PERSEPSI SISWA TERHADAP KANDUNGAN NILAI MORAL
DALAM PENGAJARAN AKUNTANSI
PADA SMK SANJAYA SLEMAN
Studi Kasus : Siswa SMK Sanjaya, Jalan Kaliurang Km 17 Pakem, Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh : Sri Rejeki 041334060
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Kupersembahkan skripsi ini dengan penuh cinta
J
kepada:
Ø
H ati Terkudus Yesus
Ø
Bunda Maria
Ø
Santa Yulia Billiart
Ø
Mathias W olf, SJ, dkk.
Ø
Para Suster DPP :
Sr. M. Yulita, Sr. M. Anita, Sr. M. Theresien, Sr. M. Mariani
Ø
Para Suster Komunitas Yogya:
Sr. M. Florine, Sr. M. Aquila, Sr. M. Clarista,
Sr. M. Fortunata, Sr. M. Theresiana.
Ø
Orang tuaku : Bapak H arso Suwarno (Alm.); Bapak Badrun, AMA.
Ibu W aliyem
Adik-adikku : Nugroho Santoso, Handiningsih,
W iwoho W inarso, Haris Jatmiko, S.E.
Iparku : Mey, Saleh, Karti, S.Pd.
Ponakanku : Nadiffa Khansa Nurlaili,
Johan Kurniawan Eka Santoso
U
MOTTO
Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanMu
(Lukas 1 : 38 )
Betapa baiknya Tuhan Yang Maha baik
(St.Yulia Billiart)
Kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah
(Spiritualitas SPM)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Agustus 2008
Penulis
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : SRI REJEKI
Nomor Mahasiswa : 041334060
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul
” PERSEPSI SISWA TERHADAP KANDUNGAN NILAI MORAL DALAM
PENGAJARAN AKUNTANSI PADA SMK SANJAYA SLEMAN ”
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 6 Agustus 2008
Yang menyatakan
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi dengan judul: PERSEPSI SISWA TERHADAP KANDUNGAN NILAI
MORAL DALAM PENGAJARAN AKUNTANSI PADA SMK SANJAYA
SLEMAN.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis
banyak memperoleh bimbingan, masukan, dorongan oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu di kesempatan ini sudah selayaknya bagi penulis untuk menghaturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Rm. Dr. Wiryono, Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta beserta
staf, yang telah memberikan berbagai fasilitas serta kemudahan selama
penulis mengikuti pendidikan.
2. Bapak Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Bapak Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
4. Bapak L. Saptono, S. Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
5. Bapak Drs. Bambang Purnomo S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
yang telah sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
dukungan, kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Muhadi, M. Pd., sebagai Dosen Penguji yang telah
mengoreksi, memberi masukan, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Ibu B. Indah Nugraheni., SIP, S.Pd, M.Pd. sebagai Dosen Penguji yang
telah mengoreksi, memberi masukan, dan saran untuk kesempurnaan
skripsi ini.
8. Segenap Dosen Program Studi Akuntansi ( Pak Sapto, Pak Wid,
Pak Muhadi, Pak Bambang, Pak Bondan, Pak Herry, Bu Catur, Bu Indah,
Bu Rita, Bu Cornel, Bu Lina ) yang sabar telah membimbing penulis
selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
9. Staf Sekretariat (Mbak Aris , Pak Wawik ) yang sela lu melayani segala
kebutuhan penulis yang menyangkut administrasi, dll. selama di USD.
10.Rm. Prof. Dr. Martin Sardi, OFM., yang telah meluangkan waktu untuk
mengoreksi dan memberi masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
11.Rm. Dr. C. B. Kusmaryanto, SCJ., yang telah meluangkan waktu
untuk memberi inspirasi dan abstract demi kesempurnaan skripsi ini. 12.Kongregasi SPM yang telah memberi kesempatan untuk mengembangkan
diri dan meningkatkan kualitas pribadi dengan studi di Sanata Dharma.
13.Komunitas Studi SPM Yogyakarta yang telah mendukung, menyemangati,
14. Bapak Y. Supriyadi, Bc. Hk., S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMK Sanjaya
Sleman yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian untuk
penyusunan skripsi ini.
15.Orang tuaku tercinta (Pak Harso, alm., Pak Badrun, Bu Wal) dan
adik-adikku terkasih (Hoho, Caco, Hani, Miko) yang telah me ndoakan,
mendukung sehingga skripsi ini selesai.
16.Teman-temanku PAK 2004 khususnya PAK B - 2004, terima kasih untuk
segala kebaikan, keramahan, dukungan, dan kerjasamanya selama ini yang
memungkinkan studiku dapat berjalan baik dan lancar. Semangat ya?
17. Sr. Franka, CB., Mas Banu yang telah memberi masukan yang berharga
dalam penyusunan skripsi ini serta pihak lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, untuk itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun bagi
kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Yogyakarta, 6 Agustus 2008
Penulis
ABSTRAK
PERSEPSI SISWA TERHADAP KANDUNGAN NILAI MORAL DALAM PENGAJARAN AKUNTANSI
PADA SMK SANJAYA SLEMAN
Sri Rejeki
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2008
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral dalam pengajaran akuntansi pada SMK Sanjaya Sleman tahun ajaran 2007/2008. Mata pelajaran akuntansi yang diberikan oleh guru kepada siswa sebetulnya sarat dengan kandungan nilai moral, hendaknya guru mengintegrasikan nilai- nilai moral untuk perkembangan pribadi siswa agar mempunyai moral yang tinggi.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dengan metode studi kasus pada bulan Mei 2008. Populasi penelitian adalah seluruh siswa-siswi SMK Akuntansi kelas X, XI, XII SMK Sanjaya Sleman yang berjumlah 110 responden. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang berisi angket pernyataan tertutup yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada SMK BOPKRI I Yogyakarta. Teknik analisis data menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I. Kriteria penilaian digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah.
ABSTRACT
STUDENT`S PERCEPTION TO THE MORAL VALUE CONTENT IN THE ACCOUNTANCY LESSON
IN SMK SANJAYA, SLEMAN
Sri Rejeki
Sanata Dharma University Yogyakarta
2008
The aim of this research is to know the perception of the students to the moral value content in the accountancy class in SMK Sanjaya Sleman during academic year 2007 – 2008. In fact, the accountancy class which is given by the teachers is full of moral value. It is hoped that teachers integrate moral value in it in order to help personality development in such away that students have high moral standard.
