• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota

Pada analisis ini hanya melihat dari sisi penerimaan kabupaten/kota di provinsi Aceh. Kinerja keuangaan dari sisi penerimaan dilihat dari tiga sisi yaitu melihat kemampuan keuangan daerah yang murni dari PAD, kemampuan keuangan daerah yang berasal dari transfer pemerintah pusat dalam bentuk DBH, dan kemampuan keuangan daerah yang berasal dari transfer yang bersifat bantuan (grant).

5.1.1 Sisi Penerimaan Daerah

Jika dilihat dari sisi derajat desentralisasi fiskal yang mengukur kemampuan pendapatan asli daerah untuk menunjang keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Aceh sangat kurang. PAD sebagai salah satu indikator kemampuan daerah dalam menggali potensi sumber daya yang ada di daerah masing-masing.

Perkembangan rasio PAD terhadap total penerimaan daerah pada tahun 2004 – 2009 untuk pada kabupaten/kota di aceh semakin divergen, dengan rata-rata yang semakin meningkat dari 3.40 pada tahun 2005 menjadi 5.09 terlihat bahwa kemampuan penggalian potensi daerah di masing-masing kabupaten/kota masih sangat rendah. Penerimaan PAD tidak sebanding dengan total pendapatan transfer dari pusat, walaupun menunjukan bahwa kemandirian fiskal mulai meningkat tapi sangat rendah. Pada tahun 2004 untuk daerah Pantai Barat, Kabupaten Simelue yang memiliki derajat desentralisasi tertinggi yaitu 10.03 persen sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Gayo Lues yaitu 0.93 persen. Sementara itu daerah Pantai Timur derajat desentralisasi tertinggi terdapat di Kota Lhoksumawe sebesar 5.03 persen.

Pada tahun 2009 derajat desentralisasi fiskal tertinggi di Kabupaten Aceh Utara dengan nilai 10.81 persen. Daerah ini merupakan penghasil migas sehingga pajak daerah juga tinggi. Sementara itu derajat desentralisasi terendah pada daerah Pantai Barat tahun 2009 terletak di Kabupaten Aceh Tenggara yaitu 2.28 persen. Secara umum kemampuan daerah Pantai Timur lebih besar dalam mengumpulkan

(2)

88

pendapatan asli daerah dimana pada tahun 2004 secara rata-rata derajat desentralisasi sebesar 3.24 persen meningkat menjadi 6.13 persen pada tahun 2009, sedangkan daerah Pantai Barat hanya sebesar 3.62 pada tahun 2004 meningkat menjadi 4.06 persen pada tahun 2009. Hal ini dikarenakan karena masih banyaknya kegiatan ekonomi yang ada di Pantai Timur selain itu didukung dengan sarana dan prasana infrastruktur yang lebih memadai sehingga kegiatan perekonomian berjalan lebih baik. Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian Agustina (2010) terhadap semua kabupaten/kota di Indonesia yang menunjukkan penurunan kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah setelah otonomi.

Peningkatan kontribusi di PAD pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Aceh disebabkan adanya UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Aceh sehingga ada penganturan penerimaan daerah yang berbeda dengan Provinsi lainnya. Secara umum peningkatan kontribusi PAD cukup baik

9.8 8.4 7.0 5.6 4.2 2.8 1.4 2004 2006 2009 Persentase Barat Timur Kab/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Std Dev 2.16 1.27 1.28 1.65 2.41 2.34 Rata-rata 3.43 2.59 2.64 3.48 4.28 5.09

Sumber : BPS (data diolah)

(3)

89

Sementara itu derajat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang mencerminkan salah satu indikator peningkatan potensi sumber daya modal dan manusia juga semakin divergen, dimana pada tahun 2004 rata-rata derajat potensi sumber daya sebesar 13.95 persen meningkat menjadi 15.76 persen pada tahun 2009 dan tetap katagori kurang. 28 24 20 16 12 8 4 0 2004 2006 2009 Persentase Barat Timur Kab/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Std Dev 6.06 8.55 7.65 5.17 4.98 5.51 Rata-rata 13.95 13.73 10.81 16.49 14.58 15.76 Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 19 Derajat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia kabupaten/kota periode 2004-2009 di provinsi Aceh.

Derajat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia tahun 2004 tertinggi di Kabupaten Aceh Barat daya yaitu 25.38 persen untuk daerah Pantai Barat sedangkan daerah Pantai Timur yang tertinggi pada tahun 2004 terdapat di daerah Kabupaten Aceh Tamiang sebesar 21.91 persen. Kabupaten Aceh Barat memang memiliki pertambangan rakyat dan perkebunan kepala sawit sedangkan Kabupaten Aceh Tamiang selain perkebunan kelapa sawit juga terdapat pertambangan minyak. Semakin meningkatnya menggali potensi sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah juga meningkatkan dana bagi hasil yang

(4)

90

diterima. Pada tahun 2009 derajat potensi yang tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Utara yaitu 52.98 persen termasuk katagori sangat baik. Kabupaten ini merupakan salah satu daerah terkaya di provinsi Aceh dengan adanya PT. Pupuk Iskandar Muda dan Arun LNG yang memberikan kontribusi penerimaan bagi hasil pajak dan bukan pajak. Secara umum hampir semua kabupaten/kota di Aceh mengalami peningkatan penerimaan dana bagi hasil dari pemerintah pusat. Secara rata-rata derajat potensi sumber daya yang dimiliki Pantai Barat dengan Pantai Timur tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena pendapatan pajak dan bukan pajak yang dimiliki masing-masing daerah tidak jauh berbeda. Pantai Timur yang didominasi pendapatan dari minyak dan gas bumi sedangkan Pantai Barat didominasi dari pertanian dan perkebunan serta sedikit pertambangan.

