• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXTION ( PMR ) TERHADAP VITAL SIGN PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXTION ( PMR ) TERHADAP VITAL SIGN PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi

1. Definisi

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia, dan

hipertensi menjadi penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan

tuberkulosis, yaitu 6,7% kematian dari semua umur di Indonesia. Di

banyak Negara saat ini, prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan

perubahan gaya hidup, seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan

stress psikososial. Hipertensi sudah menjadi masalah kesehatan

masyarakat (public health problem) dan akan menjadi masalah yang lebih

besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Natalia, et al. 2015).

Hipertensi merupakan suatu kondisi peningkatan tekanan darah

arterial abnormal yang berlangsung persisten. Seorang dewasa

dikategorikan hipertensi apabila mempunyai tekanan darah sistolik ≥120

mmHg atau tekanan darah diastolik ≥80 mmHg (JNC VII). Sekitar 1

milyar penduduk dunia diperkirakan menderita hipertensi (Bell, 2015). Di

Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan

RI tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional

mencapai 31,7% (BPPK, 2008).

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding - dinding

arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan

(2)

darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut

jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan

jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan

sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik)

(Price & Wilson, 2006).

Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan

dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai

tinggi tekanan darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau

aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi.

Karena arteri - arteri terhalang lempengan kolesterol, sirkulasi darah

melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri - arteri mengeras

dan mengerut, darah memaksa melewati jalan yang sempit itu, sebagai

hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Yundini, 2006).

Menurut JNC-8 yang disusun oleh Bell et al. (2015) tentang

tatalaksana pengelolaan hipertensi, batas tekanan darah yang masih

dianggap normal adalah kurang dari 120/80 mmHg dan tekanan darah

(sistolik/diastolik) 120-139/80-89 mmHg dinyatakan sebagai

Prehipertensi. Hipertensi derajat 1 dengan tekanan darah 140-159/90-99

mmHg, dan Hipertensi derajat 2 dengan tekanan darah ≥160/≥100 mmHg.

2. Jenis - jenis hipertensi

Susilo (2011) menyatakan bahwa apabila hipertensi dibedakan

berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu

(3)

penyebabnya dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang

penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi. Berdasarkan

penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar,

yaitu:

a. Hipertensi primer

Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan

jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab

hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan

hereditas (keturunan). Sekitar 90 % pasien hipertensi diperkirakan

termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer sering

dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang

kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat

antihipertensi mungkin pula digunakan tetapi kadang-kadang

menimbulkan efek samping seperti meningkatnya kadar kolesterol,

menurunnya kadar natrium (Na) dan kalium (K) didalam tubuh dan

dehidrasi.

b. Hipertensi sekunder

Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi

yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk

hipertensi sekunder seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit

ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes

(4)

3. Faktor resiko hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:

a. Faktor yang tidak dapat dikontrol

1) Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua

seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih

dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi (Yundini, 2006).

Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar

sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi

yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60

tahun Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan

tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang

hipertensinya meningkat ketika berumur lima puluhan dan

enampuluhan (Kuswardhani, 2006).

2) Jenis kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata

terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa

Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6%

untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4%

perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan)

didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita (Yundini, 2006).

Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita

(5)

untuk peningkatan darah sistolik (Kuswardhani, 2006). Yundini

(2006) menambahkan bahwa wanita lebih banyak yang menderita

hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya

hormon estrogen pada wanita.

3) Riwayat keluarga

Sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering

menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita

hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena

hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki

hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5

kali lipat (Rahajeng, 2009).

Menurut Susilo (2011) Dari data statistik terbukti bahwa

seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk

mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi.

hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang

dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup

kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika

kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita

mendapatkan penyakit tersebut 60%.

b. Faktor yang dapat dikontrol

1) Kebiasaan merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan

(6)

banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar

tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg

lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan

hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Rahajeng,

2009).

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon

monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam

aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah

arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya

tekanan darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat

kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh

pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke

aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah

mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi

sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin

(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat

karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang

saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan

(7)

2) Konsumsi garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara

konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang

sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh

asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume

plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan

diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga

kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang

normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di

samping ada faktor lain yang berpengaruh (Putri, 2012).

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam

patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah

ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang

minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari

menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika

asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi

meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap

timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung dan tekanan darah (Runtukahu, 2015).

3) Konsumsi lemak jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi

(8)

yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan

konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang

bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak

jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian

dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat

menurunkan tekanan darah (Natalia, 2015).

4) Kebiasaan konsumsi minum minuman beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum

alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme

timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti 6 seseorang

yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak

memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak

minum atau minum sedikit (Saverio, 2008).

