• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN SINDROMA HEPATORENAL PADA INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUD DR SOETOMO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN SINDROMA HEPATORENAL PADA INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUD DR SOETOMO"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KLINIS PASIEN SIROSIS HEPATIS DENGAN SINDROMA

HEPATORENAL PADA INSTALASI RAWAT INAP PENYAKIT DALAM

RSUD DR SOETOMO

Gharin Anindito

NIM : 011211132096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)

Untuk Memenuhi Persyaratan Modul Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Penulis Gharin Anindito NIM: 011211132096

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(3)
(4)

Penelitian ini Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada

Program Studi S1 Pendidikan Dokter Universitas Airlangga

Pada tanggal, 12 Juli 2016

Panitia Penguji,

Ketua : Ummi Maimunah, dr, Sp.PD, K-GEH, FINASIM

Anggota : 1. Ulfa Kholili, dr., Sp.PD, FINASIM

(5)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Gambaran Klinis Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Pada Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo” dengan baik. Penyelesaian penulisan penelitian ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa dan dukungan yang selalu diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ulfa Kholili, dr., Sp.PD, FINASIM selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada Leonita Anniwati, dr., Sp.PK(K) selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan masukan dan bimbingan serta kesabaran dalam penyusunan penelitian ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ummi Maimunah, dr, Sp.PD, K-GEH, FINASIM selaku penguji penelitian ini. Terimakasih kepada Dr. Pudji Lestari, dr., M.Kes selaku PJM Penelitian.

Terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U (K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

(6)

RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang telah membantu dalam perizinan dan etik untuk penelitian. Kepada Bapak Totok yang telah membantu pengumpulan data rekam medik serta seluruh pihak yang ikut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat dan ilmu pengetahuan.

(7)

Sindroma hepatorenal adalah suatu keadaan dimana terjadinya gangguan fungsi ginjal pada pasien sirosis hepatis tahap lanjut. Sindroma ini mempunyai gambaran klinis terjadinya penurunan GFR tanpa adanya kelainan yang lain pada ginjal. Hal yang mendasar penyebab SHR ini adalah terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dan vasodilatasi perifer, tidak disertai protein uria dan kelainan histologi ginjal (Sayoeti, 2012).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran klinis pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap medik di RSUD dr.Soetomo periode 2012 - 2015.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi menggunakan pasien yang rawat inap di IRNA Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2012-2015. Sample menggunakan pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal yang di rawat di Instalasi Rawat Inap Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2012-2015. Besar sample menggunakan total sampling seluruh pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal yang rawat inap di Instalasi Rawat Inap Medik Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

(8)

laboratorium, hasil pemeriksaan serologi, hasil pemeriksaan fungsi ginjal dan angka mortalitas.Analisa data dengan menghitung jumlah kasus dan distribusinya berdasarkan jenis kelamin, usia, keluhan utama, hasil laboratorium, hasil pemeriksaan serologi, hasil pemeriksaan fungsi ginjal dan angka mortalitas dalam periode empat tahun yaitu dimulai dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2015. Data dihimpun dengan penghitungan frekuensi absolut dan relatif.

Penelitian ini didapatkan lebih banyak pasien berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 19 pasien (83%). Usia terbanyak pada kelompok usia 46-61 tahun sejumlah 12 pasien (52%). Keluhan utama pada pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal terbanyak adalah asites yang dialami oleh 18 pasien (78.26%). Hasil laboratorium pasien yang mengalami peningkatan yaitu SGOT dengan nilai rata-rata sebesar 194.4 U/L, SGPT dengan nilai rata-rata 64.6 U/L, bilirubin direct dengan nilai 6 mg/dl, dan bilirubin total sebesar 7.6 mg/dl. Sebagian besar albumin mengalami penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 2.47 g/dl. PPT pasein rata-rata mengalami pemanjangan dengan nilai 9.73 detik. APTT mengalami pemanjangan dengan nilai 11.03 detik. Pemeriksaan serologi HBsAg dan HCV penderita sirosishepatis dengan sindroma hepatorenal didapatkan sebanyak 11 data. Sebanyak 10 penderita positif HBsAg, 1 penderita positif HCV dan HBsAg. Sebagian besar terdapat kenaikan nilai BUN dengan nilai rata-rata 43.57 mg/dl, serum kreatinin dengan nilai rata-rata 2.5 mg/dl, dan kalium dengan nilai rata-rata 4.97 mmol/l. Sedangkan pada natrium sebagian besar penderita mengalami penurunan dengan nilai rata-rata 133.67 mmol/l.

(9)

Gambaran Klinis Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal yang

Dirawat di Instalasi Rawat Inap Medik di RSUD Dr. Soetomo

Gharin Anindito, 011211132096. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia.

Introduksi : Sindroma hepatorenal adalah suatu keadaan dimana terjadinya gangguan fungsi ginjal pada pasien sirosis hepatis tahap lanjut. Penyebab SHR ini adalah terjadinya vasokonstriksi ginjal dan vasodilatasi perifer, tidak disertai proteinuria dan kelainan histologi ginjal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui distribusi gambaran klinis pasien seperti angka kejadian, jenis kelamin, usia, dan keluhan utama, selain itu juga data laboratoris, dan angka mortalitas.

Metode : Studi ini telah dianalisis dengan metode deskriptif dengan menggunakan data dari rekam medis pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi di Dr. Soetomo rumah sakit umum selama periode 4 Januari 2012- 31 Desember 2015. Peneliti menggunakan berbagai variabel seperti gambaran klinis pasien seperti angka kejadian, jenis kelamin, usia, dan keluhan utama, selain itu juga data laboratoris, dan angka mortalitas.

(10)

natrium.Umumnya pasien memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan sebagian besar penyebab kematiannya adalah sepsis.

Kesimpulan : Pada umumnya pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada periode 1 Januari 2012- 31 Desember 2015 didominasi oleh jenis kelamin laki-laki, usia didominasi oleh kelompok usia 46-61 tahun, gambaran klinis terbanyak adalah asites. Pemeriksaan laboratorium sebagian besar mengalami peningkatan kecuali albumin. Nilai PPT dan APPT mengalami pemanjangan. Pemeriksaan fungsi ginjal mengalami peningkatan kecuali natrium dan angka mortalitas pasien pada umumnya tinggi.

Kata Kunci : Gambaran klinis – Angka kejadian – Jenis kelamin – Usia –

Keluhan utama – Hemoglobin – Leukosit – Thrombosit –

SGOT/SGPT – Albumin – Bilirubin – Derajat keparahan hepatitis –

(11)

DAFTAR ISI

Sampul Luar...i

Sampul Dalam...ii

Lembar Persetujuan...iii

Penetapan Panitia Penguji...iv

Ucapan Terimakasih...v

Ringkasan...vi

Abstract...ix

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xviii

BAB I...1

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN...1

1.2 RUMUSAN MASALAH...3

1.3 TUJUAN PENELITIAN...3

1.3.1 TUJUAN UMUM...3

1.3.2 TUJUAN KHUSUS...4

(12)

BAB II...6

2.1 PENGERTIAN SIROSIS HEPATIS...6

2.2 EPIDEMIOLOGI...7

2.3 ETIOLOGI...8

2.4 PATOFISIOLOGI...9

2.5 KLASIFIKASI...10

2.6 GEJALA KLINIS...12

2.7 KOMPLIKASI...13

2.8 DIAGNOSIS...14

2.9 PENATALAKSANAAN...15

2.10 PENGERTIAN SIROSIS SINDROMA HEPATORENAL...16

2.11 EPIDEMIOLOGI...17

2.12 ETIOLOGI...17

2.13 PATOFISIOLOGI...18

2.14 KLASIFIKASI...20

2.15 PENATALAKSANAAN...21

2.16 PENCEGAHAN...23

2.17 DIAGNOSIS...23

BAB III...27

(13)