Jika dilihat dari derajat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat kabupaten/kota periode 2004-2009 di Provinsi Aceh masih sangat tinggi dengan rata-rata 63.15 persen pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 75.83 persen. Derajat ketergantungan tertinggi tahun 2004 untuk daerah Pantai Barat terdapat di daerah Kabupaten Gayo Lues yaitu 71.53 persen. Daerah gayo merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara yang hanya mengandalkan hasil bumi seperti kopi, kakao sehingga belum cukup mampu mengisi keuangan daerah dari penerimaan pajak daerah. Sementara itu derajat ketergantungan tertinggi untuk daerah Pantai Timur terdapat di Kota Banda Aceh sedangkan yang terendah di Kabupaten Aceh Utara 32.56 persen, rendahnya derajat ketergantungan kabupaten Aceh Utara karena cukup besarnya dana bagi hasil sumber daya alam dan sumber daya manusia sedangkan Kota Banda Aceh yang menerima dana alokasi umum dan dana alokasi khusus yang besar dari pusat pemerintahan sehingga banyak kegiatan yang menjadi prioritas nasional dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Banda Aceh melalui dana alokasi khusus.

Sementara itu derajat ketergantungan daerah tahun 2009 semakin tinggi. Untuk daerah Pantai Timur Kabupaten Pidie merupakan daerah yang memiliki jumlah penduduk miskin terbesar dan merupakan daerah konflik sehingga banyak bangunan yang rusak akibat konflik tersebut sangat tinggi ketergantungan terhadap transfer dari pusat yaitu 85.90 persen sedangkan yang terendah masih terdapat di Kabupaten Aceh Utara yaitu 51.69 persen. Sedangkan daerah Pantai

(5)

91

Barat derajat ketergantungan tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Singkil sebesar 85.96 persen. Tingginya derajat ketergantungan pada Kabupaten Aceh Singkil dikarenakan kurangnya sumber daya alam di daerah ini sehingga penggalian potensi penerimaan daerah masing sangat rendah. Selain itu posisi daerah yang terpencil menyebabkan kegiatan ekonomi kurang berjalan maksimal. Secara rata-rata derajat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer dari pusat lebih besar di daerah Pantai Barat yaitu 71.05 persen pada tahun 2009 sedangkan daerah Pantai Timur hanya 64.24 persen.

80 70 60 50 40 30 20 2004 2006 2009 Persentase Barat Timur Kab/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Std Dev 11.37 12.25 13.75 15.05 15.84 13.40 Rata-rata 63.15 66.41 73.35 73.94 75.84 75.83 Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 20 Derajat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat kabupaten/kota periode 2004-2009.

5.1.2 Sisi Pengeluaran Daerah

Penerimaan daerah baik dari PAD maupun dana transfer dari pemerintah pusat menjadi sumber pembiayaan pelaksaan pembangunan daerah. Pengalokasian anggaran yang tepat sasaran dan skala prioritas akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Belanja pembangunan yang tinggi dari pada belanja aparatur lebih bermanfaat dalam memperbaiki sarana dan prasarana

(6)

92

pembangunan karena manfaatnya dirasakan oleh masyarakat banyak. Peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur, pendidikan dan kesehatan yang baik dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut.

Penerimaan daerah baik yang berasal dari PAD maupun dana perimbangan menjadi sumber pembiayaan daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah. Pelaksanaan pembangunan tergantung pada kebijakan dari masing-masing pemerintah daerah, yang diwujudkan dalam pengalokasian belanja daerah. Alokasi belanja yang disusun mencerminkan pola-pola kebijakan, prioritas-prioritas dan program-program pembangunan suatu daerah untuk setiap tahunnya (Priyarsono et al 2008).

Perbedaan kebijakan pemerintah daerah dalam mengalokasikan belanja daerah, disebabkan karena setiap daerah memiliki kebijakan masing-masing yang menjadi prioritas pembangunan daerahnya.

Pada diagram dotplot terlihat bahwa belanja rutin cenderung meningkat dengan rata-rata pada tahun 2004 sebesar 33.77 persen. Pengeluaran rutin tertinggi untuk Pantai Timur terdapat di daerah Kota Banda Aceh dengan 68.15 persen. Tingginya belanja rutin di Kota Banda Aceh karena merupakan pusat pemerintahan Provinsi Aceh sehingga sarana dan prasarana telah lengkap. Daerah yang memiliki belanja rutin terendah di Kabupaten Aceh Timur yaitu 22.82 persen. Rendahnya belanja rutin di Kabupaten Aceh Timur karena daerah ini merupakan wilayah konflik yang banyak anggaran yang digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak akibat konflik tersebut. Pada daerah Pantai Barat belanja rutin tertinggi pada tahun 2004 terdapat di Kabupaten Nagan Raya sebesar 42.15 persen.

