• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR DI ASEAN+6 DAN UNI EROPA-AMERIKA UTARA: PENDEKATAN PANEL DINAMIS OLEH RETNO WULANDARI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR DI ASEAN+6 DAN UNI EROPA-AMERIKA UTARA: PENDEKATAN PANEL DINAMIS OLEH RETNO WULANDARI H"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

RETNO WULANDARI H14080050

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

NOER AZAM ACHSANI.

Perdagangan internasional dianggap semakin penting karena dapat menciptakan hubungan antar negara menjadi semakin erat. Impor merupakan salah satu kegiatan dalam perdagangan internasional. Impor memiliki banyak peranan penting dalam perekonomian. Sejak terjadinya Krisis Finansial Asia (Asian Financial Crisis) yang menyebabkan beberapa negara di kawasan ASEAN+6 menganut sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) maka nilai tukar mereka menjadi berfluktuasi dan memiliki volatilitas (resiko). Sehingga volatilitas nilai tukar diperkirakan berpengaruh terhadap impor.

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model panel dinamis. Variabel yang digunakan yaitu volume impor, GDP riil, nilai tukar riil, dan volatilitas nilai tukar riil dari tahun 2002 sampai tahun 2010. Hasil estimasi dengan menggunakan model panel dinamis menunjukan bahwa nilai tukar riil tidak berpengaruh signifikan terhadap volume impor untuk kasus seluruh kawasan (ASEAN+6 dan non ASEAN+6), sedangkan volume impor periode sebelumnya, GDP riil, dan volatilitas nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap volume impor. Untuk kawasan ASEAN+6, semua variabel yaitu volume impor periode sebelumnya, GDP riil, nilai tukar riil, dan volatilitas nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap volume impor, dimana volatilitas nilai tukar riil memiliki pengaruh positif dan merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap volume impor. Sedangkan untuk kawasan non ASEAN+6, hanya GDP riil saja yang berpengaruh signifikan terhadap volume impor.

(3)

OLEH

RETNO WULANDARI H14080050

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(4)

NIM : H14080050

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Noer Azam Achsani NIP. 19681229 199203 1 016

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003

(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juni 2012

Retno Wulandari H14080050

(6)

1990 dari pasangan Rusnoto dan Kunisah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, adik dari Nur Widiyati dan kakak dari Indra Hardiyanto.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 1 Pekajangan pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan ke SLTP Muhammadiyah Pekajangan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Pekalongan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai departemen mayor dengan departemen minor Statistika Terapan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa Pekalongan. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Ekonomi Umum dari tahun 2010 sampai 2011. Penulis juga merupakan peraih beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2010, 2011, dan 2012.

(7)

ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘ALAMIN. Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan kepada hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rosulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.

Suksesnya karya ilmiah ini merupakan cita-cita yang penulis berkeinginan untuk mewujudkannya. Rasa syukur kepada Allah SWT tidak lupa penulis panjatkan atas selesainya karya ilmiah ini.

Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Beberapa pihak tersebut antara lain:

1. Prof. Dr. Noer Azam Achsani selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan sabar serta memberikan ilmu, arahan dan motivasi dalam menyukseskan penulisan karya ilmiah ini dengan baik. 2. Dr. Sri Hartoyo sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang

telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Dewi Ulfah Wardani, M.Si selaku komisi pendidikan yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.

4. Kak Indra, M.Si yang telah dengan ikhlas memberikan banyak bantuan kepada penulis mengenai sumber data serta pengolahannya.

5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang dan berdoa untuk keberhasilan penulis, kakek(alm), nenek, lek din, mbak wiwit, indra, mas adi dan seluruh keluarga yang telah mendukung penulis. 6. Mbak Dian, Mbak Heni, dan Kak Ade yang telah memberikan informasi

mengenai data-data yang dibutuhkan dan pengolahannya.

7. Seluruh jajaran staff Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya.

8. Ari Agustiansa, yang senantiasa menemani, mendukung, membantu, dan memberikan semangat kepada penulis.

9. Teman-teman satu bimbingan, Vevi Retno Maretha, Dewa Putu Adityadharma, dan Deviyantini yang senantiasa bersama-sama dalam menyelesaikan karya ilmiah. Terimakasih atas dukungan, semangat, dan diskusinya.

10. Sahabat penulis Etika Layung, Theresia S., Aprilina, Nisa Karami, dan Laelati terimakasih selalu menemani penulis selama menjalani perkuliahan di Departemen Ilmu Ekonomi.

(8)

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi ini adalah yang terbaik yang dapat penulis lakukan. Penulis berharap kekurangan ini dapat disempurnakan oleh generasi selanjutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juni 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Nilai Tukar ... 7

2.1.2 Sistem Nilai Tukar ... 8

2.1.3 Teori Permintaan ... 9

2.1.3.1 Kaitan Impor dengan Pendapatan Riil ... 9

2.1.3.2 Kaitan Impor dengan Harga Relatif ... 11

2.1.3.3 Kaitan Impor dengan Volailitas Nilai Tukar ... 11

2.2 Penelitian Terdahulu ... 12

2.3 Kerangka Pemikiran ... 15

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ... 17

3.2 Metode Analisis ... 17

3.2.1 Granger Causality Test pada Data Panel ... 17

3.2.2 Data Panel Dinamis ... 18

3.3 Model Penelitian ... 28

(10)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Eksploratif ... 30

4.1.1 Hubungan Volume Impor dengan GDP Riil ... 30

4.1.2 Hubungan Volume Impor dengan Nilai Tukar Riil ... 32

4.1.3 Hubungan Volume Impor dengan Volatilitas Nilai Tukar Riil 33 4.2 Granger Causality Test pada Data Panel ... 35

4.3 Hasil Esimasi Penelitian: Model Seluruh Kawasan ... 37

4.3.1 Variabel Lag Impor ... 39

4.3.2 Variabel GDP Riil ... 39

4.3.3 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil ... 40

4.4 Hasil Esimasi Penelitian: Model Kawasan ASEAN+6 ... 40

4.4.1 Variabel Lag Impor ... 42

4.4.2 Variabel GDP Riil ... 42

4.4.3 Variabel Nilai Tukar Riil ... 43

4.4.4 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil ... 43

4.5 Hasil Esimasi Penelitian: Model Kawasan Non ASEAN+6 ... 44

4.6 Ringkasan Hasil Estimasi Penelitian ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 50

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1 Granger Causality Test ... 37 4.2 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Seluruh

Kawasan (ASEAN+6 dan Non ASEAN+6) ... 39 4.3 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan

ASEAN+6 ... 42 4.4 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan

Uni Eropa dan Amerika Utara (Non ASEAN+6) ... 47 4.5 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Pergerakan Indeks Volume Impor (2000=100) Negara ASEAN

Tahun 2002-2010 ... 4 2.1 Kerangka Pemikiran ... 16 4.1 Hubungan Indeks Volume Impor dan GDP Riil Kawasan

ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010 ... 32 4.2 Hubungan Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil Kawasan

ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010 ... 33 4.3 Hubungan Indeks Volume Impor dan VolatilitasNilai Tukar Riil

Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010 ... 35 4.4 Hubungan Indeks Volume Impor dan VolatilitasNilai Tukar Riil

Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 (Tanpa Kanada)

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Granger Causality Test ... 59 2. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Impor

Seluruh Kawasan ... 62 3. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Impor

Kawasan ASEAN+6 ... 65 4. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Volume Impor

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi yang terjadi dewasa ini, perdagangan internasional dianggap semakin penting karena dapat menciptakan hubungan antar negara menjadi semakin erat. Perdagangan internasional merupakan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh karena melakukan perdagangan internasional, diantaranya adalah dapat mendorong industrialisasi, kemajuan transportasi, dan kehadiran perusahaan multinasional (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Impor merupakan salah satu kegiatan dalam perdagangan internasional yang memegang peranan penting bagi perekonomian. Dengan melakukan impor, maka dapat memudahkan bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang semakin banyak dan beragam yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar dalam negeri atau pasar domestik. Selain itu, impor juga dapat mendorong kelancaran arus perdagangan luar negeri dan memberikan multiplier effect

terhadap kegiatan ekonomi lainnya. Dengan melakukan impor, maka industri-industri di suatu negara dapat memenuhi kebutuhannya dalam penyediaan bahan baku yang tidak terdapat di dalam negeri sehingga dapat meningkatkan kinerja industri lokal.

