• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Laporan Keuangan

Pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) adalah sebagai berikut :

Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yan merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (h.2).

Menurut Munawir (2004), ”laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.” (h.2).

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi yang menggambarkan kondisi keuangan yang dicapai perusahaan pada periode tertentu yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan keuangan lain suatu perusahaan untuk digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan tersebut.

(2)

8 II.1.1 Komponen Laporan Keuangan

Mengacu Ikatan Akuntan Indonesia (2007) dalam PSAK No.1 tentang penyajian laporan keuangan, ada lima komponen laporan keuangan yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (h.2). • Neraca

Neraca merupakan laporan posisi keuangan pada saat tertentu yang memberi gambaran mengenai posisi keuangan perusahaan, baik kepemilikan aktiva, kewajiban, serta ekuitas pemegang saham dari para pemilik.

Neraca terbagi dalam 3 komponen utama,yaitu : 1. Aktiva

Aktiva merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu yang diharapkan memberi manfaat ekonomi di masa depan

2. Kewajiban

Kewajiban merupakan hutang perusahaan yang timbul dari peristiwa masa lalu yang harus dilunasi perusahaan dimana penyelesaiannya mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

3. Ekuitas

Ekuitas merupakan hak residual atas asset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.

(3)

9 • Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan biaya, laba dan rugi yang diperoleh suatu perusahaan selama peride tertentu dimana selisih antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan merupakan laba atau rugi yang diderita perusahaan.

Laporan laba rugi terbagi dalam 2 komponen utama, antara lain : 1. Penghasilan

Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi yang diterima dari konsumen sebagai hasil penjualan barang atau penyediaan jasa dalam bentuk penerimaan kas atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.

2. Beban

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

II.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

Mengacu pada Ikatan Akuntansi Indonesia (2007) dalam standar akuntansi keuangan, tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai alat pertanggung jawaban manajemen terhadap sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan memberikan informasi kepada pengguna laporan keuangan mengenai posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan dalam mengambil keputusan (h.3).

(4)

10 II.1.3 Pengguna Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007) di dalam standar akuntansi keuangan, ”Pengguna laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda.” (h.2).

II.2 Analisis Rasio Keuangan

Menurut Munawir (2004), ”rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah lain, dan dengan menggunakan alat analisis rasio ini akan dapat menyelesaikan dan memberi gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan.” (h.64).

Menurut Gitman (2006), “ratio analysis involves methods of calculating and interpreting financial ratio to analyze and monitoring the firm’s performance.” (p.54). Yang diterjemahkan sebagai berikut analisis rasio keuangan menggunakan metode perhitungan dan penafsiran rasio keuangan untuk menganalisis dan memonitor kinerja perusahaan.

Menurut Wikipedia Indonesia, ”analisis rasio keuangan adalah alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat pada pos laporan yang menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.” (http://id.wikipedia.org/wiki/Rasio_finansial).

(5)

11 Jadi analisis rasio keuangan adalah suatu alat analisis untuk menilai kinerja suatu perusahaan dengan perhitungan dan penafsiran rasio untuk memberi gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan.

II.2.1 Teknik Analisis Rasio Keuangan

Mengacu pada Gitman (2006) pun menyatakan hal yang hampir sama, cara untuk melakukan perbandingan rasio keuangan yaitu dengan membandingkan rasio keuangan perusahaan pada waktu yang sama dengan perusahaan lainnya (cross-sectional analysis); membandingkan rasio keuangan perusahaan sekarang dengan rasio perusahaan pada waktu-waktu sebelumnya (time-series analysis); dan combined analysis yaitu mengkombinasikan teknik cross-sectional analysis dan time-series analysis (p.54-56)

Mengacu Hanafi dan Halim (2007), teknik analisis rasio keuangan juga dapat dibagi atas dua jenis berdasarkan variate yang digunakan dalam analisis yaitu analisis univariate dan analisis multivariate. Analisis univariate adalah analisis rasio keuangan yang menggunakan satu variable dalam melakukan analisis. Dan analisis multivariate adalah analisis rasio keuangan yang menggunakan lebih dari satu variabel dalam melakukan analisis, salah satu contoh analisis multivariate adalah analisis diskriminan atau yang lebih dikenal dengan multiple discriminant analysis (MDA).