Belanja rutin pada tahun 2009 cenderung meningkat menjadi 52.62 persen. Daerah Pantai Timur yang tertinggi pengeluaran rutin yaitu Kabupaten Aceh Besar 69.59 persen. Kabupaten Aceh Besar walaupun merupakan salah satu daerah yang rusak parah akibat gempa dan tsunami, akan tetapi sarana dan prasarana yang rusak banyak dibangun kembali oleh pemerintah pusat dan bantuan luar negeri karena wialayah yang terkena becana terletak di dekat pusat

(7)

93

pemerintahan Provinsi Aceh sehingga belanja pembangunan yang menggunakan dana daerah tidak besar.

Pada daerah Pantai Barat derajat pengeluaran rutin tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Selatan sebesar 67.98 persen. Sementara itu Kabupaten Aceh Jaya yang memiliki pengeluaran rutin terendah 37.26 persen. Kabupaten ini merupakan daerah terparah yang terkena gempa dan tsunami dan jauh dari pusat pemerintahan sehingga masih mengandalkan keuangan daerah untuk membangunan. Selain itu daerah ini merupakan daerah pemekaran baru pada tahun 2001 sehingga dana yang digunakan masih banyak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pemerintahan dan ekonomi.

70 63 56 49 42 35 28 21 2004 2006 2009 Persentase Barat Timur Kab/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Std Dev 12.74 14.04 8.38 10.61 8.74 9.94 Rata-rata 33.77 37.44 38.83 43.32 50.40 52.62 Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 21 Derajat belanja rutin kabupaten/kota periode 2004-2009.

Secara rata-rata belanja rutin daerah Pantai Timur lebih tinggi dibanding dengan daerah Pantai Barat. Pada tahun 2004 rata-rata belanja rutin daerah Pantai Barat sebesar 28.86 persen jauh dibawah daerah Pantai Timur yang mencapai 38.69 persen. Pada tahun 2009 rata-rata belanja rutin Pantai Timur meningkat

(8)

94

menjadi 56.33 persen sedangkan daerah Pantai Barat sebesar 48.92 persen. Tingginya belanja rutin daerah Pantai Timur diduga karena sudah baiknya sarana dan prasarana perekonomian di daerah Pantai Timur umumnya sehingga belanja yang digunakan banyak diserap untuk kesejahteraan pegawai dibandingkan untuk pembangunan.

Sementara itu jika dilihat dari sisi belanja pembangunan pada kabupaten/kota di Provinsi Aceh sejak tahun 2005 sebesar 66.22 persen dan cenderung menurun menjadi 47.37 persen tahun 2009. Semakin menurunnya belanja pembangunan akan memberikan dampak yang negatif pada tahun-tahun berikutnya karena menurunya dana untuk perbaikan sarana dan prasarana untuk menunjang proses kegiatan ekonomi di daerah tersebut.

77 70 63 56 49 42 35 2004 2006 2009 Persentase Barat Timur Kab/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Std Dev 12.74 14.04 8.38 10.61 8.74 9.94 Rata-rata 66.22 62.55 61.16 56.67 49.59 47.37 Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 22 Derajat belanja pembangunan kabupaten/kota periode 2004-2009. Pada tahun 2004 persentase pengeluaran pembangunan pada daerah Pantai Barat yang terbesar di Kabupaten Aceh Timur yaitu 77.18 persen. Sementara itu pada tahun yang sama pengeluaran pembangunan terkecil yaitu Kota Banda Aceh

(9)

95

sebesar 31.81 persen. Sementara itu pada tahun yang sama daerah Pantai Barat yang tertinggi belanja pembangunannya terdapat di Kabupaten Simelue yaitu sebesar 79.76 persen. Pada tahun 2009 belanja pembangunan tertinggi pada Kabupaten Aceh Jaya sebesar 62.74 persen dan terendah di Kabupaten Aceh Besar 30.41 persen. Tingginya belanja pembangunan pada Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2009 diduga karena banyaknya kerusakan sarana dan prasana perekonomian saat terjadi gempa dan tsunami yang melanda Provinsi Aceh, mengingat pusat gempa yang terjadi memang berada di Kabupaten Aceh Jaya, sehingga dana yang terserap banyak digunakan untuk perbaikan sarana tersebut.

Sementara itu untuk melihat kemandirian fiskal suatu daerah dapat diukur dengan menggunakan rumus pendapatan asli daerah dan bagi hasil pajak ditambah bukan pajak terhadap total belanja daerah. Semakin besar nilai derajat kemandirian mengindikasikan bahwa daerah tersebut mampu menjalankan roda perekonomian dengan mengandalkan potensi daerah.

Jika dilihat dari rata-rata derajat kemandirian fiskal adanya kecenderungan peningkatan dari tahun 2004 sebesar 0.0174 persen meningkat menjadi 0.0183 persen. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa adanya perbaikan penerimaan daerah untuk mendukung proses pembangunan.

Untuk daerah Pantai Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2004 memiliki derajat kemandirian fiskal paling tinggi yaitu 0.029 persen. Kabupaten Simelue merupakan daerah pemekaran baru pada tahun 1999 sehingga proses pembangunan pada awal-awal pemekaran masih mengandalkan keuangan daerah yang didapat dari pajak perikanan dan pertanian yang merupakan basis ekonomi daerah ini. Sementara itu Kabupaten Aceh Singkil pada tahun 2004 memiliki derajat kemandirian fiskal terendah yaitu 0.007 persen. Hal ini diduga karena potensi sumber penerimaan daerah daerah yang rendah dibandingkan dengan total belanja daerah.

