• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. mengintepretasikan hasil penelitian menggunakan kata kata yang di rangkai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODELOGI PENELITIAN. mengintepretasikan hasil penelitian menggunakan kata kata yang di rangkai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

43 BAB III

METODELOGI PENELITIAN

1.1Paradigma

Dalam penelitian kali ini untuk mengungkap sebuah permasalahan maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yang cenderung mengintepretasikan hasil penelitian menggunakan kata – kata yang di rangkai hingga menjadi suatu kalimat dan disusun menjadi sebuah paragraf dan semua itu akan mengungkap hasil penelitian yang akan di teliti oleh peneliti.

Pendekatan kualitatif memiliki dua paradigma didalamnya yang dapat digunakan yakni paradigma konstruktivis dan paradigma kritis, kedua paradigma ini sebenarnya dapat di implementasikan dalam penelitian kualitatif apa saja hanya saja penetapan paradigma ini sesuai dengan apa yang ingin peneliti ungkap dan sejauh mana peneliti akan pengungkapnya. Jika Konstruktifis hanya mengungkap komponen bagaimana maka paradigma kritis dapat mengungkapkan komponen mengapa.

Konstrutivistik berasumsi bahwa tidak dapat terpisahnya subjek dan objek komunikasi hal ini bertolak belakang dengan paradigma positivistik yang berasumsi bahwa subjek dan objek komunikasi adalah dua hal yang dapat terpisahkan. Konstrutivisme diambil dari kata “konstruksi” yakni merancang, apa yang dirancang? Disini pesan yang dirancang jadi konstrutivisme disebut juga sebagai pengkajian terhadap Bagaimana pesan di konstruksikan atau di susun.misalnya dapat dilihat dari teori agenda setting bagaimana berita disusun

(2)

pada sebuah program berita teresterial, segmen satu berisi tentang apa, segmen dua berisi tentang apa dan sebagainya. Diperkuat dengan pernyataan Von Glasersfeld dalam bukunya Bettencourt konstruktivisme adalah salah satu filsafat ilmu pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstrusi (bentukan) kita sendiri.1

Bertolak belakang dari paradigma positivisme, menurut Driver dan Bell ilmu pengetahuan bukan hanya kumpulan hukum atau daftar fakta.Ilmu pengetahuan, terutama sains, adalah ciptaan pikiran manusia dengan semua gagasan dan konsepnya yang di temukan secara bebas (Einstein & Infeld dalam Bettencourt, 1989).2Dalam pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan positivisme yang mewajibkan seluruh ilmu pengetahuan bila ingin diakui harus berdasarkan aspek rasional dan dengan bukti empiris yang tepat serta diuji berdasarkan sistematis.

Paradigma kritis atau teori kritik masyarakat (Kritische Theorie der Gesellschaft) adalah produk dari sekolompok neo – marxis jerman yang tidak puas terhadap teori marxian (Bernstein, 1995; Kellner 1993).3Pada awalnya teori kritis lahir atas dasar kritik atas kapitalisme dan determinasi oleh para kaum marjinal.Akan tetapi saat ini teori kritis sudah menyebar di berbagai aspek seperti kritik atas positivisme yang disebut sebagai post – positivisme, kritik atas sosiologi, serta kritik atas masyarakat modern.

1Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011).hlm 154

2Elvinaro.Ardianto & Bambang Q-Anees. Filsafat Ilmu Komunikasi.(Bandung; Simbiosa

Rekatama Media, 2011).hlm 153

(3)

Dalam ilmu komunikasi yang dihubungkan dengan teori kritis, bahwa telah terjadi pengkritikan terhadap paradigma konstrutivisme yang kurang sensitif terhadap proses produksi dan reproduksi makna, konstrutivisme hanya berkonsentrasi pada pembentukan teks akan tetapi teori kritis lebih dalam lagi yakni memiliki konsentrasi pada komunikator lebih tepatnya pembongkaran ideologi komunikator, bukan lagi pembongkaran atas motiv komunikator tetapi ke tahta lebih tingginya yakni sebuah ideologi. Bukan sekedar bagaimana pesan tersebut di konstruksikan tapi bagaimana dibalik pesan tersebut terdapat pemaknaan yang tersimpan.

Jurgen Habermas adalah salah seorang tokoh dari Filsafat Kritis. Ciri khas dari filsafat kritisnya adalah, bahwa ia selalu berkaitan erat dengan kritik terhadap hubungan-hubungan sosial yang nyata. Pemikiran kritis merefleksikan masyarakat serta dirinya sendiri dalam konteks dialektika struktur-struktur penindasan dan emansipasi. Filsafat ini tidak mengisolasikan diri dalam menara gading teori murni. Pemikiran kritis merasa diri bertanggung jawab terhadap keadaan sosial yang nyata4

Aliran pemikiran kritis ini mulai berkembang sekitar tahun dua puluhan. Tokoh-tokohnya antara lain Georg Lukacs, Karl Korsch, Ernst Bloch, Antonio Gramsci dan seterusnya. Salah satu aliran dalam pemikiran kritis adalah Teori Kritis Masyarakat. Teori Kritis ini dikembangkan sejak tahun 30-an oleh tokoh-tokoh yang semula bekerja di Institut fur Sozialforschung pada Universitas Frankfurt. Mereka itu adalah Marx Horkheimer, Theodor W.