This research is a descriptive research. The data are collected by survey method which was performed on May 2008. The population of the research is all of the students in the X, XI and XII grades of SMK Sanjaya, Sleman. They are all 110 respondents. The method to collect data is the questionnaire whose contents are closed inquiry. The validity and reliability of this method had been accredited by SMK BOPKRI I, Yogyakarta. Data technical analysis which is employed is the Penilaian Acuan Patokan (PAP) type I. Scoring criteria are classified into 5 criteria: very high, high, enough, low and very low.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK... xi
ABSTRACT... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xxi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah... 7
C. Batasan Masalah... 8
F. Manfaat Penelitian... 9
G. Definisi Operasional... 10
BAB II. TINJAUAN TEORETIK ... 12
A. Persepsi... 12
1. Pengertian Persepsi ... 12
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi... 14
3. Syarat Terjadinya Persepsi... 15
B. Nilai Moral... 16
1. Nilai... 16
a. Definisi dan Pengertian N ilai... 16
b. Tanggapan dan Peranan Nilai ... 18
2. Moral ... 19
a. Definisi dan Pengertian Moral... 19
b. Pembagian dari Moral ... 20
C. Pengajaran Akuntansi pada Sekolah Menengah Kejuruan ... 29
1. Pengajaran Akuntansi... 29
a. Pengajaran... 29
b. Definisi Akuntansi ... 30
c. Pengajaran Akuntansi ... 33
2. Sekolah Menengah Kejuruan... 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 42
A. Jenis Penelitian... 42
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 42
D. Populasi dan Sampel ... 43
E. Instrumen Penelitian... 44
F. Teknik Pengumpulan Data... 46
G. Pengujian Validitas da Reliabilitas ... 46
1. Pengujian Validitas ... 46
2. Pengujian Reliabilitas... 49
H. Teknik Analisis Data ... 52
BAB IV. GAMBARAN UMUM SMK SANJAYA SLEMAN... 55
A. Sejarah SMK Sanjaya ... 55
B. Tujuan Pendidikan SMK Sanjaya ... 57
C. Sistem Pendidikan SMK Sanjaya ... 59
D. Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan (SMK)... 62
E. Struktur Organisasi SMK Sanjaya ... 67
F. Sumber Daya Manusia ... 68
G. Data Siswa ... 73
H. Kondisi Fisik dan Lingkungan... 74
I. Fasilitas/ Peralatan Sekolah... 75
J. Majelis Sekolah... 77
K. Hubungan SMK dengan Instansi Lain ... 78
L. Usaha-Usaha Peningkatan Kualitas Lulusan... 79
BAB V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 80
A. Deskripsi Data... 81
2. Deskripsi Data Berdasar per Nilai Moral... 85
B. Analisis Data ... 101
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 128
BAB VI. PENUTUP... 140
A. Kesimpulan... 140
B. Keterbatasan... 142
C. Saran ... 143
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran I Instrumen Penelitian ... 147
2. Lampiran II Data Induk Validitas, Reliabilitas ... 159
3. Lampiran III Output Validitas, Reliabilitas ... 162
4. Lampiran IV Data Induk Penelitian... 163
5. Lampiran V Output Mean, Median, Modus, Standar Deviasi... 166
6. Lampiran VI Output Frekuensi Tabel Berdasar per Butir Pernyataan ... 172
7. Lampiran VII Output Frekuensi Tabel Berdasar per Nilai Moral ... 180
8. Lampiran VIII Tabel r dan Tabel F ... 184
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1. Rincian Siswa Kelas Akuntansi SMK Sanjaya Sleman... 43
2. Tabel 3.2. Kisi-kisi Kuesioner Kandungan Nilai Moral ... 45
3. Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Kandungan Nilai Moral... 48
4. Tabel 3.4. Nilai Cronbach`s Alpha Kandungan Nilai Moral ... 51
5. Tabel 3.5. Pengolahan Data dengan Skala Likert... 52
6. Tabel 3.6. Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I ... 54
7. Tabel 4.1. Struktur Kurikulum SMK/ MAK ... 64
8. Tabel 4.2. Daftar Ketua Program Studi... 69
9. Tabel 4.3. Daftar Guru Tetap... 69
10. Tabel 4.4. Daftar Guru Tidak Tetap ... 70
11. Tabel 4.5. Daftar Guru Wali Kelas ... 71
12. Tabel 4.6. Daftar Jumlah Siswa ... 73
13. Tabel 5.1. Deskripsi Data tentang Interval Kelas ... 82
14. Tabel 5.2. Frekuensi Responden Berdasarkan Total Skor Pernyataan... 83
15. Tabel 5.3. Deskripsi Data Nilai Moral pada Pengajaran Akuntansi... 84
16. Tabel 5.4. Deskripsi Data tentang Interval kelas... 86
17. Tabel 5.5. Frekuensi Responden Nilai Religiositas... 86
18. Tabel 5.6. Deskripsi Data Nilai Religiositas ... 87
19. Tabel 5.7. Frekuensi Responden Nilai Kerendahan Hati ... 88
21. Tabel 5.9. Frekuensi Responden Nilai Demokrasi... 89
22. Tabel 5.10. Deskripsi Data Nilai Demokrasi... 89
23. Tabel 5.11. Frekuensi Responden Nilai Sosialitas ... 90
24. Tabel 5.12. Deskripsi Data Nilai Sosialitas ... 91
25. Tabel 5.13. Frekuensi Responden Nilai Kebenaran... 91
26. Tabel 5.14. Deskripsi Data Nilai Kebenaran... 92
27. Tabel 5.15. Frekuensi Responden Nilai Keberanian ... 93
28. Tabel 5.16. Deskripsi Data Nilai Keberanian ... 93
29. Tabel 5.17. Frekuensi Responden Nilai Keadilan... 94
30. Tabel 5.18. Deskripsi Data Nilai Keadilan... 94
31. Tabel 5.19. Frekuensi Responden Nilai Kejujuran... 96
32. Tabel 5.20. Deskripsi Data Nilai Kejujuran... 96
33. Tabel 5.21. Frekuensi Responden Nilai Tanggungjawab ... 97
34. Tabel 5.22. Deskripsi Data Nilai Tanggungjawab ... 97
35. Tabel 5.23. Frekuensi Responden Nilai Kehati-hatian... 98
36. Tabel 5.24. Deskripsi Data Nilai Kehati- hatian ... 99
37. Tabel 5.25. Frekuensi Responden Nilai Nilai Kepentingan Umum di atas Kepentingan Pribadi... 100
38. Tabel 5.26. Deskripsi Data Nilai Nilai Nilai Kepentingan Umum di atas Kepentingan Pribadi... 100
39. Tabel 5.27. Kategori Penyusunan Kuesioner ... 101
40. Tabel 5.28. Tanggapan Responden tentang Nilai Religiositas (A) ... 104
41. Tabel 5.29. Tanggapan Responden tentang Nilai Kerendahan Hati (B) ... 106
42. Tabel 5.30. Tanggapan Responden tentang Nilai Demokrasi (C)... 108
43. Tabel 5.31. Tanggapan Responden tentang Nilai Sosialitas (D) ... 110
44. Tabel 5.32. Tanggapan Responden tentang Nilai Kebenaran (E) ... 112
45. Tabel 5.33. Tanggapan Responden tentang Nilai Keberanian (F) ... 114
46. Tabel 5.34. Tanggapan Responden tentang Nilai Keadilan (G) ... 116
47. Tabel 5.35. Tanggapan Responden tentang Nilai Kejujuran (H) ... 118
48. Tabel 5.36. Tanggapan Responden tentang Nilai Tanggungjawab (I)... 120
49. Tabel 5.37. Tanggapan Responden tentang Nilai Kehati- hatian (J)... 122
50. Tabel 5.38. Tanggapan Responden tentang Nilai Kepentingan Umum di atas Kepentingan Pribadi (K) ... 124
51. Tabel 5.39. Frekuensi Responden Berdasarkan Total Skor Pernyataan... 126
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Struktur Organisasi SMK Sanjaya ... 67
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu fenomena yang menonjol di tengah-tengah terpuruknya
bangsa Indonesia sampai saat ini ialah tindak korupsi. Menurut Transparency International, indeks persepsi korupsi (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia tahun 2006 adalah 2,4; meningkat dari tahun sebelumnya sebesar
2,2. Nilai indeks ini juga ikut mendongkrak urutan Indonesia satu peringkat
dari negara terkorup keenam (dari 159 negara) pada 2005 menjadi ketujuh
(dari 163 negara) pada tahun 2006. Meski demikian, nilai CPI yang masih di bawah level angka 3, Indonesia masih dikategorikan sebagai negara yang
kondisinya sangat parah dalam tindak korupsi. (Koran Tempo, 13 November 2006). Bahkan, pada tahun 2002 untuk tingkat Asia, Indonesia berada di
urutan pertama.
Di akhir milenium kedua, khususnya pada masa orde baru, angka
korupsi Indonesia tercatat cukup fantastis. Lima kasus terbesar yang muncul
milyar Dollar AS, mulai tahun 1967 sampai 1997.
(http://www.geocities.com/frontnasional/kasusorba.htm)
Maraknya tindak korupsi di Indonesia, pasca lengsernya rezim Soeharto – baik di sektor publik maupun sektor swasta – dan menyebar secara
sistemik serta susah dibuktikan. Bahkan, masyarakat akan berhadapan dengan
praktek-praktek korupsi ketika mereka membutuhkan pelayanan publik. Di
masa- masa mendatang praktek tindak korupsi di Indonesia akan semakin memburuk dan berpengaruh terhadap setiap proyek pembangunan.
Fenomena di atas semakin mengejutkan ketika tindak korupsi banyak dilakukan oleh kaum intelektual yang menduduki posisi penting di lingkungan
eksekutif, yudikatif maupun legislatif. Khusus untuk lembaga legislatif,
secara global diketemukan empat modus tindak korupsi, yaitu
penggelembungan batas alokasi penerimaan anggota dewan (mark-up), penggandaan item penerimaan anggota dewan melalui berbagai strategi,
peng-ada-ada-an pos penerimaan anggaran yang sebenarnya tidak diatur dalam PP 110/2000 dan pelaksanaan program kegiatan dewan. (Tempo Interaktif, 16 September 2001).