Sementara itu pada tahun 2004 daerah Timur yang memiliki derajat kemandirian tertinggi terdapat di Kota Sabang sebesar 0.024 persen. Pada tahun 2009 untuk daerah Pantai Barat Kabupaten Aceh Barat Daya masih memiliki derajat kemandirian tertinggi yaitu 0.025 persen sedangkan yang terendah masih di Kabupaten Aceh Singkil.

(10)

96

Pada tahun 2009 daerah Pantai Timur yang memiliki derajat kemandirian tertinggi terdapat Kabupaten Aceh Utara yaitu 0.037 persen. Hal ini diduga besarnya sumbangan pajak dari sektor pertambangan minyak dan gas bumi. Secara rata-rata derajat kemandirian daerah Pantai Timur lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Pantai Barat seriring berjalanya proses pembangunan. Pada tahun 2004 rata-rata derajat kemandirian Pantai Timur mencapai 0.017 persen sedangkan Pantai Barat sebesar 0.018 persen. Namun pada tahun 2009 derajat kemandirian Pantai Timur meningkat menjadi 0.020 persen sedangkan daerah Pantai Barat hanya 0.016 persen.

0.042 0.036 0.030 0.024 0.018 0.012 0.006 2004 2006 2009 Persentase Barat Timur Kab/ Kota 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Std Dev 0.0068 0.0113 0.0118 0.0069 0.0069 0.0064 Rata-rata 0.0174 0.0172 0.0157 0.0191 0.0179 0.0183 Sumber : BPS (data diolah)

Gambar 23 Derajat kemandirian kabupaten/kota periode 2004-2009.

5.2 Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan Perkapita Pengeluaran pemerintah daerah yang diterima berbagai sumber pendapatan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap pembentukan nilai tambah bruto. Pertumbuhan nilai tambah yang lebih besar terhadap pertumbuhan penduduk,

(11)

97

maka akan meningkatkan pendapatan perkapita. Pengaruh pengeluaran pemerintah daerah di sektor infrastruktur, kesehatan dan pendidikan diestimasi dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan data panel. Metode penelitian ini menggunakan adalah metode random effect. Pemilihan model antara metode fixed effect dan random effect dilakukan dengan pengujian Hausman test.

Hasil pengujian Hausman test dapat dilihat pada Tabel 24, yang menunjukkan bahwa untuk periode penelitian 2004-2009 nilai chi square lebih kecil daripada chi square tabel ( 2 2 )

tabel

hitung sehingga tidak cukup bukti

menolak Ho. Dengan demikian estimasi menunjukkan bahwa pendekatan random effect lebih baik dibandingkan dengan pendekatan fixed effect.

Tabel 24 Uji Hausman Hipotesis Penelitian

Kesimpulan

Ho : random effect 4.71 14.58 Terima Ho

Keterangan : signifikan pada a = 5%

Hasil estimasi yang dilakukan pada periode 2004-2009 menunjukkan variabel-variabel rasio pengeluaran pemerintah daerah terhadap pendapatan perkapita. Hasil pengujian dengan metode random effect dirangkum dalam tabel 24. Tabel 25 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 24.56 persen. Koefisien ini menunjukkan bahwa 24.56 persen variasi pendapatan perkapita ditentukan oleh rasio pengeluaran infrastruktur, rasio pengeluaran kesehatan, dan rasio pendidikan, sedangkan selebihnya 75.44 persen ditentukan faktor lain.

Hasil estimasi Tabel 25 menunjukan rasio pengeluaran infrastruktur dan rasio pengeluaran kesehatan tidak berpengaruh secara statistik terhadap peningkatan pendapatan perkapita.

Tabel 25 Hasil estimasi dampak rasio pengeluaran pemerintah daerah terhadap pendapatan perkapita (LnPDRBP)

Variable Coefficient t-Statistic P-value R square (R2)

LnINF -0.0339 -0.87 0.386 0.2456 LnKES -0.0708 -1.12 0.263 LnPDD 0.3048 4.52 0.000

DLnPDD -0.1847 -3.65 0.000

C 1.8069 12.11 0.000

(12)

98

Hasil estimasi membuktikan bahwa rasio pengeluaran pendidikan tersebut berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan perkapita. Hubungan antara komponen rasio pengeluaran pemerintah dengan pendapatan perkapita dapat digambarkan dalam persamaan berikut :

LnPDRBPit = ai + ß1 LnINFit + ß2LnKESit + ß3LnPDDit + ß4DLnPDDit + eit..(5.1)

= ai *- 0.0339 LnINFit – 0.0708 LnKESit + 0.3048 LnPDDit

- 0.1847DLnPDDit …...….(5.2)