Menurut Saverio (2008) konsumsi alkohol harus

diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus

hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme

peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.

Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan

volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan

dalam menaikkan tekanan darah.

Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi

penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi.

(9)

hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar duakali.

Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah

belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan

bahwa dalam jangka panjang, minum minuman beralkohol

berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain (Saverio,

2008).

5) Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai

indeks massa tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi

badan (m) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap

timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi

penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah

penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita

hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer

berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis

meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah (Natalia,

2015).

Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi

langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.

Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya

normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 %

(10)

6) Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan

hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan

darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada

hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan

kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga

bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi (Arovah,

2007).

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita

hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan.

Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi

denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus

bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan

sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang

dibebankan pada arteri (Arovah, 2007).

7) Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui

aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah

secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat

berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti

(11)

diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang

tersebut menjadi hipertensi (Varvogly, 2011).

Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik

atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan

kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun

harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang

datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap

pengaruh-pengaruh dari luar itu (Varvogli, 2011).

Stres juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini

diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan

darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres

dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan

bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali.

Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan

tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat

menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan (Varvogli,

(12)

4. Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi pengukuran tekanan darah dari Eighth Joint National

Committee (JNC-8) guidelines on HTN tahun 2015 :

Sumber: Bell et al., 2015

Menurut Bell et al. (2015) Eighth Joint National Committee (JNC-8)

guidelines on HTN, Laporan terbaru diterbitkan pada bulan Juni 2015,

memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria

hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu normal, prahipertensi,

kemudian hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II.

Prahipertensi, jika angka sistolik antara 120 sampai 139 mmHg

atau angka diastolik antara 80 sampai 89 mmHg. Jika orang menderita

prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. Misalnya

orang yang masuk kategori prahipertensi dengan tekanan darah 120/85

mmHg – 139/89 mmHg mempunyai kemungkinan terkena hipertensi di

masa yang akan datang. Jika tekanan darah Anda masuk dalam kategori

prahipertensi, maka dianjurkan melakukan penyesuaian pola hidup yang

dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal (Bell et al.,

2015).

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120 -139 80-89

Hipertensi Derajat I 140-159 90 - 99

(13)

Hipertensi derajat I. Sebagian besar penderita hipertensi termasuk

dalam kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka

perubahan pola hidup merupakan pilihan pertama untuk penanganannya.

Selain itu juga dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan

darah. Hipertensi derajat II mempunyai risiko terbesar untuk terkena

serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan

hipertensi. Pengobatan untuk setiap orang dalam kelompok ini dianjurkan

kombinasi dari dua jenis obat tertentu dibarengi dengan perubahan pola

hidup (Hikayati,2013).

5. Gejala hipertensi

Menurut Bandiara (2008), sebagian besar tanpa disertai gejala yang

mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi

bertahun-tahun berupa: Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai

mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium. Penglihatan kabur

akibat kerusakan retina karena hipertensi. Ayunan langkah tidak mantap

karena kerusakan susunan syaraf. Nokturia karena peningkatan aliran

darah ginjal dan filtrasi glomerolus. Edema dependen akibat peningkatan

tekanan kapiler. Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya

gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain

adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat

(14)

6. Komplikasi Hipertensi

(BPPK, 2008). menyebutkan bahwa komplikasi hipertensi

berkaitan dengan tekanan darah yang sudah meningkat sebelumnya dengan

konsekuensi perubahan dalam pembuluh darah dan jantung maupun

dengan aterosklerosis yang menyertai hipertensi dan dipercepat oleh

hipertensi yang sudah lama diderita. Komplikasi hipertensi antara lain:

a. Penyakit jantung

Darah tinggi dapat menimbulkan penyakit jantung karena

jantung harus memompa darah lebih kuat untuk mengatasi tekanan

yang harus dihadapi pada pemompaan jantung. Ada dua kelainan yang

dapat terjadi pada jantung yaitu: 1) kelainan pembuluh darah jantung,

yaitu timbulnya penyempitan pembuluh darah jantung yang disebut

dengan penyakit jantung koroner, 2) payah jantung, yaitu penyakit

jantung yang diakibatkan karena beban yang terlalu berat suatu waktu

akan mengalami kepayahan sehingga darah harus dipompakan oleh

jantung terkumpul di paru-paru dan menimbulkan sesak nafas yang

hebat. Penyakit ini disebut dengan kelemahan jantung sisi kiri.

b. Tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak (stroke)

Tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh

darah otak dapat menyebabkan terjadinya setengah lumpuh.

