima kategori yang menjadi prinsip dasar perbuatan manusia yaitu nilai wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.

(41)

dari nilai rasional, nilai individual, nilai sosial, nilai biofisik, nilai ekonomi, nilai politik dan nilai estetik (Thoha,1996:65).Dua jenis nilai, yakni nilai ilahiyyah dan nilai etik insaniyyah ini saling berkaitan secara integral dan menyeluruh serta tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.

Sistem nilai dalam Pendidikan Islam mempunyai keunggulan universal, berbeda dengan sistem nilai lainnya. Sayyid Abul A‟la al Maududi sebagaimana dikutip M. Arifin menyebutkan 3 ciri utama, yaitu:

a. Keridhaan Allah merupakan tujuan hidup muslim yang utama. b. Ditegakkan nilai-nilai Islam berkuasa penuh atas segala aspek

kehidupan manusia.

c. Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan yang didasarkan atas norma-norma kebajikan dan jauh dari kejahatan (Arifin,2000:142).

(42)

cara berperilaku lahiriyyah dan rohaniyyah seorang muslim adalah nilai yang sesuai dengan ajaran al-Qur‟an dan al-Hadist.

Secara normatif, tujuan yang ingin dicapai dalam proses aktualisasi nilai-nilai al-Qur‟an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan oleh pendidikan.58 Ketiga hal tersebut yaitu:

a. Dimensi spiritual yaitu iman, takwa, dan akhlak mulia (yang tercermin dalam ibadah dan muamalah).

b. Dimensi budaya, yaitu kepribadian yang mantap dan mandiri, tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

c. Dimensi ini secara universal menitikberatkan pada pembentukan kepribadian muslim sebagai individu yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor dasar (bawaan) dan faktor ajar (lingkungan), dengan berpedoman kepada nilainilai ke-Islaman. d. Dimensi kecerdasan yang membawa kepada kemajuan, yaitu cerdas,

kreatif, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif.

e. Dimensi kecerdasan ini berimplikasi bagi pemahaman nilai-nilai al-Qur‟an dalam pendidikan.

(43)

seseorang dengan masyarakat, namun juga mengarahkan manusia kepada pribadi yang diridhai Allah SWT.

Al-Qur‟an memuat nilai normatif yang menjadi acuan dalam

Pendidikan Islam, nilai-nilai tersebut yaitu:

a. „Itiqadiyyah yaitu yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir serta qada‟ dan qadar.

b. Khuluqiyyah yaitu yang berkaitan dengan pendidikan etika, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.

c. ‘Amaliyyah yaitu yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari hari meliputi pendidikan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji dan pendidikan muamalah.

B. DESKRIPSI KONSEP ESQ

ESQ adalah kecerdasan yang menentukan tingkat keberhasilan manusia dalam kehidupan, baik sebagai khalifah fil al-ard maupun sebagai „abd. ESQ yang diusung oleh Ary Ginanjar Agustian ini, dibangun dengan

(44)

mengelaborasikan EQ dan SQ dengan nilai-nilai yang dianutnya (Islam) menjadi suatu integrasi yang utuh tanpa dikotomi. Ia menulis:

”Selama ini banyak berkembang dalam masyarakat kita sebuah pandangan dengan stereotip, dikotomisasi antara dunia dan akhirat. Dikotomisasi antara unsur-unsur kebendaan dan unsur agama, antara unsur kasat mata dan tak kasat mata. Materialisme versus orientasi nilai-nilai Ilahiyah semata. Mereka yang memilih keberhasilan di alam “vertikal” cenderung berfikir bahwa kesuksesan di dunia justru adalah sesuatu yang bisa “dinisbikan” atau sesuatu yang bisa demikian mudahnya „dimarginalkan‟. Hasilnya mereka unggul dalam kekusyu‟an berdzikir dan kekhidmatan berkontemplasi namun menjadi kalah dalam percaturan ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial, politik dan perdagangan di alam “horizontal”. Begitupun sebaliknya yang hanya berpijak pada alam kebendaan, kekuatan berpikirnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan dzikir. Realitas kebendaan yang masih membelenggu hati, tidak mudah baginya untuk berpijak pada alam fitrahnya (zero mind)”.