Penjelasan dari model diatas adalah : (1) setiap kenaikan 1 persen rasio pengeluaran pendidikan akan meningkatan pendapatan perkapita sebesar 0.3045 persen untuk daerah Pantai Barat ceteris paribus, (2) Hasil gabungan antara koefisien interaksi rasio pengeluaran pendidikan untuk Pantai Timur dengan koefisien rasio pendidikan dapat dijelaskan bahwa setiap kenaikan rasio pengeluaran pendidikan sebesar 1 persen akan meningkatkan pendapatan perkapita sebesar 0.1201 persen cetiris paribus pada daerah Pantai Timur. Hasil estimasi ini menunjukan bahwa pengeluaran pendidikan Pantai Barat memberikan pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan pendapatan perkapita dan mengindikasikan daerah Pantai Barat memerlukan peningkatan sumber daya. Hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia yang dimiliki daerah Pantai Barat lebih rendah dibanding daerah Pantai Timur sehingga pengeluaran pendidikan lebih diperlukan pada daerah Pantai Barat. Hasil susenas tahun 2009 penduduk 15 tahun keatas yang memiliki ijazah tertinggi untuk tingkat SMA/Aliyah daerah Pantai Barat hanya 19.95 persen sedangkan daerah Pantai Timur sebesar 45.51 persen, untuk ijazah diploma 4 dan diatasnya Pantai Barat hanya 3.34 persen jauh dibawah daerah Pantai Timur sebesar 7.86 persen.

Pemerintah Aceh secara umum mulai memprioritaskan sektor pendidikan sejak gempa dan tsumani aceh tahun 2004 dengan mengirimkan mahasiswa dari berbagai jenjang untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di dalam dan luar negeri. Pendidikan menjadi perhatian lebih setelah didukung oleh UUPA no 16/2006 yang menjelaskan bahwa 30 persen dana pembagian hasil dari minyak dan gas bumi di alokasikan untuk sektor pendidikan. Jika dilihat dari jumlah penduduk 15 tahun keatas yang memiliki ijazah tertinggi ada kecenderungan peningkatan pada jenjang pendidikan diploma empat/strata satu keatas dimana

(13)

99

pada tahun 2004 mencapai 0.94 persen meningkat menjadi 3.58 persen diatas rata-rata nasional yang hanya mencapai 3.45 persen pada tahun 2009.

Model diatas menjelaskan bahwa semakin besar rasio pengeluaran pemerintah yang tujukan langsung kepada masyarakat akan meningkatkan pendapatan perkapita yang pada akhirnya mengurangi ketimpangan pendapatan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian Asri N (2008) yang menunjukkan pengeluaran pemerintah berkorelasi positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan berpengaruh terhadap penurunan ketimpangan pendapatan.

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 24 Persentase RT yang menerima pelayanan gratis tahun 2004-2009(%). Jika dilihat pengeluaran kesehatan di Pemerintah Aceh semakin besar dengan memberikan pelayanan gratis kepada seluruh masyarakat yang memegang kartu penduduk Aceh yang dinamakan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Pemerintah daerah di Provinsi Aceh dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat cukup luas cakupannya. Pelayanan gratis kepada rumah tangga pada tahun 2005 mencapai 24.48 persen jauh diatas rata-rata cakupan nasional yang hanya 12.12 persen. Cakupan pelayanan kesehatan gratis terus meningkat menjadi 37.18 persen pada tahun 2009 sedangkan tingkat nasional hanya 16.68 persen (Gambar 24). Pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi di Aceh memang memberikan perhatian lebih terhadap pelayanan kesehatan

(14)

100

mengingat masih tingginya kematian bayi lahir yang mencapai 31.7 jiwa/1000 kelahiran pada tahun 2009.

Implikasi lainnya adalah bahwa peningkatan rasio belanja pemerintah daerah efektif dalam menstimulus pendapatan perkapita, melalui peningkatan produk domestik regional bruto. Peningkatan rasio ini juga menjelaskan bahwa perbaikan kondisi sarana dan prasarana serta sosial ekonomi masyarakat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pengeluaran pemerintah daerah pada awal otonomi masih didominasi oleh pengeluaran rutin terutama belanja pegawai sebagai dampak dari pengalihan pegawai pusat ke pemerintah daerah, porsi pembangunan relatif lebih kecil. Pemerintah daerah di Aceh setelah terjadi gempa dan tsunami mendapatkan banyak bantuan untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak, selain itu dana untuk pembedayaan ekonomi, kesehatan, pendidikan juga banyak dari NGO, pemerintah asing, sehingga rasio pengeluaran pemerintah daerah ditambah dengan bantuan asing semakin menstimulus perekonomian Aceh.

5.3 Dampak DAU terhadap Ketimpangan Pendapatan

Sementara itu pengaruh transfer dana alokasi umum terhadap ketimpangan pendapatan daerah tergantung daripada rencana kegiatan yang dibuat oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Apabila porsi dana alokasi umum yang merupakan block grant lebih besar untuk belanja barang dan jasa daripada belanja pegawai maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan dan perbaikan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan ketimpangan pendapatan.

Pemerintah pusat memberikan dana alokasi umum kepada pemerintah daerah bertujuan untuk memperkecil kesenjangan horizontal antar pemerintah daerah agar pelayanan publik tercapai dengan standar pelayanan minimum. Transfer dari pusat diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menggali potensi lokal. Transfer dana alokasi umum yang diberikan kepada daerah menjadi insentif daerah untuk meningkat kemampuan fiskalnya, sehingga proses pembangunan dapat memberikan hasil terhadap kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembentukan modal daerah akan berdampak terhadap kemampuan daerah untuk

(15)

101

menarik investasi. Investasi tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah daerah maupun swasta.

