• Tidak ada hasil yang ditemukan

IN PRESS E- ISSN: , Print ISSN: ISM VOL. 8 NO.3, SEPTEMBER-DESEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IN PRESS E- ISSN: , Print ISSN: ISM VOL. 8 NO.3, SEPTEMBER-DESEMBER"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue

(PSN DBD) dan kemampuan mengamati jentik

di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II

Rubaggan Chelvam

1

, I Gede Ngurah Indraguna Pinatih

2

1

Program Studi Pendidikan Dokter

2

Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kedokteran Pencegahan

Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Email: [email protected]

Diterima: 11 Juni 2017. Disetujui: 27 Agustus 2017. Diterbitkan: 1 September 2017

DOI: 136

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus

dengue

dimana ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti

sertamasih menjadi masalah kesehatan

masyarakat di daerah tropis ataupun sub-tropis di dunia. Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam

pencegahan dan pemberantasan DBD adalah dengan memutus rantai penularan dengan cara

mengendalikan vektor melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah

dengue

(PSN DBD). Penelitian ini menggunakan rancangan

cross sectional

di wilayah kerja Puskesmas

Banjarangkan II untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk penyebab DBD. Jumlah sampel minimal sebanyak 35 orang dimana mencakup 6 desa serta 26

banjar/lingkungan di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki perilaku PSN

DBD buruk sebesar 57,1% dan yang baik sebesar 42,9%. Berdasarkan kemampuan memantau jentik,

responden yang memiliki kemampuan memantau jentik buruk sebesar 62,9% sedangkan yang baik

sebesar 37,1%. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat yang

tercakup dalam lingkup Puskesmas Banjarangkan II memiliki perilaku PSN DBD maupun kemampuan

memantau jentik yang buruk sehingga diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut.

Kata Kunci:

Demam Berdarah Dengue (DBD), Perilaku, PSN DBD, Jentik

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by

dengue

virus infection which

transmitted through

Aedes aegypti

mosquito bite and still a public health problem in tropical or

subtropical areas worldwide. One of the efforts which are considered appropriate in the prevention

and eradication of DHF through cut the chain of transmission and controlling the vectors by

eradication of mosquito nest caused Dengue Hemorrhagic Fever (PSN DBD). This study used cross

sectional design in Puskesmas Banjarangkan II

to describe the people’s behavior in eradicating

mosquito nest caused DHF. Minimum sample size is 35 people which cover 6 villages and 26 hamlets

(banjar)/environments in it. The results showed respondents who have poor PSN DBD behavior aound

57.1% and good around 42.9%. Based on the ability to monitor larvaes, respondents who have poor

capabilities to observing it around 62.9% whereas who having good capabilitiesapproximately 31.1%.

Accordingly, it can be concluded most of the people who included within the scope of Puskesmas

banjarangkan II have poor PSN DBD capabilities as well as observing larvae so that it is necessary to

do some attempts to overcome it.

(2)

PENDAHULUAN

Penyakit

Demam

Berdarah

Dengue

(DBD)merupakan penyakit yang disebabkan oleh

infeksi virus

dengue

yang sebagian besar ditularkan

oleh nyamuk

aedes aegypti.

1

Berdasarkan kasus yang

telah dilaporkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia

memperkirakan bahwa 2,5 miliar orang di seluruh

dunia hidup di daerah endemis DBD, dan 50 juta

infeksi baru terjadi setiap tahun.

1

Sejak tahun 1986

hingga 2009, WHO mencatat negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia

Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah

Thailand.

1

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Bali,

angka kesakitan tahun 2014 jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun - tahun sebelumnya yaitu

210,2 per 100.000, dimana masih jauh diatas target

nasional yaitu kurang dari 51 per 100.000 penduduk.

Hal ini sebanding dengan peningkatan CFR tahun 2014

yaitu sebesar 0.2 per 100.000 penduduk lebih tinggi

dari pada tahun 2013 sebesar 0,11 per 100.000

penduduk.

2

Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam

pencegahan dan pemberantasan DBD adalah dengan

memutus

rantai

penularan

dengan

cara

mengendalikan vektor melalui pemberantasan sarang

nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue (PSN

DBD) yang dilakukan dengan cara 3M :menguras

tempat - tempat penampungan air

sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat - rapat

tempat penampungan air dan menguburkan barang

yang tidak terpakai/barang bekas.