Meski tidak terdapat hubungan yang signifikan antara korupsi dengan tingkat pendidikan, namun adanya kecenderungan bahwa angka indeks korupsi akan semakin tinggi apabila tindak korupsi itu dilakukan oleh mereka yang telah mengenyam pendidikan. Kondisi ini tentu amat memprihatinkan,
mengingat individu yang berpendidikan diharapkan memberikan teladan
membangun budaya amoral?” Menurut Paul Bond, ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia selama menjalani proses pendidikan ternyata berkembang
tanpa diiringi dengan wisdom/kebijaksanaan. Lebih lanjut ia me nguraikan bahwa kehebatan ilmu pengetahuan hanya menjadikan manusia dapat
menikmati kebebasan dan kepuasan lahiriah. Akibatnya, manusia seringkali
menolak dan mengesampingkan dimensi rahmat Allah. Ia mengusulkan
perlunya internalisasi nilai-nilai moral ke dalam ilmu pengetahuan atau
pendidikan. (Paul Bond, http://www.inspiredbooks.net/kww.htm)
Kehampaan nilai-nilai moral dalam ilmu pengetahuan juga dirasakan
Saunderaraj. Semangat pencerahan ini telah me nghasilkan ilmu pengetahuan
dan masyarakat yang hampa terhadap nilai-nilai moral. Akibatnya, dipelbagai
penjuru terjadi erosi nilai- nilai moral masyarakat, termasuk dan terutama di kalangan kaum terdidik. Ada tiga alasan pokok kehancuran nilai- nilai moral
yang terjadi dalam masyarakat, pertama, masyarakat hidup dalam suasana kompetitif untuk memperoleh materi. Akibatnya, manusia mempunyai
kecenderungan untuk berpikir profit oriented dengan menghalalkan pelbagai cara. Kedua, nilai- nilai moral yang diyakini masyarakat menjadi sangat relatif, bergantung pada situasi – kondisi lingkungan, tidak ditentukan oleh kekuatan
eksternal dan ketentuan pasti yang menjadi pegangan manusia. Ketiga, masyarakat lebih berorientasi pada keberhasilan (succsess oriented society) yang memunculkan succsess syndrome dengan ukuran perolehan posisi dan kekuatan yang mendorong pada kehampaan nilai- nilai moral. (Paul Bond,
Bond menghendaki adanya proses internalisasi nilai- nilai moral pada kaum
terdidik. Sekolah – pada khususnya – dan pendidikan – pada umumnya –
diharapkan mempunyai pengaruh kuat dalam menanamkan dan menumbuhkan
kekuatan moral manusia dari usia dini hingga dewasa. Meski tindak korupsi
hanya merupakan salah satu bentuk dari tindak kejahatan, namun hal tersebut
sudah cukup menjadi gambaran significan perihal rusaknya sistem normatif
yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Dalam Surat Gembala Pra-Paskah
1997, KWI secara tegas dan kritis mengungkap bahwa bangsa Indonesia
mengakhiri mileniun kedua dan memasuki milenium ketiga sedang
menghadapi kemerosotan moral hampir di semua bidang kehidupan
masyarakat. Lebih lanjut KWI menegaskan bahwa kemerosotan moral tersebut
dapat membahayakan dan menghancurkan persatuan, masa depan serta
keselamatan bangsa. Oleh sebab itu, pendidikan tata nilai di sekolah
seharusnya lebih ditekankan pada pentingnya latihan, sikap dan praktek yang
sejalan dengan kewajiban untuk terus menerus mengembangkan diri ke tingkat
kesadaran diri yang lebih tinggi. Dengan demikian, pola pendidikan yang ideal
harus menyesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan psikologi peserta
didik, serta memperhatikan pengembangan kecerdasan emosional (EQ) dan moral, di samping pengembangan kecerdasan kognitif. Kecerdasan emosional
merupakan landasan perkembangan kepribadian seseorang, dimana
kemampuan mengelola dan mengendalikan emosi dilatih untuk dikuasai oleh
Dalam praktek pendidikan di Indonesia, kecerdasan emosional lebih
besar porsinya (dalam kurikulum) pada jenjang pendidikan TK dan SD; namun berkurang pada SLTP dan SMU/ SMK; serta mencapai porsi minimal
pada pendidikan di Perguruan Tinggi. Selama ini, sistem pendidikan Indonesia
terlanjur lebih menekankan keberhasilan penguasaan intelektual (Intelligence Quotient atau IQ) tanpa diimbangi keseimbangan Emotional Quotient (EQ). Padahal, keberhasilan IQ tanpa EQ menyebabkan individu mengalami perkembangan yang kurang maksimal dalam pengelolaan dan pengendalian
emosi, pembinaan hubungan sosial, empati dan ketekunan. Misal: akhir-akhir
ini sering kita lihat, dengar, dan alami baik langsung maupun tidak langsung
terjadinya tawuran antar sekolah, kenakalan yang berlebihan, siswa yang
dianggap tidak sopan, tidak bertanggungjawab terhadap tindakannya, bahkan
banyak siswa sekolah yang menjadi korban narkoba. Yang menyedihkan lagi
mereka kadang tidak tahu menahu apa sebabnya dan bahkan bangga
melakukan kekacauan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah formal
kurang dapat membantu siswa untuk bersikap lebih manusiawi dan lebih
menghargai orang lain meskipun berbeda pandangan, gagasan, dan keyakinan.
Sekolah kurang dapat membantu siswa untuk lebih berkembang sebagai
manusia yang lebih utuh, bukan hanya pandai dalam pengetahuan tapi juga
menjadi manusia utuh, yang bertanggungjawab, yang mempunyai nilai –nilai
moral tinggi, yang memperlakukan diri sendiri dan orang lain secara
Memang, para pendidik dan pengelola sekolah menyadari bahwa
cukup lama sekolah formal hanya menekankan soal perkembangan
pengetahuan/ kognitif dan sempit hanya menekankan dan mengejar UAN
(Ulangan Akhir Nasional). Sekolah dan orang tua bangga kalau siswanya
mempunyai UAN tinggi dan sedih dan malu jika UAN nya rendah. Maka
mati- matian sekolah dan orang tua memaksakan les pengetahuan agar anak
ber-UAN tinggi. Akibatnya nilai –nilai moral/ kemanusiaan yang lain kurang
mendapatkan tempat dalam pendidikan sekolah formal. Pendidikan sosialitas,
religiositas, rasa keadilan, kejujuran, tanggungjawab, demokrasi, dll. kurang
mendapatkan tempat. Bila ada, hanya ditekankan kepada aspek pengetahuan
kurang sampai pada praktek dan pengalaman. Tidak mustahil bila banyak anak
muda meski sangat pandai dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka tidak
bermoral dan berbuat hal- hal yang merugikan banyak orang.
Menurut undang- undang pendidikan sebenarnya sudah dicantumkan
bahwa pendidikan nasional kita bertujuan untuk membantu generasi muda
agar berkembang menjadi manusia yang utuh, yang berpengetahuan tinggi,
bermoral, beriman, berbudi luhur, bersosialitas, dan lain- lain. Dengan kata lain
undang-undang pendidikan bertujuan membantu siswa untuk berkembang
menjadi manusia utuh dengan segala aspek kemanusiaannya. Namun
kenyataannya sebaliknya yang dihasilkan siswa yang pandai dalam hal
pengetahuan tapi tidak bermoral atau tidak seimbang dengan segi kehidupan
yang lain, malah ekstrem bahwa dengan pengetahuannya yang tinggi
Melalui pola pendidikan yang menyelaraskan perkembangan IQ dan
EQ diharapkan dapat menghasilkan manusia-manusia yang berilmu pengetahuan, beretika moral, menjunjung tinggi martabat manusia dan
berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut selaras dengan tujuan
pendidikan nasional yang tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003
pasal 3. Dalam UU Sisdiknas tersebut disebutkan bahwa Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa; bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, sekolah –
pada khususnya – dan pendidikan – pada umumnya – harus menjadi wahana
agar individu (peserta didik) mengetahui, merasakan dan menjalankan
nilai-nilai moral melalui latihan yang terus menerus sepanjang rentang pendidikan
itu berlangsung dalam setiap pembelajaran yang ada di sekolah. Jika tidak,
maka sekolah (betapapun tingginya) hanya menjadi tempat untuk mengetahui
(to achieve knowledge, not wisdom).