4

(4)

Adorno dan Herbert Marcuse serta anggota-anggota lainnya. Kelompok ini kemudian dikenal dengan sebutan “Mazhab Frankfurt”5

Jugern Habermas adalah pewaris dan pembaharu Teori Kritis. Meskipun ia sendiri tidak lagi dapat dikatakan termasuk Mazhab Frankfurt, arah penelitian Habermas justru membuat subur gaya pemikiran “Frankfurt” itu bagi filsafat dan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Uraian singkat ini akan mencoba menelusuri perkembangan pemikirannya

Dengan begitu peneliti memilih menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis karena peneliti ingin mengungkapkan ideologi apa yang sebenarnya diusung oleh subjek kajian yaitu dalam hal ini adalah program televisi. Selain usungan itu peneliti ingin mengungkap ideologi apa yang ingin di terapkan kepada masyarakat agar masyarat terpengaruh. Hal – hal ini dapat dilihat dari teks – teks yang di tampilkan oleh awak media. Teks tersebut bukan berarti hanya tulisan tetapi segala bentuk tanda seperti raut muka, bahasa tubuh, cara berpakaian, pemilihan bahasam suara latar dan sebagainya yang dihadirkan dilayar kaca.

3.2Tipe Penelitian

Mengacu dari paradigma yang saya gunakan maka pada penelitian ini,peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, peranan yang terjadi pada saat pra produksi, produksi hingga paska produksi, pendekatan yang menulis gunakan untuk penelitian ini adalah kualitatif. Jenis penelitian yang diambil ini adalah penelitian semiotika yang

(5)

mencoba mengupas mengenai sebuah tanda. Semiotika berada pada dua sisi paradigma yakni paradigma konstruktif dan paradigma kriktis, dimana sesuai dengan paradigma yang saya gunakan adalah paradigma kritis maka semiotika yang saya gunakan pula adalah semiotika kritis mengacu pada semiotika Roland Barthes yang sering disebut semiotika post strukturalis. Oleh karena itu tipe penilitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dimana deskriptif berarti mencoba menjabarkan ideologi terhadap mitologisasi yang terimplementasikan dari gambar – gambar serta teks yang di tunjukkan dalam film tersebut.

1.3Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian semiotika untuk mengungkap berbagai ideologi sebagai dari latar belakang dibuatnya film ini. Dengan semiotika peneliti mengkaji numena dibalik ideologi dilihat dari gambar – gambar yang ditonjolkan serta dari teks – teks yang diperlihatkan.Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006).

(6)

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya.

Semiotika Roland Barthes lah yang dianggap paling cocok dan paling tepat untuk mengkaji dan mengungkap kasus ini. Roland Barthes lahir di Cherbuourg pada tahun 1915, dibesarkan di dua kota di Prancis yaitu di Bayonne sebuah kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis dan di Paris. Ia berasal dari keluarga kelas menengan Protestan.6

Pada awalnya system semiology Saussure, para ahli membedakan berbagai tingkatan yang saling memengaruhi.Semiology structural dikembangkan dengan cara lain oleh Hjelmslev, kemudian oleh Greimas , dan “aliran Paris” –nya. Aliran yang terkenal antara berbagai pemegang peran (subjek dan objek tindakan, oengirim dan penerima pesan, dan sebagainnya) dalam teks tertentu.Setelah Hjemslev dan Greimas , Semiologi Saussure mencapai puncaknya di tangan seorang ilmuwan Prancis yang mengembangkan teori Saussure mengenai tanda pada berbagai bidang, yaitu Roland Barthes. Akan tetapi, di tangan Roland Barthes pula, semiology struktural mulai beranjak ke tradisi post – struktural .beranjak dari struktur teks menuju analisis orientasi – pembaca dan lainnya.

(7)

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal).Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Disinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang

(8)

memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua.Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.

Produksi makna dari pembaca akan menghasilkan kejamakan. Tugas para semiology atau pembaca adalah menunjukkan sebanyak mungkin makna yang mungking dihasilkan. Barhes menyebut proses ini sebagai

semiology yang memasuki “dapur makna” (Barthes, 1988: 158)

1. Signifier 2. Signified

(Penanda) (Petanda) 3. Denotative Sign

(Tanda Denotatif)

4. Connotative Signifier 5. Connotative Signified

(Penanda Konotatif) (Petanda Konotatif)

6. Connotative Sign

(Tanda Konotatif)

(9)

Dari peta Barthes di atas, terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2).Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, tanda denotatif juga merupakan penanda konotif (4).Denotasi menempati tingkatan pertama dan Barthes mengasosiasikan terhadap “ketertutupan Makna”. Dengan kata lain, suatu kata yang pertama mewakili ide atau gagasan atau sebenar – benarnya makna. Denotatif adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pemikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara dan pendengar.7

1.4Unit Analisis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semiotika maka subjek penelitiannya adalah film The Hunger Games : Mockingjay Part 1.