Impor memiliki banyak peran dalam suatu negara, tetapi peningkatan impor secara terus menerus dapat berbahaya bagi perekonomian. Peningkatan impor yang terus menerus dapat menyebabkan neraca pembayaran menjadi defisit dan defisit tersebut harus ditutupi oleh negara. Defisit yang terjadi dalam jangka panjang perlu diwaspadai karena membutuhkan pendanaan terus menerus. Pendanaan ini biasanya berupa pijaman dari luar negeri yang tentu saja harus dikembalikan di masa depan. Sehingga defisit neraca pembayaran secara tidak langsung akan berakibat pada posisi pinjaman hutang luar negeri suatu negara.

Sebagian besar perekonomian dunia adalah perekonomian terbuka karena mereka mengekspor barang dan jasa keluar negeri, mengimpor barang dan jasa dari luar negeri, serta meminjam dan memberi pinjaman pada pasar modal dunia.

(15)

Indonesia merupakan salah satu negara dengan sistem perekonomian terbuka. Secara teoritis, impor di negara dengan sistem perekonomian yang terbuka memiliki hubungan yang positif dengan pendapatan riil serta berhubungan negatif dengan harga relatif. Namun, sejak terjadinya krisis finansial di Asia yang menyebabkan Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) maka nilai tukar menjadi berfluktuasi dan memiliki volatilitas (resiko). Hal ini menyebabkan impor di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan riil dan harga relatif saja, tetapi volatilitas nilai tukar juga diperkirakan memiliki pengaruh terhadap impor di Indonesia.

Krisis Finansial Asia (Asian Financial Crisis) terjadi karena adanya aliran modal ke luar negeri secara besar-besaran sehingga neraca pembayaran internasional menjadi defisit dan terpuruknya nilai tukar mata uang lokal sehingga terjadi pembengkakan hutang luar negeri yang dihadapi oleh beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Timur. Krisis finansial Asia merupakan krisis finansial yang dimulai pada tahun 1997 di Thailand. Pelarian modal secara besar-besaran yang tejadi di Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan ini berpuncak pada tanggal 2 Juli 1997 dimana pemerintah Thailand tidak sanggup lagi menjaga nilai tukar Bath terhadap Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan dana cadangannya. Hal ini membuat pemerintah Thailand menyerahkan nilai tukar mereka kepada mekanisme pasar. Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan Thailand, dimana pada tanggal 14 Agustus 1997 Menteri Keuangan Indonesia mengumumkan untuk menerapkan rezim nilai tukar mengambang. Hal yang sama juga dilakukan oleh Korea Selatan yang tidak sanggup lagi menjaga nilai tukar Won terhadap Dolar Amerika Serikat (Hadiwinata, 2002). Krisis finansial ini menyebabkan contagion effect (efek penularan) ke seluruh wilayah ASEAN.

Contagion effect merupakan salah satu faktor yang muncul karena mekanisme pasar yang semakin bebas dan juga sistem ekonomi atau moneter yang diterapkan. Efek ini muncul dengan mengasumsikan ekspektasi kesamaan reaksi dari satu negara dengan negara lainnya, yang diakibatkan persamaan profil dan kondisi ekonomi dan politik. Selain itu, efek ini muncul karena sebuah kiblat terhadap negara tertentu (suatu negara dianggap sebagai representasi dari negara

(16)

lainnya). Contohnya depesiasi Bath Thailand mempengaruhi depresiasi Rupiah karena antara Thailand dan Indonesia mengalami persamaan ekonomi (Fauzi, 2007).

Sejak terjadinya krisis Asia tahun 1997, negara yang dulunya menerapkan sistem nilai tukar tetap, beralih ke sistem nilai tukar mengambang, termasuk Indonesia. Pada saat pergantian sistem nilai tukar mengambang, Indonesia juga mengalami krisis moneter sehingga nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat menjadi terdepresiasi dan mempunyai tingkat volatilitas yang cukup tinggi. Tidak hanya Indonesia saja yang mengalami depresiasi nilai tukar, krisis ini juga menyebabkan nilai tukar negara-negara ASEAN dan beberapa negara Asia Timur terdepresiasi tajam.

Volatilitas nilai tukar tidak hanya mengukur perubahan, tetapi lebih menunjukan resiko dari mata uang. Semakin volatile mata uang berarti semakin besar resiko mata uang tersebut. Menurut Arize (1998), volatilitas nilai tukar berhubungan negatif dengan arus perdagangan internasonal. Hal ini karena volatilitas nilai tukar akan menyebabkan biaya impor menjadi lebih tinggi karena adanya biaya yang digunakan untuk menghindari resiko dalam perdagangan. Namun menurut Cheong (2004), hubungan volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan internasional bisa berbeda antar negara, tergantung perilaku dari masing-masing pelaku perdagangan internasional di negara tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka sangat penting untuk meneliti bagaimana hubungan antara volatilitas nilai tukar terhadap impor di berbagai negara. Terkait dengan upaya mendorong liberalisasi perekonomian, saat ini perekonomian Asia diwarnai dengan peningkatan kerjasama antara ASEAN dengan India, Cina, New Zealand, Korea Selatan, Australia, dan Jepang, yang dikenal dengan ASEAN+6. Bersama dengan Uni Eropa dan Amerika Utara kini ketiga lingkup kerjasama regional ini menjadi pusat perekonomian dunia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi impor, khususnya hubungan volatilitas nilai tukar riil dan impor di kawasan ASEAN+6, selain itu juga akan dibandingkan dengan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara).

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berkaitan dengan kondisi perekonomian Amerika Serikat yang memburuk. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah berkembang menjadi masalah yang serius. Guncangan yang terjadi pada negara adikuasa tersebut dipastikan telah memberikan dampak terhadap perekonomian dunia. Dampak krisis keuangan global di setiap negara akan berbeda, karena sangat bergantung pada kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara yang bersangkutan. Perekonomian Amerika Serikat diprediksi akan melemah, sehingga negara-negara di kawasan Eropa dan Asia akan melemah pula.