Analisis diskriminan menurut Emery, Finnerty, dan Stowe (2007) merupakan “More appropriate technique for predicting corporate bankruptcy, because it uses more than one variable.” (p.759), yang dapat diterjemahkan sebagai berikut analisis diskriminan merupakan teknik analisis yang lebih tepat untuk mempridiksi kebangkrutan perusahaan karena analisis diskriminan menggunakan lebih dari satu variable.

(6)

12 Analsisis diskriminan diterapkan dalam bentuk Z=V1X1+V2X2+…+VnXn. Fungsi diskriminan ini akan mengubah rasio-rasio keuangan menjadi suatu hasil diskriminan tunggal atau yang dikenal dengan Z Score. Lalu hasil Z Score tersebut digunakan untuk mengkelompokan perusahaan yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut. Pada persamaan ini nilai V1,V2, dan seterusnya merupakan nilai koefisien sedangkan nilai X1,X2, dan seterusnya merupakan nilai dari rasio keuangan.

Jadi teknik analisis rasio keuangan dengan cara menganalisis rasio keuangan dengan menggunakan satu variabel (analisis univariate) dan menganalisis rasio keuangan dengan menggunakan lebih dari satu variabel (analisis multivariate) yang kemudian analisis rasio keuangan tersebut dibandingkan dengan rasio keuangan perusahaan lain dalam satu industri yang sama (cross-sectional analysis); membandingkan rasio keuangan pada dua periode atau lebih (time-series analysis); dan mengkombinasikan cross-sectional analysis dan time-series analysisi (combined analyisis) untuk menilai kinerja suatu perusahaan.

II.2.2 Tujuan Analisis Rasio Keuangan

Menurut Munawir (2004), ”tujuan tiap penganalisa pada umumnya adalah untuk mengetahui tingkat rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas dari perusahaan yang bersangkutan.” (h.69).

Gitman (2006) menyatakan tujuan dari analisis rasio tidak hanya berupa perhitungan rasio tetapi ada hal yang lebih penting yaitu interpretasi dari nilai rasio yang didapat agar dapat diperbandingkan dan menjawab apakah nilai rasio tersebut baik atau tidak.

(7)

13 Jadi tujuan analisis rasio keuangan adalah untuk mengetahui apakah kinerja perusahaan telah berjalan baik atau tidak dengan perhitungan dan interpretasi rasio keuangan baik dari tingkat rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas suatu perusahaan.

II.2.3 Pengguna Analisis Rasio Keuangan

Mengacu pada Keown, Martin dan Petty (2008), pengguna analisis rasio keuangan terdiri dari pihak internal dan eksternal perusahaan. Bagi pihak internal perusahaan analisis rasio keuangan digunakan oleh manjemen keuangan untuk :

• Mengidentifikasi masalah dalam kinerja perusahaan dan mengambil langkah perbaikkan.

• Mengevaluasi kinerja karyawan

• Membandingkan kinerja keuangan dari beberapa divisi keuangan • Mengetahui kinerja keuangan dari perusahaan pesaing

Selain itu pihak-pihak di luar perusahaan dapat menggunakan analisis rasio keuangan untuk :

• Bagi pemberi pinjaman untuk menentukan pemberian hutang. • Bagi pemeringkat kredit untuk menilai kelayakan kredit perusahaan • Bagi investor untuk menentukkan kelayakan berinvestasi di perusahaan

• Bagi Supplier untuk menentukan apakah layak memberi hutang bagi perusahaan (h.97)

(8)

14 IV.2.4 Jenis-Jenis Rasio Keuangan

Menurut Gitman (2006), analisis rasio keuangan dapat dibagi menjadi 5 kelompok kategori, antara lain likuiditas (liquidity), aktivitas (activity), hutang (debt), profitabilitas (profitability) dan rasio nilai pasar (market ratio). Analisis likuiditas, aktivitas, dan hutang untuk menilai resiko perusahaan; analisis profitabilitas untuk menilai keuntungan; dan nilai pasar untuk menilai kedua-duanya (p.97)

IV.2.4.1 Liquidity ratios

Mengacu pada Gitman, yang dimaksud dengan likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang akan segera jatuh tempo. Ada dua cara dalam menilai likuiditas perusahaan, yaitu dengan rasio lancar dan rasio cepat (p.98).