c. Gagal ginjal

Kegagalan yang ditimbulkan terhadap ginjal adalah

(15)

pembuluh darah halus. Bila terjadi kegagalan ginjal tidak dapat

mengeluarkan zat-zat yang harus dikeluarkan oleh tubuh misalnya

ureum.

d. Kelainan mata

Darah tinggi juga dapat menimbulkan kelainan pada mata

berupa penyempitan pembuluh darah mata atau berkumpulnya cairan

di sekitar saraf mata. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan

penglihatan.

e. Diabetes mellitus

Diabetes melitus atau yang sering dikenal dengan penyakit

kencing manis merupakan gangguan pengolahan gula (glukosa) oleh

tubuh karena kekurangan insulin. Berdasarkan uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa komplikasi penyakit yang ditimbulkan dari

tekanan darah tinggi atau yang sering disebut dengan hipertensi antara

lain adalah penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kelainan pada mata

yang dapat mengalibatkan kebutaan dan penyakit gula atau yang lebih

dikenal dengan diabetes mellitus.

f. Pengelolaan hipertensi

Tujuan pengelolaan krisis hipertensi adalah menurunkan

tekanan darah secara cepat dan seaman mungkin untuk

menyelamatkan jiwa penderita. Menurut Bandiara (2008), pengelolaan

hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan

(16)

7. Pengelolaan Hiprtensi

a. Penatalaksanaan farmakologis

1) Definisi penatalaksanaan farmakologis

Pengobatan farmakologis merupakan pengobatan dengan

menggunakan obat antihipertensi tertentu, sehingga dapat

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Pada sebagian

besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat

antihipertensi kemudian jika tidak ada kemajuan secara perlahan

dosisnya dinaikkan namun disesuaikan juga dengan umur,

kebutuhan dan hasil pengobatan. Obat antihipertensi yang dipilih

harus mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam

dengan dosis sekali sehari (Sanjaya, 2009).

2) Tujuan penatalaksanaan farmakologis

Tujuan pengobatan farmakologis adalah menurunkan

morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan memelihara

tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg, tekanan diastolic di

bawah 90 mmHg disamping mencegah resiko penyakit

kardiovaskuler lainnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan

pada penggunaan obat anti hipertensi, yaitu : saat mulai pengobatan

gunakanlah dosis yang kecil, bila efek tidak memuaskan

tambahkan obat untuk kombinasi, dan pergunakan obat longacting

dengan dosis tunggal yang dapat mencakup efek selama 24 jam

(17)

3) Terapi kombinasi obat antihipertensi

Evidence-based medicine adalah pengobatan yang

didasarkan atas bukti terbaik yang ada dalam mengambil keputusan

saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap

masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek evidence-based untuk

hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data yang

menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular

atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah

menunjukkan kalau sekadar menurunkan tekanan darah,

tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam seleksi obat

hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat

yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi

angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB),

penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB) (Sanjaya, 2009).

Kombinasi Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik,

penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),

penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium

dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik

sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati

mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan

keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini

(misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas

(18)

mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat

alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator

digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu

disamping obat utama (Bandiara, 2008).

Menurut Sanjaya (2009) Kebanyakan pasien dengan

hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk

mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Kelas obat yang

biasa digunakan untuk pengobatan farmakologis adalah Diuretik

(Hidroklorotiazid 12,5 mg 1 kali sehari), penyekat beta (Atenolol

25 mg 1 kali sehari), penghambat enzim konversi angiotensin

(ACEI) (Catopril 12,5 mg 1 kali sehari), penyekat reseptor

angiotensin (ARB) (Kandesartan 8 mg 1 kali sehari), dan antagonis

kalsium (Amplodipin 2,5 mg 1 kali sehari) dianggap sebagai obat

antihipertensi utama. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mmHg

diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan

dua obat.

Obat – obat yang digunakan di ruangan dalam RSUD Prof.

(19)

100 mg (90- 120 menit).

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal

sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu

diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan

pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini

dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh

karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting

diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan

hipertensi (Hikayati, 2013). Penangan non farmakologis yang

digunakan untuk mengurangi dampak hipertensi bagi pasien hipertensi

antara lain :

1) Olahraga

Olahraga dan aktifitas fisik Selain untuk menjaga berat badan

tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk

mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga

seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita

hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali

seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah

(20)

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan

perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat

menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan

sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingatkan

kepada kita adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan

sebagai pengobatan hipertensi (Jafar, 2006).