Dengan didasarkan pada realitas di atas maka dengan berbekal pada pengalamannya pada dunia bisnis – Ary Ginanjar Agustian adalah seorang pengusaha muda yang tergabung dalam HIPMI dan telah menekuni dunia training kepribadian, pengembangan diri dan karir – dan atas bimbingan spiritual KH. Habib Adnan, menemukan suatu model kecerdasan “alternatif” berupa ESQ model. ESQ model ini kemudian dituangkan dalam

bentuk buku “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

(45)

kedua energi tersebut menyusun metode yang lebih dapat diandalkan dalam menemukan yang benar dan hakiki. Secara sederhana Ary Ginanjar Agustian menggambarkan konvergensi bentuk kecerdasan tersebut sebagai berikut:

SQ ESQ

TUHAN TUHAN

ESQ

Manusia Manusia

Manusia

Manusia Manusia Untuk mengetahui konsep ini penulis akan mengutipkan per bagian, dari bagian-bagian penting yang akan menjadi bahan analisis dalam skripsi ini. Bagian-bagian tersebut yaitu:

1. Definisi ESQ

Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan ilmu ESQ (Emotional Spiritual Quotient) adalah ilmu pengetahuan baru yang menjabarkan tentang suatu fenomena “gerakan thawaf spiritual” atau spiritual kosmos,

(46)

sistematis untuk mengolah dan mengatur energi spiritual. ESQ Model juga bertujuan agar setiap diri manusia memiliki sebuah “mata hati” yang

mampu untuk melihat, apakah seseorang sudah menjejakkan diri pada garis orbit yang benar (in line) dan mengitari pusat orbit yang tepat (on line) (Agustian, 2003:20).

2. ESQ Model

ESQ Model adalah sebuah mekanisme sistematis untuk mengatur ketiga dimensi manusia, yaitu body, mind dan soul atau dimensi fisik, mental dan spiritual dalam satu kesatuan yang integral. Sederhananya, ESQ berbicara tentang bagaimana mengatur tiga komponen utama, yaitu Iman, Islam dan Ihsan dalam keselarasan dan kesatuan tauhid. Seperti diketahui bahwa dalam setiap diri manusia ada titik Tuhan (God spot) yang didalamnya terdapat energi berupa percikan sifat-sifat Allah Sang Pencipta. Dalam God spot ini bermuara suara hati Ilahiyyah yang merupakan collective unconscious, yang kemudian berpotensi besar sebagai kekuatan spiritual (SQ). Suara-suara hati milik sang Ilahi dalam God spot ini dinamakan Spiritual Capital. Pada titik inilah terjadi komunikasi Ilahiyyah, yang senantiasa memberitahu apa saja yang diinginkan-Nya. Melalui titik ini pula, ia memberitahu larangan-Nya agar manusia selaras dengan ketentuan alam semesta. Namun, inner value dan drive yang terdapat dalam God spot ini seringkali tertutup oleh “lingkaran hitam” yang di dalamnya dipenuhi oleh persepsi atau paradigma dunia

(47)

Oleh karena itu, ada beberapa langkah untuk membuka “lingkaran hitam” atau mengaktifkan SQ, yaitu :

a. Membersihkan diri secara lahiriah dan batiniah atau melalui Zero Mind Process (ZMP) yaitu sebuah proses yang bertujuan untuk membersihkan hati dari belenggu yang menutupinya atau upaya untuk mengenali dan menghapus apa yang menutupi potensi dalam God spot, sehingga spiritual power muncul. Belenggu-belenggu tersebut, yaitu ( Agustian, 2001:74):

ZERO MIND PROCESS

Bagan Zero Mind Process 1.1

1) Prasangka

Salah satu faktor yang mempengaruhi keobjektifan seseorang dalam melihat suatu hal, yaitu adanya prasangkaprasangka atau dugaan-dugaan orang tersebut. Orang yang sering dipengaruhi oleh prasangka prasangka yang buruk atau negatif, maka ia sering terjerumus dalam kesalahan. Hal ini sebagaimana yang tersebut dalam salah satu hadits, bahwasanya sebagian dari

(48)

Tindakan seseorang itu sangat bergantung dengan alam pikirannya masing-masing, dan salah satu faktor yang mempengaruhinya, yaitu lingkungan. Apabila lingkungan seseorang itu tidak baik, maka ia pun menjadi tidak baik, selalu curiga, dan seringkali berprasangka negatif kepada orang lain. Sebaliknya jika lingkungannya baik atau, maka ia pun menjadi baik, dan memiliki prasangka-prasangka yang baik pula (Agustian, 2001:16).