2,3

Pada

Puskesmas

Banjarangkan

II,

penanggulangan demam berdarah berada di bawah

program P2M (Penanganan Penyakit Menular).

Dimana program P2M bertujuan untuk menurunkan

angka kematian (

case fatality rate

) dan Insiden Rate

DBD < 2/10.000 penduduk, meningkatkan surveilans

epidemiologi penyakit menular, KLB dan bencana.

Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan

surveillance

epidemiologi,

surveillance

vektor dan

penyuluhan.

Kegiatan

surveillance

epidemiologi

dilaksanakan untuk mendeteksi adanya tanda

tanda

kejadian demam berdarah sehingga dapat mencegah

penyebaran penyakit demam berdarah menjadi lebih

luas Berdasarkan hasil surveillance epidemiologi di

Puskesmas Banjarangkan II diketahui terdapat 41

kasus DBD pada tahun 2015 dan telah tercatat

sebanyak 47 kasus DBD pada bulan Januari - April

tahun 2016.

Kegiatan

surveillance

vektormeliputi

pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah

dengue (PSN DBD), pemantauan jentik berkala (PJB)

dan

fogging.

PSN DBD meliputi 3M (menguras,

menutup

dan

mengubur)

dijelaskan

kepada

masyarakat oleh petugas puskesmas pada setiap

kesempatan.

4

Setelah

dilakukan

tindakan

pemberantasan

sarang

nyamuk

program

ini

dilanjutkan dengan pemantauan jentik berkala (PJB)

oleh Jumantik. Melalui program ini ditargetkan dapat

dilakukan pemantauan jentik berkala pada 100 kepala

keluarga disetiap desa yang dilakukan satu bulan

sekali. Angka Bebas Jentik (ABJ) di setiap desa dihitung

berdasarkan hasil dari PJB ini. Pada tahun 2015 ABJ di

wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II berkisar

antara 96,71%. Namun, untuk tahun 2016 belum

terdapat data mengenai ABJ di Puskesmas

Banjarangkan II. Kemudian langkah terakhir adalah

dengan

dilakukannya

fogging

yangmerupakan

metode pemberantasan nyamuk dewasa dengan cara

penyemprotan dan pengasapan dengan insektisida di

lingkungan yang dicurigai sebagai tempat berkembang

biaknya nyamuk penular DBD (

Aedes aegypti

).

Kegiatan

fogging

terakhir dilakukan pada bulan Mei

2016 di desa Takmung, desa Tihingan, desa Getakan

dan desa Timuhun.

Berkaitan dengan hal di atas, salah satu

indikator yang berhubungan dengan keberhasilan PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk) adalah keberadaan

jentik. Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dimana

anggotanya adalah kader dari masyarakat dinilai tepat

sebagai

screening

awal untuk mengetahui dan

mencegah perkembangan populasi nyamuk

aedes

aegypti

penular penyakit DBD.

Kegiatan pencegahan DBD telah dilakukan oleh

Puskesmas

BanjarangkanII,

namun

terjadi

peningkatan dan perluasan angka kejadian DBD pada

wilayah kerja Puskesmas BanjarangkanII. Data

mengenai Angka bebas jentik (ABJ) tahun 2016 di

Puskesmas Banjarangkan II juga belum tercatat.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan

evaluasi lebih lanjut untuk mencari tahu gambaran

perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dan

kemampuan mengamati jentik di wilayah kerja

Puskesmas Banjarangkan II.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif dimana

menggunakan

rancanganpotong

lintang

(

cross

sectional

) yang dilakukan dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Banjarangkan II. Penelitian ini dari

dilaksanakan dari bulan Mei

Juli 2016 dimana data

yang dipergunakan adalah data primer melalui

observasi dan wawancara menggunakan kuisioner

kepada responden penelitian. Sampel pada penelitian

ini adalah kepala keluarga yang berada di wilayah

kerja Puskesmas Banjarangkan II pada bulan Juli 2016

dimana telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Berdasarkan teknik perhitungan jumlah sampel