B. Identifikasi Masalah
Dalam rangka penulisan skripsi ini sangatlah penting mengidentifikasi
masalah yang sebenarnya. Untuk itu perlulah diselidiki secara cermat
saja, proses internalisasi nilai- nilai moral pada kaum terdidik hendaknya sudah
dimulai sedari dini. Namun, dalam tulisan ini, penulis membatasi diri untuk
melakukan penelitian siswa tentang proses internalisasi nilai-nilai moral dalam
setiap proses pengajaran bidang studi akuntansi di Sekolah Menengah
Kejuruan. Mengapa harus demikian? Karena, menanamkan nilai- nilai moral
kepada peserta didik bukan hanya menjadi tanggung jawab pendidik yang
mengampu bidang studi agama, kewarganegaraan, atau bimbingan dan
konseling; namun menjadi tanggung jawab semua pendidik, termasuk
pendidik bidang studi akuntansi. Untuk itu, penulis ingin mengetahui persepsi
siswa tentang kandungan nilai moral yang diperoleh melalui proses pengajaran
bidang studi akuntansi di sekolah, khususnya SMK Sanjaya Sleman.
Berdasarkan paparan yang telah penulis uraikan, penulis dalam tulisan
ini bermaksud untuk mengadakan penelitian yang berkaitan dengan
kandungan nilai moral yang disampaikan oleh para pendidik dalam proses
pengajaran bidang studi akuntansi di Sekolah Menengah Kejuruan. Oleh sebab
itu, skripsi ini berjudul “PERSEPSI SISWA TERHADAP KANDUNGAN NILAI MORAL DALAM PENGAJARAN AKUNTANSI PADA SMK SANJAYA SLEMAN.”
C. Batasan Masalah
Penelitian yang dilakukan terbatas pada sebelas nilai moral yaitu nilai
religiositas, nilai kerendahan hati, nilai demokrasi, nilai sosialitas, nilai
tanggungjawab, nilai keha ti- hatian dan nilai kepentingan umum di atas
kepentingan pribadi yang ditanamkan guru akuntansi pada siswa pada SMK
Sanjaya Sleman.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, maka masalah
yang akan diteliti adalah:
Bagaimanakah persepsi siswa terhadap kandungan nilai moral dalam
pengajaran akuntansi pada SMK Sanjaya Sleman ?
E. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan ini, ada dua hal pokok yang hendak disorot oleh
penulis, pertama, memperluas wawasan tentang pelbagai isu yang sedang
merebak dalam bidang akuntansi serta memperkembangkan pelbagai materi
yang telah dipelajari oleh penulis selama perkuliahan.
Kedua, menambah wawasan bagi penulis sebagai calon pendidik dan
juga para pendidik bidang studi akuntansi di Sekolah Menengah Kejuruan
khususnya berkaitan dengan nilai- nilai moral dalam pengajaran akuntansi.
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat memperluas wawasan mengenai isu- isu yang
sedang merebak dalam bidang akuntansi terutama yang berkaitan
dengan moral, mengungkapkan ide, gagasan, dan kepedulian akan
pelaksanaan pengajaran nilai moral di sekolah, serta mengembangkan
materi- materi yang telah dipelajari di bangku kuliah.
2. Bagi para Pendidik Akuntansi
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan para pendidik secara
khusus SMK dalam pengajaran akuntansi dengan menggali lebih jauh
kandungan nilai moral dalam pelajaran akuntansi.
3. Bagi peneliti yang berminat pada penanaman moral di sekolah agar
mendapat masukan tentang pelaksanaan pendidikan nilai moral
G. Definisi Operasional
Agar penelitian ini lebih mudah dipahami, maka perlu dijelaskan
definisi operasional beberapa istilah:
1. Persepsi
Persepsi adalah pengolahan informasi yang diterima oleh indra
terlebih dahulu diorganisasikan dan ditafsirkan, sehingga individu bisa
mengenali dan menilai obyek.
2. Nilai
Nilai adalah daya tarik serta dasar bagi tindakan manusia, serta
3. Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang / kelompok dalam mengatur tingkah lakunya
(Bertens, 1992, 7).
4. Pengajaran Akuntansi
Pengajaran akuntansi adalah proses belajar- mengajar tentang
pelajaran akuntansi pada sekolah Menengah Kejuruan yang berfungsi
untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap rasionalitas, teliti,
jujur, dan bertanggungjawab melalui prosedur pencatatan,
pengelompokkan, pengikhtisaran transaksi keuangan, penyusunan laporan
keuangan dan penafsiran perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK).
5. SMK Sanjaya Sleman
SMK Sanjaya adalah salah satu SMK yang terletak di
Jl. Kaliurang Km.17, Sukunan, Pakembinangun, Pakem, Sleman, dan
memiliki 10 kelas yang terdiri dari 3 program studi, yaitu Akuntansi
BAB II
TINJAUAN TEORETIK
Berkaitan dengan tulisan berjudul “PERSEPSI SISWA TERHADAP KANDUNGAN NILAI MORAL DALAM PENGAJARAN AKUNTANSI PADA SMK SANJAYA SLEMAN ” penulis akan menjabarkan beberapa tinjauan teoretik. Sebagai sistematika, penulis mencoba merumuskannya menjadi
tiga pokok besar: Pertama, Persepsi yang meliputi: pengertian persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, syarat terjadinyan persepsi ; Kedua, Nilai moral: definisi pengertian nilai, tanggapan dan peranan nilai, moral, pembagian
moral,. Ketiga, Pengajaran Akuntansi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): pengertian pengajaran, akuntansi, SMK.
A. PERSEPSI
1. Pengertian Persepsi
Setiap manusia mempunyai berbagai macam indera, bagi manusia
sangatlah mudah kiranya melakukan perbuatan yang berkaitan dengan indera,
manusia melihat, mendengar, mencium, merasakan dan menyentuh yakni proses
yang semestinya ada. Informasi yang masuk dari organ-organ penginderaan
terlebih dahulu diorganisasikan dan ditafsirkan sebelum dapat dimengerti,
proses ini dinamakan persepsi (Soenardi, 1998, 83).
Persepsi adalah pengolahan informasi yang diterima oleh indra terlebih
menilai obyek. Dalam kehidupan setiap hari siswa terhadap pengajaran di
sekolah berupa pengalaman yang konkrit dari perkembangan pertumbuhan
badan, psikologi, kognitif dan sosialnya.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 675) persepsi diartikan
sebagai suatu tanggapan (penerimaan langsung atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui pancaindera). Menurut Branca , Woodwort,
dan Marquis (Walgito, 1994: 53), persepsi merupakan suatu proses di mana
proses tersebut didahului dengan proses penginderaan. Proses penginderaan ini
terjadi karena manusia berinteraksi dengan lingkungan, baik secara fisik
maupun sosial, sehingga manusia perlu menyerap unsur dari luar yang berupa
rangsangan atau stimulus melalui inderanya. Dengan demikian, penginderaan
adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh ind ividu melalui alat indera.
Menurut Thoha (2005:141) persepsi adalah suatu proses kognitif yang
dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungan
bahwa obyek tersebut bergerak. Jadi, persepsi merupakan langkah berikutnya
dari suatu proses penginderaan. Dengan kata lain, persepsi dapat menambah dan
mengurangi kejadian yang sesungguhnya diinderakan oleh seseorang. Winkel
(1986: 161) mendefinisikan persepsi sebagai pengamatan secara global,
kemampuan untuk membedakan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain
berdasarkan ciri-ciri fisik obyek itu, misalnya ukuran, warna, dan bentuk.
Persepsi sering diartikan juga sebagai proses di mana seseorang menjadi sadar
dimilikinya atau dengan kata lain pengetahuan lingkungan yang diperoleh
melalui interpretasi data indera (Kartini dan Gulo, 1987).
Berdasarkan berbagai definisi di atas, persepsi dapat dirumuskan sebagai
suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang untuk mengetahui,
mengintepretasikan, dan mengevaluasi obyek yang dipersepsikan, sehingga
terbentuklah gambaran mengenai obyek yang dipersepsikan. Dalam
kenyataannya, setiap orang dihadapkan pada sejumlah obyek dan peristiwa.
Obyek dan peristiwa tersebut tidak mempunyai arti apa-apa jika orang tidak
mengintepretasikan atau menafsirkannya. Persepsi terhadap suatu obyek dan
peristiwa antara individu yang satu dengan yang lainnya belum tentu sama,
walaupun obyek dan peristiwa sama.
2. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Thoha (2005: 147) ada tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan persepsi seseorang, antara lain:
a. Psikologi
Persepsi seseorang dipengaruhi oleh keadaan psikologisnya. Jika keadaan
psikologis seseorang normal, maka persepsinya pun akan obyektif
b. Famili
Famili memiliki peranan yang sangat besar dalam membangun sebuah
persepsi. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dalam membentuk
sebuah persepsi seseorang dan jika bertahan dalam waktu yang lama akan
c. Kebudayaan
Kebudayaan yang berlaku di tempat seseorang individu tinggal akan
membentuk dan mempengaruhi sikap, nilai, dan cara memandang seseorang
dalam memahami keadaan dunia ini.
3. Syarat Terjadinya Persepsi
Agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi, ada
beberapa syarat yang perlu dipenuhi, yaitu:
a. Adanya Obyek yang dipersepsi
Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.
Stimulus dapat dibedakan menjadi dua yaitu stimulus yang datang dari luar,
yang langs ung mengenai alat indera atau reseptor. Sedangkan, stimulus yang
datang dari dalam langsung mengenai syaraf penerima yang berfungsi sebagai
reseptor.
b. Alat indera atau reseptor
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.
c. Perhatian
Perhatian merupakan langkah pertama dari suatu persepsi. Perhatian
merupakan penyeleksian terhadap stimulus.
Dari syarat-syarat persepsi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa untuk mengadakan persepsi diperlukan faktor fisik yang berupa obyek
yang dipesepsi, faktor fisiologis yang berupa alat indera, dan faktor psikologis
B. NILAI MORAL 1. Nilai
a. Definisi dan Pengertian Nilai
Pengertian tentang nilai, pada umumnya orang sudah mengetahuinya,
meskipun kadang masih kabur. Nilai (dari bahasa Inggris: value) dan ada orang
yang memakai istilah “Goods” dan “Values”.
Dengan istilah “nilai” dapat dimaksudkan “Sifat” dari suatu hal, benda
atau pribadi , contoh: keadaan yang baik, buku yang baik, orang yang baik. Tapi
juga dapat dimaksudkan hal, benda, atau pribadi itu sendiri sebagai pemilik dari
sifat itu: keadaan itu, buku itu, orang itu begitu bernilai sehingga merupakan
nilai itu sendiri (Piet Go, 1990, 2-5). Jadi “nilai” tak hanya dapat dimaksudkan
sifat baik tertentu yang patut dikejar, melainkan juga pemilik sifat itu sendiri.
Keduanya merupakan kesatuan yang memang dapat dibedakan dan harus
dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Sifat baik tidak otonom dan
independen berada sendiri, melainkan melekat pada subyek pemilik yag disebut
“apa yang baik”.
Untuk lebih memperjelas pengertian nilai ini, menurut Max Scheler
(Wahana, 2004, 43) ada beberapa pokok keberadaan nilai, yang secara mendasar
membedakan yang ada (being) dari nilai (value). 1). Keberadaan Nilai dalam Realitas
Di sini nilai dilihat berdasar tiga bidang besar realitas yaitu
menyenangkan, yang diinginkan, minat, yang termasuk pada gejala psikis.
Jadi nilai termasuk pada pengalaman pribadi. Kedua nilai merupakan hakikat. Perkiraan nilai sebagai yang tidak sementara (intemporality) yaitu
nilai tergolong pada obyek ideal, yang merupakan hakekat atau esensi.
Ketiga, melihat nilai yang tak berada bukan pada dirinya sendiri, melainkan berada dalam benda-benda yang mengandungnya (carrier of value), nilai seolah-olah merupakan bagian dari benda yang bernilai tersebut, misal:
keindahan tidak melayang di udara, melainkan menyatu pada obyek fisik,
contoh: kain, marmer, perunggu.
2). Keberadaan Nilai sebagai Kualitas
Di sini, nilai membutuhkan sesuatu untuk mewujudkannya atau
sesuatu sebagai pembawa nilai (carrier of value) tersebut, maka nilai tampak hanya sebagai kualitas dari pembawanya, misal: keindahan dari
suatu gambar, kegunaan dari suatu alat (makanan, parfum, dll.).
3). Subyektivitas dan Obyektivitas Nilai
Permasalahan nilai hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, di
pasar, di lembaga perwakilan, keluarga-keluarga sederhana, meski dengan
bahasanya masing- masing. Menurut para ahli (filosofis) ada dua pandangan:
Pertama, Pandangan Subyektif: Cara pandang (penilaian) jika menerima eksistensinya dan kebenarannya dari perasaan atau sikap subyek. . Kedua,
Pandangan obyektif: Cara pandang (penilaian) jika keberadaan/
eksistensinya dan kodratnya tidak tergantung pada subyek. Pada dasarnya
terjadi pada permasalahan penilaian. Yang bersifat subyektif adalah
penangkapan nilai, sedangkan nilai secara obyektif sudah ada sebelum
ditangkap.
b. Tanggapan dan Peranan Nilai 1). Tanggapan Manusia Terhadap Nilai
Dalam perwujudannya nilai tidak berada pada dirinya sendiri,
melainkan selalu tampak pada kita sebagai yang ada pada pembawa nilai,
atau obyek bernilai. Manusia bukanlah penerima pasif impresi (kesan)
terhadap suatu nilai, namun dinamis. Setelah nilai dapat ditangkap pikiran,
kemudian dirasakan melalui intuisi emosional. Dalam menangkap dan
memaha mi nilai, kita dapat merasakan hal yang sebenarnya dengan terang
dan jelas, kemudian kita akan mengadakan proses tindakan, dan nilai dapat
diketahui hanya melalui tindakan kita.
Demikian pula dalam hal moral, kita memperluas dan
memperdalam penangkapan kita akan nilai- nilai moral melalui proses
tindakan moral. Kita memahami kenyataan sikap moral kita tidak dengan
suatu intuisi diri murni yang mendahuluinya, yang lepas sama sekali dari
tindakan, melainkan hanya melalui tindakan kita sendiri.
2). Peranan Nilai bagi Manusia
Nilai memiliki peranan sebagai daya tarik serta dasar bagi tindakan
manusia, serta mendorong untuk mewujudkan nilai- nilai yang
2. Moral
a. Definisi dan Pengertian Moral
Moral dapat ditelusuri dari kata Latin mos (jamak: moris) sebagai akar kata moral yang berarti adat-istiadat, kebiasaan, kelakuan atau cara hidup yang baik. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain, termasuk bahasa
Indonesia (pertama kali dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988), kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari
kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: etika dari
bahasa Yunani, moral berasal dari bahasa Latin.
Jadi, moral yaitu nilai- nilai dan norma- norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya (Bertens, 1992, 7). Misal, perbuatan seseorang tidak bermoral.
Dengan demikian dimaksudkan bahwa kita menganggap perbuatan orang itu
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Jadi bukan mengenai baik-buruknya begitu saja, misal sebagai dosen, pegawai, olahragawan, pengusaha, seniman, melainkan sebagai
manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi
kebaikannya sebagai manusia. Norma- norma moral adalah tolok ukur untuk
menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi
baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
penilaian moral selalu berbobot. Kita tidak dilihat dari salah satu segi,
melainkan sebagai manusia. Apakah seseorang adalah dosen yang baik,
warga negara yang taat dan selalu bicara sopan belum mencukupi untuk
menentukan apakah dia itu betul-betul seorang manusia yang baik.
Barangkali ia seorang yang munafik. Atau ia mencari keuntungan. Apakah
kita ini baik atau buruk itulah yang menjadi permasalahan bidang moral.
b. Pembagian dari Moral
Moralitas manusia ada empat bagian:
1).Kebebasan manusia sebagai dasar moralitas ( berhubungan dengan
tanggungjawab).
2). Kesadaran moral dalam diri yang terungkap dalam suara hati
3). Prinsip moral dasar (teori normatif).
4). Sikap-sikap dasar hati yang perlu dikembangkan agar kepribadian moral
semakin kuat.