2) Relaksasi aromaterapi mawar

Relaksasi aromaterapi mawar merupakan salah satu terapi

non farmakologis yaitu dalam menurunan tekanan darah. Manfaat

dari aromaterapi dapat menumbuhkan perasaan tenang (rileks) pada

jasmani, pikiran, dan rohani (soothing the physical, mind and

spiritual), dapat menciptakan suasana yang damai, serta dapat

menjauhkan dari perasaan cemas dan gelisah. Sedangkan efek

farmakologis mawar diantaranya melancarkan sirkulasi darah, anti

radang, menghilangkan bengkak, dan menetralisir racun. Secara

teori apabila dapat dilaksanakan dengan baik terapi relaksasi

(aromaterapi mawar) maka tekanan darah dapat menurun (Kenia,

2013).

3) Relaksasi nafas dalam

Relaksasi nafas dalam yaitu suatu bentuk asuhan keperawatan

(21)

nafas lambat dan menghembuskan nafas secara perlahan. Selain itu

relaksasi nafas dalam juga dapat dilakukan dengan latihan olah

nafas dan bermeditasi, seperti yoga atau taichi yang efektif untuk

menurunkan hormon penyebab stress. Terapi relaksasi nafas dalam

dapat meningkatkan saturasi oksigen, memperbaiki keadaan

oksgenasi dalam darah, dan membuat suatu keadaan rileks dalam

tubuh (Amalia, 2014).

4) Terapi mandi uap

Terapi mandi uap merupakan salah satu jenis terapi

menggunakan media uap air hangat. Orang yang menjalani terapi

ini akan ditempatkan pada ruangan uap hangat yang dirancang

khusus. Uap hangat yang berasal dari pemanasan air dipompakan

ke ruangan tertutup sehingga menciptakan kondisi panas basah

(Purnawan, 2015). Mandi uap ini akan meningkatkan sirkulasi

perifer 5 – 10% melalui proses pelebaran pembuluh darah

(vasodilatasi). Selain itu, rempah-rempah yang digunakan pada uap

hangat tersebut menghasilkan aromatherapi yang meningkatkan

efek relaksasi. Mekanisme vasodilatasi dan relaksasi tubuh selain

dapat meningkatkan perasaan nyaman sehingga menurunkan atau

menghilangkan nyeri, juga bisa menurunkan tekanan darah

(Purnawan, 2015).

(22)

Pijat refleksi kaki dan hipnoterapi merupakan salah satu

bentuk penanngan non medis pada pasien yang menderita

hipertensi. Pijat refleksi kaki dan hipnoterapi. Metode ini dipilih

karena kecilnya efek samping yang ditimbulkan dan lebih

ekonomis. Proses pijat refleksi kaki hanyalah menggunakan tangan

manusia. Terapi pijat refleksi kaki telah terbukti efektif untuk

mengatasi berbagai penyakit, termasuk hipertensi. Terapi Hipnosis

hanyalah menggunakan kekuatan sugesti yang akan langsung

merelaksasikan kondisi pasien, sehingga dapat menjadi lebih

nyaman dalam waktu yang cukup singkat. Terapi hypnosis belum

banyak dikenal dan dikembangkan sebagai terapi keperawatan di

Indonesia. Dampak yang diharapkan adalah dapat segera

merilekskan dan menurunkan tekanan darah, mempersingkat lama

rawat, meningkatkan pemulihan fisik, serta meringankan respon

psikoemosional pasien (Nugroho, 2012).

6) Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation)

Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation)

adalah salah satu bentuk penanganan non medis yang dilakukan

untuk mengurangi tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi.

Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation) adalah

terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan

otot–otot pada satu bagian tubuh pada satu waktu untuk

(23)

mengencangkan dan melemaskan secara progresif kelompok otot

ini dilakukan secara berturut-turut. Dengan mengetahui lokasi dan

merasakan otot yang tegang, maka kita dapat merasakan hilangnya

ketegangan sebagai salah satu respon kecemasan dengan lebih jelas

(Rochmawati, 2014).

B.Denyut nadi

1. Definisi Denyut Nadi

Denyut nadi adalah gelombang darah yang dapat dirasakan karena

dipompa kedalam arteri oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi

diatur oleh sistem saraf otonom. Hal –hal yang dinilai saat pemeriksaan

denyut nadi adalah kecepatan, irama, dan volume nadi. Denyut nadi pada

orang dewasa, kecepatan jantung kurang dari 60 bpm (beats per

minute/bpm) disebut bradikardia, dan kecepatan jantung lebih dari 100 bpm

disebut takhikardia. Namun, atlet yang baik kondisinya, dapat menunjukkan

kecepatan jantung krang dari 60 bpm, dan kecepatan janutng lebih dari 100

bpm dapat terjadi pada pasien yang berolahraga atau gelisah. Selain

kecepatan denyut nadi, ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya,

ritme nadi adalah tetap dan rata (NHBPEP, 2006).