Sumber: WDI, diolah

Gambar 1.1. Pergerakan Indeks Volume Impor (2000=100) ASEAN Tahun 2002-2010

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan merosotnya aktivitas dunia dan perdagangan dunia. Dampak krisis keuangan global sudah mulai terjadi pada tahun 2008. Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa dampak penurunan indeks volume impor di Indonesia sebagai akibat dari krisis keuangan global terjadi pada tahun 2009 dimana indeks volume impor turun dari indeks 173,96 pada tahun 2008 menjadi 138,76 pada tahun 2009 atau turun sekitar 20,24 persen. Hal ini juga terjadi pada negara ASEAN lainnya. Di Malaysia penurunan indeks volume impor terjadi sejak tahun 2008 yaitu sebesar 1,2 persen dan turun kembali pada

0 50 100 150 200 250 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Vo lu m e Im p o r Indonesia Malaysia Singapura Filipina Thailand

(18)

tahun 2009 yaitu sebesar 19,5 persen. Hal yang sama juga terjadi di Filipia, penurunan indeks volume impor sudah terjadi sejak tahun 2008 dimana pada tahun tersebut, impor di Filipina turun sekitar 9,3 persen dan kemudian turun kembali pada tahun 2009 sebesar 15,8 persen.

Penurunan indeks volume impor juga terjadi di salah satu negara maju di ASEAN yaitu Singapura. Penurunan impor di Singapura merupakan penurunan yang paling kecil dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 14,11 persen. Sedangkan penurunan indeks volume impor yang paling besar di antara negara-negara ASEAN terjadi di Thailand, dimana impor Thailand turun sebesar 22,33 persen.

Mengingat semakin pentingnya impor bagi suatu negara maka dalam penelitian ini akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi impor suatu negara, khususnya hubungan volatilitas nilai tukar dan impor. Penelitian tentang hubungan volatilitas nilai tukar riil dengan impor telah menjadi banyak perhatian bagi para ekonom di dunia. Hal ini karena dampak volatilitas nilai tukar riil terhadap impor dapat berbeda di setiap negara, sehingga akan berpengaruh terhadap kebijakan apa yang harus diterapkan oleh negara tersebut. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi impor di seluruh kawasan (ASEAN+6 dan non ASEAN+6)?

2. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara)?

1.3 Tujuan Penelitian

Bertolak dari latar belakang dan permasalahan yang sudah dijelaskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor di seluruh kawasan (ASEAN+6 dan non ASEAN+6).

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara).

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6

2. Memberikan informasi tentang hubungan antara volatilitas nilai tukar riil dengan impor di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6

3. Bagi para pembuat kebijakan, dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan di tingkat nasional maupun internasional.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis secara eksploratif dan kuantitatif dengan menggunakan ekonometrika. Analisis dalam penelitian ini hanya terbatas pada analisis mengenai faktor-faktor yang memengauhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Oleh karena itu, dalam analisis ini faktor-faktor eksternal yang mungkin memengaruhi dalam analisis dianggap konstan.

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan lima negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Terkait dengan kerjasama perdagangan bebas ASEAN yang melibatkan India, Cina, New-Zealand, Korea Selatan, Australia, dan Jepang, maka penulis memasukkan enam negara tersebut dalam lingkup kawasan ASEAN+6. Sebagai pembanding, untuk kawasan non ASEAN+6 diwakili oleh Uni Eropa dan Amerika Utara. Untuk kawasan Uni Eropa diwakili oleh Jerman, Perancis, dan Inggris, sedangkan untuk kawasan Amerika Utara diwakili oleh Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara) adalah sebagai berikut:

2.1.1 Nilai Tukar (Exchange Rate)

Nilai tukar adalah harga relatif dari satu mata uang dalam perdagangan (Hossain dan Chowdhury, 1998). Nilai tukar antara dua negara merupakan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2003). Para ekonom membedakan nilai tukar menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Hossain dan Chowdhury (1998) merumuskan nilai tukar nominal ( ) sebagai berikut:

(2.1) dimana adalah tingkat harga domestik dan adalah tingkat harga luar negeri. Nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil kadang-kadang disebut term of trade. Hossain dan Chowdhury (1998) merumuskan nilai tukar riil ( ) sebagai berikut:

(2.2) dimana adalah nilai tukar nominal (domestic currency/ foreign currency), adalah tingkat harga domestik, dan adalah tingkat harga luar negeri. Jika nilai tukar riil di suatu negara terapresiasi maka harga barang-barang domestik relatif lebih mahal daripada harga barang-barang luar negeri, sehingga negara tersebut akan cenderung untuk melakukan impor. Sebaliknya, jika nilai tukar riil di suatu negara terdepresiasi maka harga barang-barang domestik relatif lebih murah daripada harga barang-barang luar negeri, sehingga negara tersebut akan cenderung untuk melakukan ekspor.

(21)

2.1.2 Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar di suatu negara memiliki pengaruh dan peranan terhadap resiko dari fluktuasi nilai tukar yang akan memengaruhi perekonmian negara tersebut. Sistem nilai tukar dalam keuangan internasional diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate).

Dalam sistem nilai tukar tetap, nilai mata uang dipagu relatif terhadap nilai mata uang lain, sehingga nilai tukar dibuat tetap (Mishkin, 2009). Menurut Mankiw (2003), nilai tukar tetap merupakan nilai tukar yang ditetapkan oleh kehendak bank sentral untuk membeli dan menjual mata uang domestik terhadap mata uang asing pada harga yang sudah ditetapkan sebelumnya. Nilai tukar tetap mengarahkan kebijakan moneter pada satu tujuan tunggal, yaitu mempertahankan nilai tukar pada tingkat yang telah diumumkan. Dengan kata lain, esensi dari sitem nilai tukar tetap adalah komitmen bank sentral untuk membiarkan jumlah uang beredar menyesuaikan berapapun nilai tukar yang menjamin nilai tukar ekuilibrium sama dengan nilai tukar yang diumumkan. Selain itu, selama bank sentral siap membeli atau menjual mata uang asing pada nilai tukar tetap, jumlah uang beredar menyesuaikan secara otomatis pada tingkat yang diperlukan.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagian besar perekonomian dunia beroperasi dengan sistem Bretton-Woods, yaitu sistem moneter internasional yang disepakati sebagian besar negara untuk menetapkan nilai tukar. Dengan sistem nilai tukar Bretton-Woods maka nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain menjadi pasti, sehingga eksportir dan importir dapat memperhitungkan keuntungan dari transaksi perdagangan internasional. Dunia membatalkan sistem ini pada tahun 1973, dan nilai tukar dibiarkan mengambang.

Nilai tukar mengambang merupakan nilai tukar yang dibiarkan oleh bank sentral untuk berubah dalam menanggapi perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan ekonomi (Mankiw, 2003). Dengan sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan berfluktuasi dengan bebas untuk menanggapi kondisi perekonomian yang sedang berubah. Tetapi nilai tukar mengambang memiliki dampak negatif karena nilai tukar menjadi tidak stabil sehingga sewaktu-waktu bisa berubah. Perubahan yang tidak stabil dalam nilai tukar ini dapat berpengaruh

(22)

terhadap perdagangan internasional karena hal ini dapat membuat eksporir dan imporir tidak dapat dengan mudah memperhitungkan keuntungan yang dapat dihasilkan dari kegiatan perdagangan internasional.

2.1.3 Teori Permintaan

Kurva permintaan adalah kurva yang memperlihatkan hubungan antara harga dari suatu produk dan jumlah dari produk yang diminta. Hukum permintaan menjelaskan bahwa ketika harga suatu produk turun, maka jumlah yang diminta dari produk tersebut akan meningkat, sebaliknya jika harga dari suatu produk naik maka jumlah yang diminta dari produk tersebut akan turun (Hubbard dan O’Brien, 2009). Terdapat beberapa variabel yang dapat menggeser permintaan pasar, diantaranya adalah:

a. Pendapatan: pendapatan yang dimiliki konsumen untuk dibelanjakan memengaruhi keinginan dan kemampuan mereka untuk membeli barang. Suatu barang disebut barang normal ketika permintaan barang tersebut meningkat mengikuti peningkatan pendapatan, dan sebaliknya. Suatu barang disebut barang inferior ketika permintaan barang tersebut turun mengikuti peningkatan dalam pendapatan , dan sebaliknya.

b. Harga relatif: harga barang lain dapat memengaruhi permintaan terhadap suatu barang.