1). Kebebasan manusia sebagai dasar moralitas
Ada dua arti kata kebebasan, yaitu pertama, kebebasan yang kita terima dari orang lain (kebebasan sosial). Kedua kebebasan dalam arti kemampuan untuk menentukan tindakan kita sendiri (kebebasan
eksistensial).
a). Kebebasan Sosial
Yaitu kebebasan yang kita hayati dalam hubungan dengan orang
lain. Manusia bebas jika kemungkinan-kemungkinannya untuk bertindak
dalam hubungan dengan orang lain. Yang mengancam kebebasan kita
bukan kekuatan-kekuatan alam yang buta, bukan juga suatu tindakan
kebetulan seseorang, melainkan maksud dan kehendak orang lain. Jadi
kebebasan sosial adalah keadaan di mana kemungkinan kita untuk
bertindak tidak dibatasi dengan sengaja oleh orang lain.
b). Kebebasan Eksistensial
Kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk
menentukan dirinya sendiri. Sifatnya positif. Artinya, kebebasan itu tidak
menekankan segi bebas dari apa, melainkan bebas untuk apa. Kebebasan
itu mendapat wujudnya yang positif dalam tindakan yang disengaja.
Tindakan dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu, dengan kesadaran
bahwa tergantung pada kitalah apakah kegiatan itu kita lakukan atau tidak.
2). Kesadaran moral dalam diri yang terungkap dalam suara hati
Dalam pusat kepribadian kita yang disebut hati, kita sadar apa yang
sebenarnya dituntut dari kita. Meskipun banyak yang menyatakan pada
kita apa yang wajib kita lakukan, tetapi dalam hati sadar bahwa akhirnya
hanya kitalah yang mengetahuinya. Jadi kita berhak dan wajib untuk hidup
sesuai dengan apa yang kita sadari sebagai kewajiban dan tanggungjawab
kita. Jadi secara moral kita akhirnya memutuskan sendiri apa yang akan
kita lakukan, kita tidak dapat melemparkan tanggungjawab pada orang
lain. Apabila kita tidak berani mengikuti suara hati dan menyesuaikan diri
dengan pendapat lain, kita merasa bersalah, artinya, kita sadar bahwa nilai
ketaatan kita terhadap suara hati. Jadi suara hati di sini adalah kesadaranku
akan kewajiban dan tanggungjawabku sebagai manusia dalam situasi
konkret.
3). Prinsip moral dasar (teori normatif).
Menurut Magnis (1992, 129-139) ada tiga prinsip moral dasar:
pertama, Prinsip sikap baik, prinsip ini mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Dasarnya kita harus bersikap positif terhadap orang
lain. Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia,
mempunyai struktur psikis manusia. Bersikap baik berarti: memandang
seseorang dan sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi saya, melainkan:
menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela,
membiarkan dan menunjang perkembangannya, mendukung kehidupan
dan mencegah kematiannya demi dia itu sendiri. Prinsip sikap baik
mendasari semua norma moral karena hanya atas dasar prinsip itu masuk
akal bahwa kita harus bersikap adil, jujur, setia kepada orang lain. Kedua, Prinsip keadilan, Adil berarti kita memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya, karena semua orang sama nilainya sebagai manusia,
maka tuntutan paling dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama
terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan
mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama
terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk
menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat keadilan
baik, dengan melanggar hak orang. Ketiga, Prinsip hormat terhadap diri sendiri, manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu
yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasar bahwa manusia
adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki
kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Sebagai manusia tidak
pernah boleh dianggap sebagai sarana semata- mata demi suatu tujuan,
maka manusia wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat.
Kita wajib menghormati martabat kita sendiri.
4). Sikap-sikap dasar hati yang perlu dikembangkan agar kepribadian moral
semakin kuat.
Kekuatan moral adalah kekuatan kepribadian seseorang yang
mantap dalam kesanggupannya untuk bertindak sesuai dengan apa yang
diyakininya sebagai benar. Ada sebelas sikap atau keutamaan yang
mendasari kepribadian yang kuat dan mantap, yaitu, pertama, religiositas adalah sikap dan kesadaran manusia bahwa dalam hidup ini ada kekuatan
dan kekuasaan di atas manusia. Keberanian dan keterbukaan untuk
mengakui adanya kekuatan dan kekuasaan tersebut mengarahkan manusia
pada kenyataan akan hidup yang tidak terbatas pada tingkat lahiriah
belaka. Manusia mempunyai dimensi lain dalam kehidupan yang disebut
dimensi batin. Dimensi ini menyadarkan pada manusia bahwa manusia
perlu menyadari akan adanya kekuatan dan kekuasaan yang melebihi
kekuatan dan kekuasaan tersebut. Sikap inilah yang disebut religiositas.
harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Yang pertama,
bertanggungjawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani
kita, kita terikat untuk menyelesaikannya demi tugas itu sendiri meskipun
orang tidak melihat. Yang kedua, sikap tanggungjawab mengatasi segala
etika peraturan. Jadi bukan sekedar boleh atau tidak, tapi terikat pada yang
perlu, nilai yang akan dihasilkan. Yang ketiga, Wawasan orang yang
bersedia untuk bertanggungjawab secara prinsipil tidak terbatas. Ia
bersedia mengerahkan tenaga dan kemampuan, bertanggungjawab di mana
diperlukan, bersikap positip, kreatif, kritis dan obyektif. Yang keempat,
kesediaan untuk bertanggungjawab termasuk kesediaan untuk diminta,
untuk memberikan, pertanggungjawaban atas tindakan-tindakannya, atas
pelaksanaan tugas dan kewajibannya.
Ketiga, kebenaran moral, kebenaran moral berarti kita tak pernah ikut- ikutan saja dengan pelbagai pandangan moral dalam lingkungan kita,
melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak
sesuai dengan kebenarannya. Kita tidak sekedar ikut arus, apa yang biasa,
yang enak, mudah, kurang bahaya. Baik faktor- faktor dari luar: lingkungan
yang berpendapat lain, diancam, dipermalukan, maupun faktor dari batin
kita: perasaan malu, oportunis, malas, emosi, pertimbangan untung rugi,
tidak dapat menyelewengkan kita dari apa yang menjadi pendirian kita.
Kebenaran moral adalah kekuatan batin untuk mengambil sikap moral
sendiri dan untuk bertindak sesuai dengan apa adanya. Kekuatan untuk
permainan yang kita sadari sebagai tidak jujur, korup, atau melanggar
keadilan. Benar secara moral berarti kita tidak dapat “dibeli” oleh
mayoritas, bahwa kita tidak pernah akan rukun hanya demi kebersamaan
kalau kerukunan itu melanggar keadilan, tapi tetap mencari yang hakiki.
Keempat, keberanian moral, sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu membentuk penilaian sendiri
terhadap suatu masalah moral. Maka kemandirian terutama merupakan
keutamaan intelektual atau kognitif. Sebagai ketekadan dalam bertindak
sikap mandiri ini yang disebut keberanian moral. Keberanian moral
menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang
telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila tidak disetujui atau
secara aktif dilawan oleh lingkungan. Keberanian moral adalah kesetiaan
terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk
mengambil risiko konflik. Keberanian moral berarti berpihak pada yang
lebih lemah melawan yang kuat, yang memperlakukannya dengan tidak
adil. Keberanian moral tidak menyesuaikan diri dengan kekuatan-kekuatan
yang ada kalau itu berarti mengkompromikan kebenaran dan keadilan.
Kelima, kerendahan hati, kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat kelemahannya, melainkan juga kekuatannya. Ia sadar bahwa
kekuatannya dan kelemahannya terbatas, tapi telah menerima diri. Maka ia
adalah orang yang tahu diri dalam arti yang sebenarnya. Dalam bidang
moral, kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan
memberikan penilaian moral terbatas. Dengan rendah hati, kita bersedia
untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan
seperlunya mengubah pendapat kita sendiri, karena penilaian moral
kadang digelapkan pengaruh emosi-emosi dan ketakutan-ketakutan yang
ada dalam diri kita. Jadi penilaian kita terbatas, maka tidak
memutlakkannya. Orang yang rendah hati tidak merasa diri penting, maka
berani untuk mempertaruhkan diri kita sudah meyakini sikapnya sebagai
tanggungjawabnya.
Keenam, sosialitas adalah sikap yang perlu dikembangkan manusia dalam kehidupan bersama dan dijadikan sebagai nilai hidup. Manusia
sebagai makhluk sosial perlu mengembangkan kepekaan dan nilai- nilai
dalam kehidupan bersama. Nilai adalah suatu sikap yang diyakini dan
mengarah kepada kebaikan dalam hidup baik bagi diri sendiri maupun
bagi sesama. Manusia tidak dapat hanya memikirkan dan memperhatikan
diri sendiri namun juga harus memperhatikan dan menghargai manusia
lain. Dalam kerangka hidup bersama inilah perlu dikembangkan sosialitas.