Lemeshow beserta koreksi yang telah dilakukan maka

(3)

jumlah sampel yang dipergunakan sebanyak 35 orang.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik

cluster sampling

terhadap 6 desa yang meliputi 26

banjar/lingkungan di wilayah kerja Puskesmas

Banjarangkan II. Pada penelitian ini peneliti memilih 5

cluster

dari 26 banjar/lingkungan melalui

systematic

random sampling

sehingga diperoleh 7 kepala

keluarga pada masing-masing

cluster

yang berjumlah

5

cluster

: dinas Takmung Kangin, banjar dinas

Sengkiding, banjar dinas Getakan, banjar dinas Kelod,

dan banjar dinas Pau. Setelah data diperoleh maka

dilakukan pengolahan data menggunakan program

analisis statistik pada komputer.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Karakterisik responden penelitian berdasarkan

umur didapatkan rerata umur responden adalah 45,9

tahun. Usia termuda adalah 27 tahun dan usia tertua

adalah 67 tahun. Responden dikelompokkan menjadi

tiga berdasarkan kategori umur menurut Departemen

Kesehatan RI 2009 yaitu 26-45 tahun, 46-65 tahun dan

>65 tahun. Sebanyak 57,1 responden berada pada

kelompok umur 26-45 tahun, 25,7% responden

berada pada kelompok umur 46-65 tahun dan 17,2%

responden berada pada kelompok umur >65 tahun.

Berdasarkan jenis kelamin diperoleh sebanyak 77,1%

responden adalah laki-laki dan 22,9% responden

adalah perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan

didapatkan bahwa sebanyak 51,4% responden

memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu tidak pernah

sekolah/tidak tamat SD/SD dan sebanyak 48,6%

responden memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu

SMP/SMA/Perguruan tinggi. Berdasarkan pekerjaan

sebanyak 2,86% responden tidak bekerja, 51,4%

responden bekerja sebagai petani, 28,6% responden

bekerja sebagai buruh, 5,74% responden bekerja

sebagai pedagang dan 11,4% responden bekerja

sebagai nelayan, pegawai negeri sipil, wiraswasta atau

sopir seperti yang tertera pada

Tabel 1

.

Tabel 1.

Karakteristik Responden Penelitian

Deskripsi

Frekuensi

(n = 35)

Persentase

(%)

Umur

26-45 tahun

46-65 tahun

>65 tahun

20

9

6

57,1

25,7

17,2

Jenis Kelamin

Laki-laki

27

77,1

Perempuan

8

22,9

Pendidikan

Pendidikan

rendah

Pendidikan

tinggi

18

17

51,4

48,6

Pekerjaan

Tidak bekerja

Petani

Buruh

Pedagang

Lain-lain

1

18

10

2

4

2,86

51,4

28,6

5,74

11,4

Perilaku Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang

Nyamuk DBD (PSN DBD)

Perilaku PSN DBD adalah tindakan nyata kepala

keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk

demam berdarah dengue. Gambaran perilaku PSN

DBD responden penelitian dapat dilihat pada

Tabel 2

yang menunjukkan responden yang memiliki perilaku

PSN DBD buruk sebesar 57,1% sedangkan yang

memiliki perilaku PSN DBD baik sebesar 42,9%.

Berdasarkan 12 indikator pengukuran perilaku

PSN DBD pada

Tabel 3

didapatkan bahwa sebesar

57,1%

responden

sudah

menguras

tempat

penampungan air minimal seminggu sekali, sebesar

51,4% responden sudah menutup rapat tempat

penampungan air, 77,1% responden sudah mengubur

atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan, 37.1% responden sudah

mengganti air vas bunga, tempat minum burung dan

tempat lainnya yang sejenis minimal seminggu sekali

,

51,4% responden sudah memperbaiki saluran dan

talang air yang tidak lancar atau rusak, 48,6%

responden sudah menutup lubang-lubang pada

potongan bambu/pohon dan lain-lain, 14,2%

responden sudah memelihara ikan pemakan jentik di

kolam/bak penampungan air, 11,4% responden sudah

memasang kawat kasa pada ventilasi/jendela, 31,4%

responden tidak memiliki kebiasaan menggantung

banyak pakaian di dalam kamar, 65,7% responden

sudah memiliki ventilasi dan pencahayaan ruang yang

cukup di rumahnya, 5,7% responden yang

menggunakan kelambu saat tidur dan sebesar 37,1%

responden sudah menggunakan obat yang dapat

mencegah gigitan nyamuk.