Current ratio

Rasio lancar (Current ratio) adalah rasio untuk mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendek dengan mengubah aktiva lancar non kas menjadi kas dalam waktu cepat. Menurut Gitman rasio lancar yang baik bagi perusahaan adalah dua namun besarnya rasio harus disesuaikan dengan ukuran perusahaan dan industrinya. Rasio ini dihitung dengan cara membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar.

Current assets

Current ratio =

(9)

15 • Quick ratio

Rasio cepat (quick ratio) adalah rasio untuk mengukur likuiditas perusahaan dengan cara membagi aktiva lancar yang dikurangi dengan persediaan, dengan kewajiban lancar. Perhitungan rasio ini untuk menilai likuiditas perusahaan sesungguhnya, karena persediaan perusahaan tidak mudah untuk diuangkan dan biasanya dijual dalam bentuk kredit.

IV.2.4.2 Activity ratios

Rasio aktivas adalah rasio untuk mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan dalam mengelola berbagai akun-akun untuk dikonversikan menjadi penjualan atau kas. Beberapa rasio yang digunakan untuk menilai rasio aktivitas pada akun-akun lancar, seperti pada persediaan, piutang, dan hutang.

Inventory turnover

Rasio perputaran persediaan adalah rasio untuk mengukur aktivitas atau likuiditas inventory sebuah perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi harga pokok penjualan dengan persediaan.

Current assets - inventory Quick ratio =

Current liabilities

Cost of good sold Inventory turnover =

(10)

16 • Avarage age of inventory

Avarage age of inventory merupakan rasio untuk menilai berapa lama waktu rata-rata yang diperlukan untuk menjual persediaan perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi jumlah hari dalam setahun dengan rasio perputaran persediaan.

Avarage collection period

Avarage collection period merupakan rasio untuk menilai berapa lama waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menagih piutang perusahaan sehingga sangat berguna untuk mengevaluasi kredit dan kebijakkan penagihan. Rasio ini dihitung dengan membagi piutang usaha dengan rata-rata penjualan per harinya.

Avarage payment period

Avarage payment period merupakan rasio untuk menilai berapa lama waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk membayar hutang usaha perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi hutang usaha dengan rata-rata pembelian per harinya

Account receivable Average collection period =

Average sales per day Number of days in a year Avarage age of inventory =

Inventory turnover

Account payble Average payment period=

(11)

17 • Rasio perputaran total aset (total asset turnover)

Rasio perputaran total aset digunakan untuk mengukur efisiesi yang telah dilakukan perusahaan untuk menggunakan total asetnya untuk menghasilkan penjualan. Sehingga semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin baik kinerja perusahaan dalam menghasilkan penjualan dan laba dari total aset perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva.

IV.2.4.3 Debt ratios

Rasio hutang adalah rasio untuk mengukur tingkat solvabilitas perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang-hutang jangka panjang perusahaan.

Debt ratio

Rasio hutang (debt ratio) adalah rasio untuk menilai seberapa besar total aset yang dibiayai oleh kreditor. Sehingga semakin tinggi rasio hutang perusahaan menunjukkan semakin tinggi resiko yang dihadapi perusahaan karena semakin banyak aset perusahaan yang dibayar oleh hutang. Rasio ini dihitung dengan cara membagi total kewajiban dengan total aktiva.