Secara umum perdagangan internasional dibedakan menjadi dua, yaitu ekspor dan impor. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan kemudian dijual di luar negeri. Sedangkan impor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri dan kemudian dijual di dalam negeri (Delong, 2002).

Impor merupakan salah satu kegiatan dalam perdagangan internasional dari sisi permintaan. Jika dilihat dari teori permintaan, maka terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi permintaan impor, diantaranya adalah:

2.1.3.1Kaitan Impor dengan Pendapatan Riil

Pendapatan riil merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi impor. Pendapatan riil suatu negara dapat diukur dengan GDP riil (Real Gross Domestic Product). GDP merupakan pendapatan total yang diperoleh secara domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh faktor-faktor produksi yang

(23)

dimiliki asing (Mankiw, 2003). Salah satu komponen dalam GDP adalah ekspor bersih, yang merupakan selisih antara ekspor dan impor. Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi didalam negeri dan kemudian dijual diluar negeri. Sedangkan impor adalah barang dan jasa yang diproduksi diluar negeri dan kemudian dijual didalam negeri (Delong, 2002).

Ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik dapat diukur dengan GDP riil. Hal ini karena GDP riil menghitung output barang dan jasa dalam perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga, dengan kata lain nilai barang dan jasanya diukur dengan menggunakan harga konstan. Sehingga GDP riil menunjukan apa yang akan terjadi terhadap pengeluaran atas output jika jumlah berubah tetapi harga tidak. GDP riil dapat dirumuskan sebagai berikut:

(2.3)

GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian, sedangkan GDP deflator mengukur harga output relatif terhadap harganya pada tahun dasar (Mankiw, 2003).

Permintaan untuk impor dipengaruhi oleh pendapatan riil (Delong, 2002). Secara teori antara impor dengan pendapatan riil berhubungan positif. Jika semakin tinggi pendapatan riil maka ini sama saja dengan semakin banyak uang yang dimiliki atau digunakan oleh konsumen dan investor yang dapat dihabiskan atau digunakan untuk impor, sehingga impor akan meningkat.

Teori permintaan standar menunjukan bahwa turunan secara parsial dari permintaan impor terhadap pendapatan domestik adalah positif (Akpokodje dan Omojimite, 2009). Terdapat dua alasan kenapa impor riil diperkirakan akan meningkat karena pendapatan riil. Pertama, jika peningkatan dalam pendapatan riil akan meningkatkan konsumsi riil sehingga akan menyebabkan lebih banyak barang luar negeri yang akan dibeli, dengan asumsi distribusi pendapatan riil tidak berubah. Kedua, jika peningkatan pendapatan riil menyebabkan peningkatan dalam investasi riil sehingga investasi untuk barang-barang yang tidak diproduksi secara domestik harus dibeli dari luar negeri, hal ini berarti impor akan meningkat.

(24)

2.1.3.2Kaitan Impor dengan Harga Relatif

Harga relatif merupakan salah satu faktor yang memengaruhi impor. Menurut Mankiw (2003), harga relatif sama saja dengan nilai tukar riil. Nilai tukar riil diantara kedua negara dihitung dari nilai tukar nominal (mata uang domestik/mata uang luar negeri) dan tingkat harga diantara kedua negara. Hossain dan Chowdhury (1998) merumuskan nilai tukar riil ( ) sebagai berikut:

(2.4)

dimana adalah nilai tukar nominal (domestic currency/ foreign currency), adalah tingkat harga domestik, dan adalah tingkat harga luar negeri.

Hubungan antara nilai tukar riil dengan permintaan impor adalah negatif (Akpokodje dan Omojimite, 2009). Ini mengimplikasikan bahwa depresiasi dari nilai tukar riil akan meningkatkan biaya impor sehingga menyebabkan permintaan impor riil akan turun, dengan asumsi faktor lainnya dianggap konstan. Sebaliknya, apresiasi nilai tukar riil akan menyebabkan biaya untuk impor menjadi lebih rendah sehingga permintaan untuk impor menjadi meningkat.

2.1.3.3Kaitan Impor dengan Volatilitas Nilai Tukar

Salah satu perhatian utama sejak diperkenalkannya sistem nilai tukar mengambang adalah apakah peningkatan volatilitas nilai tukar (resiko) memengaruhi aliran perdagangan internasional. Volatilitas nilai tukar tidak hanya mengukur perubahan, tetapi lebih menunjukan faktor resiko dari mata uang. Semakin volatile mata uang berarti semakin besar resiko mata uang tersebut.

Volatilitas nilai tukar riil ( ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(2.5)

dimana RER adalah nilai tukar riil.

Volatilitas nilai tukar berkaitan dengan arus perdagangan internasonal karena semakin besar volatilitas mata uang maka akan berdampak negatif terhadap arus perdagangan internasional (Arize, 1998). Peningkatan volatilitas nilai tukar merupakan resiko dalam melakukan perdagangan internasional, termasuk impor. Semakin tinggi volatilitas nilai tukar, akan menyebabkan biaya untuk impor menjadi lebih tinggi karena adanya biaya yang digunakan untuk menghindari resiko perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan perdagangan luar negeri. Hal ini karena adanya nilai tukar yang

(25)

disepakati pada kontrak perdagangan, sedangkan pembayaran terhadap perdagangan tersebut dilakukan sampai pengiriman barang dilakukan dimasa depan (pembayaran dilakukan setelah pengiriman terjadi). Jika perubahan nilai tukar menjadi tidak terduga atau tidak dapat diprediksi, hal ini akan menciptakan ketidakpastian mengenai keuntungan yang akan dibuat dari pengadaan kegiatan impor tersebut, dan karenanya akan mengurangi manfaat dari perdagangan internasional. Tetapi, hubungan antara volatilitas nilai tukar dan impor juga dapat positif. Menurut De Grauwe (1988), bahwa jika efek pendapatan lebih mendominasi efek substitusi maka akan menyebabkan hubungan positif antara perdagangan dan volatilitas.

Dampak volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh perilaku dari pelaku perdagangan internasional (Cheong, 2004). Jika pedagang bersikap risk-neutral, maka volatilitas nilai tukar dapat dijadikan kesempatan bagi mereka untuk meningkatkan keuntungan sehingga akan menyebabkan peningkatan terhadap impor. Sebaliknya, jika pedagang bersikap menghindari resiko, maka volatilitas nilai tukar dianggap sebagai resiko dalam kegiatan impor yang dapat mengurangi keuntungan mereka dalam melakukan kegiatan impor tersebut sehingga akan cenderung mengurangi impor. Pengetahuan tentang sejauh mana volatilitas nilai tukar memengaruhi impor penting untuk desain kebijakan antara nilai tukar dan kegiatan impor. Misalnya, jika volatilitas nilai tukar menyebabkan peningkatan impor, maka program penyesuaian perdagangan untuk menghambat ekspansi impor tidak bisa berhasil jika nilai tukar tidak stabil.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian sebelumnya telah dikaji pengaruh dari volatilitas nilai tukar terhadap impor di berbagai negara dengan menggunakan beberapa metode. Dari penelitian terdahulu, hubungan antara volatilitas nilai tukar dengan impor menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Sebagian besar penelitian menunjukan bahwa hubungan antara volatilitas nilai tukar dengan impor adalah negatif, tetapi terdapat pula penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa hubungan volatilitas nilai tukar dengan impor adalah positif.