Kemampuan Memantau Jentik

Hasil penelitian ini yang tertera pada

Tabel 4

menunjukkan bahwa responden yang memiliki

Kemampuan memantau jentik buruk sebesar 62,9%

dan yang memiliki kemampuan memantau jentik baik

sebesar 37,1%. Kemudian berdasarkan pengukuran

kemampuan mengamati jentik yang tertera pada

Tabel 5

didapatkan bahwa sebesar 77,1% sudah

mencari semua tempat perkembangbiakan jentik

nyamuk yang ada di dalam maupun di lingkungan

rumah, sebesar 82,8% responden sudah memeriksa

bak mandi/wc, tempayan, drum dan tempat-tempat

Tabel 2.

Distribusi Perilaku PSN DBD pada Responden

Penelitian

(4)

No

Perilaku

Responden

Frekuensi

(n = 35)

Persentase

(%)

1.

Buruk

20

57,1

2.

Baik

15

42,9

Jumlah

35

100

Tabel 4.

Penilaian Umum dalam Kemampuan

Memantau Jentik Nyamuk

No

Kemampuan

Responden

Frekuensi

(n = 35)

Persentase

(%)

1.

Buruk

22

62,9

2.

Baik

13

37,1

Jumlah

35

100

Tabel 3.

Distribusi Perilaku PSN DBD berdasarkan 12 Indikator PSN DBD

No

Perilaku PSN-DBD

Frekuensi

(n )

Persentase

(%)

1.

Menguras tempat penampungan air seperti bak mandi/WC, drum,

dan lain-lain minimal seminggu sekali

20

57,1

2.

Menutup rapat tempat penampung air seperti gentong air,

tempayan dan lain-lain

18

51,4

3.

Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan

27

77,1

4.

Mengganti air vas bunga, tempat minum burung dan tempat lainnya

yang sejenis minimal seminggu sekali

13

37,1

5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak.

18

51,4

6.

Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain

(dengan tanah dan lain-lain)

17

48,6

7.

Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak penampungan air

(misalnya: ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang, ikan mujair,

ikan nila)

5

14,2

8. Memasang kawat kasa pada ventilasi/jendela

4

11,4

9.

Tidak memiliki kebiasaan menggantung banyak pakaian di dalam

kamar

11

31,4

10. Terdapat ventilasi dan pencahayaan ruang yang cukup

23

65,7

11. Menggunakan kelambu saat tidur

2

5,7

12. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

13

37,1

penampungan air lainnya, sebesar 14,2% responden

saat memantau jentik jika tidak tampak ditunggu

sampai ± 0,5-1 menit, jika ada jentik pasti akan muncul

ke permukaan air untuk bernafas, 34,3% responden

saat memantau jentik jika tidak tampak karena wadah

air tersebut dalam dan gelap, maka menggunakan

senter, 94,2% responden memeriksa juga

tempat-tempat

berpotensi

menjadi

tempat

perkembangbiakan nyamuk misalnya vas bunga,

tempat minum burung, kaleng-kaleng bekas, botol

plastik, ban bekas, tatakan pot bunga, tatakan

dispenser, dan lain-lain, 57,1% responden memeriksa

Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air

yang terbuka/tidak lancar, lubang-lubang pada

potongan bambu, atau pohon lainnya, sebesar 62,9%

responden mencatat ada tidaknya jentik dan jenis

container yang diperiksa pada "Formulir Hasil

Pemantauan Jentik Mingguan" yang ada di rumah/

tempat tinggal.

Angka Bebas Jentik

Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase

rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah

yang diperiksa. Penilaian keberadaan jentik dilakukan

dengan metode visual. Hasil pengukuran ABJ pada

kelima banjar/lingkungan yang dijadikan sampel

penelitian disajikan pada

Tabel 6

.

Berdasarkan

Tabel 6

diatas didapatkan bahwa

Angka Bebas Jentik (ABJ) di Banjar Takmung Kangin

sebesar 71,4%, Banjar Sengkiding sebesar 71,4%,

Banjar Getakan sebesar 57,1%, Banjar Kelod sebesar

85,7% dan Banjar Pau sebesar 85,7%, sehingga rerata

ABJ di wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II

sebesar 74,2%.