2. Frekuensi Denyut Nadi

Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus

(24)

yang membentuk sistem penghantar adalah simpul sinoatrial (simpul SA),

lintasan antar simpul di atrium, simpul atrioventrikular (simpul AV), berkas

HIS dan cabang-cabangnya, dan sistem purkinye. Simpul SA merupakan

pacu jantung normal, kecepatannya menentukan frekuensi denyut jantung

(Guyton and Hall, 2006).

Darah yang didorong ke aorta selama sistole tidak hanya bergerak

maju dalam pembuluh darah tetapi juga menimbulkan gelombang

bertekanan yang berjalan sepanjang arteri. Gelombang bertekanan meregang

dinding arteri sepanjang perjalanannya, dan regangan dapat diraba sebagai

denyut. Denyut yang diraba pada arteri radialis pada pergelangan tangan

kira-kira 0,1 detik setelah puncak ejeksi sistolik ke aorta. Inilah yang disebut

nadi. Dengan bertambahnya usia, arteri menjadi lebih kaku dan gelombang

denyut bergerak lebih cepat (Ganong, 2006).

Frekuensi denyut jantung bisa dirumuskan :

HR = CO

SV

Keterangan :

HR = denyut jantung

CO = volume darah semenit

SV = voume sekuncup

Kecepatan denyut nadi yang normal yaitu 72 kali permenit. Pada

umumnya, makin tinggi frekuensi denyut nadi permenit, makin banyak

(25)

yang meningkatkan denyut jantung juga meningkatkan tekanan darah,

sedangkan yang menurunkan denyut jantung juga menurunkan tekanan

darah. Tetapi terdapat perkecualian seperti terjadinya hipotensi dan takikardi

akibat rangsang pada reseptor regang atrium (Ganong, 2006).

Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas saraf preganglion,

ganglion dan pasca ganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen

persarafan otonom terbagi atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis.

Sistem saraf simpatis (Thoracolumbal segmen susunan saraf otonom)

disalurkan melalui serat thoracolumbal 1 sampai lumbal 3. Serat saraf

eferennya kemudian berjalan ke ganglion vertebral, pravertebral dan ganglia

terminal. Sistem persarafan parasimpatis (segmen craniosacral susunan saraf

otonom) disalurkan melalui beberapa saraf kranial yaitu N III, N.VII, N.IX,

N.X dan serat saraf yang berasal dari sakral 3 dan 4 (Guyton and Hall,

2006).

Frekuensi denyut nadi sebagian besar berada di bawah pengaturan

ekstrinsik sistem saraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis

mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi

konduksi impuls. Stimulasi serabut parasimpatis akan mengurangi frekuensi

denyut nadi, sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut nadi

(Price and Wilson, 2006). Frekuensi denyut nadi diperlambat oleh kerja

vagus dan dipercepat oleh kerja simpatis. Frekuensi denyut nadi dapat

kurang dari 40 pada 25% remaja sehat yang sedang tidur (Sembulingan,

(26)

Sistem syaraf parasimpatis, yang terutama terdiri dari serabut

nervus vagus yang berasal dari batang otak. Sistem syaraf ini akan mengatur

nodus SA, VA dan neuron yang terletak diantara atrium dan ventrikel

jantung. Rangsangan nervus vagus, misalnya dengan asetilkolin, akan

menurunkan frekuensi denyut nadi, sedangkan hambatan nervus vagus,

misalnya dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi denyut nadi

(Ganong, 2006).

Mekanisme saraf untuk pengaturan tekanan arteri yang paling

diketahui adalah refleks baroreseptor. Reseptor tersebut terutama terletak di

dinding sinus karotikus dan dinding arkus aorta. Peningkatan tekanan akan

meregangkan baroreseptor dan menyebabkan menjalarnya sinyal menuju

sistem saraf pusat, dan sinyal “umpan balik” kemudian dikirim kembali

melalui sistem saraf otonom ke sirkulasi untuk mengurangi tekanan arteri

kembali ke normal (Guyton and Hall, 2006).

Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula,

sinyal sekunder akhirnya menghambat pusat vasokonstriktor di medula dan

merangsang pusat vagus. Efek perangsangan ini adalah vasodilatasi vena

dan arteriol di seluruh sistem sirkulasi perifer dan berkurangnya frekuensi

denyut jantung serta kekuatan kontraksi jantung.

Oleh karena itu, perangsangan baroreseptor akibat tekanan di

dalam arteri secara refleks akan menyebabkan penurunan tekanan arteri

akibat penurunan tahanan perifer dan penurunan curah jantung. Sebaliknya,

(27)

refleks menyebabkan tekanan meningkat kembali menjadi normal (Guyton

and Hall, 2006).

Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan frekuesi denyut nadi

yang berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi berdasarkan

reseptor adrenergic yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena efedrin

dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan klinis

efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi

(Sembulingan, 2013).