3.2 PENJELASAN...28

BAB IV...30

4.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN...30

4.1.1 JENIS PENELITIAN...30

4.1.2 DESAIN PENELITIAN...30

4.2 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN...30

4.2.1 POPULASI...30

4.2.2 SAMPEL...30

4.3 PEMILIHAN SAMPEL...31

4.3.1 KRITERIA INKLUSI...31

4.3.2 BESAR SAMPEL...31

4.3.3 KRITERIA EKSKLUSI...31

4.4 INSTRUMEN PENELITIAN...31

4.5 VARIABLE PENELITIAN...32

4.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA...38

4.7 BAHAN PENELITIAN...38

4.8 INSTRUMEN PENELITIAN...39

4.9 ALUR PENELITIAN...39

4.10 ETIKA PENELITIAN...39

4.10.1 ANONIMITY...40

(14)

4.11 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN...40

4.11.1 PENGOLAHAN DATA...40

4.11.1.1 CODING DATA...40

4.11.1.2 ENTRY DATA...40

4.11.1.3 CLEANING DATA...40

4.11.2 TEKNIK ANALISIS DATA...40

4.12 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN...40

4.12.1 TEMPAT PENELITIAN...40

4.12.2 WAKTU DAN JADWAL PENELITIAN...40

4.13 RINCIAN BIAYA...41

BAB V...43

5.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian...43

5.2 Deskripsi Data Penelitian...43

5.2.1 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal berdasarkan Jenis Kelamin...43

5.2.2 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Usia...44

5.2.3 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Gambaran Klinis...45

(15)

5.2.5 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologi...47

5.2.6 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Fungsi ginjal...47

5.2.7 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Angka Mortalitas...49

BAB VI...51

6.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian...51

6.2 Deskripsi Data Penelitian...51

6.2.1 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia...51

6.2.2 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Gambaran Klinis...52

6.2.3 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium...53

6.2.4 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologi...56

6.2.5 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Fungsi ginjal...56

(16)

BAB VII...60

7.1 KESIMPULAN...60

7.2 SARAN...61

DAFTAR PUSTAKA...68

LAMPIRAN DATA PASIEN...………..73

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi sirosis hepatis...11

Tabel 2.2 Pengobatan spesifik Sirosis Hati berdasarkan Etiologi...15

Tabel 2.3 Faktor-faktor vasoaktif secara potensial berperan dalam pengaturan perfusi ke ginjal pada penderita sindroma hepatorenal...19

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian...39

Tabel 5.1 Karakteristik Data Penelitian Berdasarkan Gambaran klinis...42

Table 5.2 Hasil pemeriksaan laboratorium...44

Tabel 5.3 Karakteristik Data Penelitian Pemeriksaan hepatitis...45

Table 5.4 Hasil Pemeriksaan Fungsi Ginjal...46

(18)

DAFTAR GAMBAR

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit sehingga sel-sel akan hati kehilangan fungsinya. Sirosis hepatis dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning oranye (orange yellow), karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk (Sherlock, 2011).

(20)

Sekitar 400 juta orang di dunia telah terinfeksi virus hepatitis B, dan 30% pasien dengan hepatitis B kronik akan berkembang menjadi sirosis hati, dan jika tanpa perawatan sekitar 15 % pasien sirosis hati akan meninggal dalam lima tahun (WHO, 2002).

Pasien dengan sirosis hati kompensata memiliki harapan hidup 10 tahun sekitar 45 sampai 50%. Kompensasi jangka panjang bisa dipertahankan sekitar 40-45% dari kasus. Pasien terkompensasi akan terjadi komplikasi berat sekitar 55-60%. (Hadi,2002). Sirosis hati dapat menyebabkan beberapa komplikasi berat, diantaranya adalah sindroma hepatorenal.

(21)

Sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal melibatkan gangguan fungsi 3 komponen utama yaitu gangguan fungsi hati, gangguan sirkulasi, dan gangguan fungsi ginjal (Gerbes & Gulberg, 2006). Gangguan fungsi 3 komponen tersebut kemungkinan merupakan penyebab tingginya angka mortalitas pada pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal.

Rendahnya angka harapan hidup pada pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal ini menjadi dasar dilakukan penelitian tentang gambaran klinis pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap medik di RSUD dr.Soetomo periode 2012 - 2015 untuk mempelajari lebih lanjut tentang penyakit tersebut agar dapat lebih bisa mempersiapkan tindakan apa yang tepat diberikan untuk menangani sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana gambaran klinis pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap medik di RSUD dr.Soetomo periode 2012 - 2015.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

(22)

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui usia dan jenis kelamin pasien sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal pada instalasi rawat inap RSUD Dr Soetomo pada periode 2012 - 2015.

2. Mengetahui Gejala Klinis pasien sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal pada instalasi rawat inap RSUD Dr Soetomo pada periode 2012 - 2015.

3. Mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium pasien sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal pada instalasi rawat inap RSUD Dr Soetomo pada periode 2012 - 2015. 4. Mengetahui hasil pemeriksaan serologi pasien sirosis hati

dengan penyulit sindroma hepatorenal pada instalasi rawat inap RSUD Dr Soetomo pada periode 2012 - 2015.

5. Mengetahui hasil pemeriksaan fungsi ginjal pasien sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal pada instalasi rawat inap RSUD Dr Soetomo pada periode 2012 - 2015.. 6. Mengetahui angka mortalitas penderita sirosis hepatis

dengan penyulit sindroma hepatorenal pada instalasi rawat inap RSUD Dr Soetomo pada periode 2012 - 2015.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

(23)

Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUD dr. Soetomo tentang gambaran klinis penderita sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal dalam meningkatkan pelayanan kesehatan.

2. Manfaat Terhadap Pengembangan Ilmu:

Sebagai informasi untuk petugas kesehatan mengenai gambaran klinis pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana penanggulangan dan pengobatan penderita kearah yang lebih baik.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN SIROSIS HEPATIS

Sirosis hati adalah suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya. Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning jingga (orange yellow), karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Secara lengkap sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur serta terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6:1 dengan umur terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun (Sutadi, 2003).

(25)

Secara klinis atau fungsional sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan sirosis hepatis dekompensata, disertai dengan tanda tanda kegagalan hepatoseluler dan hipertensi porta (Nurdjana, 2014).

2.2 EPIDEMIOLOGI

Sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita usia 45 – 46 tahun. Sirosis hepatis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Umur rata – rata penderita terbanyak golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40 – 49 tahun (Nurdjana, 2014).

Sirosis Hepatis yang merupakan suatu tahap akhir dari hepatitis kronik termasuk masalah kesehatan yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk Indonesia dengan insidens yang cukup tinggi. Saat ini diperkirakan lebih dari 2 milyar penduduk dunia telah terpapar infeksi virus hepatitis B dan diperkirakan 5 persen penduduk dunia menderita hepatitis B kronik yang merupakan penyebab terjadinya sirosis hepatis dan karsinoma hepatoseluler. Begitu pula diperkirakan sebanyak 170 juta penduduk dunia terpapar dengan infeksi virus hepatitis C, dimana sebagian besar penderita yang terinfeksi virus tersebut akan menjurus menjadi kronik dan 50 persen akan menjadi Sirosis Hepatis (Djaya, 2004).