DISKUSI

Perilaku Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)

Praktik PSN DBD merupakan salah satu praktik

pencegahan (

preventif

) yang merupakan aspek dari

perilaku

pemeliharaan

kesehatan

(

health

maintenance

) dan pelaksanaan perilaku kesehatan

(5)

lingkungan.

5

Pada penelitian ini, perilaku PSN DBD

adalah suatu tindakan nyata kepala keluarga dalam

pemberantasan sarang nyamuk yang menyebabkan

demam berdarah dengue (DBD). Perilaku PSN DBD

dikatakan buruk apabila skor total kurang dari dengan

skor rata-rata yaitu 6 dan baik jika skor total lebih dari

sama dengan 6. Berdasarkan hasil penelitian,

responden yang memiliki perilaku PSN DBD buruk

sebesar 57,1% (20 responden) dan yang memiliki

perilaku PSN DBD baik sebesar 42,9% (15 responden).

Penelitian yang dilakukan sebelumnya juga

menyatakan bahwa perilaku masyarakat dalam

mengurangi atau menekan kepadatan jentik nyamuk

Aedes aegypti

mempunyai hubungan dengan

keberadaan jentik nyamuk

Aedes aegypti

.

5

Sedangkan

penelitian lainnya menyebutkan bahwa pelaksanaan

PSN DBD mempunyai hubungan dengan keberadaan

jentik, orang yang melaksanakan PSN DBD tidak sesuai

standar mempunyai risiko rumahnya terdapat jentik

Tabel 5.

Distribusi Berdasarkan Kemampuan Memantau Jentik

No

Kemampuan Memantau Jentik

Frekuensi (n )

Persentase (%)

1. Mencari semua tempat perkembangbiakan jentik nyamuk

yang ada di dalam maupun di lingkungan rumah.

27

77,1

2. Memeriksa bak mandi/wc, tempayan, drum dan

tempat-tempat penampungan air lainnya.

29

82,8

3. Jika tidak tampak ditunggu sampai ± 0,5-1 menit, jika ada

jentik pasti akan muncul ke permukaan air untuk bernafas.

5

14,2

4. Jika tidak tampak karena wadah air tersebut dalam dan

gelap, maka menggunakan senter.

12

34,3

5. Memeriksa juga tempat-tempat berpotensi menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk misalnya vas bunga, tempat

minum burung, kaleng-kaleng bekas, botol plastik, ban

bekas, tatakan pot bunga, tatakan dispenser, dan lain-lain.

33

94,2

6. Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air yang

terbuka/tidak lancar, lubang-lubang pada potongan bambu,

atau pohon lainnya.

20

57,1

7. Mencatat ada tidaknya jentik dan jenis kontainer yang

diperiksa pada "Formulir Hasil Pemantauan Jentik

Mingguan" yang ada di rumah / tempat tinggal.

22

62,9

Tabel 6.

Hasil Pengukuran Angka Bebas Jentik (ABJ)

No

Banjar/Lingkungan yang

Diperiksa

Jumlah Rumah

yang Diperiksa

Jumlah Rumah

Bebas Jentik

ABJ

(%)

1.

Takmung kangin

7

5

71,4

2.

Sengkiding

7

5

71,4

3.

Getakan

7

4

57,1

4.

Kelod

7

6

85,7

5.

Pau

7

6

85,7

Jumlah

35

26

74,2

0,224 kali lebih besar daripada orang yang

melaksanakan PSN DBD sesuai standar.

6

Hal ini sesuai

dengan pernyataan bahwa pelaksanaan PSN DBD yang

buruk akan memberikan peluang bagi nyamuk

Aedes

aegypti

untuk bertelur dan berkembang biak.

Berdasarkan atas 12 indikator pengukuran

perilaku PSN DBD didapatkan bahwa sebanyak 20

responden

(57,1%)

sudah

menguras

tempat

penampungan air seperti bak mandi/WC, drum, dan

lain-lain minimal seminggu sekali, namun sebanyak 11

responden (31,4%) masih melaksanakan kegiatan

menguras lebih dari dua minggu, hal ini dikarenakan

responden hanya akan menguras bak mandi ketika

sudah terlihat keruh dan kotor. Bak mandi merupakan

(6)

tempat perkembangbiakan nyamuk yang potensial.