2) Prinsip-prinsip hidup

Beberapa dekade ini kita melihat berbagai prinsip hidup yang menghasilkan berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing masing. Seperti paham Peter Drucker dalam bukunya “Management by Objective

(49)

dan kasih sayang antar sesama. begitu pula prinsip “yang penting

penampilan” prinsip ini telah berhasil membelokkan bangsa ini menjadi bangsa yang konsumtif dan mendewakan penampilan luar, tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani (Agustian, 2001:20).

Prinsip-prinsip di atas umumnya berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriah atau kegagalan batiniah, karena prinsip-prinsip tersebut bertentangan dengan suara hati nurani, sehingga akan menimbulkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran (Agustian, 2001:21).

3) Pengalaman

Pengalaman-pengalaman hidup atau kejadian-kejadian yang dialami seseorang akan sangat berperan dalam menciptakan

pemikiran seseorang, sehingga membentuk suatu “paradigma” yang

melekat di dalam pikirannya. Seringkali paradigma itu dijadikan sebagai suatu “kaca mata” dan sebuah tolok ukur bagi dirinya atau

untuk menilai lingkungannya, Sehingga melihat sesuatu secara subyektif. Hal ini akan menjadikan dirinya terkungkung dan kadang tidak menyadari sama sekali bahwa alam pikirannya terganggu (Agustian, 2001:24).

4) Kepentingan dan prioritas

(50)

kepentingan-kepentingan yang salah didalam mengambil keputusan. Sebagai contoh pada hari sabtu tanggal 12 Agustus 2000, sebuah kapal selam nuklir Rusia “Kursk” yang mengangkut 118 orang awak

dan persenjataan nuklir, kandas di dasar laut Barents pada kedalaman 119 meter. Kapal perang sepanjang 154 meter dengan bobot permukaan 13.900 ton ini tergolek tanpa daya di dasar laut yang terletak di barat laut Rusia. Namun, pihak pemerintah rusia, dalam hal ini presiden rusia Vladimir Putin tidak segera mengambil tindakan atau meminta bantuan internasional dikarenakan alasan “rahasia strategis”, namun setelah empat hari berlalu, ia baru angkat

bicara dan meminta bantuan internasional. Dan didapatinya seluruh awak kapal selam nuklir tersebut telah tewas (Agustian, 2001:27).

Sebuah ilustrasi di atas menunjukkan sebuah prinsip yang keliru, karena ia telah mengingkari hati nuraninya sendiri. Setiap prinsip akan melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukan prioritas apa yang akan didahulukan, seperti Vladimir Putin yang lebih mengedepankan kepentingan politik dari pada 118 nyawa awak kapal yang membutuhkan bantuan di dasar perairan yang dingin di laut Barents (Agustian, 2001:27).

5) Sudut pandang

(51)

berbeda. Sudut pandang seseorang dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya, yakni pengalaman, pengetahuan dan lingkungan. Oleh karena itu dalam rangka ZMP ini, maka ia harus melihat secara obyektif dan komprehensif, bukan dengan satu sudut pandang saja (Agustian dan Mukri, 2008:100).

6) Perbandingan

Maksud pembanding di sini, yaitu merubah prinsip tanpa mempelajarinya atau dalam istilah fiqih adalah taqlid buta. Orang tersebut selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain atau ia ikut-ikutan. Sehingga orang tersebut selalu dalam kebingungan di dalam menentukan sesuatu atau melangkah (Agustian dan Mukri, 2008:109).