Sales Total asset turnover =

Total assets

Total debt Debt ratio =

(12)

18 • Times interest earned

Ttimes interest earned atau sering disebut dengan interest coverage ratio digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga perusahaan pada saat jatuh tempo. Jadi semakin tinggi rasio ini menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena kemampuan perusahaan dapat membayar beban bunga yang akan jatuh tempo tinggi. Rasio ini dihitung dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak dibagi dengan beban bunga.

Fixed payment coverage ratio

Fixed payment coverage ratio adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tetap perusahaan seperti, bunga pinjaman, membayar leasing¸ dan membayar deviden pada saham istimewa. Perhitungan untuk fixed payment coverage ratio adalah sebagai berikut :

IV.2.4.4 Profitability Ratios

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada periode tertentu. Banyak rasio yang dapat digunakan

EBIT times interest earned =

Beban Bunga

EBIT + lease payments Fixed payment coverage ratio =

Interest + lease payment + {(principle payments + preferred stock dividends) X [1/(1-T)]}

(13)

19 untuk menilai profitabilitas perusahaan karena pemilik, kreditor, dan manajemen sangat memperhatikan keuntungan pada perusahaan.

Gross profit margin

Gross profit margin merupakan rasio untuk menilai seberapa besar proporsi keuntungan setelah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Rasio ini dihitung dengan membagi laba kotor perusahaan dengan penjualan perusahaan.

Operating profit margin

Operating profit margin merupakan rasio untuk menilai seberapa besar proporsi laba operasi perusahaan yang berasal dari penjualan. Rasio ini dihitung dengan membagi laba operasi perusahaan dengan penjualan perusahaan.

Net profit margin

Net profit margin merupakan analisis rasio untuk menilai seberapa besar proporsi laba bersih perusahaan yang diperoleh dari penjualan perusahaan. Sehingga semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin baik kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang berasal dari penjualan. Rasio ini dihitung dengan cara membagi net income dengan penjualan.

Net Income Net Profit Margin=

Sales

Gross profit Gross profit margin =

Sales

Operating profits Operating profit margin =

(14)

20 • Earnings per share

Earnings per share merupakan rasio untuk mengukur keuntungan yang diterima investor dari setiap sahamnya. Sehingga semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin baik kinerja perusahaan dalam menghasilkan return per lembar sahamnya. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham perusahaan dengan jumlah saham biasa yang beredar.

Return on Total Assets (ROA)

Return on assets atau sering disebut Return on investment merupakan rasio untuk menilai efektivitas manajemen dalam mengasilkan laba dari total aset perusahaan. Sehingga semakin tinggi rasio menunjukkan semakin baik kinerja perusahaan dalam mengelola aset perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih yang tersedian untuk pemegang saham dibagi dengan total aktiva perusahaan.

Earning available for common stockholders Return on total assets :

Total assets

Earning available for common stockholders Earning per share = Number of shares of common stock outstanding

(15)

21

Return on Common Equity (ROE)

Return on common equity merupakan rasio untuk menilai tingkat pengembalian yang diterima oleh pemegang saham dari investasi yang dilakukan pada perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dibagi dengan total ekuitas perusahaan.

II.2.4.5 Market ratios

Market ratios adalah rasio yang menunjukkan penilaian investor mengenai resiko dan timbal balik yang di dapat dari perusahaan. Mengacu pada Gitman, ada dua rasio yang biasa digunakan untuk menilai market ratios,seperti price/earning ratio dan market/book ratio

Price/earnig ratio

Price/earning ratio merupakan rasio untuk menilai seberapa besar keinginan investor untuk membayar setiap keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi harga saham pada saham biasa dengan pendapatan per sahamnya.

Earning available for common stockholders Return on common equity =

Common stock equity

Market price per share of common stock Price/earning ratio =

(16)

22 • Market/book ratio

Market/book ratio merupakan rasio yang menunjukkan bagaimana cara investor memandang suatu kinerja perusahaan. Persamaan market/book ratio adalah sebagai berikut :

II.2.5 Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan

Dalam melakukan analisis rasio keuangan, ada keterbatasan-keterbatasan yang perlu diperhatikan oleh penganalisis. Mengacu pada Bringham dan Enrhardt (p.143-144), keterbatasan-keterbatasan dalam analisis yang perlu diperhatikan yaitu :

• Pada perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi dengan multidivisi yang berbeda dengan industrinya akan sulit untuk mengembangkan rata-rata industri untuk tujuan komparatif.