(26)

Skotlandia pada tahun 2002 angka kematian akibat sirosis hati berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki yaitu 45,2 per 100.000 penduduk dan pada perempuan 19,9 per 100.000 penduduk. Penelitian oleh Jang di Korea menyatakan bahwa sirosis hati adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas di Korea dan menduduki urutan ke-8 penyebab kematian tahun 2007. Secara umum diperkirakan angka insiden sirosis hepatis di rumah sakit seluruh Indonesia berkisar antara 0,6-14,5% dimana lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan, yaitu sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun (Maryani,2003).

2.3 ETIOLOGI

(27)

2.4 PATOFISIOLOGI

Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cedera kronik-reversibel pada parenkim hati disertai adanya jaringan ikat timbul difus, pembentukan nodul degeneratif ukuran mikronodul sampe makronodul. Hal ini sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular berakibat pembentukan vascular intrahepatik antar pembuluh darah hati aferen dan eferen dan regenerasi nodular parenkim hati dan sisanya (Nurdjana,2014).

Terjadinya fibrosis hati disebabkan adanya aktifitas dari sel stellate hati. Aktifitas ini dipicu dengan adanya faktor-faktor inflamasi yang dihasilkan oleh hepatosit dan sel kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utama matrix ekstraseluler setelah terjadi cedera pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan oleh adanya pembentukan jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellate dan dipengaruhi oleh beberapa sitokin (Sherlock, 2011).

(28)

2.5 KLASIFIKASI

Menurut laporan GALAMBOS (1975) pada pertemuan internasional bulan Oktober 1074 di Akapulko, Meksiko (International Association for the Study of the Liver), telah disepakati klasifikasi dari sirosis hepatis dalam dua golongan, yaitu (Melia, 2009):

1. Klasifikasi menurut morfologi : a. Sirosis mikronoduler

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : ireguler, septal, uniform monolobuler, nutrisional dan laennec. Gambaran mikroskopis terlihat septa yang tipis.

b. Sirosis makronoduler

Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah : postnekrotik, ireguler, postkolaps. Biasanya septa lebar dan tebal.

c. Kombinasi antara mikro dan makronoduler Sirosis hepatis jenis ini sering ditemukan.

d. Sirosis septal (multilobuler) yang tak lengkap (in komplit).

Fibrous septa sering prominent dan parenkim mungkin mempunyai gambaran asini yang normal.

2. Klasifikasi menurut etiologinya:

a. Cirrhosis of genetic disorders b. Chemical cirrhosis

(29)

e. Sirosis biliaris f. Sirosis kardiak g. Sirosis metabolik h. Sirosis kriptogenik

Sirosis diklasifikasikan dengan berbagai cara berdasarkan atas morfologi, makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya. Beberapa klasifikasi dapat di lihat pada tabel.

Tabel 2.1. Klasifikasi sirosis hepatis

Klasifikasi Penyebab tersering

VH (Viral Hepatitis), ALH (

(30)

- Sirosis kardiak

- Sirosis porta

(Auto Immune Hepatitis)

VO (Vaso-Occlusive), BC

(Budd Chiary)

ALD (Alcoholic Liver

Disease), MLD (Metabolic

Liver Disease)

Klasifikasi berdasarkan kondisi klinik

- Terkompensasi

- Dekompensasi

- Aktif

- Tak aktif

sumber : (Jurnalis, 2014)

ALD (alcoholic liver disease), HHC (hereditary hemo chromatosis), VH (viral hepatitis), AIH (auto immune hepatitis), PBC (primary sclerosing cholangitis),

EHBA (extra hepatic biliary atresia), VO (vaso-occlusive), BC (budd chiary), MLD (metabolic liver disease), CC (cryptogenic cirrhosis), DIH (drug-induced

hepatitis).

2.6 GEJALA KLINIS

(31)

waktu autopsi. Diagnosis sirosis hepatis asimptomatis biasanya dibuat secara insidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati atau penemuan radiologi, sehingga kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsi hati (Nurdjana, 2014).

Gambaran klinik dan gambaran laboratorium biasanya cukup untuk mengetahui adanya kerusakan hepar. Walaupun biopsi jarum perkutan pada hati tidak biasa dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis sirosis hepatis, tetapi dapat membantu membedakan pasien sirosis hepatis dengan pasien penyakit hati lain dan menyingkirkan diagnosis bentuk lain dari kerusakan hati seperti hepatitis virus. Biopsi juga dapat menjadi alat untuk mengevaluasi pasien sirosis dengan gambaran klinik sirosis alkoholik, namun menyangkal telah mengkonsumsi alkohol. Pasien sirosis dengan kolestasis, USG dapat menyingkirkan diagnosa adanya obstruksi biliaris (Doubatty,2009).

2.7 KOMPLIKASI

Komplikasi sirosis hepatis yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis bakterial spontan, pendarahan varises esofagus, sindroma hepatorenal dan kanker hati (Nurdjana, 2014).

(32)

darah balik yang menuju viseral baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato-selular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati porto-sistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan (Jurnalis, 2014).

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, dan eritema palmaris. Pemeriksaan laboratorium darah tepi sering didapatkan anemia normositik normokrom, leukepenia dan trombositopenia. Waktu protrombin sering memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih tergolong kompensata-inaktif. Stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati. Kadar alkali fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein pada sirosis didapatkan kadar albumin rendah dengan peningkatan kadar gama globulin (Behrman,2004).

(33)

didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepato-selular. Pemeriksaan scanning sering pula dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parenkimnya. Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi (Jurnalis, 2014).

2.9 PENATALAKSANAAN

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa (Sherlock,2011): 1) Simptomatis

2) Supportif, yaitu :

(1) Istirahat yang cukup , kurangi aktifitas fisik.

(2) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. misalnya diet kalori kaya protein, miskin garam (300-500mg/hari).

(3) Pembatasan cairan (1liter/hari) terutama bila ada hipernatremia, bila dengan usaha tersebut tidak berhasil, gunakan obat diuretik.

3) Pengobatan yang spesifik disesuaikan dengan penyebab yang menimbulkan sirosis.

(34)

Hepatitis B kronik dapat dilakukan pemberian antivirus Hepatitis B. Untuk pengobatan spesifik dari Sirosis Hati dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.2 Pengobatan spesifik Sirosis Hati berdasarkan Etiologi

Etiologi Terapi

Virus Hepatitis (B dan C) Antivirus

Alkohol Penghentian atau pengurangan konsumsi

alkohol

Toksin, Obat-obatan Identifikasi jenis toksin atau obat penyebab sirosis hati kemudian dilanjutkan dengan pemberhentian konsumsi dari toksin atau obat tersebut

(35)

2.10 PENGERTIAN SINDROMA HEPATORENAL

Definisi Sindroma Hepato Renal yang diusulkan oleh International Ascites Club adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas system vasoactive endogen. Ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi diluar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi. Meskipun sindroma hepatorenal lebih umum terdapat pada penderita dengan sirosis lanjut, hal ini dapat juga timbul pada penderita penyakit hati kronik atau penyakit hati akut lain seperti hepatitis alkoholik atau kegagalan hati akut (Sutadi, 2003).

2.11 EPIDEMIOLOGI

(36)

2.12 ETIOLOGI

Banyak faktor pencetus SHR, 70% sampai 100% pasien SHR mempunyai lebih dari 1 faktor. Faktor tersebut antara lain adalah: infeksi bakteri, large-volume paracentesis, dan perdarahan gastrointestinal. Pasien sirosis dengan perdarahan gastrointestinal lebih sering terjadi. Faktor-faktor pencetus pada SHR ini diperlihatkan pada (gambar 2.1).