(26)

Penelitian yang memberi hasil bahwa hubungan antara volatilitas nilai tukar dengan impor adalah positif yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arize (1998) yang meneliti tentang efek volatilitas nilai tukar terhadap impor di Amerika Serikat. dalam penelitian ini, dia menggunakan Johansen, Stock&Watson, Phillips&Loretan. Hasil menunjukan bahwa pendapatan riil berpengaruh positif terhadap impor, sedangkan harga relatif dan volatilitas nilai tukar bepengaruh negatif terhadap impor di Amerika Serikat. Selain itu, dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki efek negatif dalam jangka pendek dan jangka panjang pada permintaan impor di Amerika Serikat.

Penelitian yang dilakukan Arize dan Shwiff (1998), tentang pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor di negara G-7 dengan menggunakan Multivariate Johansen Cointegration. Hasil menunjukan bahwa pendapatan riil berpengaruh positif terhadap impor di semua negara G-7 dan terdapat respon yang cukup besar dari impor terhadap perubahan pendapatan riil. Untuk harga relatif berpengaruh negatif terhadap impor di semua negara G-7 kecuali Perancis. Sedangkan volatilitas nilai tukar memiliki efek negatif terhadap impor di semua negara G-7 kecuali untuk Kanada. Dengan menggunakan Stock&Watson

estimates dan Phillips&Loretan estimates menghasilkan tanda dan signifikansi dari koefisien yang mirip dengan menggunakan Multivariate Johansen Cointegration.

Alam dan Ahmed (2011) menganalisis pengaruh volatilitas nilai tukar dan beberapa variabel penjelas terhadap impor bilateral di Pakistan terhadap mitra dagang utamanya yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Jerman, dan Kuwait. Dalam penelitiannya, mereka menggunakan model Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil menunjukan bahwa ada bukti hubungan jangka panjang antara bilateral impor, pendapatan riil, harga relatif, nilai tukar riil efektif, dan volatilitas nilai tukar riil di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Jerman. Volatilitas nilai tukar berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap impor bilateral Pakistan untuk Inggris. Untuk impor bilateral Pakistan terhadap Amerika Serikat dan Jepang, volatilitas nilai tukar berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap impor

(27)

bilateral. Sedangkan volatilitas nilai tukar berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap impor bilateral Pakistan untuk Jerman, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Alam dan Ahmed (2010) mengkaji hubungan volatilitas nilai tukar terhadap impor di Pakistan. Dalam peneliannya, mereka menggunakan model Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk mengidentifikasi pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor. Hasil menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar riil berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap impor di Pakistan.

Abdul H. Sukar meneliti pengaruh nilai tukar yang tidak terduga terhadap impor di Amerika Serikat. Dalam penelitiannya, ia menggunakan Error Correction Model (ECM) dan hasilnya menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap impor di Amerika Serikat.

Koray dan Lastrapes (1989) menganalisis dampak yang ditimbulkan dari adanya volatilitas nilai tukar terhadap impor bilateral Amerika Serikat dengan Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, dan Kanada. Dalam penelitiannya, mereka menggunakan VAR. Hasil menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang lemah dari volatilitas nilai tukar terhadap impor dan volatilitas nilai tukar cenderung mengurangi impor.

Cheong (2004) memeriksa pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor di Inggris. Dalam penelitiannya, dia menggunakan model GARCH untuk mengukur resiko dari fluktuasi nilai tukar. ECM digunakan untuk melihat pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor di Inggris. Hasil penelitian menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor di Inggris.

Selain itu Kayis dan Ozturk (2005) dengan menggunakan GARCH meneliti hubungan volatilitas nilai tukar terhadap perdagangan bilateral antara Amerika serikat dengan Hongkong, Korea, dan Singapura. Hasil menunjukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara volume perdagangan dengan volatilitas nilai tukar, yang artinya bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar menurunkan perdagangan internasional.

Terdapat pula penelitian yang menyimpulkan hubungan yang positif antara volatilitas nilai tukar dengan impor. Penelitian yang dilakukan oleh Choudhly

(28)

(2008), tentang hubungan volatilitas nilai tukar terhadap impor riil di Inggris dari Kanada, Jepang, dan New-Zealand. Dalam penelitiannya, dia menggunakan Error Correction Model (ECM). Hasil menunjukan bahwa terdapat pengaruh signifikan dan positif dari volatilitas nilai tukar terhadap impor riil di Inggris dari Kanada, Jepang, dan New-Zealand.

Akpokodje dan Omojimite (2009) mengkaji mengenai pengaruh volatilitas nilai tukar terhadap impor di negara ECOWAS. Mereka menggunakan GARCH dalam menghitung volatilitas nilai tukar. Dengan menggunakan panel data, hasil menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki dampak yang negatif terhadap impor di semua negara ECOWAS, tetapi setelah dipisah antara negara-negara CFA dan non CFA maka hasilnya menunjukan bahwa volatilitas nilai tukar memiliki dampak positif terhadap impor di negara CFA, dan sebaliknya di negara non CFA. Sedangkan pengaruh nilai tukar riil dan pendapatan domestik terhadap impor adalah sama, baik di negara CFA maupun non CFA, dimana nilai tukar riil berhubungan negatif dengan impor sedangkan pendapatan domestik berhubungan positif dengan impor.

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini menganalisis hubungan volatilias nilai tukar riil terhadap impor dengan menggunakan sampel negara yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Selain itu perbedaan penelitian ini adalah cakupan time series (periode penelitian), dan metode yang digunakan adalah dengan menggunakan panel dinamis (dynamic panel).

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel yang diduga berpengaruh terhadap impor. Variabel tersebut yaitu pendapatan riil, harga relatif, dan volatilitas nilai tukar riil. Permintaan untuk impor diukur dengan menggunakan indeks volume impor (M), pendapatan riil diukur dengan menggunakan GDP riil (Y), harga relatif diukur dengan menggunakan nilai tukar riil (RER), dan volatilitas nilai tukar (V) dihitung dengan menggunakan standar deviasi.

(29)

Impor dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing kawasan. Tetapi, dalam penelitian ini, lebih berfokus pada pengaruh volatilitas nilai tukar riil terhadap impor. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana respon impor terhadap perubahan yang terjadi pada volatilitas nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 dengan menggunakan analisis eksploratif dan model panel data dinamis.

Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran

Faktor-faktor yang mempengaruhi impor

Volatilitas Nilai Tukar Riil Nilai tukar Riil Pendapatan Riil

Karakteristik Kawasan Asian Financial Crisis

Impor

Granger Causality test

Analisis Eksploatif Estimasi model panel

(30)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder negara-negara di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara) yang diperoleh dari beberapa sumber diantaranya World Development Indicators (WDI), World Bank, CEIC, dan beberapa sumber lainnya. Data yang digunakan dalam bentuk data panel yaitu gabungan data deret waktu dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2010 dan data cross-section. Penulis juga melakukan studi pustaka dengan membaca jurnal dan artikel yang terkait dengan penelitian ini.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah permintaan impor dengan menggunakan data indeks volume impor, pendapatan riil dengan proxy

GDP riil, harga relatif dengan proxy nilai tukar riil, dan volatilitas nilai tukar riil. Berikut adalah variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

M : Indeks volume impor (2000 = 100) Y : GDP riil (constant 2005 LCU)

RER : Nilai tukar riil (2005 = 100), dimana peningkatan mengindikasikan depresiasi

V : Volatilitas nilai tukar riil yang diperoleh dengan menggunakan standar deviasi.