• Beberapa perusahaan ingin lebih baik dibandingkan rata-rata industri. Sehingga perusahaan terfokuskan pada rasio yang telah menjadi leader untuk diperbandingkan.

• Inflasi dapat memberikan distorsi buruk pada neraca perusahaan, dimana nilai yang dicatat berbeda dengan nilai sebenarnya sehingga pada saat terjadi inflasi diperlukan penafsiran rasio secara tepat.

Market price per share of common stock Market/book ratio =

(17)

23 • Faktor musiman (seasonal factors) dapat mendistorsi analisis rasio. Hal ini dapat

diminimalisasi dengan menggunakan rata-rata bulanan untuk persediaan (dan piutang) ketika menghitung rasio perputaran.

• Perusahaan dapat menggunakan teknik window dressing untuk membuat laporan menjadi lebih baik.

• Praktik akuntansi yang berbeda dapat mendistorsi perbandingan antar perusahaan, misalnya dengan perbedaan penilaian dan metode penyusutan.

• Sulitnya menetapkan nilai baik tidaknya rasio tertentu, misalnya rasio lancar yang tinggi dapat menunjukkan posisi likuiditas yang bagus ataupun kas yang berlebihan (buruk).

• Dalam suatu perusahaan terdapat beberapa rasio yang bagus dan beberapa yang buruk, sehingga sulit ditentukan apakah perusahaan tersebut kuat atau lemah. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan pada analisis rasio keuangan, mengacu pada Gitman (2006) ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh penganalisis rasio keuangan yaitu :

• Untuk analisis dengan tujuan tertentu diperlukan sekelompok rasio namun jika analisis hanya fokus pada beberapa aspek posisi keunagan, rasio tunggal dapat digunakan.

• Perbandingan rasio-rasio yang dilakukan harus dihitung berdasarkan waktu dan penyusunan laporan keuangan yang sama.

• Gunakan laporan keuangan yang telah diaudit untuk mencerminkan posisi keuangan yang sebenarnya.

(18)

24 • Data laporan keuangan yang dibandingkan harus menggunakan metode

perhitungan yang sama.

• Hasil yang diperoleh bisa menjadi rancu jika terjadi inflasi.

II.3 Kebangkrutan

Menurut Gitman (2006), kebangkrutan dalam pengertian hukum terjadi ketika suatu perusahaan tidak dapat membayar hutang-hutangnya atau ketika kewajiban-kewajiban perusahaan melebihi nilai aktivanya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata bangkrut mempunyai arti menderita kerugian besar hingga jatuh (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php).

Pengertian kebangkrutan (kepailitan) di Indonesia sendiri mengacu pada peraturan pemerintah yaitu UU No. 4 tahun 1998 sebagai pengganti UU No. 1 tahun 1998 tentang perubahan UU tentang kepailitan, yang menyatakan :

• Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

• Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

• Dalam hal menyangkut debitur yang merupakan bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

(19)

25 Jadi pengertian kebangrutan adalah ketidakmampuan individu atau perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban hutangnya kepada kreditor pada saat jatuh tempo atau kondisi dimana individu atau perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang sangat parah, yang dimulai dari perusahaan mengalami kesulitan keuangan jangka pendek dan berlanjut menjadi kesulitan keuangan jangka panjang dan kondisi dimana kewajiban-kewajiban perusahaan melebihi nilai aktivanya.

II.3.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kebangkrutan

Berdasarkan Tampubolon (2005), ada beberapa penyebab kegagalan korporasi antara lain :

• Manajemen yang tidak baik (poor management).

• Kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan yang mempengaruhi korporasi atau industri (an economic downturn effecting the company and or industry).

• Akhir dari siklus kehidupan suatu korporasi. • Ekspansi yang berlebihan (over expention). • Bencana alam (catastope) (h.51).