Gambar 2.1 Faktor pencetus sindroma hepatorenal

2.13 PATOFISIOLOGI

(37)

ginjal ini belum diketahui secara pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak faktor antara lain perubahan sistem hemodinamik, meningginya tekanan vena porta, peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator yang berperan dalam sirkulasi di ginjal. Teori hipoperfusi ginjal menggambarkan manifestasi dari kekurangan pengisian sirkulasi arteri terhadap adanya vasodilatasi pembuluh darah splanik. Pengurangan pengisian arteri ini akan menstimulasi baroreseptor mengaktifkan vasokonstriktor seperti renin angiotensin dan sistem saraf simpatis (Sutadi, 2003).

Tabel 2.3 Faktor-faktor vasoaktif secara potensial berperan dalam pengaturan perfusi ke ginjal pada penderita sindroma hepatorenal.

Vasokonstriktor : Angiotensin II Norepinephrine

Neuropeptide Y

Endotheline

Adenosine

Cysteinyl leukotrines

F2-isoprostanes

Vasodilators :

Prostaglandins Nitric oxide

Natriuretic peptides

(38)

Sumber : (Sutadi, 2003)

2.14 KLASIFIKASI

Gagal hati atau gangguan hati berat dapat berkembang menjadi dua bentuk SHR, dikenal dengan SHR tipe 1 dan tipe 2. Pembagian ini berdasarkan perjalanan penyakit dan faktor pencetusnya. Tipe 3 dan tipe 4 pernah disebutkan, tetapi belum cukup studi yang mendukung pembagian ini (Rajekar, 2011):

1. Tipe 1

Pada SHR tipe 1 serum kreatinin naik dua kali lipat atau lebih dari 2,5 mg/ dL dalam 2 minggu. Tanda khas tipe ini adalah perkembangan penyakit yang cepat dan risiko kematian tinggi, rata-rata kelangsungan hidup hanya 1-2 minggu. SHR tipe ini dapat dicetuskan oleh infeksi bakteri, seperti spontaneous bacterial peritonitis (SBP), variceal hemorrhage, infeksi besar, acute alcoholic hepatitis, atau acute hepatic injury yang berhubungan dengan sirosis. Acute hepatic decompensation dapat terjadi karena hepatitis virus akut, drug-induced liver injury (acetaminophen, idiopathic drug-induced hepatitis).

2. Tipe 2

(39)

tipe 2 ini kurang lebih 6 bulan, secara bermakna lebih lama dibandingkan dengan SHR tipe 1. SHR tipe 2 dapat berkembang menjadi SHR tipe 1 karena faktor pencetus atau tanpa faktor pencetus yang jelas. Mekanisme perkembangan ini sampai sekarang masih belum jelas.

2.15 PENATALAKSANAAN

Walaupun tidak ada studi prospektif, terapi SHR sebelum dilakukan transplantasi hati, misalnya pemberian vasokonstriktor, dapat memperbaiki hasil sebelum dilakukan transplantasi. Penurunan serum kreatinin setelah terapi seharusnya tidak mengubah keputusan untuk melakukan transplantasi hati, karena prognosis SHR tipe 1 masih buruk (Pratama,2011).

(40)

tetapi data terbatas pada pasien SHR tipe 1 (level B1). Untuk terapi nonfarmakologis SHR tipe 1 seperti TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunt atau transjugular intrahepatic portosystemic stent shunting) dapat memperbaiki fungsi renal, namun data penggunaan TIPS

pada SHR tipe 1 tidak cukup untuk mendukung penggunaannya sebagai terapi pasien SHR tipe 1. Terapi pengganti ginjal (misalnya: hemodialisis atau transplantasi ginjal) berguna pada pasien yang tidak merespons pemberian vasokonstriktor dan memenuhi kriteria untuk support renal (Lata, 2012).

(41)

(SBP) sebaiknya diberi terapi albumin intravena karena menurunkan insiden SHR dan memperbaiki ketahanan hidup (level A1). Ada beberapa data bahwa pentoxifylline menurunkan insiden SHR pada pasien hepatitis alkoholik berat dan norfl oxacin menurunkan insiden SHR pada sirosis tahap lanjut (level B2) (Rajekar, 2011).

2.16 PENCEGAHAN

Pemberian infus albumin telah ditunjukkan dalam studi acak untuk mencegah SHR dan memperbaiki ketahanan hidup dalam keadaan SBP. Pentoxifylline dalam studi acak lebih superior dibandingkan plasebo sebagai

pencegahan sindroma hepatorenal pada pasien sirosis, ascites, dan klirens kreatinin antara 41 dan 80 mL/menit. Banyak pasien tersebut yang mengalami ascites refrakter. Pengobatan ini juga mencegah sindroma hepatorenal dan memperbaiki ketahanan hidup pasien hepatitis alkoholik berat (Pratama, 2009).

2.17 DIAGNOSIS

(42)

Update mengenai kriteria diagnostik hanya sedikit mengalami perubahan yaitu peran infeksi dan ekspansi plasma untuk diagnostik SHR. Perbedaan keduanya hanya mengenai progresifitas SHR ( tipe 1 dan II). Penting untuk membedakan antara pasien SHR dengan pasien gagal ginjal akibat penyebab lain. Hal ini sangat penting dalam pengelolaan pasien SHR (Gerbes & Gulberg, 2006).

(43)

secara ultrasonografi normal. Kriteria tambahan untuk diagnosis sindroma hepatorenal yaitu volume urin < 500 ml / hari, natrium urin < 10 mEq/liter, osmolalitas urin > osmolalitas plasma, eritrosit urin < 50 /lpb, dan natrium serum <130 mEq / liter (Schepke, 2007).

Kriteria SHR yang menggunakan kliren kreatinin dengan mengingat adanya false positive, serta untuk membedakan gagal ginjal akibat SHR dengan penyebab yang lain berdasarkan ( volume urin, konsentrasi natrium dan asmalolitas urin plasma) ini juga tidak khas untuk membedakan dengan gagal ginjal akibat yang lainnya, maka dari itu berdasarkan data tadi telah berubah kriteria diagnostik yang baru (Schepke, 2007).

Kriteria diagnostik terbaru SHR yaitu sirosis dengan asites, kreatinin serum > 133 µmol/L (1.5 mg/dL), tidak ada perbaikan serum kreatinin ( penurunan ≤ 133 µmol/L) paling sedikit 2 hari setelah pemberian diuretik atau albumin; dosis albumin direkomendasikan 1 gr/kg bb maksimum 100 gr/hari, tidak ada syok, tidak menggunakan obat-obatan yang nefrotoksik, tidak ada penyakit parenkim ginjal yang diindikasikan dengan proteinuria > 500 mg/hari, mikrohematuria (> 50 sel darah merah / lapang pandang ) dan atau tidak ada kelainan pada USG ginjal (Schepke, 2007).

(44)
(45)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

SIROSIS HATI

Sindroma

Hepatorenal

Gejala Klinis

FAKTOR PENYEBAB

Meninggal Dunia SEMBUH

Tindakan Medis

Lain lain

(46)

Gambar 3.1 Kerangka Teori Sirosis Hati

3.2 PENJELASAN

Penyebab sirosis hati sendiri sampai sekarang belum jelas, tetapi banyak faktor resiko yang mendukung terjadinya sirosis hati, antara lain faktor predisposing yaitu faktor yang tidak dapat diubah contohnya adalah jenis kelamin, dan umur. Faktor enabling yaitu faktor yang dapat diubah atau dicegah antara lain alkohol, malnutrisi, dan obesitas. Faktor reinforcing adalah faktor yang mempengaruhi progresifitas penyakit yaitu antara lain adalah hepatitis B dan C, wilson disease, hemachromatosis, dan diabetes melitus.

Penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis. penyakit ini ditandai dengan adanya pengerasan hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati, perubahan bentuk hati, melena dan hematemesis, adanya ikterus, terjadi asites dan edema, hipertensi porta dan lain sebagainya.

Sirosis hepatis memiliki beberapa komplikasi yang salah satunya adalah sindroma hepatorenal. Sindroma hepatorenal adalah menurunnya fungsi ginjal yang diinduksi oleh penyakit pada hati. Kematian penderita yang wafat dengan penyakit hati disebabkan oleh peristiwa medis berupa gagal ginjal. Ketika hati meradang, ginjal akan merespon dengan menurunkan aktivitasnya dengan menahan ekskresi sodium dan air, menurunkan aliran darah renal dan glomerular filtration rate hingga terjadi disfungsi.

(47)

dari tindakan medis tersebut. Pasien bisa sembuh total atau bahkan pasien meninggal karena komplikasi yang dideritanya.

(48)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

4.1.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

4.1.2 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif digunakan untuk mengumpulkan, merangkum, serta menginterpretasikan data-data yang diperoleh. Selanjutnya diolah kembali sehingga dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan gambaran yang jelas, terarah, dan menyeluruh dari masalah yang menjadi objek penelitian.

4.2 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.2.1 POPULASI

Populasi menggunakan pasien yang di rawat di instalasi rawat inap medik di RSUD dr.Soetomo untuk periode 2012 - 2015.

4.2.2 SAMPEL

(49)

4.3 PEMILIHAN SAMPEL

4.3.1 KRITERIA INKLUSI

Pasien Sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap penyakit dalam di RSUD dr.Soetomo Surabaya untuk periode 2012 - 2015.

4.3.2 BESAR SAMPEL

Besar sampel menggunakan total sampling seluruh pasien Sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap penyakit dalam di RSUD dr.Soetomo Surabaya untuk periode 2012 - 2015.

4.3.3 KRITERIA EKSKLUSI

Pasien yang memiliki data medis tidak lengkap dan tidak sesuai dengan judul penelitian.

4.4 INSTRUMEN PENELITIAN

1) Rekam medik pasien Sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap medik di RSUD dr.Soetomo Surabaya untuk periode 2012 - 2015.

2) Blangko penelitian yang digunakan untuk mencatat identitas dan profil klinik penderita.

3) Alat tulis.

(50)

4.4 VARIABLE PENELITIAN

jenis kelamin, usia, dan keluhan utama, hasil laboratorium, hasil pemeriksaan serologi, hasil pemeriksaan fungsi ginjal dan angka mortalitas.

Jenis Kelamin

Usia

Gejala Klinis

Hasil laboratorium

Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Ia memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Melalui fungsi ini maka oksigen di bawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.

(51)

Kekurangan hemoglobin menyebabkan terjadinya anemia kelebihan hemoglobin akan menyebabkan terjadinya kekentalan darah jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml yang dapat mengakibatkan stroke. Salah satu faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah kadar besi dalam tubuh. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan ± 0,004% berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai feritin di dalam hati.

Leukosit

Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama Leukosit atau sel darah putih. Batas normal jumlah Leukosit berkisar 4000 – 10000/m3. Leukosit meningkat sebagai respon

fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Terhadap respon infeksi pada lefer yang diakibatkan oleh virus hepatitis b, neutrofil meninggalkan kelompok marginal dan memasuki daerah infeksi. Sumsum tulang akan melepaskan sumber cadangannya dan menimbulkan peningkatan granulopoiesis. Karena permintaan yang meningkat ini, bentuk neutrofil imatur, yaitu neutrofil batang yang memasuki sirkulasi meningkat.

(52)

Leukosit yang meningkat disertai peningkatan bentuk imatur yang mencapai 100.000/mm3. Ini akibat respons terhadap infeksi, toksik dan peradangan liver yang disebabkan virus hepatitis B.

Trombosit

Trombosit adalah sel darah tak berinti yang berasal dari sitoplasma megakariosit. Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000-400.000/Mel darah. Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis karena trombosit membentuk sumbat hemostatik untuk menutup luka.

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respons hemostasis normal terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi.

SGOT/SGPT

SGOT (serum glutamic-oxaloacetic transaminase) atau disebut juga AST (aspartate transferase) dapat ditemukan di jantung, hati, otot rangka, otak, ginjal, dan sel darah merah. Peningkatan SGOT dapat meningkat pada penyakit hati, infark miokard, pankreatitis akut, anemia hemolitik, penyakit ginjal akut, penyakit otot, dan cedera.

(53)

spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGO T/AST adalah Laki - laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.

SGPT (serum glutamic-pyruvic transaminase) atau disebut juga dengan ALT (alanine transferase) terutama ditemukan di hati, dan sedikit di ginjal, jantung, dan otot rangka. SGPT efektif untuk mendiagnois destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah laki - laki : 0 - 50 U/L Perempuan : 0 - 35 U/L.

Albumin

(54)

adalah 194 mg/kg/hari (12-25 gram/hari). Keadaan normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi albumin.

Billirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.

Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Bilirubin ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

Saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma

(55)

sitotoksik lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.

Nilai normal billirubin adalah pada laki – laki bilirubin total : 0.2 – 1 (mg %) dengan perincian bilirubin direk : 0 – 0.2 (mg %) dan bilirubin indirek : 0.2 – 0.8 (mg %). Sedangkan pada wanita bilirubin total : 0.2 – 1 (mg %) dengan perincian bilirubin direk : 0 – 0.2 (mg %) dan bilirubin indirek : 0.2 – 0.8 (mg %).

Hasil Pemeriksaan Serologi

Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia atau obat ataupun agen penyebab infeksi. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis. Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab

hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan. Child-pugh score digunakan untuk menilai prognosis dari penyakit

(56)

HBsAg

Diagnosis hepatitis B dilakukan melalui pemeriksaan darah. Yang perlu diperhatikan adalah pendeteksian HBsAg (hepatitis B surface antigen). HBsAg adalah lapisan luar virus hepatitis B yang

memicu reaksi dari sistem kekebalan tubuh. HBsAg positif menandakan bahwa infeksi virus hepatitis telah aktif, akut atau kronik. Adanya HBsAg dalam darah diikuti dengan penurunan titer HBsAg.

Anti HCV

Hepatitis C adalah penyakit menular yang mempengaruhi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Infeksi ini sering tanpa gejala, tetapi infeksi kronis dapat menyebabkan parut pada hati dan akhirnya ke sirosis, yang umumnya terlihat setelah. bertahun-tahun. Pemeriksaan Anti-HCV merupakan pemeriksaan darah untuk mendeteksi keberadaan antibodi terhadap virus Hepatitis C (HCV). Bila hasil Anti-HCV positif (reaktif), hal tersebut menunjukan tidak terbentuknya sistem imunitas.

Hasil pemeriksaan fungsi ginjal BUN

Serum kreatinin

(57)

Angka mortalitas

Angka mortalitas penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal seperti cara keluar rumah sakit, jumlah kematian, lama perawatan, penyebab kematian.

4.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data diambil oleh peneliti dari rekam medik pasien sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal yang dirawat di instalasi rawat inap medik di RSUD dr.Soetomo Surabaya untuk periode 2012 - 2015 menggunakan formulir isian pada waktu jam kerja.

4.7 BAHAN PENELITIAN

Bahan penelitian adalah data rekam medis dari pasien yang pernah dirawat di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Soetomo.