Tempat meraba denyut nadi adalah: pergelangan tangan bagian

depan sebelah atas pangkal ibu jari tangan (Arteri radialis), dileher sebelah

kiri/kanan depan otot sterno cleido mastoidues (Arteri carolis), dada sebelah

kiri tepat di apex jantung (Arteri temparalis) dan di pelipis (Muffichatum,

2006).

3. Faktor yang Mempengaruhi Denyut Nadi

Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi adalah usia, jenis

kelamin, keadaan kesehatan, riwayat kesehatan, intensitas dan lama kerja,

faktor fisik dan kondisi psikis (Muffichatum, 2006).

a) Usia

Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi kebutuhan

oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut jantung menetap

(28)

berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada usia yang lebih tua lagi

dari usia dewasa penentuan nadi kurang dapat dipercaya. Frekuensi

denyut nadi pada berbagai usia, dengan usia antara bayi sampai dengan

usia dewasa, denyut nadi paling tinggi ada pada bayi kemudian frekuensi

denyut nadi menurun seiring dengan pertambahan usia.

b) Jenis Kelamin

Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum, sub

maksimum pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pada laki-laki muda

dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai 128 denyut per

menit, pada wanita 138 denyut per menit. Pada kerja maksimal pria

rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per menit dan pada wanita 164

denyut per menit.

c) Keadaan Kesehatan

Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama atau

frekuensi jantung secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang baru

sembuh dari sakit frekuensi jantungnya cenderung meningkat.

d) Riwayat Kesehatan

Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi, atau hipotensi

akan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada penderita anemia

(kurang darah) akan mengalami peningkatan kebutuhan oksigen sehingga

mengakibatkan peningkatan denyut nadi.

(29)

Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap denyut

nadi, lama kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai dengan

kapasitas optimal manusia akan ikut mempengaruhi frekuensi nadi

sehingga tidak melampaui batas maksimal. Apabila melakukan pekerjaan

yang berat dan waktu yang lama akan mengakibatkan denyut nadi

bertambah sangat cepat dibandingkan dengan melakukan pekerjaan yang

ringan dan dalam waktu singkat.

f) Ukuran Tubuh

Ukuran tubuh yang penting adalah berat badan untuk ukuran tubuh

seseorang. Semakin berat atau gemuk maka denyut nadi akan lebih cepat.

g) Kondisi Psikis

Kondisi psikis dapat mempengaruhi frekuensi jantung. Kemarahan

dan kegembiraan dapat mempercepat frekuensi nadi seseorang.

Ketakutan, kecemasan, dan kesedihan juga dapat memperlambat

frekuensi nadi seseorang.

Pengaruh Panas terhadap Denyut Nadi Iklim kerja panas dapat

menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah. Pada waktu

melakukan pekerjaan fisik yang berat dilingkungan panas, maka darah

akan mendapat beban tambahan, karena harus membawa oksigen ke

bagian otot yang sedang bekerja. Disamping itu darah juga harus

membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit. Hal demikian itu

(30)

darah lebih banyak lagi. Akibat dari pekerjaan ini, maka frekuensi denyut

nadipun akan meningkat pula (Muffichatum, 2006).

C. Teknik relaksasi ( Progressive Muscle Relaxtion) PMR

a. Definisi

Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation) adalah

salah satu bentuk penanganan non medis yang dilakukan untuk

mengurangi tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi. Relaksasi otot

progresif (Progresive Muscle Relaxtation) adalah terapi relaksasi dengan

gerakan mengencangkan dan melemaskan otot–otot pada satu bagian

tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik.

Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara progresif kelompok otot

ini dilakukan secara berturut-turut. Dengan mengetahui lokasi dan

merasakan otot yang tegang, maka kita dapat merasakan hilangnya

ketegangan sebagai salah satu respon kecemasan dengan lebih jelas

(Rochmawati, 2014).

b. Tujuan Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation)

Menurut Chen (2009) bahwa tujuan dari teknik ini adalah:

 Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.

 Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

 Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan

tidak memfokus perhatian seperti relaks.

(31)

 Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.

 Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia

ringan, gagap ringan, dan

 Membangun emosi positif dari emosi negatif.

c. Mekanisme Kerja Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle

Relaxtation).

PMR merupakan gerakan relaksasi otot dapat menurunkan

ketegangan otot dan persarafan. Kecemasan mengakibatkan ketegangan

otot yang mengirimkan stimulus ke otak dan membuat jalur umpan balik.