3.2 Metode Analisis

Dalam penelitian ini, untuk mendukung analisis mengenai hubungan impor dengan volatilitas nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara), maka digunakan berbagai metode analisis data dengan bantuan software Microsoft Excel 2007, Eviews 6, dan Stata 12.

3.2.1 Granger Causality Test pada Data Panel

Hubungan kausalitas (causality) adalah hubungan jangka pendek antara kelompok tertentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup juga hubungan timbal balik dan fungsi-fungsi yang muncul dari analisis spektrum, khususnya hubungan penuh antar spektrum dan hubungan partial antar spektrum.

(31)

Dari pandangan ekonometrik, ide utama dari kausalitas adalah sebagai berikut. Pertama, jika X memengaruhi Y, berarti informasi masa lalu X dapat membantu dalam memprediksikan Y. Dengan kata lain, dengan menambah data masa lalu X ke regresi Y dengan data Y masa lalu maka dapat meningkatkan kekuatan penjelas

(explanatory power) dari regresi. Kedua, data masa lalu Y tidak dapat membantu dalam memprediksikan X karena jika X dapat membantu dalam memprediksikan Y, dan Y dapat membantu memprediksikan X, maka kemungkinan besar terdapat variabel lain, katakan Z, yang memengaruhi X dan Y (Fauzi, 2007).

Pada tahun 1969, Granger memperkenalkan hubungan sebab akibat antara dua variabel yang saling berkaitan. Hubungan kausalitas dapat dibagi atas tiga kategori, yaitu hubungan kausalitas satu arah, hubungan kausalitas dua arah dan hubungan timbal balik. Dengan panjang lag optimal, p, maka prinsip kerja dari Granger Causality Test pada data panel didasarkan atas regresi model pooled sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

(3.1) (3.2) Pada persamaan regresi model pooled pertama (3.1), X memengaruhi Y atau hubungan kausalitas satu arah dari X ke Y apabila koefisien tidak sama dengan nol (0). Hal yang sama juga untuk persamaan regresi model pooled kedua (3.2), Y memengaruhi X atau terdapat hubungan kausalitas satu arah dari Y ke X jika koefisien tidak sama dengan nol. Sementara apabila keduanya terjadi maka dikatakan terdapat hubungan timbal balik (feedback relationship) antara X dan Y atau terdapat hubungan kausalitas dua arah (bidirectional causality) antara X dan Y.

Dalam penelitian ini, Granger Causality Test dilakukan untuk menganalisis hubungan variabel-variabel independen dan impor pada data penel. Dengan menggunakan software ekonometrik, hipotesis nol yang digunakan untuk hubungan dua variabel adalah X tidak memengaruhi Y dan Y tidak memengaruhi X. Dasar penolakan hipotesis nol dengan menggunakan kriteria probabilitas < 0.1.

3.2.2 Data Panel Dinamis

Dalam sebuah penelitian, terkadang ditemukan suatu persoalan mengenai ketersediaan data (data availability) untuk mewakili variabel yang digunakan dalam penelitian. Misalnya, terkadang bentuk data dalam series yang tersedia pendek sehingga proses pengolahan data time series tidak dapat dilakukan

(32)

berkaitan dengan persyaratan jumlah data yang minim. Lain halnya terkadang ditemukan bentuk data dengan jumlah unit cross section yang terbatas pula, sehingga sulit untuk dilakukan proses pengolahan data cross section untuk mendapatkan informasi perilaku dari model yang hendak diteliti. Dalam teori ekonometrika, kedua kondisi seperti yang telah disebutkan di atas salah satunya dapat diatasi dengan menggunakan data panel (pooled data) agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih baik/efisien dengan terjadinya peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi terhadap peningkatan derajat kebebasan (degree of freedom) (Fauzi, 2007).

Data panel (atau longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section, maka disebut

unbalanced panel.

Aplikasi metode estimasi dengan menggunakan data panel banyak digunakan baik secara teoritis maupun aplikatif dalam berbagai literatur mikroekonometrik dan makroekonometrik. Popularitas penggunaan data panel ini merupakan konsekuensi dari kemampuan dan ketersediaan analisis yang diberikan oleh data jenis ini. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni.

Menurut Baltagi (1995), penggunaan data panel telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain adalah:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degrees of freedom, dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk mempelajari studi yang bersifat dinamis (dynamics of adjustment)

(33)

4. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. 5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Relasi di antara variabel-variabel ekonomi pada kenyataannya banyak yang bersifat dinamis. Analisis dapat digunakan sebagai model yang bersifat dinamis dalam kaitannya dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic of adjustment). Hubungan dinamis ini dicirikan oleh keberadaan lag variabel dependen diantara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi data panel dinamis dalam Indra (2009) adalah sebagai berikut:

(3.3)

dengan menyatakan suatu skalar, menyatakan matriks yang berukuran 1 x K

dan matriks berukuran K x 1. Dalam hal ini diasumsikan mengikuti model

one way error component sebagai berikut:

(3.4)

dengan menyatakan pengaruh individu dan

menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa literatur disebut sebagai transient error.

Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan efisiensi baik pada Fixed Effect Model (FEM) maupun Random Effect Model

(REM) terkait perlakuan terhadap . Dalam model dinamis, situasi ini secara substansi sangat berbeda, karena merupakan fungsi dari maka juga merupakan fungsi dari . Karena adalah fungsi dari maka akan terjadi korelasi antara variabel regresor dengan . Hal ini akan menyebabkan penduga least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias dan inkonsisten, bahkan bila tidak berkorelasi serial sekalipun.

Untuk mengilustrasikan kasus tersebut, berikut diberikan model data panel autoregresif (AR (1)) tanpa menyertakan variabel eksogen:

(3.5)

dengan dimana dan saling bebas

satu sama lain. Penduga fixed effect bagi diberikan oleh:

(34)

dengan dan . Untuk menganalisis sifat dari , dapat disubstitusi persamaan (3.5) ke (3.6) untuk memperoleh persamaan sebagai berikut:

(3.7)

Penduga ini bersifat bias dan inkonsisten untuk dan T tetap, bentuk pembagian pada persamaan (3.7) tidak memiliki nilai harapan nol dan tidak konvergen menuju nol bila . Secara khusus, hal ini dapat ditunjukan (Nickel (1981) dan Hsiao (1986) dalam Verbeek (2004)) bahwa:

sehingga, untuk tetap, akan dihasilkan penduga yang inkonsisten.

Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan method of moments dapat digunakan. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004) menyarankan suatu pendekatan Generalized Method of Moments (GMM). Pendekatan GMM merupakan salah satu yang populer. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari,

pertama, GMM merupakan common estimator dan memberikan kerangka yang lebih bermanfaat untuk perbandingan dan penilaian. Kedua, GMM memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood.