Ketujuh, Kejujuran, dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah kejujuran. Tanpa kejujuran manusia tidak dapat maju
selangkahpun karena kita belum berani menjadi diri sendiri. Tidak jujur
berarti tidak seia-sekata dan itu berarti kita belum sanggup untuk
mengambil sikap yang lurus. Tanpa kejujuran keutamaan-keutamaan
moral lainnya kehilangan nilainya. Bersikap baik pada orang lain, tanpa
terpuji, sepi ing pamrih dan rame ing gawe menjadi sarana kelicikan dan penipuan jika tidak berakar dalam kejujuran yang bening. Bersikap jujur
terhadap orang lain berarti dua: yang pertama, sikap terbuka, kedua
bersikap fair. Bersikap terbuka berarti kita muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai dengan keyakinan kita, tidak menyembunyikan wajah kita
sebenarnya, tidak menyesuaikan kepribadian dengan harapan orang lain,
tidak egois. Terbuka berarti: orang boleh tahu, siapa kita ini. Terhadap
orang lain orang jujur bersikap wajar atau fair: memperlakukannya
menurut standart-standart yang diharapkannya dipergunakan orang lain
terhadap dirinya. Tetapi kita akan dapat jujur pada orang lain apabila kita
jujur pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, kita berhenti membohongi diri
sendiri dengan bersandiwara, berasionalisasi, mengadakan show
berlebihan, tidak mengkompensasikan perasaan minder dengan menjadi
otoriter dan menindas orang lain.
Kedelapan, nilai demokrasi yang pokok adalah non diskriminatif yaitu tidak membedakan perlakuan terhadap kelompok lain, suku, agama,
gender, ekonomi, dll. Jadi sikap menghargai dan menerima perbedaan
dalam hidup bersama, saling menghormati, dapat menerima kemenangan
dan kekalahan dalam proses demokrasi. Non represif yaitu sikap tidak
menindas atau menekan orang atau kelompok lain demi kepentingan
sendiri, tidak memaksakan kehendak pada orang lain demi keuntungan
orang menghargai hak orang lain dan tidak melanggar yang menjadi hak
asasi orang lain (hak hidup, hak bicara, hak berkelompok, dll.).
Kesembilan, nilai keadilan. Adil pada hakekatnya berarti kita memberikan kepada siapa saja yang me njadi haknya. Karena semua orang
sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan
ialah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentunya dalam situasi
sama. Jadi prinsip keadilan adalah mengungkapkan kewajiban untuk
memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang dalam situasi
yang sama dan menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.
Keadilan secara lebih luas dan konseptual perlu diperkenalkan. Adil bukan
sekedar sama saja. Keadilan pada kenyataannya mempunyai sifat
multidimensional dan bertujuan untuk perkembangan dan kesejahteraan
hidup manusia.
Sepuluh, nilai kehati- hatian adalah suatu sikap yang hati-hati maksudnya memiliki daya ketelitian, kecermatan dan penuh perhitungan
dalam menghadapi kesulitan/permasalahan, kemauan keras untuk
mencapai sesuatu secara optimal, sungguh-sungguh, dan yakin bahwa
segala sesuatu butuh proses dan usaha maksimal. Maka menjalankan tugas
membutuhkan ketekunan dan ketelitian dalam waktu yang cukup panjang
merupakan wahana untuk mengukurnya.
Sebelas, nilai kepentingan umum di atas kepentingan pribadi adalah sikap yang mengutamakan kepentingan umum/orang lain daripada
berjalan selaras. Berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bersama dan
masyarakat, turut menentukan keselarasan hidup bersama, mentaati aturan
bersama di atas aturan sendiri, meninggalkan keegoisan/pribadi untuk
mencapai dan menciptakan keadaan yang kondusif umum.
Berdasar pengertian di atas, tampak bahwa orang yang bermoral adalah
orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan (tindakan)
yang baik pula. Dengan demikian, bicara soal moral berarti usaha mengkaitkan dua dimensi sekaligus, yaitu dimensi batiniah dan lahiriah. Maksudnya, sikap
batin – yang seringkali dikaitkan dengan hati – seseorang yang baik baru dapat
dilihat oleh orang lain setelah terwujud dalam perbuatan lahiriah yang baik pula.
Dengan kata lain, seseorang baru dapat dinilai bermoral secara tepat apabila
sikap batin ma upun sikap lahirnya ditinjau secara bersama-sama. Disinilah letak
kesulitannya. Mengapa? Karena, manusia hanya dapat menilai sesamanya dari
sisi luarnya saja, yaitu dari perbuatan yang dilakukannya; sementara menilai
hatinya, manusia hanya bisa menduga-duga saja. (Al. Purwa Hadiwardoyo,
1990, 13-14)
C. Pengajaran Akuntansi pada Sekolah Menengah Kejuruan 1. Pengajaran Akuntansi
a. Pengajaran
Pada zaman ini, pengajaran tidak lagi menjadi kegiatan spontan
tanpa suatu pengorganisasian yang ketat dan terpadu. Proses pengajaran,
oleh masyarakat. Hal tersebut semakin tampak ketika para orangtua telah
mengalihkan peranan dan fungsi pendidikan rumah (keluarga) pada sebuah
institusi yang bernama sekolah (Imam Barnadib, 2002, 54). Realitas tersebut dapat terjadi karena pihak orangtua sudah tidak punya cukup waktu untuk
melaksanakan pendidikan rumah secara efisien dan efektif. Misalnya : setiap orangtua dihadapkan pada tuntutan profesiona lisme di pelbagai bidang
kehidupan yang digelutinya. Selain itu, pelembagaan pendidikan secara
formal melalui institusi sekolah kini kian marak bermunculan (Hendrik Berbybe dalam Sindhunata, 2001, 27). Salah satu bentuk sekolah yang ada
di Indonesia adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
b. Definisi Akuntansi
Akuntansi sering dikatakan sebagai bahasa perusahaan. Cepatnya
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat kita yang kompleks ini,
telah mengakibatkan makin kompleksnya “bahasa” yang dipergunakan untuk mencatat dan menafsirkan data-data ekonomi bagi perorangan,
perusahaan, pemerintah, pengelompokkan dan pengikhtisarkan data tentang
transaksi dan kejadian-kejadian dalam perusahaan. Definisi ini menunjukkan
bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut
bermacam- macam kegiatan (Al.Haryono Yusuf, 2005). Lebih lanjut dapat
dijelaskan bahwa pada dasarnya akuntansi harus: (1) mengidentifikasikan
data mana yang berkaitan atau relevan dengan keputusan yang akan diambil,
(2) memproses atau menganalisis data yang relevan, (3) mengubah data
Dilihat dari sudut pandang pemakai, akuntansi dapat didefinisikan
sebagai suatu disiplin yang menyediakan informasi yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan suatu
organisasi (Al. Haryono Yusuf, 2006). Informasi yang dihasilkan akuntansi
diperlukan untuk: (1) membuat perencanaan yang efektif, pengawasan dan
pengambilan keputusan oleh manajemen, (2) pertanggungjawaban organisasi
kepada para investor, kreditur, badan pemerintah dan sebagainya. Komite
Accounting Principles Board (APB) dalam Suwarjono (2002) mendefinisikan
akuntansi sebagai berikut:
“Accounting is the art of recording, classfying, and summarizing in a significant manner and in terms of money, transaction and events which are, in part at least, of financial character, and interpreting the results there of.”
Dari definisi di atas dijelaskan bahwa akuntans i merupakan seni
pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat
keuangan dengan cara yang berdaya guna dalam bentuk satuan uang, dan
mengintepretasikan hasil proses tersebut. Pengertian seni dalam definisi tersebut
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa akuntansi bukan merupakan ilmu
pengetahuan eksakta atau sains (science) karena dalam proses penalaran dan perancangan akuntansi banyak melibatkan pertimbangan. Makna seni dalam
definisi di atas adalah ketrampilan, kerajinan atau pengetahuan terapan yang isi
dan strukturnya disesuaikan dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan.
Sementara dari sudut pandang bidang studi akuntansi didefinisikan sebagai
“Seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif suatu unit organisasi dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik.”