7) Literatur

(52)

suatu paham kepercayaan masyarakat tertentu yang salah (Agustian dan Mukri, 2008:114).

b. Menanamkan 6 prinsip yang berlandaskan Rukun Iman

Setelah melalui proses zero mind process (ZMP), maka langkah selanjutnya yaitu menanamkan 6 prinsip yang berlandaskan pada rukun iman. Prinsip-prinsip tersebut yaitu prinsip bintang (star principle) atau prinsip landasan hidup atau prinsip dasar, yaitu beriman

(53)

MENTAL BUILDING

Bagan Mental Building 1.2

1) Star Principle

Prinsip ini mengajarkan tentang:

a) Bekerja karena Allah, bukan karena pamrih kepada orang lain. Hal ini akan membuat seseorang memiliki integritas yang tinggi, yang merupakan sumber kepercayaan dan keberhasilan.

b) Tidak berprinsip kepada selain Allah. Tidak berprinsip pada sesuatu yang labil dan tidak pasti seperti harta, nafsu hewani, kedudukan, penghargaan orang lain atau apa pun selain Allah. Hal ini akan membuat mental lebih siap menghadapi kemungkinan apa pun yang akan terjadi pada diri.

(54)

d) Selalu berpedoman pada sifat-sifat Allah, seperti ingin selalu maju, ingin selalu adil, ingin selalu memberi, ingin selalu memberi kasih dan sayang, ingin selalu bijaksana, dan ingin selalu memelihara.

e) Membangun kepercayaan dari dalam diri, tidak karena penampilan fisik tetapi karena iman.

f)Membangun motivasi sebagai mahluk Allah yang sempurna dan wakil Allah, meraih cita-cita dan harapan dengan kemauan yang kuat membara (Agustian , 2001:171).

2) Angel Principle

Prinsip ini mengajarkan apabila bekerja, selalu mengerjakan dengan tulus, ikhlas dan jujur, seperti malaikat, selalu berkeyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah nilai ibadah. Berprestasi dengan setinggi-tingginya di setiap pekerjaan, karena merasa selalu melihat Allah atau dilihat Allah. Tidak perlu diawasi oleh orang lain atau meminta penghargaan dari orang lain, karena Allah lah yang menghargai, bukan mereka dan tidak melakukan suatu pekerjaan dengan setengah-setengah. Karena dengan begitu, kepercayaan dan integritas yang keduanya adalah sumber persahabatan dan kepercayaan akan tumbuh (Agustian, 2001:171). 3) Leadership Principle

(55)

a) Memberi perhatian kepada semua orang dengan tulus agar dicintai, dan menjalin selalu tali persahabatan.

b) Membantu orang lain dengan ikhlas, mempelajari apa tangisan dan impiannya, kemudian membantunya.

c) Selalu mengajari dan mendidik orang lain yang membutuhkan bimbingan.

d) Menjaga selalu sikap dan tingkah laku, karena hal ini bisa meningkatkan atau menurunkan kepercayaan, dan juga hal tersebut akan berpengaruh kepada lingkungan.

e) Menjadi pemimpin karena pengaruh anda, bukan karena hak. f)Mendengar selalu suara hati, memimpin hati, bukan memimpin

kepala (Agustian, 2001:172). 4) Learning Principle

Prinsip ini mengajarkan:

a) Membaca buku-buku, belajar, berusaha membaca satu lembar setiap hari walaupun sedang malas. Membaca Koran atau majalah bukanlah dikatakan membaca, karena isinya banyak merupakan informasi atau gossip yang seringkali mempengaruhi pikiran. b) Membaca situasi lingkungan, mempelajari dan menganalisa

kemudian mengambil hikmah dibaliknya, setelah itu mengupayakan suatu langkah perbaikan dan penyempurnaan. c) Membaca al-Qur‟an dan Hadits, tidak hanya membunyikan saja,

(56)

d) Ketika sedang bingung untuk mengambil keputusan, maka mencari petunjuk dalam al-Qur‟an dan Hadits.

e) Membaca lingkungan dan situasi, menelaah dengan ilmu, menilai dengan jernih, mengambil filosofi dan menjadikan sebagai pelajaran yang berharga (Agustian, 2001:172).