Metode penelitian dalam mengestimasi dampak DAU terhadap ketimpangan pendapatan yang membedakan antara daerah Pantai Barat dan Pantai Timur menggunakan menggunakan adalah metode panel dinamis. Pengujian spesifikasi model panel data dinamis dalam penelitian ini menggunakan uji Sargan atau yang lebih dikenal dengan Sargan Test of Overidentifying Restriction. Uji Sargan ini digunakan untuk melihat validitas instrumen yang digunakan di dalam model. Hasil uji Sargan terhadap model persamaan panel data dinamis dapat disimpulkan bahwa instrumen/model yang digunakan adalah valid pada tingkat kepercayaan 10 persen.

Kesimpulan tersebut didasarkan pada nilai p-value pada model persamaan yang digunakan. Nilai p-value pada model pengaruh dana alokasi umum terhadap ketimpangan adalah 0.1455. Hasil tersebut merujuk pada kesimpulan bahwa tidak cukup bukti secara statistik untuk menolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa instrumen/model valid secara statistik.

Tabel 26 Hasil estimasi dampak DAU, pendapatan perkapita , populasi, dan D0DAU terhadap Gini Ratio dengan SYS-GMM

Parameters Coefficient P-Vaue Sargan

Test ABm1 ABm2

LnGinii,t-1 0.653242 0.000 0.1455 0.0072 0.4768 LnDAU -0.068485 0.000

LnPDRBP -0.104207 0.000

LnPOP -0.067294 0.000

D0LnDAU 0.0459678 0.014

C 0.5056212 0.001

Implied ? 42.60

Sumber : data diolah

Model estimasi dampak dana alokasi umum antara daerah Pantai Barat dengan Pantai Timur terhadap ketimpangan pendapatan dapat digambarkan sebagai berikut :

LnGinii,t = ai+ ß0LnGinii,t-11LnDAUi,t2LnPDRBP i,t3 LnPOPi,t

4D0LnDAUi,t+

eit

………...(5.3)

LnGinii,t = ai* +0.653242LnGinii,t-1 – 0.068485LnPDRBPi,t –0.104207LnPOPi,t.

(16)

102

Model SYS-GMM dengan koefisien lag yaitu 0.653242 berada diantara koefisien lag fixed effect yaitu 0.6464583 dengan koefisien lag oedinary least square (OLS) dengan nilai 0.8353062, maka model SYS-GMM ini tidak bias. Hasil lengkap di Lampiran 7. Interpretasi model diatas menyebutkan bahwa : (1) nila koefisien lag gini yang kurang dari 1 menunjukan adanya proses konvergensi, sedangkan yang lebih dari 1 menunjukan bahwa ketimpangan pendapatan kabupaten/kota persisten. Model panel dinamis SYS-GMM menunjukan koefisien Ginit-1 adalah 0.653242 mengindikasikan adanya konvergensi ketimpangan

pendapatan di antara kabupaten/kota di Provinsi Aceh, dengan konvergensi sebesar 42.60 persen. (2) setiap kenaikan 1 persen pendapatan perkapita akan menurunkan ketimpangan sebesar 0.06848 persen. Jika dihubungkan dengan hipotesis kuznets yang menjelaskan bahwa pada awal proses pembangunan maka peningkatan pendapatan akan meningkatkan ketimpangan pendapatan, namum seiring dengan proses pembangunan maka peningkatan pendapatan perkapita menurunkan ketimpangan karena adanya spillover hasil pembangunan. Jika dilihat dari persamaan diatas, maka proses pembangunan di Provinsi Aceh sudah sampai tahap jangka panjang karena dengan peningkatan pendapatan perkapita menurunkan ketimpangan pendapatan.

Variabel interaksi dummy daerah Pantai Barat dan Pantai Timur juga berpengaruh signifikan. Dampak rasio dana alokasi umum daerah Pantai Barat terhadap penurunan ketimpangan sebesar -0.104207 artinya setiap kenaikan 1 persen rasio DAU/APBD akan menurunkan ketimpangan sebesar 0.104207 persen, sedangkan daerah Pantai Timur dampak rasio DAU/APBD terhadap ketimpangan sebesar -0.02251 artinya setiap kenaikan 1 persen rasio DAU/APBD akan menurunkan ketimpangan sebesar 0.02251 persen ketimpangan.

Penelitian ini menunjukan bahwa dampak dana alokasi umum terhadap penurunan ketimpangan lebih besar daerah Pantai Barat dibanding dengan Pantai Timur. Hal ini terjadi karena secara rata-rata porsi penerimaan dana alokasi umum terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah di Pantai Barat lebih besar, sehingga dapat menutupi celah fiskal daerahnya. Implikasi lainnya adalah dengan dengan penerimaan yang memadai terhadap belanja daerah, maka proses pembangunan dapat dijalankan yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai

(17)

103

tambah ekonomi yang pada akhirnya menurunkan ketimpangan pendapatan. Rata-rata rasio dana alokasi umum terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah Pantai Barat meningkat dari tahun 2004 sebesar 0.62 menjadi 0.67.

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 25 Rata-rata rasio DAU/APBD daerah Pantai Barat dan Pantai Timur tahun 2004-2009

Sementara itu jika dilihat dari kegiatan perekonomian di Pantai Barat mulai semakin meningkat. Hal ini terlihat dari share PDRB daerah Pantai Barat yang menunjukan kemajuan terhadap pembentukan total PDRB Provinsi Aceh.