4.8 INSTRUMEN PENELITIAN

(58)

4.9 ALUR PENELITIAN

Persiapan administrasi dan perijinan

Pengajuan proposal

Pengumpulan DMK pasien

Seleksi Rekam Medik yang memenuhi kriteria inklusi

Analisis data

(59)

4.10 ETIKA PENELITIAN

Sesuai syarat untuk melakukan penelitian di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, maka penelitian ini membutuhkan uji etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pengambilan data setelah mendapat ijin dan dinyatakan layak etik dari RS, dengan tetap memperhatikan :

4.11.1 ANONIMITY (TANPA NAMA)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data, tetapi hanya mencantumkan kode yang terdapat dalam Dokumen Medik Kesehatan (DMK).

4.10.2 CONFIDENTIALITY (KERAHASIAAN)

Informasi yang telah terkumpul dari data yang telah diteliti dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Yang tergolong identitas pribadi pasien tidak untuk dipublikasikan.

4.11 PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

4.12.1 PENGOLAHAN DATA

4.12.1.1 CODING DATA

(60)

4.12.1.2 ENTRY DATA

Tahapan memasukkan data secara komputerisasi setelah dibuat struktur data entry yang terdiri dari nomor, nama variabel, tipe variabel, width decimal, variable labels, value labels, dan missing values.

4.12.1.3 CLEANING DATA

Pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke program komputer dengan tujuan mengetahui kemungkinan adanya kesalahan selama analisis sehingga dapat segera dilakukan perbaikan.

4.12.2 TEKNIK ANALISIS DATA

Dalam penelitian ini, Analisis data secara deskriptif menggunakan nilai jumlah proporsi angka kejadian Sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal dalam 4 tahun mulai dari 2012 - 2015 dengan nilai absolut. Sedangkan untuk Usia penderita Sirosis hati dengan penyulit sindroma hepatorenal menggunakan Mean, Modus, dan Standar Deviasi. Komplikasi sirosis hati dapat diketahui dengan nilai sirosis hati (+/-).

4.12TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

4.13.1 TEMPAT PENELITIAN

(61)

4.13.2 WAKTU DAN JADWAL PENELITIAN

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah antara bulan Juli 2015 sampai Mei 2016 dengan rincian jadwal sebagai berikut :

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

Bulan Jadwal

Juli-Agustus 2015 Persiapan dan Pembuatan Proposal Penelitian

September 2015-Oktober 2015 Perizinan Penelitian November 2015-Maret 2016 Pelaksanaan Penelitian

April 2016-Mei 2016 Analisis Data

Mei 2016 Pembuatan Laporan Penelitian

4.13RINCIAN BIAYA

Perizinan Rumah Sakit : Rp 500.000,-

Biaya Cetak dan jilid Proposal : Rp 170.000,-

Biaya Tak Terduga : Rp 250.000,- +

(62)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada periode Juli 2015 – Juni 2016. Dimulai dengan mengurus perijinan hingga pengumpulan data. Data mengenai pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal didapatkan dari rekam medik pasien Instalasi Rawat Inap Penyakit dalam Rumah Sakit Dr. Soetomo pada periode Januari 2012 – Desember 2015 didapatkan 23 pasien. Data yang berhasil dihimpun melalui penelitian ini meliputi data tentang distribusi angka kejadian, usia, jenis kelamin, gambaran klinis, hasil pemeriksaan penunjang dan angka mortalitas.

5.2 Deskripsi Data Penelitian

5.2.1 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal berdasarkan Jenis Kelamin

(63)

Diagram 5.1 Karakteristik Data Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

5.2.2 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Usia

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan usia yang bervariasi dengan rentang usia paling muda adalah 31 tahun dan usia paling tua adalah 72 tahun dengan rata-rata total usia pasien 51.63 tahun.

5.2.3 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Gejala Klinis

Berdasarkan data penelitian yang ada didapatkan beberapa gambaran klinis yang ada pada pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal.

Tabel 5.1 Karakteristik Data Penelitian Berdasarkan Gejala Klinis No Gambaran Klinis Jumlah (n=23) Presentase (%)

(64)

5.2.4 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan hemoglobin, trombosit, leukosit, SGOT, SGPT, Albumin, Billirubin Direct, Billirubin total, PPT dan APTT pada penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal mengalami beberapa perubahan dari nilai normal.

Hasil pemeriksaan hemoglobin rata-rata nilai pasien sebesar 9,3 menandakan penurunan hemoglobin. Hasil pemeriksaan SGOT memiliki rata-rata nilai sebesar 194.4 U/L menandakan kenaikan SGOT dan pada pemeriksaan SGPT didapatkan nilai rata-rata sebesar 64.6 U/L menandakan kenaikan SGPT. Hasil rata-rata pemeriksaan albumin sebesar 2.47 g/dl menandakan penderita mengalami penuruan nilai. Hasil rata-rata pemeriksaan billirubin

5 Nyeri Perut 3 13.04

16 Spontanius Bakteria Peritonitis 8 34.78

17 Hiperkalemi 6 26.08

(65)

direct sebesar 6 mg/dl menandakan penderita mengalami kenaikan

nilai dan hasil rata-rata pemeriksaan billirubin total sebesar 7.6 mg/dl menandakan pasien mengalami kenaikan nilai. Pada pemeriksaan PPT rata-rata nilai pasien sebesar 21.58 detik dengan kontrol PPT sebesar 11.79 detik menandakan pemanjangan nilai sedangkan hasil rata-rata pemeriksaan APTT sebesar 37.12 detik dengan rata-rata kontrol sebesar 11.03 detik menandakan pasien mengalami pemanjangan nilai.

Table 5.2 Hasil pemeriksaan laboratorium

5.2.5 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan HBsAg dan HCV penderita sirosishepatis dengan sindroma hepatorenal didapatkan sebesar 11 data sebanyak 10 penderita positif HBsAg, 1 penderita positif HCV dan HBsAg.

Pemeriksaan Laboraturium Rata-rata Nilai Rujukan

Hemoglobin 9.305 11,0 - 18,0 g/dl

SGOT 194.4 <38 U/L

SGPT 64.6 <41 U/L

Albumin 2.47 3,4 - 5 g/dl

Billirubin Direct 6 <0,2 mg/dl

Billirubin Total 7.6 0,3 - 1,0 mg/dl

Trombosit 197 150-450 x10*3/uL

Leukosit 17.5 4.5-10.5 x10*3/uL

PPT 21.58 < 2 detik (c = 11.79)

(66)

Tabel 5.3 Karakteristik Data Penelitian Pemeriksaan hepatitis

5.2.6 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Fungsi ginjal

Hasil pemeriksaan pada penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal didapatkan beberapa hasil tes fungsi ginjal seperti BUN, Serum Kreatinin, Kalium dan Natrium. Didapatkan hasil yaitu kenaikan nilai BUN, Serum kreatinin dan Kalium. Sedangkan pada Natrium sebagian besar penderita mengalami penurunan.

Nilai rata-rata dari hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukan penurunan fungsi ginjal pada penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal adalah 43.57 mg/dl untuk nilai BUN dengan nilai tertinggi sebesar 142.7 mg/dl dan nilai terendah sebesar 4.4 mg/dl. Hasil rata-rata 2.5 mg/dl untuk nilai serum kreatinin dengan nilai tertinggi 5.1mg/dl dan nilai terendah 0.61 mg/dl. Hasil rata-rata 4.97 mmol/l untuk nilai kalium dengan nilai tertinggi 7.6 mmol/l dan nilai terendah 2.7 mmol/l. Hasil rata-rata 133.67 mmol/l untuk nilai natrium dengan nilai tertinggi 154 mmol/l dan nilai terendah 155 mmol/l.