5) Vision Principle

Prinsip ini mengajarkan:

a) Memiliki tujuan dan misi jangka pendek dan jangka panjang. b) Membedakan mana pekerjaan yang penting dan mana yang tidak

penting.

c) Menentukan mana yang harus diprioritaskan. Orang yang sibuk terdiri dari dua jenis, yaitu sibuk mencapai tujuan dan sibuk mengisi waktu.

d) Memulai bekerja dengan doa dan target yang jelas.

e) Membuat rencana kerja untuk esok hari pada sore atau malam hari.

f)Mengevaluasi setiap pekerjaan yang dilakukan hari ini pada sore atau malam hari.

g) Menuliskan pada buku harian.

h) Membuat target kerja tahunan, bulanan, mingguan dan harian. i)Melaksanakan dengan penuh konsisten (Agustian, 2001:172-173). 6) Well Organized Principle

(57)

a) Membuat semuanya serba teratur dalam suatu sistem. b) Menentukan rencana atau tujuan secara jelas.

c) Memelihara atau membangun dalam satu kesatuan organisasi dan faktor-faktor yang mendukungnya.

d) Memikirkan cara memotivasi agar semuanya bergerak sesuai dengan harapan.

e) Memikirkan cara mengawasi dan mengontrol agar sesuai dengan rencana.

f)Melaksanakan dengan sangat disiplin, karena kesadaran diri dan bukan karena orang lain (Agustian, 2001:173).

c. Menerapkan 3 prinsip kekuatan pribadi (personal strength) dan 2 prinsip ketangguhan sosial (social strength) yang berlandaskan pada rukun Islam. Kelima prinsip tersebut yaitu penetapan misi (mission statement) dengan syahadat, pembangunan karakter (character

(58)

PERSONAL STRENGHT

Bagan Personal Strenght 1.3

1) Mision Statement Prinsip ini mengajarkan:

a) Ketika mengucapkan dua kalimat syahadat, baik di dalam shalat atau di dalam doa lainnya, ucapkanlah dengan perlahanlahan, berupayalah untuk memperoleh makna dari ucapan tersebut, yaitu untuk:

1. Menetapkan misi kehidupan

2. Membulatkan tekad untuk hanya bersujud kepada Allah 3. Menyerap dan mengingat sifat-sifat Allah yang luhur

4. Menerapkan sifat-sifat mulia tersebut dalam keseharian, dengan mencontoh perilaku Nabi Muhammad SAW

5. Menanamkan komitmen untuk memegang teguh rukun iman dan rukun Islam

6. Berjanji dengan sungguh-sungguh kepada Allah untuk mematuhi janji atau syahadat dengan sepenuh hati (Agustian, 2001:232).

PERSONAL STRENGTH

MISSION STATEMENT

SELF CONTROLING CHARACTER

(59)

2) Character Building Prinsip ini mengajarkan:

Pembangunan karakter tidak cukup hanya di mulai dan diakhiri dengan penetapan misi saja. Hal itu perlu di lanjutkan dengan proses yang di lakukan terus menerus dan berlangsung sepanjang hidup melalui sholat. Proses ini merupakan suatu langkah untuk menyelaraskan antara prinsip keimanan dan kenyataan hidup yang di hadapi (Agustian, 2001:198).

Melakukan shalat lima waktu dengan disiplin dan khusyu‟. Dengan shalat produktifitas bekerja seseorang akan meningkat, karena seseorang butuh relaksasi, sehingga setelah selesai shalat, pikiran akan kembali jernih dan kembali cerdas (Agustian, 2001: 232 ).

Sholat adalah “seutas tali yang panjang” yang berfungsi sebagai penuntun keberhasilan hingga akhir hayat anda, jangan pernah lepaskan tali penuntun itu (Agustian, 2001:233).

3) Self Controling

Prinsip ini mengajarkan:

Tujuan akhir dari pengendalian diri yang dilatih dan dilambangkan dengan puasa sebenarnya adalah mencapai sebuah keberhasilan, bukan merupakan sebuah pelarian diri dari kenyataan hidup di dunia yang seharusnya dihadapi.

Tujuan dari puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri” dalam arti

(60)

berlebihan dan tidak terkendali, atau nafsu batiniyah yang tidak seimbang (Agustian,2001:218).