Namun demikian, penduga GMM juga tidak terlepas dari kelemahan. Adapun beberapa kelemahan metode ini, yaitu: (i) GMM estimator adalah

asymptotically efficient dalam ukuran contoh besar tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang terbatas (finite), dan (ii) estimator ini terkadang memerlukan sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak

(software) yang mendukung aplikasi pendekatan GMM (Indra, 2009).

Ada dua jenis prosedur estimasi GMM yang umumnya digunakan untuk mengestimasi model linear autoregresif, yakni:

1. First-differences GMM (FD-GMM atau AB-GMM) 2. System GMM (SYS-GMM)

(35)

First-differences GMM (AB-GMM)

Untuk mendapatkan estimasi yang konsisten dimana dengan tertentu, akan dilakukan first-difference pada persamaan (3.5) untuk mengeliminasi pengaruh individu sebagai berikut:

(3.9)

namun, penduga dengan least square akan menghasilkan penduga yang inkonsisten karena dan berdasarkan definisi berkorelasi, bahkan jika . Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference ini dapat menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh, akan digunakan sebagai instrumen. Disini, berkorelasi dengan

tetapi tidak berkorelasi dengan , dan tidak berkorelasi serial. Disini, penduga variabel instrumen bagi disajikan sebagai berikut:

(3.10)

syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:

penduga (3.11) merupakan salah satu penduga yang diajukan oleh Anderson dan Hsiao (1981). Mereka juga mengajukan penduga alternatif dimana

digunakan sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen bagi disajikan sebagai berikut:

(3.12)

syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah:

Perhatikan bahwa penduga variabel instrumen yang kedua memerlukan tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu

(36)

periode sampel “hilang”). Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini adalah mencatat bahwa:

yang merupakan kondisi momen (moment condition). Dengan cara yang sama dapat diperoleh:

yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator (IV dan IV (2)) selanjutnya dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan lebih banyak kondisi momen meningkatkan efisiensi dari penduga. Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004), menyatakan bahwa daftar instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, Arellano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2004) mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T

= 4 diperoleh:

Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya, untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan:

(3.16)

(37)

(3.17)

sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks berisi instrumen yang valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai:

(3.18)

yang merupakan kondisi bagi . Untuk menurunkan penduga GMM, tuliskan persamaan sebagai:

(3.19)

Karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang belum diketahui, akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel yang bersesuaian, yaitu:

(3.20)

dengan adalah matriks penimbang definit positif yang simetris. Dengan mendiferensiasikan terhadap akan diperoleh penduga GMM sebagai:

(3.21)

Sifat dari penduga GMM (3.21) bergantung pada pemilihan yang konsisten selama definit positif, sebagai contoh yang merupakan matriks identitas.

Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik terkecil bagi . Sebagaimana diketahui dalam teori umum GMM (Verbeek, 2004), diketahui bahwa matriks penimbang optimal proposional terhadap matriks kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini, matriks penimbang optimal seharusnya memenuhi:

(38)

dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikenakan terhadap matriks kovarian , matriks penimbang optimal dapat diestimasi menggunakan first-step consistent estimator bagi dan mengganti operator ekspektasi dengan rata-rata sampel, yakni (two step estimator)

(3.23)

dengan menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consistent estimator.

Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bahwa pada seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi tanpa mengenakan restriksi. Sebagai catatan bahwa, ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (dan sangat dianjurkan bagi sampel berukuran kecil) menekankan ketidakberadaan autokorelasi pada vit dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis. Dengan catatan di bawah restriksi sebagai berikut:

(3.24)

matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai (one step estimator)

(3.25)

sebagai catatan bahwa persamaan (3.25) tidak mengandung parameter yang tidak diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila error diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi.

Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka persamaan (3.3) dapat ditulis kembali menjadi:

(3.26)

Parameter persamaan (3.26) juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat terhadap , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila

(39)

strictly exogenous dalam artian bahwa tidak berkorelasi dengan sembarang

error , akan diperoleh:

(3.27)

sehingga dapat ditambah kedalam daftar instrumen untuk persamaan

first difference setiap periode. Hal ini akan membuat sejumlah baris pada menjadi besar. Selanjutnya, dengan mengenakan kondisi momen:

Matriks instrumen dapat ditulis sebagai:

(3.28)

Bila variabel tidak strictly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus dimana dan tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan

diperoleh . Dalam kasus dimana hanya

instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat dikenakan sebagai:

(3.29)

Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan

predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat disesuaikan. Baltagi (1995), menyajikan contoh dan diskusi tambahan untuk kasus ini.

Penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas (berukuran kecil), hal ini terjadi ketika tingkat lag (lagged level) dari deret berkorelasi secara lemah dengan first-difference berikutnya, sehingga instrumen yang tersedia untuk persamaan first-difference lemah (Blundell & Bond, 1998). Dalam model AR(1) pada persamaan (3.5), fenomena ini terjadi karena parameter autoregresif mendekati satu, atau varian dari pengaruh individu meningkat relatif terhadap varian transient error .

Blundell dan Bond (1998) menunjukkan bahwa penduga AB-GMM dapat terkendala oleh bias sampel terbatas, terutama ketika jumlah periode amatan yang tersedia relatif kecil. Hal ini menekankan perlunya perhatian sebelum menerapkan

(40)

metode ini untuk mengestimasi model autoregresif dengan jumlah deret waktu yang relatif kecil.

Keberadaan bias sampel terbatas dapat dideteksi dengan mengkomparasi hasil AB-GMM dengan penduga alternatif dari parameter autoregresif. Sebagaimana diketahui dalam model AR (1), least square akan memberikan suatu estimasi dengan bias yang ke atas (biased upward) dengan keberadaan pengaruh spesifik individu (individual-spesific effect) dan fixed effect akan memberikan dugaan dengan bias yang ke bawah (biased downward). Selanjutnya penduga konsisten dapat diekspektasi di antara penduga least square atau fixed effect. Bila penduga AB-GMM dekat atau di bawah penduga penduga fixed effect, maka kemungkinan penduga AB-GMM akan biased downward, yang kemungkinan disebabkan oleh lemahnya instrumen.

System GMM (SYS-GMM)

Indra (2009), ide dasar dari penggunaan metode system GMM adalah untuk mengestimasi sistem persamaan baik pada first-differences maupun pada

level yang mana instrumen yang digunakan pada level adalah lag first-differences

dari deret. Blundell dan Bond (1998) menyatakan pentingnya pemanfaatan initial condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel dinamis ketika T berukuran kecil. Salah satunya dengan membuat model autoregresif data panel dinamis tanpa regresor eksogenus sebagai berikut:

(3.30)

dengan untuk

. Dalam hal ini, Blundell dan Bond (1998) memfokuskan pada , oleh karenanya hanya terdapat satu kondisi ortogonal yang diberikan oleh sedemikian sehingga tepat teridentifikasi (just Indentified). Dalam kasus ini, tahap pertama dari regresi variabel instrumen diperoleh dengan meregresikan pada . Perhatikan bahwa regresi ini dapat diperoleh dari persamaan (3.30) yang dievaluasi pada saat dengan mengurangi kedua ruas persamaan tersebut, yakni:

(3.31)

Dikarenakan ekspektasi akan bias ke atas (upward biased) dengan

(41)

(3.32)

dengan . Bias dapat menyebabkan koefisien estimasi dari variabel instrumen mendekati nol. Selain itu, nilai statistik-F dari regresi variabel instrumen tahap pertama akan konvergen ke dengan parameter non-centrality

Karena maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Di sini, Blundell dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga first-difference

GMM dengan masalah lemahnya instrumen yang mana hal ini dicirikan dari parameter konsentrasi .