Ahli yang berbeda mendefinisikan akuntansi dari dua segi, yaitu dari segi
informasi yang diberikan dan aktivitas akuntan. Bila ditinjau dari segi informasi
yang diberikan, akuntansi dapat didefinisikan sebagai berikut: suatu system
keterangan keuangan yang memberikan informasi yang sangat dibutuhkan agar
suatu organisasi dapat beroperasi secara efisien dan dapat mengevaluasi
aktivitas-aktivitasnya. Informasi ini penting artinya untuk: (1) perencanaan,
pengendalian, dan pengambilan keputusan yang efektif. (2) Melaporkan
akuntabilitas organisasi pada para penanam modal, kreditor, pemerintah, dan
pihak –pihak lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi adalah suatu
kegiatan yang berkaitan dengan sistematika pencatatan, pengklasifikasian,
peringkasan, pelaporan dan interpretasi transaksi keuangan untuk kepentingan
perorangan, pengusaha, pemerintah, maupun anggota masyarakat lainnya.
Dan jika dikaji lebih jauh ada beberapa macam kegiatan akuntansi:
1) identifikasi dan mengukur data keuangan yang relevan untuk suatu keputusan
yang dibuat, 2) memproses data yang bersangkutan kemudian menyusun
c. Pengajaran Akuntansi
Proses pengajaran akuntansi dilakukan melalui pendekatan belajar tuntas
karena mata pelajaran Akuntansi:
1) Merupakan suatu siklus sehingga ketrampilan yang satu berkaitan dengan
ketrampilan yang lain
2) Lebih mengutamakan target pencapaian melalui pelatihan yang dialami
langsung siswa
Sehubungan dengan nilai moral yang mendapat tekanan dalam
pengajaran akuntansi berkaitan dengan konsep-konsep akuntansi. Konsep
dasar merupakan karakteristik yang dianggap mempengaruhi atau membentuk
perilaku dalam lingkungan. Konsep dasar akuntansi merupakan landasan
konseptual untuk menjelaskan atau menjadi acuan perlakuan akuntansi dalam
mencapai tujuan pelaporan keuangan.
Konsep-konsep dasar akuntansi dikemukakan Suwardjono
(1989:49-73) meliputi:
1) Konsep kesatuan usaha
Konsep ini menyatakan bahwa dalam akuntansi, perusahaan dipandamg
sebagai usaha kesatuan usaha atau badan usaha yang berdiri sendiri,
bertindak atas namanya sendiri, dan terpisah dari pemilik dan pihak lain
yang menanamkan dana dalam perusahaan.
2) Konsep kontinuitas usaha
Konsep ini menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala
dilikuidasi maka dianggap perusahaan akan berlangsung terus sampai
waktu yang tidak terbatas.
3) Konsep kos sebagai bahan olah akuntansi
Konsep ini menyatakan bahwa bahan olahan akuntansi adalah kos yang
merupakan jumlah rupiah kesepakatan dalam transaksi pertukaran.
4) Konsep kos berdaya erat
Konsep ini menyatakan bahwa kos (sebagai bahan olah akuntansi) bersifat
mudah bergerak dan dapat dipecah-pecah atau digabungkan kembali
seakan-akan kos tersebut mempunyai daya saling mengikat antara satu
dengan yang lainnya.
5) Konsep upaya dan hasil
Konsep ini menyatakan bahwa kos merupakan pengukur upaya dan
pendapatan merupakan pengukur hasil.
6) Konsep bukti berdaya uji dan obyektif
Setiap transaksi keuangan harus didukung oleh bukti transaksi yang kuat
dan sah. Laporan keuangan akan mempunyai tingkat manfaat dan tingkat
keandalan yang cukup tinggi apabila data keuangan di dalamnya didukung
oleh bukti-bukti yang obyektif dapat diuji kebenarannya.
Sedangkan menurut Belkaoui (2000: 178-189) prinsip-prinsip akuntansi
meliputi:
a). Prinsip Kos
pemerolehan semua barang dan jasa, expenses, kos dan ekuitas. Kos
menunjukkan harga pertukaran atau imbalan moneter yang diberikan
untuk memperoleh barang dan jasa.
b). Prinsip Revenue
Revenue berasal dari penjualan barang atau pemberian jasa dan diukur
dengan beban yang ditanggung pelanggan, klien, atau penyewa barang
dan jasa yang disediakan untuk mereka.
c). Prinsip Penandingan
Prinsip Penandingan menyatakan bahwa expense harus diakui pada
periode yang sama dengan revenue, yaitu dalam periode tertentu sesua i
dengan prinsip revenue, dan expenses yang terkait kemudian diakui.
d). Prinsip Obyektivitas
Pengukuran obyektivitas merupakan ukuran yang tidak bersifat
personal, dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurannya.
Obyektivitas merujuk pada realitas eksternal yang independen dari
orang yang menerimanya.
e). Prinsip Konsistensi
Prinsip ini menyatakan bahwa peristiwa ekonomi yang serupa
seharusnya dicatat dan dilaporkan secara konsisten dari periode ke
periode. Prinsip ini berimplikasi bahwa prosedur akuntansi yang sama
f). Prinsip Pengungkapan penuh
Pengungkapan data akuntansi meliputi penuh (full), wajar (fair) dan cukup (adequate). Pengungkapan penuh mensyaratkan bahwa laporan keuangan didesain dan dibuat untuk menggambarkan secara akurat
peristiwa ekonomi yang telah mempengaruhi perusahaan untuk suatu
periode dan memuat informasi yang memadai untuk membuat laporan
berguna dan tidak menyesatkan bagi rata-rata investor.
g). Prinsip Konservatisme
Prinsip konservatisme merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi
dalam arti bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan untuk
penyajian data akuntansi yang relevan dan reliable. Prinsip ini
menunjukkan bahwa lebih disukai melaporkan nilai terendah untuk asset dan revenue dan nilai tertinggi untuk utang dan expenses.
h). Prinsip Materialitas
Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak
memiliki dampak ekonomi signifikan dapat diatasi dengan cara yang
paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan
prinsip berterima umum atau tidak dan perlu diungkapkan.
Adapun makna dari konsep dan prinsip nilai moral di atas dalam
pengajaran akuntansi dapat diimplementasikan sebagai berikut:
a) Konsep Kesatuan Usaha
mempertanggungjawabkan hidup ini/ modal kepadaNya dengan cara
berdoa, berbakti padaNya dengan sepenuh hati, pikiran, waktu, dan
hormat pada ciptaan lain yaitu orang tua dan sesama kita.
b) Konsep Kontinuitas Usaha
Konsep ini mengandung nilai kerendahan hati. Kita tidak tahu kehidupan
itu berakhir, yang pasti adalah hidup ada batasnya. Maka demi
kehidupan kita wajib hidup yang baik bagi diri sendiri maupun orang
lain.
c) Konsep Kos sebagai Bahan olah Akuntansi
Konsep ini mengandung nilai demokrasi. Nilai yang membentuk sikap
tidak diskriminatif dalam kehidupan bersama. Setiap orang mendapat
perlakuan dan penghargaan yang sama tanpa pembedaan dalam suatu
keputusan. Jadi keputusan yang benar mengandung arti sepakat antara
yang satu dengan yang lain.
d) Konsep Kos Berdaya Erat
Konsep ini mengandung nilai sosialitas. Sosialitas adalah keadaan yang
membuat manusia untuk menjadi berkembang satu dengan yang lain
dalam hidup bersama dalam mencapai tujuan hidup bersama. Jadi
manusia disamping unik, pribadi juga sosial dalam arti tidak bisa melulu
hidup sendiri tapi membutuhkan orang lain.
e) Konsep Bukti Berdaya Uji dan Obyektif
Konsep ini mengandung nilai kebenaran. Manusia akan tumbuh dan
membedakan kita dengan ciptaan lain adalah akal budi, yang bisa
membedakan mana yang benar dan yang salah salah. Sehingga manusia
diharapkan mampu mengusahakan hal yang benar dan itu dapat
diketahui dengan bukti obyektif, bukan subyektif.
f) Prinsip Revenue
Prinsip ini mengandung nilai keberanian. Keberanian merupakan sikap
mandiri yang terungkap dalam tindakan nyata yang beresiko. Dalam hal
ini setiap orang yang ingin mendapatkan sesuatu, harus mengadakan
tindakan dan setiap tindakan pasti mengandung resiko/ k