No Pemeriksaan Hepatitis Positif Negatif Jumlah Data

1 HBsAg 11 5 16

2 HCV 0 3 4

(67)

Table 5.4 Hasil Pemeriksaan Fungsi Ginjal

Pemeriksaan Lab.Ginjal Nilai Maks Nilai Min Rata rata Nilai rujukan

BUN 142.7 4.4 43.57 10 - 20 mg/dl

Serum Kreatinin 5.1 0.61 2.5 0,5 - 1,2 mg/dl

Kalium 7.6 2.7 4.97 3,8 - 5,0 mmol/l

Natrium 154 115 133.67 136 -144 mmol/l

Sebanyak 6 pasien mengalami beberapa kali perubahan nilai serum kreatinin pada setiap hasil pemeriksaan laboratoriumnya. Hasil dinamika serum kreatinin pasien tersebut sebanyak 5 data mengalami kenaikan nilai serum kreatinin dan sebanyak 1 data mengalami penurunan nilai pada hasil pemeriksaan serum kreatinin.

Diagram 5.2 Data Penelitian Berdasarkan Pemeriksaan Serum Kreatinin

5.2.7 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Angka Mortalitas

Dari data penelitian yang didapatkan, untuk angka mortalitas pada penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma

(68)

hepatorenal didapatkan beberapa status akhir pasien. Angka kematian didapatkan sebesar 11 penderita dengan rata-rata lama perawatan selama 3.36 hari, status akhir pulang paksa sebanyak 9 penderita dengan rata-rata lama perawatan selama 6.4 hari dan status akhir dipulangkan sebanyak 3 orang dengan rata-rata lama perawatan selama 6 hari.

Tabel 5.5 Karakteristik Data Berdasarkan Angka Mortalitas

No Cara Keluar Rumah Sakit Jumlah Rata-Rata Lama Perawatan

1 Meninggal 11 3.36 Hari

2 Pulang Paksa 9 6.4 Hari

3 Dipulangkan 3 6 hari

(69)

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada periode Juli 2015 – Juni 2016. Dimulai dengan mengurus perijinan hingga pengumpulan data. Penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data mengenai pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal yang dapatkan dari rekam medik pasien Instalasi Rawat Inap Penyakit dalam Rumah Sakit Dr. Soetomo pada periode Januari 2012 – Desember 2015 didapatkan 23 pasien. Data yang berhasil dihimpun melalui penelitian ini meliputi data tentang distribusi angka kejadian, usia, jenis kelamin, gambaran klinis, hasil pemeriksaan penunjang dan angka mortalitas.

6.2 Deskripsi Data Penelitian

6.2.1 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

(70)

laki-laki yang berjumlah 478 pasien (74,3%), sedangkan pasien yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 165 pasien (25,7%) (Choi, 2014).

Hasil penelitian lain didapatkan bahwa pasien sirosis hepatis dengan hepatorenal sindrom terbanyak berjenis kelamin laki-laki dengan presentase 76.3% dengan SHR type 1 dan 70% dengan SHR tipe 2 (Salerno, 2011).

Distribusi pasien berdasarkan usia pada penelitian ini didapatkan usia yang bervariasi dengan rentang usia paling muda adalah 31 tahun dan usia paling tua adalah 72 tahun dengan usia rata-rata 51.63 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian di Konkuk University Hospital yang mendapatkan pasien usia terbanyak

dengan usia rata-rata 57,4 tahun (Choi, 2014). Pada penelitian di Glypress-ine; Laboratoire Ferring SAS, Gentilly, France dari 99 pasien ditemukan usia rata-rata terbanyak yaitu usia 56 tahun (Moreau, 2002).

6.2.2 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Gejala Klinis

(71)

sepsis sebanyak 10 pasien. Pasien dengan spontanius bakteria peritonitis dan anemia sebanyak 8 pasien. Pasien dengan hepatitis sebanyak 4 pasien. Pasien dengan infeksi saluran kemih sebanyak 3 pasien. Pasien dengan gejala klinis ikterus dan degenerasi maligna sebanyak 2 pasien. Pasien dengan gejala klinis gagal hati akut 1 pasian, dengan hiponatremia 1 pasien, dengan koma hipoglikemi 1 pasien, dengan varises esofagus 1 pasien, dengan syok hipovolemik 1 pasien. Pasien dengan keluhan muntah darah sebanyak 9 pasien. Pasien dengan keluhan sesak sebanyak 6 pasien dan pasien dengan keluhan nyeri perut sebanyak 3 pasien.

Gambaran khas dari hepatorenal sindrom yaitu oliguria, hiponatremia, dan kadar Na yang rendah dalam urine (Kusumobroto, 2015).

Hasil penelitian lain menyatakan bahwa seluruh pasien sirosis hepatis dengan penyulit hepatorenal sindrom datang dengan asites, dimana didapatkan 99 pasien (100%) dari 99 data pasien yang diambil (Moreau, 2002).

6.2.3 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Laboratorium

(72)

Sanglah Denpasar didapatkan rata-rata hemoglobin pasien sirosis sebesar 9.53 g/dL (Budiyasa, 2011).

Hasil pemeriksaan SGOT memiliki rata-rata nilai sebesar 194.4 menandakan kenaikan SGOT. Hasil pemeriksaan SGPT didapatkan nilai rata-rata sebesar 64.6 menandakan kenaikan SGPT.

Hasil penelitian di Beth Israel Deaconess Medical Center Hospital, Boston, Massachusetts melaporkan bahwa rasio rata-rata

AST (SGOT)/ALT (SGPT) pasien sirosis hepatis mengalami peningkatan yang lebih tinggi dari pada pasien non sirosis hepatis (Sheth, 1998).

Hasil rata-rata pemeriksaan albumin sebesar 2.47 gram/dL menandakan penderita mengalami penurunan nilai.

Hasil penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mendapatkan nilai albumin rata-rata pada pasien sirosis hepatis yaitu 2,741 gr/dL (Poluan et al, 2015)

Hasil laporan penelitian di Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dimana didapatkan pasien di dominasi dengan albumin di < 2.8 mg/dL sebanyak 56 pasien (91.8%) dengan rerata 2.21 mg/dL (Budiyasa, 2011).

(73)

rata-rata pemeriksaan billirubin total sebesar 7.6 mg/dL menandakan pasien mengalami kenaikan nilai.

Hasil penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menemukan adanya kenaikan nilai bilirubin pada pasien sirosis hepatis, dengan nilai rata-rata 5,01 mg/dL. Nilai bilirubin terendah yaitu 0,2 mg/dL dan nilai bilirubin tertinggi yaitu 33,9 mg/dL (Poluan, 2015).

Hasil yang didapat pada penelitian ini pemeriksaan PPT rata-rata nilai pasien sebesar 9.73 menandakan pemanjangan nilai. Hal ini sesuai dengan penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou yang menemukan pasien sirosis hepatis didominasi oleh pasien dengan PPT yang memanjang, dari 15 pasien, 13 pasien (86,7%) mengalami pemanjangan waktu protrombin. Pada 2 pasien (13,3%) normal, pada 7 pasien (46,7%) terdapat pemanjangan waktu protrombin dalam rentang 1-4 detik, 2 pasien (13,3%) dalam rentang 5-6 detik, dan 4 pasien (26,7%) dalam rentang > 6 detik (Saragih, 2016).

(74)

6.2.4 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Serologi

Hasil pemeriksaan HBsAg dan HCV penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal pada penelitian ini didapatkan sebesar 11 data sebanyak 10 penderita (43.47%) positif HBsAg, 1 penderita (4.34%) positif HCV dan HBsAg sedangkan 13 pasien (56.52%) tidak melakukan pemeriksaan.