Pada saat timbul kecemasan bagian dari jalur umpan balik tubuh tertutup

antara otot-otot dan pikiran. Relaksasi PMR akan menghambat jalur

tersebut dengan cara mengaktivasi kerja sistem saraf parasimpatis dan

memanipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat

sikap positif sehingga rangsangan stress terhadap hipotalamus berkurang

(Varvogli, 2011). PMR akan menghambat jalur umpan balik yang tertutup

antara otot- otot dan pikiran dengan aktivasi kerja sistem saraf

parasimpatik dan manipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk

memperkuat sikap positif stress terhadap hipotalamus berkurang

(Varvogli, 2011).

d. Manfaat Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation)

PMR merupakan salah satu intervensi keperawatan untuk

(32)

mind-body therapy dalam terapi alternatif dan komplementer

(Complementary and Alternative Therapy) (CAM). Terapi komplementer

adalah pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai

pendamping terapi konvensional/medis. Pelaksanaannya dapat dilakukan

bersamaan dengan terapi medis. Lebih lanjut disampaikan, bahwa PMR

memiliki efek yang menguntungkan pada hipertensi primer dengan

menurunkan tekanan darah sistolik, mengurangi sekresi adrenalin dan

konsumsi oksigen, mengurangi deyut nadi mengurangi kecemasan pada

pasien hipertensi primer. Latihan PMR selama 30 menit dapat segera

menurunkan rerata nadi sebesar 2.35 x/menit, tekanan darah sistolik 5.44

mmHg dan tekanan darah diastolic sebesar 3.48 mmHg (Chen, 2008).

Menurut Demilarp (2010) beberapa penelitian telah menggunakan

PMR pada beberapa populasi dengan pengaruh fisiologis yang

menguntungkan, seperti menurunkan denyut nadi, tekanan darah sistolik,

tekanan diastolik, frekuensi pernafasan, sakit kepala, nyeri, frekuensi

serangan kejang (pada pasien epilepsi), menurunkan efek samping

kemoterapi, meningkatkan sekresi saliva immunoglobulin A pada pasien

dengan nyeri orofacial, mengurangi stres pada lansia, menurunkan

kecemasan dan depresi dengan meningkatkan kontrol diri. PMR juga

bekerja dengan memperbaiki feelings of control pada asma dan membantu

mengatasi masalah psikiatrik dan gangguan perilaku yang disebabkan oleh

(33)

PMR dapat memperbaiki masalah penampilan bagi remaja dengan

gangguan emosional, menurunkan kecemasan dan meningkatkan relaksasi

bagi mahasiswa dan mengurangi perilaku agresif pada pasien dengan

gangguan mental. Lebih lanjut disampaikan, bahwa PMR memiliki efek

yang menguntungkan pada hipertensi primer dengan menurunkan tekanan

darah sistolik, mengurangi sekresi adrenalin dan konsumsi oksigen,

mengurangi kecemasan pada pasien hipertensi primer (Demilarp,2010).

e. Konsep fisiologis dari Progressive Muscle Relaxtion (PMR)

PMR akan menghambat jalur umpan balik yang tertutup antara

otot- otot dan pikiran dengan aktivasi kerja sistem saraf parasimpatik dan

manipulasi hipotalamus melalui pemusatan pikiran untuk memperkuat

sikap positif stress terhadap hipotalamus berkurang.

D. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan setelah melakukan yang diobservasi sejalan

dengan latihan relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation)

pasien hipertensi adalah melihat atau memonitori vital sign (tanda–tanda

vital) pada pasien hipertensi (NHBPEP, 2006), mengobservasi saturasi

oksigen (Sivakumaar, 2011), Diet Rendah Garam (Putri, 2012).

(34)

Tanda vital (Vital Sign) merupakan parameter tubuh yang terdiri

dari suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, laju pernafasan. Disebut tanda

vital karena penting untuk menilai fungsi fisiologis organ vital tubuh.

1. Definisi Denyut Nadi

Denyut nadi adalah gelombang darah yang dapat dirasakan

karena dipompa kedalam arteri oleh kontraksi ventrikel kiri jantung.

Denyut nadi diatur oleh sistem saraf otonom. Hal –hal yang dinilai

saat pemeriksaan denyut nadi adalah kecepatan, irama, dan volume

nadi. Denyut nadi pada orang dewasa, kecepatan jantung kurang dari

60 bpm (beats per minute/bpm) disebut bradikardia, dan kecepatan

jantung lebih dari 100 bpm disebut takhikardia. Namun, atlet yang

baik kondisinya, dapat menunjukkan kecepatan jantung krang dari 60

bpm, dan kecepatan janutng lebih dari 100 bpm dapat terjadi pada

pasien yang berolahraga atau gelisah. Selain kecepatan denyut nadi,

ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya, ritme nadi adalah

tetap dan rata (NHBPEP, 2006).