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 26 Share PDRB wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur terhadap pembentukan PDRB Provinsi Aceh tahun 2004-2009 (Persentase).

(18)

104

Pada Gambar 26 tahun 2004 kontribusi daerah Pantai Barat terhadap pembentukan nilai tambah Provinsi Aceh sebesar 16.82 persen meningkat menjadi 26.32 persen pada tahun 2009.

Peningkatan kontribusi daerah Pantai Barat disebabkan mulai banyaknya perkebunan yang beroperasi kembali pasca perdamaian Helsinki. Selain itu pada saat ini semakin banyak pertambangan emas baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pihak swasta di daerah Pantai Barat. Selain itu perbaikan infrastrukstur pendukung proses perekonomian sudah mulai membaik. Hal ini tidak terlepas dari peran serta lembaga asing dalam memberikan bantuan dalam proses rekontruksi dan rehabilitasi pasca tsunami.

Perbaikan distribusi ekonomi juga diikuti dengan peningkatan pendapatan perkapita. Rata-rata pendapatan perkapita yang tergabung dengan Pantai Barat menunjukan peningkatan dan hampir menyamai dengan rata-rata pendapatan perkapita daerah Pantai Timur. Rata-rata pendapatan perkapita tahun 2004 daerah Pantai Barat sebesar Rp 4.75 juta sedangkan daerah Pantai Timur sebesar Rp. 12.98 juta. Pada tahun 2009 rata-rata pendapatan perkapita daerah Pantai Barat Rp. 5.38 juta sedangkan daerah Pantai Timur menurun menjadi Rp 9.51 juta (lihat Gambar 27).

Sumber : BPS (diolah)

Gambar 27 Rata-rata pendapatan perkapita migas Pantai Barat dan Pantai Timur tahun 2004-2009 (Juta Rupiah)

Penurunan rata-rata pendapatan perkapita daerah Pantai Timur disebabkan oleh menurunnya kontribusi nilai tambah sektor migas di Kabupaten Aceh Utara

(19)

105 49 42 35 28 21 14 7 2004 2006 2009

PDRB Perkapita (Juta Rupiah)

Bar at Timu r Kab / Ko ta

dan industri pengolahan di Kota Lhoksumawe akibat semakin menipis cadangan minyak bumi dan gas pada daerah tersebut. Penurunan pendapatan perkapita tertinggi pada Kabupaten Aceh Utara dari tahun 2004 sebesar Rp. 29.85 juta menjadi Rp. 8.04 juta. Penurunan ini disebabkan oleh tidak beroperasi maksimal PT Pupuk Iskandar Muda karena pasokan gas yang tidak mencukupi dari PT Arun LNG karena cadangan yang semakin menipis. Sumbangan sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2004 mencapai Rp 12.05 milyar dan terus menurun menjadi Rp 1.56 milyar pada tahun 2009. Sementara itu sumbangan sektor industri pengolahan di Kota Lhoksumawe pada tahun 2004 sebesar Rp 6.11 milyar terus menurun menjadi Rp 2.46 milyar pada tahun 2009.

Sementara itu jika pendapatan perkapita seluruh kabupaten/kota digabung, maka terlihat pada digram dotplot pendapatan perkapita dengan migas di Provinsi Aceh juga menunjukkan kearah pemerataan. Hal ini dapat dilihat dari nilai standar deviasi pendapatan perkapita kabupaten/kota pada tahun 2004 sebesar 11.56 menurun menjadi 5.23 pada tahun 2009. Ini mengindikasikan bahwa perbedaan pendapatan perkapita antar kabupaten/kota semakin rendah.

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Rata-rata 8.87 7.60 7.65 7.40 7.47 7.44

Stad Dev 11.56 7.80 6.83 5.96 5.84 5.23

Sumber : Data PDRB kabupaten/kota berbagai tahun (diolah)

Gambar 28 Diagram dotplot PDRB perkapita kabupaten/kota dengan migas di Provinsi Aceh tahun 2004-2009.

(20)

106

Pertumbuhan ekonomi yang baik adalah apabila pertumbuhan tersebut dapat meningkatkan pendapatan perkapita masyarakatnya. Stimulus pengeluaran pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dengan memberikan porsi pengeluaran yang lebih besar terhadap sektor-sektor yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi, seperti pengeluaran infrastruktur. Selain itu dalam menunjang perekonomian dibutuhkan tenaga sumber daya manusia yang handal, oleh karena itu pengeluaran pemerintah daerah pada sektor kesehatan dan pendidikan perlu ditingkatkan terhadap total pengeluaran daerah untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (lihat Gambar 28).

Semakin meratanya distribusi ekonomi yang semakin baik antar daerah di Provinsi Aceh juga terlihat juga dari nilai indeks theil yang semakin rendah. Nilai Indeks Theil PDRB perkapita digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan wilayah, semakin rendah nilai indeks theil maka semakin rendah ketimpangan pendapatan di wilayah tersebut.

Tabel 27 Indeks theil PDRB perkapita Provinsi Aceh tahun 2004-2009

Tahun Nilai 2004 0.49 2005 0.32 2006 0.27 2007 0.21 2008 0.19 2009 0.17

Sumber : PDRB kab/kota tahun 2004-2009 (diolah)

Pada tahun 2004 nilai indeks theil sebesar 0.49 kemudian terus menurun menjadi 0.17 pada tahun 2009. Nilai indeks theil yang semakin menurun selaras dengan peningkatan kontribusi pembentukan nilai tambah pada daerah Pantai Barat dan peningkatan pendapatan perkapita pada daerah tersebut. Sementara itu kontribusi nilai tambah daerah Pantai Timur yang semakin menurun yang diikuti dengan menurunya pendapatan perkapita pada daerah Pantai Timur.