Hasil laporan penelitian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang pasien sirosis di dominasi oleh pasien yang positif Hepatitis B sebanyak 15 pasien (41,7%). Sedangkan pasien yang positif Hepatitis B dan Hepatitis C sebanyak 1 pasien (2,8%), pasien positif Hepatitis C sebanyak 8 pasien (22,2%), dan yang bukan karena virus hepatitis sebanyak 12 pasien (33,3%) (Suyoso, 2015).

6.2.5 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Fungsi ginjal

(75)

Penelitian di The 3 Major Hospitals Of Padova, Italy yang mendapatkan pasien sirosis hepatis dengan asites dengan infeksi sebanyak 104 pasien mempunyai nilai rata-rata BUN sebesar 36.1 ± 3.4 mg/dL, sedangkan pasien sirosis hepatis dengan asites tanpa infeksi sebanyak 129 pasien mempunyai nilai BUN rata-rata sebesar 18.6 ± 0.9 mg/dL. Pasien sirosis hepatis dengan gagal ginjal sebanyak 35 pasien mempunyai nilai rata-rata BUN sebesar 66.9 ± 7.6 mg/dL, sedangkan pasien sirosis hepatis tanpa gagal ginjal sebanyak 69 pasien mempunyai nilai rata-rata BUN sebesar 20.6 ± 1.4 mg/dL (Fasolato, 2006).

Serum kreatinin pada penelitian ini mengalami peningkatan dengan nilai serum kreatinin rata-rata sebesar 2.5 mg/dL yang dialami oleh 20 pasien. Sebanyak 6 pasien mengalami beberapa kali perubahan nilai serum kreatinin pada setiap hasil pemeriksaan laboratoriumnya. Hasil dinamika serum kreatinin pasien tersebut sebanyak 5 data mengalami kenaikan nilai serum kreatinin.

Hasil penelitian di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mendapatkan nilai kreatinin rata-rata pada pasien sirosis hepatis yaitu 1,237 mg/dL dengan nilai kreatinin terendah sebesar 0,4 mg/dL dan tertinggi sebesar 3,2 mg/dL (Poluan, 2015).

(76)

pasien yang mempunyai kadar sodium (natrium) <135 mEq/L sebanyak 486 pasien (49,4%). Pasien dengan kadar sodium (natrium) ≤ 130 mEq/L sebanyak 211 pasien (21,6%), sebanyak 5,7% pasien dengan kadar sodium ≤ 125 mEq/L dan sebanyak 1,2% pasien dengan kadar sodium ≤ 120 mEq/L (Gines & Guevara, 2008).

6.2.6 Distribusi Pasien Sirosis Hepatis dengan Sindroma

Hepatorenal Berdasarkan Angka Mortalitas

Data penelitian yang didapatkan, untuk angka mortalitas pada penderita sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal didapatkan beberapa status akhir pasien. Angka kematian didapatkan sebesar 11 penderita dengan rata-rata lama perawatan selama 3.36 hari, status akhir pulang paksa sebanyak 9 penderita dengan rata-rata lama perawatan selama 6.4 hari dan status akhir dipulangkan sebanyak 3 orang dengan rata-rata lama perawatan selama 6 hari.

Hal ini berbeda dengan penelitian di University Hospital Of Ghent yang mendapatkan 15 pasien (83%) meninggal pada hari ke 45 dan median angka kematiannya 24 hari (Colle et al, 2002).

(77)
(78)

BAB VII PENUTUP

7.1 KESIMPULAN

Pada tahun 2012 - 2015 didapatkan sebanyak 23 pasien Sirosis Hepatis dengan penyulit Sindroma Hepatorenal yang dirawat di RSUD dr.Soetomo Surabaya.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan tentang Gambaran Klinis Pasien Sirosis Hepatis dengan penyulit Sindroma Hepatorenal di RSUD dr.Soetomo Surabaya periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2015 berdasarkan angka kejadian, usia, jenis kelamin, hasil laboraturium, keluhan utama, dan angka mortalitas yaitu sebagai berikut:

1. Pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal sebagian besar berjenis kelamin laki - laki. Usia pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal paling muda adalah 31 tahun dan usia paling tua adalah 72 tahun dengan rata-rata usia total 51.63 tahun. 2. Pada pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal

tahun 2012 sampai tahun 2015 sebagian besar memiliki gejala klinis asites. Setiap pasien memiliki lebih dari satu gejala klinis.

(79)

SGPT, dan Billirubin. PPT dan APTT mengalami pemanjangan. Hemoglobin dan Albumin mengalami penurunan.

4. Pada pemeriksaan serologi didapatkan pasien yang menderita hepatitis B sebanyak 11 pasien dan 1 pasien positif hepatitis C dan hepatitis B. 5. Pada pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan meningkatnya nilai BUN,

serum kreatinin dan kalium pada pasien sirosis hepatis dengan sindroma hepatorenal. Sedangkan nilai natrium pasien menurun. 6. Angka mortalitas pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma

hepatorenal dari data yang sudah didapatkan sebesar 48 % dengan penyebab kematian terbesar adalah sepsis.

7. Pada pasien sirosis hepatis dengan penyulit sindroma hepatorenal memiliki rata-rata usia 51.63 tahun, sebagian besar pasien berjenis kelamin laki-laki, keluhan utama pada umumnya berupa asites, hasil laboratorium pasien sebagian besar mengalami peningkatan kecuali Albumin dan Hemoglobin, PPT dan APTT pada umumnya mengalami pemanjangan, hasil pemeriksaan serologi sebagian besar positif hepatitis B, pemeriksaan fungsi ginjal mengalami peningkatan kecuali pada natrium, dan angka mortalitas pasien pada umumnya tinggi.

7.2 SARAN

(80)

untuk digunakan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan data secara lengkap, jelas dan tepat.

2. Sebaiknya dilakukan komputerisasi data secara valid untuk memudahkan penelitian-penelitian selanjutnya dalam mengakses data yang dibutuhkan.

3. Pemeriksaan laboratorium seperti tes urin lengkap dan produksi urin seharusnya dapat ditegakkan lebih lengkap.

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi sirosis hepatis...............................................................11
Gambar  2.1 Faktor pencetus sindroma hepatorenal...........................................18
Tabel 2.1. Klasifikasi sirosis hepatis
Tabel 2.2 Pengobatan spesifik Sirosis Hati berdasarkan Etiologi
+6

Referensi

Dokumen terkait

yang dilakukan para pihak untuk membuktikan kekuatan alat bukti surat di.. bawah tangan dalam Proses Pembuktian

Rumusan masalahnya ialah apakah hasil belajar, aktivitas siswa dan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran pada mata pelajaran matematika materi perbandingan

pembahasan dan tindak lanjut terhadap umpan balik masyarakat terhadap mutu dan kepuasan adalah dengan cara pengumpulan informasi dalam rangka mengetahui harapan pelanggan

Larutan amine yang telah bersih dari acid gas keluar dari bagian bawah kolom Amine Regeneration Column (D-120) lalu dialirkan pada Amine Heat Exchanger (E-121) untuk

Penanda lingual pembentuk makna intensional bahasa Sasak di Desa Kotaraja Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur (selanjutnya disingkat BSDK)yang ditemukan

Keadaan ini jika tidak ditangani dan berlanjut dengan kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi maka dapat merusak sel-sel otak (Kern Ikterus). Tujuan umum menguraikan hasil

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Optimasi Formula Self Nano-Emulsifying

Dengan demikian, apabila debitur melakukan wanprestasi/cidera janji, maka pemenuhan eksekusi pembayaran hutang dapat dilakukan melalui parate eksekusi biasa berdasarkan