Mengacu pada Emery, manajemen yang buruk, kebijakan ekspansi yang kurang tepat, persaingan yang semakin ketat, hutang yang banyak, tuntutan hukum, dan perjanjian kontrak yang tidak menguntungkkan adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan memburuknya bisnis perusahaan. Namun kurang pengalaman manajemen dan ketidakmampuan manajemen menjadi sumber utama dalam kegagalan usaha (kebangkrutan). Dan mengacu pada penelitan yang dilakukan oleh Dun & Bradstreet, manajemen yang kurang berkompeten menyebabkan 94% perusahaan mengalami

(20)

26 kebangkrutan. Selain itu faktor eksternal bisa juga menjadi penyebab kebangkrutan, oleh karena itu manajemen harus tanggap terhadap perubahan.

II.3.2 Prediksi Kebangkrutan Metode Z Score Altman

Semakin cepat kita mengetahui peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan tersebut, khususnya bagi pihak manajemen untuk melakukan perbaikan-perbaikan agar perusahaan yang dikelolanya tidak mengalami kebangkrutan. Selain itu kreditor dan pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi kemungkinan yang buruk. Salah satu analisis untuk mengetahui kebangkrutan adalah analisis kebangkrutan Z Score Altman yang dilakukan Edward I. Altman pada 1968.

Berdasarkan penelitan Altman di dalam buku corporate financial distress, dijelaskan Altman menggunakan analisis diskkriminan dengan menyusun suatu model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan, yang dikenal dengan Z Score Altman. Dalam penelitiannya, Altman menggambil suatu sample yang terdiri dari 66 perusahaan manufaktur dimana setengah di antaranya mengalami kebangkrutan. Dari laporan keuangan satu periode sebelum perusahaan bangkrut, Altman memperoleh 22 rasio keuangan, dimana lima di antaranya ditemukan paling berkontribusi pada model prediksi. Fungsi diskriminan yang dtemukannya adalah

Dimana :

Z = over all index

X1 = working capital/total assets

(21)

27 X2 = retained earning/total assets

X3 = EBIT/total assets

X4 = market value to equity/book value of total liabilities X5 = sales/total assets

Berdasarkan persamaan diatas, Z Score Altman diklasifikasikan sebagai berikut: Z > 2.99 – tidak bangkrut

1.80 < Z < 2.99 – daerah rawan Z < 1.80 – bangkrut (p.241)

Persamaan Z Score Altman di atas hanya dapat digunakan pada perusahaan manufaktur yang go public. Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana menerapkan analisis kebangkrutan Z Score Altman pada perusahaan non publik dan non manufaktur. Maka dalam perkembangannya Altman menciptakan kembali dua model Z Score, dimana Z’ untuk digunakan pada perusahaan non public dan Z” digunakan untuk perusahaan non manufaktur baik yang go public maupun non public. Z’ dikembangkan karena banyak juga perusahaan yang non publik perlu dianalisis untuk menjamin kelangsungan usahanya. Oleh karena itu Altman mengembangkan model alternatif untuk dapat digunakan pada perusahaan non publik, dimana terdapat penyesuaian Z Score

Altman pada x4. Dengan cara demikian model tersebut bisa dipakai baik untuk

perusahaan non publik, maka persamaan yang diperoleh :

Dimana :

Z = over all index

X1 = working capital/total assets

(22)

28 X2 = retained earning/total assets

X3 = EBIT/total assets

X4 = book value of equity/total liabilities X5 = sales/total assets

Batas kriteria penilaian hasil Z Score Altman (Z) dengan Z Score Altman yang telah dimodifikasi untuk perusahaan non publik (Z’) pun berbeda karena adanya penyesuaian dari hasil modifikasi yang telah dilakukan, maka batas kriteria Z’ :

Z' > 2.9 – tidak bangkrut 1.23 < Z' < 2. 9 – daerah rawan Z' < 1.23 – bangkrut (p.246)