5.4 Implikasi Kebijakan

Ketimpangan pendapatan yang merupakan ekses dari ketimpangan pembangunan karena pemerintah tidak memiliki sumber daya yang cukup baik dari sisi fiskal maupun sisi ketersediaan sumber ekonomi untuk mendorong

(21)

107

perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, apabila terus dibiarkan akan menimbulkan masalah sosial.

Peranan pemerintah daerah sejak dilaksanakanya otonomi daerah semakin dominan, sebagai implikasi dari pemberian kewenangan yang semakin luas kepada pemerintah daerah, daerah dituntut untuk dapat mandiri melaksanakan pembangunan, baik sisi perencanaan maupun sisi pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah. Sejalan dengan esensi otonomi daerah,maka besarnya dana yang diterima daerah juga diikuti dengan deskresi yang luas untuk membelanjakan sesuai dengan kebutuhan daerah. Diharapkan agar local government spending akan benar-benar bermanfaat dan menjadi stimulus fiskal bagi perekonomian di daerah dalam rangka mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu keberhasilan pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakat tergantung dari pengalokasian belanja daerah terutama pada program atau kegiatan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat (kepentingan publik), sehingga dapat mendorong perekonomian dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan penduduk miskin.

Kebijakan yang lebih efektif yang sangat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan pendapatan di aceh adalah :

1. Meningkatkan akses wilayah terhadap terhadap fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan ekonomi dan kemajuan teknologi. Pembangunan infrastruktur yang merata akan memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan perekonomian.

2. Pemerintah kabupaten/kota harus melengkapi kerangka hukum untuk memastikan bahwa sumber daya mereka alokasikan secara strategis, bertanggung jawab dan transparan. Pemerintah kabupaten/kota harus menetapkan kerangka kerja peraturan dan mekanisme perencanaan partisipatif yang sesuai serta prosedur pembukuan dan pelaporan yang akurat dan tepat waktu. Di samping itu, mereka harus mempersiapkan dan melaksanakan mekanisme pemantauan dan pengawasan yang independen dan transparan

3. Investasi untuk aparat administratif secara nyata harus menghasilkan peningkatan efisiensi yang selayaknya. Apabila peningkatan efisiensi

(22)

108

tidak mendukung untuk dilakukanya investasi, sumber daya harus dialihkan kepada layanan masyarakat. Keuntungan dari menginvestasikan dana publik untuk meningkatkan layanan masyarakat dampaknya lebih besar daripada pembangunan gedung-gedung baru untuk administrasi umum.

Pemberian dana alokasi umum sesuai dengan formulasinya yang bertujuan untuk memperkecil kesenjangan fiskal diharapkan kedepan semakin maksimal pemanfaatannya sesuai dengan konsep otonomi daerah tidak lagi dibebani dengan kepentingan dan tujuan lain yang besifat politik/teknis. Berdasarkan konsep grand design desentralisasi fiskal, maka formulasi dana alokasi umum perlu perbaikan, yaitu :

1. Menghindari campur tangan politik dalam penetapan DAU adalah dengan membentuk lembaga independen yang melakukan perhitungan DAU

2. Arah kedepan, penggunaan belanja pegawai sebagai variabel untuk alokasi DAU harus ditiadakan

3. Penilaian kebutuhan fiskal dalam formulasi DAU tidak lagi menggunakan proxy, namun telah menggunakan alat ukur yang lebih mencerminkan kebutuhan riil tiap-tiap daerah

Gambar

Gambar 18 Derajat desentralisasi fiskal kabupaten/kota periode 2004-2009.
Gambar 19 Derajat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia                     kabupaten/kota periode 2004-2009 di provinsi Aceh
Gambar 20 Derajat ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat                       kabupaten/kota periode 2004-2009
Gambar 21 Derajat belanja rutin kabupaten/kota periode 2004-2009.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukka n bahwa aktivitas protease ikan sidat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara perlakuan (P>.05), namun komposisi

Berdasarkan Tabel 5 dapat diuraikan hasil penelitian sebagai berikut: (a) pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, tidak terdapat perbedaan prestasi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian dengan

Selanjutnya rencana kegiatan dan anggaran dituangkan ke dalam format RKA-KL melalui pembahasan dan penelaahan berjenjang di tingkat Kementerian Pertanian oleh Biro

Kemungkinan besar prediksi efek stres kerja adalah ketidakpuasan pekerjaan. Ketika hal ini muncul, seseorang merasa kurang termotivasi untuk bekerja, tidak

a) Sedangkan sumber data primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung. 17 Data primer yaitu data yang diperoleh dari

Bentuk lain lagi dari saksi yang disebut token, yakni apabila kita mengambil benda atau barang kesayangannya agar anak mau mengubah tingkah laku buruknya beralih

1) untuk lebih memudahkan masyarakat miskin prosedur dan persyaratan pembiayaan dibuat sesederhana mungkin. Grameen Bank menggunakan strategi jemput bola, mulai dari