Menurut Firdaus (2011), beberapa kriteria yang digunakan untuk menemukan model dinamis atau GMM terbaik adalah:

1. Tidak bias. Estimator dari pooled least squares bersifat biased upwards

dan estimator dari fixed-effects bersifat biased downmwards. Estimator yang tidak bias berada di antara keduanya.

2. Instrumen valid. Validitas ini diperiksa dengan menggunakan Uji Sargan. Instrumen akan valid bila Uji Sargan tidak dapat menolak hipotesis nol. 3. Konsisten. Sifat konsistensi dari estimator yang diperoleh dapat diperiksa

dari statistik Arellano-Bond dan , yang dihitung secara otomatis pada beberapa perangkat lunak. Estimator akan konsisten bila statistik menunjukan hipotesis nol ditolak dan menunjukan hipotesis nol tidak ditolak.

3.3 Model Penelitian

Dalam penelitian ini, model umum yang digunakan adalah fungsi regresi untuk seluruh kawasan. Model umum yang digunakan dipelopori oleh Kenen dan Rodrick (1986). Penulis mengembangkan model tersebut dengan menambahkan variabel baru yaitu variabel lag dependent sebagai regresor. Model umum seluruh kawasan yang akan diestimasi adalah sebagai berikut:

(42)

dimana:

= logaritma natural dari indeks volume impor = logaritma natural dari lag indeks volume impor = logaritma natural dari GDP riil

= logaritma natural dari nilai tukar riil; peningkatan menandakan depresiasi

= Volatilitas nilai tukar riil = Koefisien

= koefisien regresi yang menunjukan slope dari variabel penjelas

= error.

Data yang digunakan adalah dari negara-negara berikut:

Kawasan ASEAN+6 : Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Cina, Korea Selatan, Jepang, India, Australia, dan New Zealand.

Kawasan non ASEAN+6 : Perancis, Jerman, Inggris, Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat.

3.4 Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini, akan dianalisis faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6, khususnya hubungan volatilitas nilai tukar riil tehadap impor. Pertimbangan memilih nilai tukar riil sebagai variabel penjelas fungsi permintaan impor dikarenakan nilai tukar riil sudah cukup dapat menggambarkan posisi daya saing suatu negara relatif terhadap negara lainnya. Dalam analisis ini faktor-faktor eksternal yang mungkin berpengaruh dalam analisis dianggap konstan.

(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Eksploratif

Analisis eksploratif dilakukan dengan maksud untuk memberikan deskripsi, gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Fauzi, 2007). Analisis eksploratif dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai kondisi umum dari masing-masing variabel yang digunakan yang dilakukan terhadap negara di kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara). Analisis akan dimulai dengan memberikan gambaran mengenai hubungan antara impor dan variabel-variabel yang diperkirakan berpengaruh, sehingga akan diperoleh gambaran umum mengenai fakta-fakta dan hubungan antar variabel.

4.1.1 Hubungan Impor dengan Gross Domestic Product (GDP) Riil

Pada Gambar 4.1 menunjukan hubungan antara indeks volume impor dan GDP riil di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 (Uni Eropa dan Amerika Utara) periode 2002 sampai 2010. Pada gambar tersebut semua data dihitung dalam logaritma natural.

Pada Gambar 4.1 merupakan hubungan rata-rata impor dengan GDP riil untuk kawasan ASEAN+6 dan non ASEAN+6. Pada gambar tersebut terlihat bahwa negara-negara di kawasan non ASEAN+6, cenderung memiliki pendapatan riil yang relatif tinggi dengan impor yang rendah daripada negara-negara di kawasan ASEAN+6. Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki GDP riil paling tinggi daripada negara lainnya, hal ini disebabkan karena Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki ekonomi terbesar di dunia. Dibidang perekonomian, Amerika Serikat banyak memegang peran penting. Sebagai negara yang menganut paham ekonomi kapitalis dan perdagangan bebas, perdagangan di Amerika Serikat mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hampir semua negara di dunia menjalin hubungan dagang dengannya. Impor Amerika Serikat biasanya berupa bahan-bahan baku industri dan ekspornya biasanya berupa produk-produk olahan seperti mesin-mesin, pesawat, alat-alat kedokteran yang memiliki nilai tambah yang besar, sehingga GDP riil mereka menjadi tinggi.

(44)

Sumber: World Development Indicators, diolah

Keterangan : IDN = Indonesia; MYS= Malaysia; SGP = Singapura; PHL = Filipina; THA = Thailand; CHN = China; KOR = Korea Selatan; JPN = Jepang; IND = India; AUS = Australia; NZL = New Zealand; DEU = Jerman; FRA = Perancis; GBR = Inggris; MEX = Meksiko; CAN = Kanada; USA = Amerika Serikat

Gambar 4.1 Hubungan Indeks Volume Impor dan GDP Riil Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010

Untuk negara-negara di kawasan ASEAN+6 memiliki GDP riil yang relatif lebih kecil daripada negara non ASEAN+6, kecuali untuk salah satu negara maju di kawasan ASEAN+6 yaitu Jepang. Jepang merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Jepang memiliki GDP riil yang paling besar daripada negara-negara di kawasan ASEAN+6 lainnya dengan impor yang paling rendah. Hal ini dapat disebabkan karena Jepang mengimpor bahan-bahan baku. Bahan baku tersebut mereka produksi terlebih dahulu sebelum diekspor, yang menyebabkan mereka memperoleh nilai tambah yang tinggi dengan cara memproduksi bahan baku tersebut yang didukung dengan teknologi dan sumber daya manusia yang canggih. Hal ini menyebabkan GDP riil mereka menjadi tinggi. 4.7 4.8 4.9 5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 24 25 26 27 28 29 30 31 R ata -r ata In d e ks Vo lu m e Im p o r

Rata-rata GDP Riil (USD)

Indeks Volume Impor dan GDP Riil (USD)

USA JPN DEU GBR FRA CHN IND KOR CAN MEX AUS IDN THA SGP MYS PHL NZL

Gambar

Gambar 1.1. Pergerakan Indeks Volume Impor (2000=100) ASEAN   Tahun 2002-2010
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran  Faktor-faktor yang mempengaruhi impor
Gambar 4.1 Hubungan Indeks Volume Impor dan GDP Riil Kawasan  ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010
Gambar 4.2 Hubungan Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil Kawasan  ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010
+5

Referensi

Dokumen terkait

Di Esabara Games sendiri, multimedia sangat erat sekali kaitannya dengan game, karena di dalam game terdapat unsur multimedia yaitu menciptakan presentasi yang

[r]

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “

milah dengan prioritas solusi, artinya berdasarkan urgensi dan bobot masalah sehingga tidak bertumpuk menjadi masalah yang

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

10 Lanugranto Adi Nugroho, 2008, Skripsi Hukum, Konsum en dan Jasa Transportasi (Studi Terhadap Perlindungan Hukum pada Konsumen Fasilitas Publik Transportasi Darat dan

Naungan dan selang penyiraman air 1 hari sekali (N1A1) menunjukkan hasil yang terendah pada perlakuan tinggi tanaman (35,33 cm), jumlah daun (152,33 helaian), luas daun

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis pengaruh profitabilitas, laju pertumbuhan, ukuran perusahaan, kompleksitas transaksi, dan kelemahan pengendalian