Melakukan puasa wajib (pada bulan ramadhan) dan puasa sunnah (puasa senin-kamis, puasa ayyamul bidh dan lain-lain) untuk pengendalian diri. Dan tidak melaksanakannya dengan dalih untuk bermalas-malasan. Karena sebenarnya rahasianya di sini, yakni bekerja maksimum sambil menahan lapar dan haus serta emosi. Sehingga pada saat yang demikian ini muncul sifat-sifat fitrah seperti rahman, rahim, sabar, adil, memberi, sikap sungguh-sungguh, konsisten dan sifat-sifat mulia lainnya (Agustian, 2001: 233).

d. Menerapkan 2 prinsip ketangguhan sosial (social strength) yang berlandaskan pada rukun Islam. Kedua prinsip tersebut yaitu sinergi (strategic collaboration) atau memberi kebaikan kepada semua mahluk dengan zakat dan aplikasi total (total action) dengan haji. Untuk lebih jelas dan detailnya dari semua prinsip-prinsip adalah sebagai berikut: SOCIAL STRENGTH

Bagan Social Strenght 1.4

SOCIAL STRENGTH

STRATEGIC COLLABORATION

(61)

1. Strategic Collaboration Prinsip ini mengajarkan:

Menunaikan zakat secara ikhlas karena Allah Yang Maha Kaya. Di samping untuk menolong orang lain, zakat juga melatih dan mengasah sikap kepekaan sosial, tidak hanya dalam teori saja, tetapi juga dalam tindakan yang nyata. Melakukan prinsip zakat dalam arti luas adalah dasar dari sinergi dan kolaborasi yang sukses. Melakukan investasi kredibilitas, membangun landasan kooperatif, berempati, investasi komitmen, memiliki sikap keterbukaan dan kompromi. Semua hal di atas adalah prinsip dasar sebuah aliansi yang berhasil. Zakat adalah langkah kongkrit dan pengasahan dari sikap-sikap penting di atas. Inilah langkah nyata untuk membangun kecerdasan sosial atau membangun social strength. Zakat adalah suatu metode untuk membangkitkan dan memunculkan suara hati yang berasal dari sifat mulia ar-Rohman, ar-Rohim, al-Wahhab, ar-Rozzaq, as- Salam, al-Fattah, al-Adl,

asy-Syakur, al-Qoyyum, al-Mughniy dan al-Jami’. Suara-suara hati itulah dasar dari ESQ, khususnya kecerdasan sosial (Agustian, 2001:283 ).

2. Total Action

(62)

rukun Islam. Inilah puncak training dan sekaligus ibadah utama untuk membangun ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial. Ini adalah ibadah fisik, di mana seluruh ibadah dilakukan melalui gerakan yang konkrit dan jelas. Seluruh prinsip di dalam rukun iman dan langkah di dalam rukun Islam dilaksanakan secara total dan menyeluruh. Di sinilah letak “transformasi puncak” dari

keyakinan dan prinsip yang abstrak ke aplikasi gerak yang konkrit. Seluruh langkah mengarah kepada prinsip yang tunggal, yaitu komitmen kepada Allah Yang Maha Esa. Jika mengetahui makna dari setiap ritual ibadah haji, maka kita akan mendapatkan hikmah yang luar biasa (Agustian, 2001: 283).

Berikut adalah nilainilai yang terkandung dalam ibadah haji (Agustian, 2001: 283-284):

1. Ihrom, merupakan proses zero mind proccess

2. Thawaf, menunjukkan komitmen dan integritas kepada Allah Yang Maha Esa

3. Sa‟i melambangkan sebuah perjuangan manusia di dalam

mencari ridha Allah SWT

4. Lontar Jumrah, menunjukkan tantangan yang harus dihadapi oleh manusia

(63)

6. Jamaah Haji, menunjukkan adanya sinergi dan kolaborasi Semua rangkaian perjalanan ibadah haji dari awal hingga akhir di atas melambangkan kehidupan perjalanan manusia di mana terdapat tantangan dan perjuangan, sehingga melahirkan orangorang yang mempunyai visi (visioner).

Dari rangkaian seluruh ibadah tersebut akan menghasilkan suatu paradigma yang kuat atau bangunan mental yang terpatri kuat di dalam hati tentang makna kehidupan yang sebenarnya.