2. Tekanan darah

Tekanan darah adalah kekuatan darah ketika mendorong

dinding arteri. Tekanan darah tergantung pada luaran kardiak, volume

darah yang diejeksi oleh ventrikel permenit, dan tahanan pembuluh

darah perifer. Kecepatan jantung, kontraktilitas dan volume darah

total, yang tergantung pada kadar natrium, mempengaruhi luaran

(35)

dinding mempengaruhi tahanan pembuluh darah vaskular. Tekanan

darah normal dewasa adalah sistolik kurang dari 120 mmHg dan

diastolik kurang dari 80 mmHg (NHBPEP, 2006).

3. Suhu tubuh

Pengukuran suhu tubuh normal berkisar antara 36,5 – 37,5oC.

Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan

pengeluaran panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus

yang menentukan suhu tertentu dan bila suhu tubuh melebihi suhu

yang ditentukan hipotalamus tersebut, maka pengeluaran panas

meningkat dan sebaliknya bila suhu tubuh lebih rendah. Suhu tubuh

dipengaruhi oleh irama sirkadian, usia, jenis kelamin, stres, suhu

lingkungan hormon, dan olahraga (NHBPEP, 2006).

4. Kecepatan Pernafasan

Kecepatan pernafasan dilakukan untuk mengevaluasi

kecepatan pernafasan pasien. Karena kebanyakan orang tidak

menyadari pernafasannya dan mendadak menjadi waspada terhadap

pernafasannya dapat mengubah pola pernafasan normalnya, maka

jangan memberitahu pasien ketika mengukur kecepatan

pernafasannya. Kecepatan pernafasan normal bervariasi tergantung

usia, untuk dewasa, kecepatan nafas kurang dari 12 rpm disebut

bradipnea dan kecepatan nafas lebih dari 20 rpm disebut takhipnea

(NHBPEP, 2006).

(36)

Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak oksigen

yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Pengukuran kadar saturasi

oksigen merupakan hal yang perlu dilakukan agar dapat diketahui

apakah terdapat kekurangan oksigen yang mampu dibawa oleh darah

ke seluruh tubuh. Pelepasan oksigen kejaringan tergantung pada Hb,

oksigenasi arteri, dan curah jantung. Saturasi oksigen yang pada

awalnya normal kemudian menurun menjadi <65 -70% adalah

indikasi bahwa curah jantung tidak kuat untuk memenuhi kebutuhan

oksigen jaringan (Grzegor, 2012).

b. Diet Rendah Garam

Diet rendah garam adalah pengaturan diet sangat penting pada

pasien hipertensi, tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah

mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah

tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Untuk menanggulangi

atau minimal mempertahankan keadaan tekanan darah , salah satunya yaitu

(37)

E.Kerangka Teori

Gambar 2.2. Kerangka teori

Sumber: Modifikasi Purnawan (2015), Nugroho (2012), Rausch (2006), Kenia (2013)

3. Relaksasi aroma terapi mawar

4. Terapi Mandi Uap

5. Antagonis kalsium Tindakan keperawatan :

(38)

F.Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti, kerangka

konsep inimeliputi variabel bebas (independen) dan variabel terikat

(dependen). Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas, maka peneliti

menggunakan rumusan hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian yaitu: Hipotesis

dalam penelitian ini bahwa terdapat hubungan antara Progresive Muscle

Relaxtation (PMR) dengan Penurunan tekanan darah dan penurunan denyut

nadi pada Pasien Hipertensi di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto. Pasien hipertensi

Progressive Muscle Relaxtion

(PMR)

Penurunan tekanan darah

Gambar

Gambar 2.2.  Kerangka teori
Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Dari pernyataan-pernyataan pada masalah no 2 dan 3 di atas, yaitu benda yang diam akan tetap diam jika tidak dipengaruhi oleh gaya apapun dan sebuah benda yang bergerak

Penelitian pendahuluan meliputi analisa sensori untuk menentukan konsentrasi jus lidah buaya terbaik pada es krim soyaloe dan penelitian utama meliputi uji fisik

Telah dilakukan pemurnian enzim fitase dari bakteri Burkholderia lata strain 383 endofit asal tanaman jagung ( Zea mays ). Pemurnian fitase dalam penelitian ini dilakukan

 Kreativitas sebagai core competence akan membantu perusahaan menciptakan produk, jasa, proses, atau ide yang lebih baik atau lebih baru.... Sekarang ini masih banyak

variabel tertentu dan menampilkan juga alamat suatu pointer yang isinya sama dengan yang. ditunjuk oleh

RIZA KRISTIAN, 2017, Analisis Willingness To Pay Terhadap Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi(studi kasus

Laporan perancangan proyek akhir ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana untuk Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Arsitektur dan

Dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi pelaksanaan pembinaan pada anak berhadapan hukum di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Klaten oleh