Penggunaan subjek ini karena berdasarkan pada metode yang digunakan untuk mengupas penelitian ini, karena dalam semiotika mengandalkan teknik pengumpulan data observasi jadi subjek penelitiannya adalah dalam bentuk kepingan DVD.

Dengan subjek penelitian seperti ini maka tampak bahwa objek penelitian yang akan menjadi fokus saya adalah mengenai adanya mitologisasi yang dibentuk melalui media untuk membentuk suatu identitas dalam sebuah simbol untuk melakukan pemberontakan melalui film propos.

(10)

1.5 Teknik Pengumpulan Data 1.5.1 Data Primer

Sumber data premier adalah sumber data utama yang dilakukan melalui observasi. observasi dalam ilmu komunikasi, penelitian dengan metode pengamatan atau observasi biasanya dilakukan untuk melacak secara

sistematis dan langsung gejala – gejala komunikasi terkait persoalan – persoalan sosial, politisi dan kulural masyarakat. Pada konteks ini

langsungdiartikan sebagai bahwa peneliti hadir dan mengamati kejadian di lokasi. Akan tetapi selama peneliti berada di dalam suatu lokasi ini bisa menjadi dua tipe yaitu observasi partisipan dan observasi non partisipan.8

Dalam penelitian ini observasi non partisipan lah yang saya gunakan melalui DVD film The Hunger Games : Mockingjay part 1 bagaimana gambar demi gambar tersebut di susun dan di berikan paduan dialog, musik serta didukung dengan akting dan riasan wajah serta pakaian yang digunakan dan tak lupa pula mimik serta gestur tubuh yang digunakan. Hal – hal tersebut dapat mengidentifikasikan dan merujuk pada suatu hal apakah itu mitologisasi atau bukan.

3.5.2 Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data tambahan yang digunakan sebagai penopang dan penguat penelitian ini. pengambilan data sekunder digunakan dengan cara membaca, mempelajari dan memahami berbagai

8

(11)

macam jurnal, buku – buku, dan internet yang menyangkut mengenai pemaknaan tanda, agar lebih dapat lagi secara spesifik menginterpretasikan tanda – tanda dengan tepat.

1.6Teknik Analisis Data

Merujuk pada teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi dan menggunakan metode penelitian semiotika yang memfokuskan pada semiotika post strukturalis Roland Barthes, maka cara menganalisis data dalam penelitian ini, yaitu dengan menonton film The Hunger Games : Mockingjay part 1 yang dianalisis adalah penggambaran mitologisasi dalam film The Hunger Games : Mockingjay part 1.Dan mulai menganalisis datanya dengan teori rujukan yang di keluarkan Roland Barthes yaitu dengan memisahkan tanda, petanda, konotatif dan denotatif.

1.

Signifier

2.

Signified

(Penanda)

(Petanda)

3.

Denotative Sign

(Tanda Denotatif)

4.

Connotative Signifier

5.

Connotative Signified

(Penanda Konotatif)

(Petanda Konotatif)

(12)

(Tanda Konotatif)

Gambar 2 : Peta semiotika post strukturalis Roland barthes

Mencoba menempatkan penanda dan pertanda awal lalu mengungkapp penanda dan petanda akhirnya yang disebut sebagai penanda konotatif dan petanda konotatif, yang nantinya akan menemukan sebuah ideologi di baliknya.

Gambar

Gambar 1 : Peta semiotika post strukturalis Roland barthes
Gambar 2 : Peta semiotika post strukturalis Roland barthes

Referensi

Dokumen terkait

Meander ini terbentuk apabila pada suatu sungai yang berstadia dewasa atau tua mempunyai dataran banjir yang cukup luas, aliran sungai melintasinya dengan

Karena Unit Lain membelanjakan Dana dari DIPA Pusat, maka Belanja tersebut harus dicatat dalam Laporan Keuangan Satker.

Regenerasi plantlet dapat diperoleh dengan mengkultur bagian-bagian dari tanaman, seperti lembaran daun, petiole, tangkai bunga, spate, dan spadik (Geier 1990),

Hasil didapatkan tidak ada hubungan antara variabel tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku partisipatif dalam deteksi dini kanker serviks pada paramedis wanita

Secara umum, biaya mutu ini meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjamin dihasilkannya produk yang bermutu (dikenal dengan istilah conformance quality cost,

Kajian yang dilakukan oleh Kantor Diklat dan LPPM-ITB (2003) dan Yuliana (2003) menunjukkan bahwa angkutan umum hanya menjadi alternatif terakhir dalam pilihan pergerakan di

Reputasi auditor digunakan sebagai variabel moderasi karena auditor yang bereputasi baik memiliki keahlian audit yang lebih tinggi dan akan menghasilkan kualitas

Memperkuat teori yang menyatakan bahwa keterampilan konseling dapat dilakukan secara yang menyatakan bahwa keterampilan konseling dapat dilakukan secara efektif dan dikuasai