3. Menerapkan Spiritual Capital

Spiritual capital adalah suara hati spiritual atau collective unconscious yang menciptakan nilai-nilai (value) serta dorongan dari dalam (drive). Sifat-sifat tersebut menuju sifat-sifat Allah yang terletak pada spiritual center atau God spot. Inilah proto kesadaran yang dianggap sebagai arketipe oleh Zohar, yang diduga sebagai super-ego oleh Freud, self actualization oleh Maslow, unconscious mind oleh C.G. Jung dan dinamakan “makna hidup” oleh Frankl (Agustian, 2003: 103-104).

Sifat tersebut berjumlah tiga puluh tiga dan disebut Asmaul Husna Value System (AHVS) yang menghasilkan ultimate value dan ultimate self drive. Ketiga puluh tiga suara hati tersebut (AHVS) adalah sebagai berikut: (Agustian, 2003: 108-110).

(64)

b. Mampu menguasai diri, kemampuan untuk meredam hawa nafsu adalah wujud ihsan kepada al-Malik.

c. Berhati jernih, bebas dari iri, dengki dan paradigma negatif adalah wujud ihsan kepada al-Quddus.

d. Cinta damai, tidak suka kekerasan dan selalu ingin kedamaian, adalah wujud ihsan kepada as-Salam.

e. Dipercaya, memiliki sidat amanah atau accountable, adalah wujud ihsan kepada al-Mukmin.

f. Kreatif, senantiasa produktif dengan ide-ide baru adalah wujud ihsan kepada al-Kholiq.

g. Pemaaf, mudah menerima maaf adalah wujud ihsan kepada al- Ghaffar.

h. Murah Hati, suka memberi dengan ikhlas adalah wujud ihsan kepada al-Wahhab.

i. Terbuka, mau menerima kritik dan saran adalah wujud ihsan kepada al-Fattah.

j. Disiplin, mengerjakan tugas dengan disiplin dan tanggungjawab adalah wujud ihsan kepada al-Matin.

k. Empati/peduli, mampu merasakan suara hati orang lain adalah wujud ihsan kepada as-Sami‟.

(65)

m. Adil, meletakkan segalanya sesuai dengan porsinya adalah wujud ihsan kepada al-„Adl.

n. Mensyukuri, menerima segala hal dengan ikhlas adalah wujud ihsan kepada asy-Syakur.

o. Berpikiran maju, memiliki visi ke depan adalah wujud ihsan kepada al-Akhir.

p. Luas hati, dapat menerima kenyataan dengan berlapang dada, sabar adalah wujud ihsan kepada al-Wasi.

q. Bertanggung jawab, mampu menyelesaikan semua tugas secara tuntas adalah wujud ihsan kepada al-Wakil.

r. Komitmen tinggi, bisa memegang janji adalah wujud ihsan kepada al- Muqit.

s. Kokoh, teguh dalam berusaha adalah wujud ihsan kepada al-Qawiyy. t. Mandiri, dapat diandalkan adalah wujud ihsan kepada al-Qayyum. u. Kompeten, ahli di bidangnya adalah wujud ihsan kepada al-Qadir. v. Cerdas, senantiasa memiliki keinginan untuk belajar adalah wujud

ihsan kepada ar-Rasyid.

w. Berani mengambil keputusan adalah wujud ihsan kepada al-Hakam. x. Enerjik, senantiasa bersemangat adalah wujud ihsan kepada al-Aziz. y. Suka mendukung adalah wujud ihsan kepada al-Rafi.

(66)

bb. Memberikan manfaat di manapun berada dan selalu berguna adalah wujud ihsan kepada an-Nafi.

cc. Inspirator adalah wujud ihsan kepada al-Ba‟its.

dd. Estetis, rapi dan bersih adalah wujud ihsan kepada al-Badi‟.

ee. Mendelegasikan atau senantiasa memiliki kemampuan untuk mengajari bawahan adalah wujud ihsan kepada al-Warits.

ff. Waspada atau berhati-hati dalam setiap langkah adalah wujud ihsan kepada al-Khabir.

gg. Sabar adalah wujud ihsan kepada ash-Shabur. 4. Prinsip Tauhid

Prinsip “God Sentris” atau Tauhid adalah sebuah penyerahan

diri secara total tanpa reserve, seperti inilah yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as melalui doktrin tauhid, maka nilai spiritual seperti keadilan, kejujuran, kebersamaan, kasih sayang dan perdamaian akan tercipta dengan sendirinya (Agustian, 2003: 201 ).