Perilaku menguras yang dilaksanakan minimal 1

minggu sekali diharapkan dapat memutuskan

lingkaran hidup nyamuk

Aedes aegypti

. karena telur

menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2

hari dan stadium jentik berlangsung 6 sampai 8 hari.

7

Jadi pertumbuhan telur menjadi nyamuk dewasa

membutuhkan waktu 9 sampai 10 hari.

7

Sehingga

sebelum jentik menjadi nyamuk dilakukan tindakan

menguras.

Sebanyak 18 responden (51,4%) sudah

menutup rapat tempat penampung air seperti

gentong air, tempayan dan lain-lain, namun 17

responden (48,5%) belum melakukan kegiatan

menutup tempat-tempat penampungan air. Sebanyak

27 responden (77,1%) sudah mengubur atau

menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan, sedangkan 8 responden

(22,8%) belum melaksanakannya. Sehingga perilaku

ini sangat berisiko bagi nyamuk

Aedes aegypti

untuk

bertelur pada tempat-tempat penampungan air dan

memberikan peluang bagi nyamuk

Aedes aegypti

untuk bertelur.

7

PSN DBD dengan cara memelihara ikan pada

tempat-tempat penampungan air belum banyak

dilakukan responden. Hanya 5 responden (14,2%)

sudah memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak

penampungan air. Sebenarnya cara ini adalah cara

alamiah dan cara yang cukup efektif untuk membasmi

jentik

Aedes aegypti,

akan tetapi responden enggan

melaksanakannya karena sebagian besar responden

tidak mau mengurus ikan tersebut, dan beberapa

responden juga menyebutkan enggan memelihara

karena akan menimbulkan bau amis.

Hanya 4 responden (11,4%) sudah memasang

kawat kasa pada ventilasi/jendela. Sebanyak 11

responden (31,4%) tidak memiliki kebiasaan

menggantung banyak pakaian di dalam kamar, namun

18 responden (51,4%) masih terbiasa menggantung

banyak pakaian di dinding. Perilaku responden yang

suka menggantung pakaian di dinding juga menjadi

tempat yang disukai nyamuk

Aedes aegypti

untuk

istirahat setelah menghisap darah manusia.

8

Selain itu

sebanyak 23 responden (65,7%) sudah memiliki

ventilasi dan pencahayaan ruang yang cukup di

rumahnya, namun 18 responden (51,4%) memiliki

rumah yang lembab dan kurang pencahayaan.

Keadaan rumah responden yang lembab dan kurang

pencahayaan juga merupakan tempat yang potensial

bagi nyamuk

Aedes aegypti

untuk berkembangbiak,

karena nyamuk

Aedes aegypti

suka beristirahat dan

berkembangbiak pada tempat yang gelap dan lembap.

Tingginya angka kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Banjarangkan II diperkirakan memiliki

keterkaitan dengan keberadaan jentik dan perilaku

masyarakat dalam PSN DBD. Hal ini dibuktikan dari

hasil penelitian bahwa masih ditemukannya sekitar

57,1% masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Banjarangkan II memiliki perilaku PSN DBD yang

buruk. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan terdahulu yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara perilaku dengan kasus

DBD, di mana semakin baik perilaku responden, maka

semakin rendah kasus DBD dan sebaliknya.

8

Kemampuan Memantau Jentik

Kemampuan memantau jentik dikatakan buruk

jika skor total total kurang dari 4,4 dan baik jika skor

lebih dari sama dengan 4,4. Berdasarkan hasil

penelitian, responden yang memiliki kemampuan

memantau jentik buruk sebesar 62,9% responden dan

yang memiliki kemampuan memantau jentik baik

sebesar 37,1% responden.

Kemampuan memantau jentik yang buruk akan

memberikan peluang bagi nyamuk

Aedes aegypti

untuk bertelur dan berkembang biak. Hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan

kemampuan

memantau

jentik

terhadap

bertambahnya kepadatan jentik nyamuk

Aedes

aegypti

mempunyai hubungan terhadap keberadaan

jentik nyamuk

Aedes aegypti.

9

Namun penelitian

lainnya menyatakan bahwa khususnya untuk

kemampuan memantau jentik para kader jumantik

tidak memiliki hubungan terhadap angka bebas

jentik.