Kemudian Z” dikembangkan Altman untuk menilai kemungkinan kebangkrutan pada perusahaan non manufaktur baik go public dan non publik dengan tidak menggunakan X5, yaitu penjualan/total asset. Karena pada industri non manufaktur tidak ada penjualan barang, maka persamaan Z Score Altman sebagai berikut :

Dimana :

Z = over all index

X1 = working capital/total assets X2 = retained earning/total assets X3 = EBIT/total assets

X4 = market value to equity/book value of total liabilities Kriteria Z-score pada rasio Z-Altman adalah sebagai berikut :

Z” > 2.6 – tidak bangkrut

(23)

29 1.1 < Z” < 2. 6 – daerah rawan

Z” < 1.1 – bangkrut (p.248)

II.2.3 Analisis Rasio Keuangan dalam Analisis Diskriminan Z Score Altman

Mengacu Altman dan Hotckiss (2005), rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam diskriminan Z Score Altman antara lain :

• X1 = working capital/total assets

Rasio ini untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh modal kerja dari total aktiva yang dimilikinya. Rasio ini dihitung dengan membagi modal kerja dibagi total aktiva,dimana nilai modal kerja merupakan selisih dari aktiva lancar dan kewajiban lancar. Tujuan dari menilai rasio ini adalah untuk menilai likuiditas dari perusahaan berdasarkan rasio keuangan Z Score Altman. Sehingga jika rasio X1 bernilai negatif maka kemungkinan perusahaan tersebut mengalami kesulitan keuangan jangka pendek atau rendahnya kemampuan perusahaan memenuhi hutang-hutang jangka pendeknya.

• X2 = retained earning/total assets

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi laba ditahan dengan total aktiva. Laba ditahan merupakan akun keuntungan atau kerugian yang tidak dibagikan kepada pemegang saham atau pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan proporsi saham atau kepentingan yang dimilikinya dalam bentuk deviden melainkan untuk diinvestasikan kembali perusahaan. • X3 = EBIT/total assets

(24)

30 Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba sebelum bunga dan pajak dari total aktiva perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi EBIT dengan total aktiva.

• X4 = market value to equity/book value of total liabilities

Rasio ini untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang-hutangnya dengan menggunakan jumlah saham yang diedarkan oleh perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi nilai pasar sendiri dengan seluruh total hutang perusahaan. Nilai pasar sendiri diperoleh dari seluruh saham perusahaan yang beredar ke publik, baik saham umum dan saham preferen yang dikalikan dengan harga saham. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan hutang lancar dan hutang jangka panjang.

• X5 = sales/total assets

Rasio ini untuk menilai kemampuan efektivitas penggunaan aset perusahaan dalam menghasilkan penjualan perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva perusahaan (p.242-243)

Referensi

Dokumen terkait

&#34;emua kek &#34;emua keka$aa a$aan # baik berge n # baik bergerak mau rak maupun tak be pun tak bergera rgerak# $ang di k# $ang diadaka adakan# didi n# didirikan # dib rikan

Kerana tidak dari satu atom pun dari langit yang tertinggi sampai kepada sempadan bumi, melainkan ada padanya tanda-tanda keajaiban yang menunjukkan kepada kesempurnaan qudrah

Seorang tersangka, terdakwa, terpidana dapat mengajukan tuntutan pra praperadilan jika penahanan, penangkapan, penggeledahan, pengadilan dan tindakan lain (tindakan

DOSEN ILMU HUKUM ADMINISTRASI

Display nodes present environment data to public user (campus community) in informative and meaningful fashion, such as shows environmental standard index or

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama pasien yang bernama Halimah sodara mengatakan “Prosedur pelayanan yang di berikan kepada pasien lumayan baik

Manajemen Pertunjukan Musik “Kamar Ismail” Mahasiswa Seni Musik UPI Angkatan 2012 Universitas Pendidikan Indonesia| repository.upi.edu |

tahun 2015 yang akan mencapai 4,1 persen dan pertumbuhan ekonomi.. nasional 201 5 yang akan berkisar 6,8-7,0