Akan tetapi jika berprinsip atau ber “ilah” selain Allah, maka kerusakanlah yang akan terjadi, baik dalam skala pribadi, lokal, regional, nasional maupun internasional. Pada skala pribadi contohnya, ketika ber”ilah” pada kemewahan, materi, jabatan, dan gaya hidup, maka

(67)

menghalalkan segala macam cara untuk mempertahankan “ilah” tersebut,

seperti dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.

5. Hubungan Kerja Sama Antara EQ, IQ, dan SQ Dalam ESQ Model

Bagan 1.5

(68)

bereaksi menangkap signal. Karena berorientasi pada materialisme, maka emosi yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sebagai berikut: marah, sedih, kesal dan takut. Akibat emosi yang tidak terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul. Bisikan suara hati ilahiah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengarkan, yang berperan adalah emosi. IQ, EQ dan SQ mempunyai hubungan yang erat. Apabila seseorang berprinsip pada tauhid, maka ketiga kecerdasan tersebut akan terintegrasi (Agustian, 2003: 217).

Kesadaran Tauhid akan mengendalikan emosi, sehingga akan timbul rasa tenang dan damai. Dengan ketenangan emosi yang terkendali itu, maka God spot atau pintu hati terbuka dan bekerja, sehingga bisikanbisikan ilahiyyah yang mengajak kepada sifat-sifat keadilan, kasih sayang, kejujuran, tanggungjawab, kepedulian, kreativitas, komitmen, kebersamaan, perdamaian, dan bisikan hati mulia lainnya akan terdengar. Dengan demikian potensi kecerdasan intelektual dan emosional bekerja dengan optimal, yaitu sebuah perhitungan intelektualitas yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran dan tanggung jawab. Sebaliknya jika ber “ilah” pada materialisme, maka emosi yang dihasilkan

(69)

suara hati ilahiyyah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengar dan menjadi tidak berfungsi (Agustian, 2003: 218).

Secara sederhana dapat digambarkan, bahwa tauhid akan mampu menstabilkan tekanan pada amygdale (system saraf emosi), sehingga emosi selalu terkendali. Pada saat inilah seseorang dikatakan memiliki EQ tinggi. Emosi yang tenang terkendali akan menghasilkan optimalisasi pada fungsi kerja God spot dan mengeluarkan suara hati ilahiyyah. Suara-suara ilahiyyah itulah bisikan penting yang mampu menghasilkan keputusan yang benar. Pada momentum inilah seseorang dikatakan memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi (Agustian, 2003: 218).

Penyederhanaan Bagan hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam model ESQ (Ary Ginanjar Agustian) .

Bagan 1.6

Orientasi materialisme

1. ketika masalah muncul pada dimensi fisik,

2. maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi, berupa kemarahan, kesedihan, kekesalan.

1

3 2

Dimensi Fisik (IQ)

Dimensi Emosi (eq)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang terbaik adalah kulit biawak yang di samak menggunakan bahan penyamak nabati dengan tipe finish natural

Dari ketiga variabel penelitian ( lingkungan kerja, kepemimpinan, dan motivasi ) yang termasuk variabel paling dominan terhadap kepuasan kerja karyawan Food and

Hal ini mengandung arti H a1 diterima yang menunjukkan bahwa variabel struktur sukuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peringkat sukuk, artinya

pipa pada proses produksi yang berasal dari unit kerja PPL

Dari empat kategori depresi yang mewakili adanya depresi pada pasien pria dengan DM, hanya tingkat kepercayaan terhadap dokter yang memiliki hubungan yang signifikan

Sedangkan beberapa faktor yang diduga sebagai prediktor DE, seperti lama menderita diabetes, indeks massa tubuh (IMT), obesitas sentral yang dinilai dari lingkar perut,

Dari gambar 17, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara gambar (a) dan gambar (b), dalam pengaturan kontras bernilai 150, berarti proses pengaturan kontras sudah

Dengan menganalisis indikator-indikator sosial ekonomi jemaat Korintus seperti jabatan-jabatan kemayarakatan, perumahan, bentuk- bentuk layanan yang ada, perjalanan