5

Berdasarkan atas 7 indikator pengukuran

perilaku PSN DBD didapatkan bahwa sebanyak 27

responden (77,1%) dapat mencari semua tempat

perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada di dalam

maupun di lingkungan rumah, namun sebanyak 8

responden (22,9%) masih mengabaikan tempat

perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada di dalam

maupun di lingkungan rumah, hal ini dikarenakan

kesibukan pekerjaan yang dimiliki oleh responden

sehingga pemantauan tempat - tempat yang menjadi

perkembangbiakan jentik nyamuk tidak dapat rutin

dilakukan. Sebanyak 29 responden (82,8%) sudah

memeriksa bak mandi/WC dan tempat - tempat

penampungan air lainnya namun 6 responden (17,2%)

lainnya tidak pernah memeriksa bak mandi/WC dan

tempat - tempat penampungan air lainnya

dikarenakan kebiasaan warga yang lebih sering

melakukan aktivitas MCK di sungai, sehingga bak

penampungan air yang dimiliki di rumah jarang untuk

diawasi. Sebesar 5 responden (14,2%) sudah

menunggu

0,5-1 menit saat mengamati jentik di

tempat berkembang biaknya jentik nyamuk, sebesar

12 responden (34,3%) tidak menggunakan senter atau

penerangan di tempat yang gelap saat memantau

jentik, sebagian besar responden tidak menunggu

0,5-1 menit dan menggunakan senter saat memantau

jentik dikarenakan responden tidak mengingat

(7)

tentang pengetahuan tersebut meskipun Jumantik

sudah

rutin

memberikan

penyuluhan

dan

mempraktikkan cara memantau jentik di lingkungan

rumahnya masing-masing.

Sebesar 33 responden (94,2%) sudah dapat

memeriksa tempat - tempat berpotensi menjadi

tempat perkembangbiakan nyamuk sedangkan 2

responden (5,8%) lainnya mengabaikan tempat

minum burung peliharaannya dan mengabaikan botol

atau kaleng - kaleng bekas yang berpotensi sebagai

tempt perkembang biakan nyamuk. sebesar 20

responden (57,1%) sudah dapat memantau saluran air

yang terbuka/tidak lancar dan memeriksa potongan

bambu atau pohon lainnya, sedangkan 15 responden

(42,9%) mengabaikan saluran air dan potongan

bambu atau pohon lainnya, hal ini dikarenakan

responden memiliki saluran air yang tertutup oleh

tumbuhan sehingga saluran air yang tidak lancar atau

terbuka sulit untuk dipantau, dan responden tidak

mengetahui bahwa di tempat tersebut terdapat

genangan air yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.

Angka Bebas Jentik Nyamuk (ABJ)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa

Angka Bebas Jentik (ABJ) di Banjar Takmung Kangin

sebesar 57,1%, Banjar Sengkiding sebesar 71,4%,

Banjar Getakan sebesar 71,4%, Banjar Kelod sebesar

85,7% dan Banjar Pau sebesar 85,7%. ABJ di semua

lokasi penelitian kurang dari 95% yang merupakan

angka target dari ABJ. Rerata Angka Bebas Jentik di

wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II sebesar

74,2%. Angka inimasih rendah jika dibandingkan

dengan

angka

yang

dianjurkan

Departemen

KesehatanRepublik Indonesia, yaitu lebih dari 95%

karena kemungkinan transmisi virus dari nyamuk ke

manusia ataupun sebaliknya kecil, begitupun

sebaliknya jika dibawah 95% kemungkinan untuk

terjadinya transmisi virus sangat besar.

1,10

Penelitian lain yang dilakukan menunjukkan

adanya hubungan antara angka bebas jentik dengan

kasus DBD, yaitu semakin tinggi Angka Bebas Jentik

(ABJ) maka semakin rendah kasus DBD.

11

Penderita

DBD sebesar 85.4% dapat dijelaskan oleh Angka Bebas

Jentik (ABJ), dan sisanya, sebesar 14.6% variasi

penderita DBD dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya.

11

SIMPULAN

Tingginya angka kejadian DBD di wilayah kerja

Puskesmas Banjarangkan II diperkirakan memiliki

keterkaitan dengan masyarakat dalam PSN DBD yang

buruk, kemampuan memantau jentik yang buruk dan

angka bebas jentik yang rendah. Penilaian ABJdi

wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II masih

rendah dibandingkan dengan angka yang dianjurkan

oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Selain itu perilaku dan kemampuan memantau jentik

nyamuk pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Banharangkan II masih dianggap buruk sehingga ke

depannya perlu dilakukan berbagai upaya dalam

memperbaiki hal tersebut

DAFTAR PUSTAKA

1.

Depkes RI. Data Kasus DBD per Bulan di Indonesia

Tahun 2010, 2009 dan 2008. Jakarta: Depkes RI.

2010.

2.

Sukowati S. Masalah Vektor Demam Berdarah

Dengue dan Pengendaliannya di Indonesia.

Buletin Jendela Epidemiologi 2010; (2): 25-30.

3.

Halstead, S.B., dkk. “Dengue Fever and Dengue

Hemorrhagic Fever”.

Nelson Textbook of

Pediatrics 18th ed

.. Philadelphia: Saunders

Elsevier. 2007: 1412-1414.

4.

Ika. Hubungan antara perilaku PSN (3M plus) dan

kemampuan mengamati jentik dengan kejadian

DBD di Kelurahan Tembalang Kecamatan

Tembalang, Semarang, skripsi S1, Semarang:

UNNES. 2015.

5.

Azizah dan Faizah. Analisis Faktor Resiko Kejadian

Demam Berdarah Dengue di Desa Mojosongo,

Kabupaten

Boyolali.

Fakultas

Ilmu

KesehatanUniversitas Muhammadiyah Surakarta.

Eksplanasi. 2010; 5(2):1-3.

6.

Sitio,

A.

Hubungan

Perilaku

Tentang

Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan

Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah

Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota

Medan Tahun 2008.Tesis MKL. Undip. 2008

7.

Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., dan Pohan,

H.T. Demam Berdarah Dengue.

Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam

. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2006: 1709-1713.

8.

Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso

T. Tatalaksana demam berdarah dengue di

Indonesia. 4th ed. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Pemberantasan

Penyakit

Menular

dan

Penyehatan Lingkungan. 2006

9.

Sukowati S. Masalah Vektor Demam Berdarah

Dengue dan Pengendaliannya di Indonesia.

Buletin Jendela Epidemiologi 2010: (2); 25-30.

10.

Sukamto. Studi Karakteristik Wilayah dengan

Kejadian DBD di KecamatanCilacap Selatan

Kabupaten Cilacap, Tesis S2, Semarang: UNDIP.

2007

11.

Michael B, Deen J, Buchy P, Gubler D, Harris E,

Hombach J, et al. World Health Organization

dengue guidelines for diagnosis, treatment,

prevention, and control new edition 2009.

Switzerland: WHO press. 2009

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian
Tabel 3. Distribusi Perilaku PSN DBD berdasarkan 12 Indikator PSN DBD
Tabel 5. Distribusi Berdasarkan Kemampuan Memantau Jentik

Referensi

Dokumen terkait

Arti dari Concert hall adalah sebuah banguanan yang berfungsi sebagai tempat untuk mempertunjukan atau mementaskan sebuah karya oleh musisi baik dalam negeri maupun luar.. Pengertian

Bagaimana membuat sebuah Sports center yang dapat mengakomodasi berbagai macam aktivitas olahraga dan mewadahi kebutuhan masyarakat 2.. Bagaimana merancang sebuah Sports

Modal dasar dari adanya ikatan sosial yang kuat adalah adanya kerjasama di antara anggota kelompok atau organisasi dalam hal komunitas kelurahan ikatan sosial akan terbanguan

1) KUR melalui lembaga linkage dengan pola channeling berdasarkan dengan lampiran Permenko No. 8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat:.. Lembaga

Rata-rata skor hasil belajar kognitif siswa pada interaksi strategi konvensional dengan kemampuan atas lebih tinggi 1,67% dibanding rata-rata skor hasil belajar kognitif siswa pada

Seluruh dosen pengajar di Program Studi Magister Linguistik Terjemahan Universitas Sumatera Utara tanpa kecuali sebagai motor penggerak dunia pendidikan yang berdasarkan pada

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa : (1) Desain pembelajaran PKn model kooperatif dengan memanfaatkan media powerpoint untuk meningkatkan

&#34;enderita atria# fibri#asi beresiko tinggi untuk menderita stroke karena kombinasi penggunaan coumadin dengan faktor resiko stroke seperti usia $%&amp;tahun,